BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak krisis keuangan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gejolak krisis keuangan global telah mengubah tatanan perekonomian
dunia. Krisis keuangan global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007,
semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang
pada tahun 2008. Krisis keuangan global tahun 2008 bermula dari krisis kredit
perumahan (suprime mortgage) di Amerika Serikat yang membawa implikasi
pada kondisi ekonomi global secara menyeluruh. Dampak tersebut terjadi karena
tiga permasalahan yaitu investasi langsung, investasi tidak langsung, dan
perdagangan. Hampir di setiap negara merasakan dampak krisis keuangan global
termasuk negara-negara di Asia seperti Indonesia membawa dampak yang
signifikan terhadap keberadaan entitas bisnis.
Krisis keuangan global berimbas kepada ekonomi Indonesia melalui dua
jalan yaitu efek terhadap sektor keuangan dan efek terhadap sektor ekspor.
Dampak krisis keuangan terhadap sektor keuangan sudah dirasakan selama tahun
2008, yaitu dengan anjloknya nilai tukar rupiah, turunnya indeks harga saham
karena larinya investor asing, pelarian modal baik dari bursa saham maupun pasar
obligasi Pemerintah. Akibatnya likuiditas sektor keuangan sangat ketat, inflasi
tinggi, tingginya risiko usaha, dan makin besarnya cost of money.
Salah satu yang mendapat sorotan adalah kelangsungan hidup perusahaan.
Perekonomian mengalami keterpurukan, sehingga banyak perusahaan yang
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mengalami kebangkrutan karena tidak dapat melanjutkan usahanya. Akibatnya
terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang mendapatkan opini audit Qualified
Going Concern dan Disclaimer (Praptitorini dan Januarti, 2007).
Kelangsungan hidup sebuah perusahaan selalu dihubungkan dengan
kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Ketika
kondisi ekonomi sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor
memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan Chen dan Churn
(1996) dalam Mirna dan Indira (2007). Oleh karena itu peranan auditor sangat
penting dalam menjembatani antara perusahaan dan investor sebagai penyedia dan
pemakai laporan keuangan. Data perusahaan akan lebih mudah dipercaya apabila
laporan keuangan tersebut mencerminkan kinerja dan kondisi perusahaan yang
sebenarnya dan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor.
Opini going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk
memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
(SPAP, 2012). Opini audit atas laporan keuangan adalah salah satu bahan
pertimbangan bagi investor ketika membuat keputusan untuk berinvestasi. Inti
going concern terdapat pada balance sheet perusahaan yang harus merefleksikan
nilai perusahaan untuk menentukan eksistensi dan masa depannya. Lebih detail
lagi, bahwa going concern adalah suatu keadaan di mana suatu perusahaan dapat
tetap beroperasi dalam jangka waktu ke depan, dimana hal ini dipengaruhi oleh
keadaan financial dan non financial (Mulawarman, 2009). Untuk itu auditor harus
bertanggung jawab terhadap opini going concern yang dikeluarkannya, karena
opini tersebut akan mempengaruhi keputusan para pemakai laporan keuangan
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(Setiawan, 2006). Auditor harus memastikan bahwa pendapatnya itu relevan dan
konsisten dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya, dan menjadi tanggung
jawab
auditor
dalam
mengevaluasi
apakah
suatu
perusahaan
dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode yang ditentukan.
Going concern merupakan salah satu asumsi dasar yang dipakai dalam
menyusun laporan keuangan. Asumsi ini mengharuskan perusahaan secara
operasional memiliki kemampuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
akan melanjutkan usahanya pada masa depan. Oleh karena itu, suatu perusahaan
diasumsikan tidak bermaksud melikuidasi atau mengurangi secara material skala
usahanya (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012). Kemampuan manajemen dalam
mengelola perusahaan sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaan. Jika perusahaan mengalami permasalahan keuangan (financial
distress), maka akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini
tentu akan mempengaruhi opini yang diberikan oleh auditor (Meriani dan
Krisnadewi, 2012).
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
mengungkapkan Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci
dalam meningkatkan efisiensi ekonomi, yang meliputi serangkaian hubungan
antara manajemen perusahaan, dewan direksi, para pemegang saham, dan
stakeholder lainnya. Dengan menerapkan GCG diharapkan dapat mengurangi
kesempatan manajer untuk melakukan tindakan manipulasi. Sehingga kinerja
yang dilaporkan menggambarkan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari
perusahaan bersangkutan (Jensen, 1993 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007).
3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Penerapan corporate governance sangat erat kaitannya dengan going
concern problems. Corporate governance yang buruk menandakan bahwa
perusahaan tidak dijalankan dan diawasi dengan baik, sehingga menyebabkan
buruknya kinerja perusahaan dan masalah keuangan (Iskandar et al., 2011). Oleh
karena itu, auditor cenderung memberikan opini going concern bagi perusahaan
yang mengalami masalah keuangan, karena kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan keberlangsungan hidup (going concern) usahanya pun semakin
diragukan. Masalah going concern ini dapat dicegah dan diatasi dengan adanya
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Mekanisme corporate governance dapat mempengaruhi auditor dalam
memberikan opini going concern. Menurut Hartas (2011) mekanisme corporate
governance berfungsi untuk memastikan pengelolaan perusahaan berjalan sesuai
dengan yang direncanakan atau arah kebijakan yang ditetapkan. Mekanisme
diarahkan untuk menjamin dan mengawasi jalannya sistem governance dalam
suatu perusahaan (Petronila, 2007). Mengacu pada penelitian yang dilakukan
Iskandar et al., (2011), mekanisme corporate governance dalam penelitian ini
adalah kepemilikan manajerial, dewan komisaris independen, dan ukuran komite
audit.
Pihak manajemen berperan penting dalam mengelola dan mempertahankan
keberlangsungan hidup (going concern) perusahaan. Namun tidak jarang juga
terjadi perbedaan kepentingan dengan pemegang saham. Menurut Jensen dan
Meckling (1976)
dalam Januarti
(2009)
kepemilikan manajerial
dapat
menyelaraskan kepentingan manajer dengan pemegang saham sehingga berhasil
4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
menjadi mekanisme yang dapat mengurangi masalah keagenan antara manajer
dengan pemegang saham. Dengan adanya kepemilikan manajerial, pihak
manajemen dapat merasakan manfaat atas pengambilan keputusan sekaligus
menanggung konsekuensi atas kesalahan pengambilan keputusan (Linoputri,
2011). Adanya prosentase kepemilikan anggota dewan dalam perusahaan yang
semakin besar, maka anggota dewan tersebut akan senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kinerja operasional karena merasa memiliki perusahaan, sehingga
tetap dapat mempertahankan eksistensi perusahaan dan berkembang melalui
peningkatan pengendalian (Petronila, 2007). Oleh karena itu, diharapkan semakin
tinggi kepemilikan manajemen perusahaan maka semakin rendah tingkat konflik
kepentingan yang terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang saham,
sehingga semakin kecil kemungkinan terjadinya going concern problems dan
kemungkinan auditor memberikan opini going concern pada perusahaan pun
kecil.
Komisaris inderpenden merupakan badan yang berfungsi untuk menilai
kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan (Susiana dan Herawati, 2007).
Komisaris independen diharapkan mampu menempatkan keadilan (fairness)
sebagai prinsip utama dalam memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang
mungkin sering terabaikan, misalnya pemegang saham minoritas serta para
stakeholder lainnya, sebab komisaris independen harus bebas dari kepentingan
dan urusan bisnis apapun yang dianggap sebagai campur tangan untuk bertindak
demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan (Forum for Corporate
Governance in Indonesia, 2001).
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih
anggota dewan
komisaris. Anggota komite dapat berasal dari kalangan luar
dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya yang dibutuhkan
guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit dituntut untuk dapat bertindak
secara independen. Independensi komite audit tidak dapat dipisahkan moralitas
yang melandaskan integritasnya. Hal ini perlu disadari karena komite audit
merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan
yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris
dengan internal auditor (Yusti avandana dan Indra, 2006). Bapepam menerbitkan
surat edaran (SE-03/PM/2000) yang menghimbau agar emiten dan perusahaan
publik mempunyai komite audit. Salah satu dalam penilaian fungsi audit good
corporate governance adalah memiliki komite audit yang efektif. Komite audit
memiliki fungsi yang terkait dengan proses dan peran audit bagi perusahaan,
terutama dalam pelaporan hasil audit keuangan perusahaan yang dipaparkan untuk
publik (Sutedi, 2011).
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan.
Auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan
yang lebih kecil. Maka
semakin besar perusahaan akan semakin kecil
kemungkinan perusahaan menerima opini
disebabkan karena opini
audit going concern. Hal ini
going concern cenderung lebih dibutuhkan oleh
perusahaan kecil untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaannya (Ginting
dan Suryana, 2014).
6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Kondisi keuangan perusahaan merupakan suatu tampilan atau keadaan
secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu.
Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan
sesungguhnya (Ramadhany 2004). Mckeownet. al (1991) dalam Candra Saputra
(2011) menyatakan bahwa semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk
maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going
concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan
keuangan auditor tidak pernah mengeluarkan opini audit going concern.
Berbagai penelitian yang terkait dengan pengaruh Mekanisme Good
Corporate Governance, Kondisi Keuangan, dan Ukuran Perusahaan dengan Opini
Audit Going Concern. Penelitian Iskandar et al., (2011) menyatakan kepemilikan
manajerial memiliki hubungan terbalik (negatif) dengan masalah going concern
(going concern problems). Semakin tinggi proporsi kepemilikan manajemen maka
semakin rendah going concern problems yang dihadapi perusahaan sehingga
berimplikasi terhadap kecilnya kemungkinan auditor memberikan opini going
concern pada perusahaan. Berbeda dengan penelitian Januarti (2008) yang
menemukan bahwa meskipun ada kepemilikan manajerial dan institusional
ternyata fungsi pengawasan yang ada belum menjamin untuk tidak diberikannya
opini audit going concern, karena untuk meningkatkan kinerja perusahaan sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang berasal dari internal maupun eksternal
Selanjutnya, penelitian Iskandar et al., (2011) dan Linoputri (2011)
menyatakan proporsi dewan komisaris independen secara signifikan tidak
berhubungan dengan masalah going concern (going concern problems), sehingga
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern oleh auditor.
Namun penelitian Petronila (2007) menyatakan keberadaan komisaris independen
mempengaruhi auditor dalam pemberian opini audit going concern dikarenakan
keberadaan komisaris independen dapat menyelaraskan proses pengambilan
keputusan yang terkait dengan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas
dan stakeholder.
Penelitian Ravyanda, Endang, dan Zubaidah (2015) ditunjukkan bahwa
komite audit yang merupakan bagian dari GCG tidak berpengaruh terhadap opini
audit asumsi going concern. Hal ini berarti bahwa implementasi GCG perusahaan
di Indonesia masih lemah dalam kelangsungan hidup perusahaan
Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan dilihat dari
besarnya nilai penjualan, nilai equity, atau nilai total aktiva. Santoso dan Wedari
(2007) mengungkapkan bahwa faktor ukuran perusahaan memiliki pengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Penelitian tersebut
membuktikan bahwa dengan ukuran perusahaan yang semakin besar maka
perusahaan dapat menjamin kelangsungan usahanya. Sebaliknya Badera dan
Rudyawan (2009) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak menunjukkan
pengaruh signifikannya dalam opini audit going concern.
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno dkk (2006) telah
memberikan bukti empiris bahwa kondisi keuangan perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Tetapi sebaliknya,
Sherly dan Gunawan (2015) menyatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern.
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang listing di Bursa Efek Indonesia
selama periode 2012-2014. Adapun alasan pemilihan perusahaan manufakur
industri dasar dan kimia karena transaksi perusahaan manufaktur industri dasar
dan kimia lebih besar, lebih kompleks dan lebih bervariasi dibanding sektor
lainnya. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Mekanisme
Good Corporate Governance, Kondisi Keuangan, dan Ukuran Perusahaan secara
bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap Opini Audit Going Concern, di
samping untuk mengetahui faktor manakah dari faktor-faktor tersebut yang
berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern perusahaan yang terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia. Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Mekanisme
Good Corporate Governance, Kondisi Keuangan, dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Opini Audit Going Concern”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Opini Audit Going
Concern?
2. Apakah Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh berpengaruh
terhadap Opini Audit Going Concern?
3. Apakah Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap Opini Audit Going
Concern?
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Apakah Kondisi Keuangan berpengaruh terhadap Opini Audit Going
Concern?
5. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Opini Audit Going
Concern?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh Kepemilkan Manajerial terhadap Opini Audit
Going Concern.
2. Untuk mengetahui pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen
terhadap Opini Audit Going Concern.
3. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Opini Audit
Going Concern.
4. Untuk mengetahui pengaruh Kondisi Keuangan terhadap Opini Audit
Going Concern.
5. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Opini Audit
Going Concern.
D.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan penelitian ini
bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan, manajemen, kalangan akademisi,
pembaca dan penulis dengan penjelasan sebagai berikut:
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Manfaat Praktis
a. Bagi pengguna laporan keuangan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi
acuan tambahan dalam menganalisis informasi terkait dengan pengukuran
kinerja perusahaan.
b. Bagi manajemen, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan
dalam penentuan kebijakan mengenai opini audit going concern yang akan
dilakukan.
c. Bagi kalangan akademisi, diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi
terhadap literatur penelitian akuntansi yang berhubungan dengan opini audit
going concern.
2. Manfaat Teoritis
a. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris
mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance, kondisi
keuangan, dan ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern.
b. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat membantu serta menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai opini audit going concern di
Indonesia.
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download