Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leukemia
2.1.1 Definisi
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih dengan manifestasi
adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi.1
Terdapat banyak etiologi dan pengaruh faktor lingkungan yang
menyebabkan leukemia pada anak. Pada anak, penyebab yang lebih berpengaruh
adalah genetik. Selain itu, leukemia juga sering disebabkan oleh infeksi virus,
radiasi dan semua ini akan menggangu dari proses hematopoesis terutama faktor
pertumbuhannya sehingga menyebabkan proliferasi sel darah meningkat.2
Diagnosis leukemia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sumsum tulang,
dimana sumsum tulang diaspirasi untuk mengambil sampel darah dan kemudian
dievaluasi morfologinya dan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan ini penting
karena sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan merupakan pemeriksaan
penunjang untuk penatalaksanaan leukemia. Pemeriksaan histopatologi untuk
leukemia biasanya menggunakan perwarnaan Romanowsky.1
2.1.2 Etiologi dan faktor risiko
Etiologi dari leukemia akut masih tidak diketahui. Namun diketahui ada
beberapa faktor yang diduga mempengaruhi, yaitu: 1,2,7
Universitas Sumatera Utara
7
a. Radiasi dan zat ionisasi
b. Bahan-bahan kimia (contohnya, benzene penyebab AML)
c. Obat-obatan (contohnya, penggunaan bahan-bahan bergugus alkil pada
terapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan AML)
Berdasarkan genetika seseorang, ada beberapa faktor yang diduga
mempengaruhi:2,8
a. Kembar identik apabila anak kembar yang pertama didiagnosa leukemia
pada 5 tahun pertama, maka resiko untuk anak kembar kedua meningkat
menjadi 20% didiagnosa leukemia.8
b. Kejadian leukemia pada saudara yang didiagnosa leukemia akan meningkat
sebanyak 4 kali lipat dibandingkan pada populasi umum.8
c. Gangguan pada kromosom:
-
Trisomy 21 (Down Syndrome) memiliki risiko 95% untuk mengalami
leukemia.
-
Bloom syndrome memiliki risiko 8% untuk mengalami leukemia.
-
Anemia fanconi memiliki risiko 12% untuk mengalami leukemia.2
2.1.3 Klasifikasi leukemia
Berdasarkan maturasi sel dan asal sel, leukemia dapat di klasifikasikan
sebagai berikut:
2.1.3.1. Acute Leukemia
Acute leukemia biasanya bersifat agresif, dimana proses keganasan terjadi
di hemopoietic stem cell atau sel progenitor awal. Perubahan genetika diduga
berperan pada sistem biokimia yang menyebabkan peningkatan laju proliferasi,
Universitas Sumatera Utara
8
mengurangi apoptosis dan menghalangi proses diferensiasi selular. Jika tidak
ditangani, penyakit ini bersifat fatal namun lebih mudah untuk diobati dari pada
leukemia kronik.12
a. Acute Myelogenous Leukemia (AML)
AML adalah penyakit keganasan sumsum tulang dimana sel-sel
prekursor hemopoietik terperangkap di fase awal perkembangannya.
Kebanyakan subtipe dari AML dibedakan dari kelainan darah lainnya
berdasarkan jumlah blast yang berada di sumsum tulang, yaitu sebanyak
lebih dari 20%.12,13
Patofisiologi yang mendasari AML adalah kegagalan maturasi selsel sumsum tulang di fase awal perkembangan. Mekanismenya masih
diteliti, namun pada beberapa kasus, hal ini melibatkan aktivasi gen-gen
abnormal melalui translokasi kromosom dan kelainan genetik lainnya.12,14
Gejala klinis yang muncul pada pasien AML berakibat dari
kegagalan sumsum tulang dan atau akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
berbagai organ. Durasi perjalanan penyakit bervariasi. Beberapa pasien,
khususnya anak-anak mengalami gejala akut selama beberapa hari hingga
1-2 minggu. Pasien lain mengalami durasi penyakit yang lebih panjang
hingga berbulan-bulan. Anemia, neutropenia dan trombositopenia muncul
akibat kegagalan sumsum tulang mempertahankan fungsinya. Gejala
anemia yang paling sering adalah fatigue. Penurunan kadar neutrofil
menyebabkan pasien rentan terkena infeksi. Perdarahan gusi dan ekimosis
merupakan manifestasi akibat trombositopenia. Jika perdarahan terjadi di
Universitas Sumatera Utara
9
paru-paru, saluran cerna dan sistem saraf pusat, hal ini sangat
membahayakan jiwa pasien. Limpa, hati, gusi dan kulit adalah tempattempat yang sering disinggahi akibat infiltrasi sel-sel leukemik. Pasien
dapat mengalami splenomegali, gingivitis dan gejala lainnya. 12,13,15
Selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan yang harus dilakukan antara
lain adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan sumsum tulang, yang
merupakan tes diagnostik defenitif, analisis kelainan genetik dan pencitraan.
Pada pemeriksaan hasil aspirasi sumsum tulang, dapat dihitung jumlah sel
blast. Menurut The French American British (FAB), AML adalah ketika
terdapat lebih dari 30% sel blast di sumsum tulang. Menurut klasifikasi
terbaru World Healt Organization (WHO), AML sudah tegak jika terdapat
lebih dari 20% sel blast di sumsum tulang.1
b. Acute Lymphocytic Leukemia (ALL)
ALL adalah penyakit keganasan klonal sumsum tulang dimana
prekursor awal limfoid berproliferasi dan menggantikan kedudukan sel-sel
hemopoietik di sumsum tulang. Hal ini akibat ekspresi gen abnormal, paling
sering akibat translokasi kromosom. Karena limfoblast menggantikan posisi
komponen-komponen sumsum tulang normal, terjadi peningkatan
signifikan terhadap produksi sel-sel darah normal. Selain di sumsum tulang,
sel-sel ini juga berproliferasi di hati, limpa dan nodus limfetikus.12
Gejala klinis ALL tersering adalah demam tanpa adanya bukti
terjadinya infeksi. Namun, setiap demam yang terjadi pada pasien ALL
tetap harus diduga sebagai infeksi hingga ada bukti yang menyangkalnya,
Universitas Sumatera Utara
10
karena kegagalan mengobati infeksi secara cepat dan tepat dapat berakibat
fatal. Infeksi merupakan penyebab kematian tersering pada pasien ALL.
Pada pemeriksaan sumsum tulang, menurut FAB, harus ditemui setidaknya
30% sel limfoblast atau ditemukannya 20% sel limfoblast di darah dan atau
di sumsum tulang untuk menegakkan diagnosis ALL.12,13
2.1.3.2 Chronic leukemia
a. Chronic Myeloid Leukemia (CML)
CML adalah salah satu myeloproliferative disorder yang ditandai
dengan peningkatan proliferasi sel-sel granulositik tanpa kehilangan
kemampuan
berdiferensiasi.
Selain
itu,
gambaran
darah
perifer
menunjukkan peningkatan jumlah granulosit dan prekursor imaturnya
termasuk beberapa jenis sel blast.13,14
CML merupakan satu dari beberapa kanker yang disebabkan oleh
mutasi genetik tunggal. Lebih dari 90% kasus, muncul akibat aberasi
sitogenetik yang dikenal dengan sebutan Philadelphia chromosome. CML
berkembang melewati tiga fase: chronic, accelerated, dan blast. Pada fase
chronic, sel-sel matur berproliferasi; pada fase accelerated, terjadi kelainan
sitogenetik tambahan; pada fase blast, terjadi proliferasi cepat sel-sel
imatur. Sekitar 85% pasien terdiagnosa pada fase kronik yang kemudian
berlanjut ke fase accelerated dalam waktu 3-5 tahun. Diagnosis CML
ditegakkan berdasarkan temuan histopatologi di darah perifer dan
Philadelphia chromosome di sel-sel sumsum tulang. 13,15
Universitas Sumatera Utara
11
Kejadian CML berkisar 20% dari seluruh leukemia yang mengenai
orang dewasa, khususnya individu berusia separuh baya. Hanya sedikit yang
terjadi pada pasien-pasien yang lebih muda. CML yang terjadi pada pasien
yang lebih muda biasanya lebih agresif terutama pada fase accelerated atau
saat blast crisis. 14,15
Manifestasi klinis CML bersifat insidious, artinya muncul perlahan
dengan gejala tersamar namun dengan efek yang besar. Biasanya penyakit
ini ditemukan pada fase kronis, ketika terlihat peningkatan jumlah sel darah
putih pada pemeriksaan darah rutin atau ketika limpa yang membesar teraba
pada saat pemeriksaan fisik umum. 13,14
Gejala non-spesifik seperti fatigue dan penurunan berat badan
biasanya timbul cukup lama setelah onset penyakit. Kehilangan tenaga dan
menurunnya toleransi kegiatan fisik terjadi beberapa bulan setelah fase
kronik. 13-15
Pasien biasanya mengalami gejala-gejala akibat pembesaran limpa,
hati atau keduanya. Pembesaran limpa mendesak lambung sehingga pasien
merasa cepat kenyang yang berakibat pada menurunnya asupan makanan.
Nyeri abdomen pada bagian kuadran kanan atas menunjukkan kemungkinan
adanya infark pada limpa. Pembesaran limpa juga mungkin berhubungan
dengan keadaan hipermetabolik, demam, penurunan berat badan dan
keletihan yang berlebihan. Beberapa pasien CML menderita low grade fever
dan keringat berlebihan akibat keadaan hipermetabolik. 13,14
Universitas Sumatera Utara
12
Pasien yang datang dalam keadaan fase accelerated atau fase akut
dari CML, gejala yang paling khas adalah ditemukannya perdarahan, peteki,
dan ekimosis. Apabila terjadi demam pada fase ini, maka penyebab paling
mungkin adalah infeksi. Sedangkan gejala khas fase blast adalah nyeri
tulang dan demam serta peningkatan fibrosis pada sumsum tulang.12-14
b. Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL)
CLL adalah kelainan monoklonal yang ditandai dengan akumulasi
limfosit yang inkompeten secara fungsional secara progresif. Seperti kasus
malignansi lainnya, penyebab pasti CLL belum diketahui. Penyakit ini
merupakan penyakit yang didapat, jarang sekali ditemukan kasus familial.
Onsetnya perlahan, dalam bentuk tersamar namun dengan hasil yang
berbahaya dan jarang ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan
hitung jenis sel darah untuk tujuan lain. Sebanyak 25-50% pasien CLL tidak
menunjukkan gejala. Pembesaran nodus limfe merupakan gambaran klinis
yang paling umum terjadi. Namun pasien dengan CLL bisa saja
menunjukkan gejala yang sangat beragam.12-15
Pada pasien CLL, darah lengkap menunjukkan limfositosis absolut
dengan lebih dari 5000 Sel-B/μl yang persisten selama lebih dari tiga bulan.
Klonalitas harus dipastikan dengan flow cytometry. Sitopenia yang
disebabkan oleh keterlibatan sel klonal di sumsum tulang juga dapat
menegakkan diagnosis CLL tanpa memperhatikan jumlah sel-B perifer. 12,13
Pemeriksaan apusan darah tepi dilakukan untuk melihat limfositosis.
Biasanya ditemukan smudge cells yang merupakan artifak limfosit akibat
Universitas Sumatera Utara
13
kerusakan selama pembuatan slide apusan. Sel-sel atipikal besar, cleaved
cells dan sel prolimfositik juga sering ditemukan dan bisa mencapai 55%
dari total limfosit perifer. 13,15
2.1.4 Patofisiologi
Leukemia terjadi dari proses mutasi tunggal dari sel progenitor pada sistem
hematopoiesis yang menyebabkan sel mampu untuk berproliferasi secara tidak
terkontrol yang dapat menjadi suatu keganasan dan sel prekursor yang tidak mampu
berdiferensiasi pada sistem hematopoiesis.1
Pada leukemia, terjadi keganasan sel darah pada fase limfoid, mieloid,
ataupun pluripoten. Penyebab dari hal ini belum sepenuhnya diketahui. Namun
diduga berhubungan dengan perubahan susunan dari rantai deoxyribonucleotide
acid (DNA). Faktor eksternal juga dinilai mempengaruhi seperti bahan-bahan obat
bergugus alkil, radiasi, dan bahan-bahan kimia. Sedangkan faktor internal, yaitu
kromosom yang abnormal dan perubahan dari susunan DNA.11
Perubahan susunan dari kromosom mungkin dapat mempengaruhi struktur
atau pengaturan dari sel-sel onkogen. Leukemia pada sel limfosit B terjadi
translokasi dari kromosom pada gen yang normal berproliferasi menjadi gen yang
aktif untuk berproliferasi. Hal ini menyebabkan limfoblas memenuhi tubuh dan
menyebabkan sumsum tulang gagal untuk berproduksi dan akhirnya menjadi
pansitopenia.11
Seiring sel-sel yang abnormal bersirkulasi dalam tubuh dan masuk ke organorgan lain, seperti hati, limpa, dan mata. Gangguan pada sistemik ini menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
14
perubahan pada kadar hematologi tubuh, terjadi infeksi oportunistik, iatrogenik
karena komplikasi dari kemoterapi.1,2
2.1.5 Penegakan diagnosis
2.1.5.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada anamnesis, dokter mencari dari tanda dan gejala leukemia. Dokter juga
menanyakan apakah ada paparan dari faktor risiko yang dialami pada pasien.
Dokter juga menanyakan apakah di keluarga ada yang memiliki penyakit keganasan
juga.2,3
Pada pemeriksaan fisik, dokter fokus dengan adanya pembesaran kelenjar
limfe, melihat apakah ada tanda-tanda infeksi. Pemeriksaan abdomen juga
merupakan pemeriksaan yang penting untuk melihar apakah adanya pembesaran
hati atau limpa.4
2.1.5.2 Tes darah
Tes darah yang dilakukan diambil dari vena pada lengan atau dari jari tangan
perifer. Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kadar hematologi pasien.
Pemeriksaan apusan darah tepi juga dilakukan untuk melihat morfologi dari sel
darah. Pada pasien dengan leukemia, akan ditemukan sel darah putih yang sangat
banyak dibandingkan sel darah merah dan platelet yang sedikit.3
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.5.3 Aspirasi sumsum tulang dan biopsi
Aspirasi sumsum tulang dan biopsi dilakukan secara bersamaan. Aspirasi
sumsum tulang dan biopsi ini dilakukan untuk mendiagnosa leukemia dan diulangi
kembali untuk melihat respon dari pengobatan. 3,4
Aspirasi sumsum tulang merupakan “gold standard” dari diagnosa
leukemia. Tidak hanya indikasi diagnosa, namun indikasi menentukan jenis sel dan
monitoring pengobatan seperti gangguan limfoblastik. 3-5
2.1.5.4 Pungsi lumbal
Pungsi lumbal dilakukan untuk melihat apakah ada sel leukemia pada cairan
serebrospinalis. Pada anak dengan leukemia, lumbal pungsi dilakukan sebagai
terapi metastasis ke susunan saraf pusat untuk kemoterapi. Melalui lumbal pungsi
diberikan bahan kemoterapi menuju cairan serebrospinal sehingga mencegah selsel leukemia ada di sistem saraf pusat.7
2.1.5.5 Biopsi kelenjar limfe
Biopsi kelenjar limfe penting untuk mendiagnosa limfoma. Pada anak
dengan leukemia hal ini jarang dilakukan. Biopsi kelenjar limfe dilakukan
bersamaan dengan proses pembedahan untuk pengobatan atas indikasi tertentu. 3,4,9
2.1.6 Penatalaksanaan
2.1.6.1 Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat anti kanker yang
diberikan ke cairan serebrospinal, atau melelui aliran darah untuk dapat mencapai
Universitas Sumatera Utara
16
ke seluruh tubuh agar terapi yang diberikan efektif. Pengobatan dengan kemoterapi
pada leukemia mieloblastik akut diberikan dengan dosis yang tinggi dan di
konsumsi dalam waktu yang singkat. Sedangkan terapi untuk leukemia limfoblastik
akut di berikan dengan dosis yang rendah dan waktu konsumsi yang lama biasanya
2-3 tahun.16-18
2.1.6.2 Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang sangat terbatas penggunaannya pada
pasien leukemia. Hal ini dikarenakan sel-sel leukemia telah menyebar keseluruh
tubuh melalui sumsum tulang menuju organ-organ yang ada di tubuh. Terapi
pembedahan hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan memiliki risiko tinggi.1
2.1.6.3 Radiasi
Terapi radiasi menggunakan bahan energi dengan radiasi tinggi untuk
menghancurkan sel-sel kanker. Terapi sendiri biasanya dilakukan untuk mencegah
penyebaran dari sel-sel leukemia ke otak maupun ke testis.1
2.2 Kemoterapi pada ALL
Secara tradisional, empat fase pengobatan ALL adalah induksi, konsolidasi,
pemeliharaan, dan profilaksis sistem saraf pusat. Pasien dengan ALL memerlukan
perawatan di rumah sakit untuk kemoterapi induksi, dan mereka memerlukan
pendaftaran kembali untuk kemoterapi konsolidasi atau untuk pengobatan efek
toksik dari kemoterapi. Intervensi bedah mungkin diperlukan untuk penempatan
kateter vena sentral, seperti lumen tripel, kateter Broviac, atau Hickman.16,18
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.1
Fase induksi
Terapi induksi standar biasanya melibatkan rejimen empat-obat:
vincristine, prednisone, anthracycline dan L-asparaginase atau rejimen lima obat:
vincristine, prednisone, anthracycline, siklofosfamid, dan L-asparaginase
diberikan selama 4-6 minggu. Menggunakan pendekatan ini, remisi lengkap
diperoleh pada 65-85% pasien. Padat fase ini juga dilakukan profilaksis pada
susunan saraf pusat yaitu berupa pemberian methotrexate 16,17
Kecepatan dimana penyakit pasien memasuki remisi lengkap berkorelasi
dengan hasil pengobatan. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa pasien yang
penyakitnya remisi lengkap dalam waktu 4 minggu terapi memiliki kelangsungan
hidup bebas penyakit dan kelangsungan hidup secara keseluruhan yang lebih lama
daripada mereka yang penyakitnya memasuki remisi setelah 4 minggu pengobatan.
16-18
Dalam sebuah studi besar Perancis, pasien dengan lebih dari 5% sel blas
di sumsum tulang mereka pada hari 15 memiliki tingkat respon yang lebih rendah
(34% vs 91%), kelangsungan hidup bebas penyakit dan kelangsungan hidup secara
keseluruhan yang lebih buruk daripada pasien dengan blas rendah pada hari 15.
11,12,17
2.2.2 Fase konsolidasi
Segera setelah penderita mengalami pemulihan baik klinis maupun
laboratories dan mencapai remisi komplit, terapi fase intensifikasi dapat dimulai.
Hal ini dilakukan atas dasar penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa apabila
terapi dihentikan setelah induksi remisi maka segera terjadi relaps. Tujuan dari
Universitas Sumatera Utara
18
tahap ini adalah menurunkan keberadaan dan menghilangkan sel pokok (stem cell)
leukemia. Obat-obatan yang digunakan antara lain, methotrexate, 6 merkaptopurin
(6-MP), dan siklofosfamid.13,16
2.2.3 Fase pemeliharaan
Tidak seperti keganasan yang lain pada LLA diperlukan waktu yang
panjang untuk mempertahankan kesembuhan. Hal ini ditujukan untuk membunuh
sel blas dan memelihara sel sumsum tulang yang normal disamping untuk
mempertahankan respon imum penderita. Pada umumnya pengobatan berlangsung
2 sampai 3 tahun. Fase ini dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir dengan
methotrexate dan merkaptopurin (6-MP).1
2.2.4 Fase Reinduksi
Reinduksi dimaksudkan untuk mencapai remisi yang biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obatan seperti pada induksi selama 10-14
hari. Reinduksi diberikan tiap 3 bulan sejak pemberian vincristine terakhir. Pada
fase ini obat yang diberikan adalah vincristine dan prednisone. Profilaksis terhadap
sistem saraf pusat juga diberikan berupa pemberian methotrexate.14
2.3 Prinsip Kerja Pengobatan Kemoterapi
Prinsip kerja pengobatan dengan kemoterapi adalah dengan meracuni atau
membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan
pertumbuhannya agar tidak menyebar, atau untuk mengurangi gejala-gejala yang
disebabkan oleh kanker. Kemoterapi terkadang merupakan pilihan pertama untuk
Universitas Sumatera Utara
19
menangani kanker. Kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan radiasi atau
pembedahan yang bersifat setempat, karenanya kemoterapi dapat menjangkau selsel kanker yang mungkin sudah menyebar ke bagian tubuh yang lain.13,14,16
2.4 Obat Kemoterapi pada Kanker
Dua atau lebih obat sering digunakan sebagai suatu kombinasi. Alasan
dilakukannya terapi kombinasi adalah untuk menggunakan obat yang bekerja pada
bagian yang berbeda dari proses metabolisme sel, sehingga akan meningkatkan
kemungkinan dihancurkannya jumlah sel-sel kanker. Selain itu, efek samping yang
berbahaya dari kemoterapi dapat dikurangi jika obat dengan efek beracun yang
berbeda digabungkan, masing-masing dalam dosis yang lebih rendah dari pada
dosis yang diperlukan jika obat itu digunakan tersendiri. Obat-obat dengan sifat
yang berbeda digabungkan, misalnya obat yang membunuh sel-sel tumor
dikombinasikan dengan obat yang merangsang sistem kekebalan terhadap
kanker.16,17
2.4.1 Alkylating agents
Alkylating memengaruhi molekul DNA, yaitu mengubah struktur atau
fungsinya sehingga DNA tidak dapat membelah. Contoh lain obat golongan ini
adalah busolvon, cisplatin dan clorambusil. Obat ini biasanya digunakan pada
kasus leukemia, limfoma non-Hodgkin, myeloma multiple dan melanoma maligna.
Efek sampingnya adalah mual, muntah, rambut rontok, iritasi kandung kemih
(sistitis) disertai terdapatnya darah dalam air kemih, jumlah sel darah putih, sel
darah merah, trombosit menurun, dan jumlah sperma berkurang. 12,16,17
Universitas Sumatera Utara
20
2.4.2 Obat antimetabolit
Antimetabolit adalah sekumpulan obat yang memengaruhi sintesis DNA
atau RNA dan mencegah perkembangbiakan sel. Obat golongan ini menimbulkan
efek yang sama dengan alkylating agents. Efek samping tambahan terjadinya ruam
kulit, warna kulit menjadi lebih gelap (meningkatkan pigmentasi), atau gagal ginjal.
Contoh obat ini adalah methotrexate, gemcitabine, leucovorine merkaptopurin
yang digunakan pada leukimia serta tumor payudara, ovarium dan saluran
pencernaan. 16,17
2.4.3 Antibiotik antitumor
Obat ini juga memengaruhi DNA dan mencegah tumor berkembang biak
dan dengan cara kimiawi mencegah produksi enzim-enzim serta mengubah
membran sel. Contohnya adalah doxorubicine dan idarubicin yang digunakan
untuk berbagai macam jenis kanker. Efek sampingnya sama dengan alkylating
agents. Kepada penderita leukimia limfoblastik akut dapat diberikan asparagin
diperlukan oleh leukimia untuk melangsungkan pertumbuhannya. Efek sampingnya
berupa reaksi alergi yang bisa berakibat fatal, hilangnya nafsu makan, mual,
muntah, demam, kadar gula darah tinggi. 14-16
2.4.4 Mitotic spindle
Golongan obat-obat ini berikatan dengan protein mikrotubuler sehingga
menyebabkan disolusi stuktur mitotic spindle pada fase mitosis. Contoh obat ini
adalah vincristine, vinblastine, plakitaxel dan docetaxel.15,17
Universitas Sumatera Utara
21
2.4.5 Analog platinum
Analog platinum adalah senyawa-senyawa yang mengandung unsur logam
platinum. Senyawa-senyawa ini bekerja dengan cara membentuk rantai silang
antara DNA dengan platinum sehingga sel kanker tidak dapat melakukan
pembelahan dengan benar dan proses perkembangbiakannya menjadi terhambat.
Contohnya adalah carboplatin, cisplatin dan oxaliplatin. 16,17
2.4.6 Hormonal
Pemberian inhibitor hormon menimbulkan ketidakseimbangan hormonhormon dalam badan. Ternyata hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan sel-sel
kanker dalam jaringan-jaringan yang peka terhadap hormon. Mekanisme kerja
inhibitor hormon ini adalah hormon akan berikatan dengan reseptor protein
(estrogen, progesteron, kortikosteroid, androgen) pada sel kanker. Contohnya
adalah prednisone, hidroksiprogesteron kaproat, Medroksiprogesteron asetat
dan tamoksifen.16,18
2.4.7 Miscellaneous Anti Ca
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan miscellaneous anti Ca
yaitu :16
1.
Hidroksiurea
Merupakan analog urea yang dapat menghambat sintesis DNA.
2.
Mitotane
Menyebabkan
regresi
(kemunduran)
pertumbuhan
tumor
dan
menghilangkan sekresi steroid adrenal yang berlebihan.
3.
Asparaginase
Asparaginase beraksi secara tidak langsung dengan mengkatabolik
asparagin menjadi asam aspartat dan ammonia, juga menurunkan level
Universitas Sumatera Utara
22
glutamine dalam darah. Hal ini menyebabkan penghambatan sintesis
protein karena sel neoplastik membutuhkan asparagin, sehingga proliferasi
sel terhenti.
4.
Amsacrine
Menginterkalasi pasangan basa DNA.
5.
Mitoxantrone
Berikatan dengan DNA sehingga rantai DNA putus dan sintesis DNA dan
RNA terhambat.
2.5 Efek Samping Kemoterapi
Antikanker merupakan obat yang indeks terapinya sempit. Pada umumnya
anti kanker menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas,
karena menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat seperti kulit,
adneksa, dan mukosa pasien.17,18
2.5.1 Kerusakan sawar kulit
Secara umum obat-obatan kemoterapi dapat menimbulkan efek samping
pada kulit, dengan cara mengakibatkan kerusakan pada sawar kulit. Salah satu obat
yang telah dipelajari mendalam adalah antagonis Epidermal Growth Factor
Receptor (EGFR).19
EGFR diekspresikan pada stratum basalis epidermis dan meningkatkan
diferensiasi
sel
keratinosit,
sel-sel
folikuler
dan
juga
mengaktivasi
transglutaminase, yang merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam crosslinking protein seperti involucrine, loricine, proline-rich protein. Pada saat
difererensiasi sel keratinosit akan kehilangan nukleus, involucrine terdegradasi, dan
Universitas Sumatera Utara
23
komponen badan lamelar akan dikeluarkan untuk membentuk lipid yang diperlukan
sebagai sawar kulit. Dengan adanya penggunaan obat kemoterapi tidak hanya
menginhibisi EGFR berlebihan pada sel tumor, tetapi juga reseptor yang terdapat
pada sel-sel normal di epidermis, yang akan berakibat pada proses pertumbuhan,
migrasi dan diferensiasi keratinosit dan akan menyebabkan terganggunya sawar
kulit.19
2.5.1.1 Kulit kering
Berdasarkan kepustakaan, kelainan kulit yang paling sering ditemukan pada
pasien kemoterapi adalah kulit kering. Derajat kekeringan kulit sangat bervariasi
mulai dari yang ringan (bersisik halus) hingga berat (kulit terlihat pecah,
mengelupas dan nyeri). Keringnya kulit dapat disebabkan sawar kulit yang tidak
sempurna akibat berbagai hal. Kemampuan kulit untuk menahan air berkurang
sehingga kulit menjadi tampak kering, bersisik, dan pecah-pecah.19,20
Obat kemoterapi bersifat sitostatik (menghambat pembelahan sel).
Sedangkan pembelahan sel sangat diperlukan untuk mengganti sel-sel yang rusak.
Demikian juga dengan sel yang rusak pada kulit, perlu diganti, agar tetap
mempertahankan fungsi sawar kulit sehingga dapat mempertahankan kelembaban
kulit dalam jumlah yang cukup. Pada kanker dengan jenis dan stadium tertentu obat
kemoterapi memang harus diberikan untuk pengobatan maka yang dapat dilakukan
untuk mencegah kulit kering adalah meminimalkan faktor-faktor lain yang
menyebabkan kekeringan kulit dan memberikan pengganti sawar kulit yaitu
pelembab.21
Universitas Sumatera Utara
24
2.5.1.2 Eritema Toksik
Penggunaan obat-obatan kemoterapi dapat menyebabkan efek samping
eritema toksik, yang ditunjukkan oleh lesi klinis eritema dengan nyeri, dengan atau
tanpa edema, lokasi utama pada tangan dan kaki, serta daerah-daerah intertriginosa.
Erupsi ini dapat disertai dengan bula, bersifat self-limiting dan pada resolusinya
akan berkembang menjadi skuama dan hiperpigmentasi pasca inflamatori.18
2.5.1.3 Erupsi obat
Obat kemoterapi juga dapat menyebabkan reaksi alergi. Pada umumnya,
bentuk kelainan kulit yang terjadi adalah makulopapular atau morbiliformis.
Kelainan kulit ini berupa bercak kemerahan yang dimulai pada batang tubuh dan
menyebar ke lengan dan tungkai yang muncul dalam 10 hari sampai tiga minggu
paska pemberian obat. Namun, dapat juga bentuk alergi obat yang lain, seperti
purpura, urtika, erupsi akneiformis sampai alergi obat yang berat seperti sindrom
Steven Johnson, nekrolisis epidermal toksik atau sindrom hipersensitivitas obat.21,22
2.5.1.4 Fotosensitivitas
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan kulit menjadi lebih sensitif
terhadap sinar ultraviolet. Pasien yang mendapatkan obat tersebut harus
menghindari sinar matahari, dan menggunakan tabir surya walaupun berada di
dalam rumah.23
Universitas Sumatera Utara
25
2.5.1.5 Hiperpigmentasi
Hiperpigmentasi adalah berubahnya warna kulit menjadi lebih gelap dari
pada sebelumnya. Beberapa obat kemoterapi seperti alkylating agents dan
antitumor antibodi dapat menyebabkan perubahan warna kulit menjadi gelap.
Perubahan warna tersebut biasanya terjadi setelah tiga minggu dimulainya
pengobatan. Hiperpigmentasi ini akan berkurang setelah 10-12 minggu obat
dihentikan.23,24
2.5.2 Kelainan kuku
Ada beberapa kelainan kuku yang dapat ditemukan pada pasien yang
menerima kemoterapi. Kelainan tersebut dapat berupa pigmented nail band atau
depresi horizontal, vertikal, hiperpigmentasi total, berwarna putih kekuningan,
kuku rusak dan terlepas. Obat-obatan yang dapat menyebabkan kelainan ini adalah
bleomycin,
cyclophosphamide,
daunorubicin,
doxorubicin,
fluorouracil,
hydroxyurea, aminoglutethimide, busulfan, cisplatin, dacarbazine, docetaxel,
idarubicin, ifosfamide, melphalan, methotrexate, mitomycin, dan mitoxantrone.
Kelainan kuku ini akan menghilang setelah obat dihentikan 6-12 bulan.25
2.5.3 Kelainan rambut
Kelainan rambut yang paling sering ditemukan adalah kerontokan atau
kebotakan. Kerontokan dan kebotakan ini mempunyai efek yang cukup besar bagi
kondisi psikologis pasien yang menerima kemoterapi. Kerontokan terjadi karena
obat kemoterapi mengenai semua sel yang ada di tubuh, bukan hanya sel kanker.
Sel-sel di rongga mulut, pencernaan, dan rambut lebih sensitif karena sel-sel
Universitas Sumatera Utara
26
tersebut cepat membelah seperti sel kanker. Namun sel-sel tersebut akan
memperbaiki diri sehingga dapat kembali normal.27,28
2.6 pH Kulit
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH juga didefinisikan
sebagai logaritma negatif (basis sepuluh) dari konsentrasi ion Hidrogen (H) bebas
dalam larutan air.
pH netral memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH > 7
menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan nilai pH < 7 menunjukkan
keasaman. pH 0 menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14
menunjukkan derajat kebasaan tertinggi. Secara umum diterima bahwa pH kulit
pada anak-anak dilaporkan sama seperti pada orang dewasa yaitu 4,0-6,0. pH kulit
dan kemampuan netralisasi permukaan kulit terdiri dari semua komponen stratum
korneum serta sekresi dari kelenjar sebasea dan keringat.5,29
2.7 Fungsi pH Kulit
Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa keasaman Sk sangat penting
dalam beberapa fungsi epidermal: sawar permeabilitas epidermis, antimikroba,
peradangan epidermis, dan integritas dan kohesi Sk.29
2.7.1 Sawar permeabilitas kulit
Sawar permeabilitas epidermis, dibentuk oleh lipid bilayer antara korneosit
dari Sk. Lipid disekresikan dari badan lamelar keratinosit pada stratum granulosum.
Lipid yang disekresi tidak membentuk sawar permeabilitas yang efektif sampai
Universitas Sumatera Utara
27
dibentuk menjadi lipid bilayer. Sementara ion calcium (Ca) dan ion kalium (K)
mengontrol sekresi lipid, ion Hydrogen (H) mengontrol pengolahan lipid.
Pengasaman sangat penting untuk sawar permeabilitas epidermis, seperti yang
ditunjukkan oleh pengamatan bahwa hasil pemulihan sawar biasanya terjadi pada
pH asam dan tertunda pada pH netral (yaitu, pH 7-7,4) sebagai akibat dari gangguan
pengolahan pasca sekretori dari lipid ekstraseluler di SK bagian dalam, sementara
sekresi lipid tetap normal. pH netral juga dapat mengganggu keasaman lipid SK
normal.30,31
2.7.2 Aktivitas antimikroba dan inflamasi
Keasaman SK juga merupakan bagian integral dari fungsi antimikroba
epidermal, mendukung pertumbuhan mikroflora normal dan menghambat
pertumbuhan patogen kulit. Misalnya, Micrococcus, flora normal, tumbuh terbaik
pada pH asam, sedangkan Staphylococcus dan Candida tumbuh terbaik pada pH
7,5 tetapi ditekan pada pH 5-6.31
Karena kerusakan pada sawar permeabilitas epidermis melepaskan sitokin
inflamasi, yang mengarah ke kaskade inflamasi, proses inflamasi dan antimikroba
terkait erat. Kulit neonatus yang menggunakan diaper menunjukkan pH yang lebih
netral dari kulit terbuka, diperparah dengan urin dan feses. pH kulit netral ini
meningkatkan kejadian dermatitis kontak. Selain itu, patogen yang tumbuh pada
pH netral memperburuk dermatitis popok, menjadi siklus di mana pH netral,
pertumbuhan patogen, dan pelepasan sitokin inflamasi bergabung untuk
Universitas Sumatera Utara
28
menghasilkan peradangan, kulit berkoloni dengan gangguan permeabilitas dan
sawar antimikroba.29-33
2.7.3 Integritas/kohesi
Fungsi ketiga pengendalian integritas korneosom, telah diidentifikasi barubaru ini untuk pH pada Sk. pH netral pada Sk, melalui paparan buffer pH netral,
penghambatan phospholipase A2 farmakologis, atau penerapan ''superbases'' pada
kulit, menghasilkan Sk yang lebih mudah untuk mengalami deskuamasi. Karena
neonatus lahir dengan pH Sk netral, penurunan integritas/ kohesi terlihat dengan
pH netral Sk dan dapat berperan dalam fungsi fisiologis yang memungkinkan
deskuamasi Sk segera setelah lahir. 29-33
Berbeda pada sawar permeabilitas epidermis, jalur tunggal yang dikatalisasi
oleh serin protease tampaknya mendominasi dalam pengendalian integritas/kohesi
Sk. Serin protease kimotriptik dan triptik aktif dalam pH netral, dan meningkatkan
degradasi korneodesmosom, terutama protein korneodesmosom yaitu desmoglein
1. Aktivitas serin protease meningkat pada neonatus, dan menurun seiring dengan
pengasaman Sk.33
Universitas Sumatera Utara
29
2.8 Kerangka Teori
Leukemia
Penatalaksanaan
Kemoterapi
Radiasi
Prinsip kerja :
Obat :
Fase:
-
Pembedahan
-meracuni
-Alkylating agent
-Antimetabolit
-Antibiotik antitumor
-Senyawa alami
-Analog platinum
-
Induksi
Konsolidasi
Pemeliharaan
Reinduksi
Gangguan Differensiasi dan
ploriferasi keratinosit  Gangguan
pembentukan lipid epidermis 
Gangguan pembentukanpH
-mengontrol
sel kanker
-menghentikan
pertumbuhan
Efek samping pada kulit
dan apendiksnya
pembentukan pH
Kerusakan sawar kulit
Kulit kering
Sawar epidermal
epeeeeepiderma
lepidermal
Antimikroba
Integritas
Eritema
toksik
Kelainan kuku
Erupsi
obat
Fungsi
Fotosensiti
vitas
Kelainan rambut
Hiperpigm
entasi
Asam <7
pH kulit
Nilai
Normal= 4,0-6,0.
Gambar 2.1 Diagram kerangka teori
Netral =7
Basa >7
Universitas Sumatera Utara
30
2.9 Kerangka Konsep
Pasien anak leukemia yang
mendapat kemoterapi
-
Tipe leukemia
-
Fase kemoterapi
-
Jenis obat kemoterapi
pH kulit
Gambar 2.1 Diagram kerangka konsep
Universitas Sumatera Utara
Download