BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir tahun 2007 menjadi awal cobaan berat setelah krisis Asia 1997-1998 terhadap perekonomian Indonesia. Peristiwa instabilitas finansial yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dalam derajat tertentu berdampak ke Indonesia. Krisis yang lebih dikenal dengan istilah krisis finansial global ini bermula dari kebijakan uang longgar yang diterapkan oleh Bank Sentral AS, The Fed, yang memuncak dalam kasus produk sekuritasasi kredit perumahan yang disebut subprime mortage. Krisis bermula dari meledaknya persediaan rumah di AS dan tingginya angka suku bunga yang dikenal orang sebagai “subprime” dan jenis dari pinjaman hipotek ” mortgage”. Resiko tinggi yang dibebankan kepada peminjam yang berpendapatan rendah atau peringkat rendah dari penerima kredit. Kebalikan dari Subprime adalah Prime dimana pihak-pihak yang termasuk didalamnya adalah orang-orang berpendapatan tinggi dan yang terpenting ialah mereka mampu melunasi kredit yang diambilnya. Banyak dari para pemberi pinjaman memberikan resiko kredit (resiko pembayaran standarisasi) yang berakibat para peminjam tidak dapat berharap untuk memperoleh kredit lagi untuk melunasi hutangnya. Banyak bank dan institusi keuangan lain melaporkan kerugian sebesar 130 milyar dollar AS menurut sebuah laporan pada tanggal 25 Januari 2008. Surat 1 2 utang yang sering dikeluarkan adalah sekuritas. Banyak pemberi pinjaman meneruskan kredit tersebut pada pihak ketiga via Mortgage-Backed Securities (MBS). Banyak individu dan perusahaan investasi terkait dengan MBS mengalami kerugian secara signifikan, dan ditambah lagi dengan sulitnya memprediksi pokok pinjaman yang sebenarnya (http://belajarforex.com). Krisis keuangan ini juga berdampak pada aktivitas pasar modal global. Perkembangan indeks bursa saham di beberapa bursa dunia yang sebelumnya menunjukkan kinerja yang outperfom terkoreksi turun sampai dengan level yang tidak diperkirakan. Jika dibandingkan dengan tahun 2008, Indeks bursa Shanghai telah turun sebesar 64 persen, Kuala Lumpur Composite Index sebesar 34 persen. Begitu juga dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia per tanggal 16 September 2008 menyentuh level terendah 1.719,254, terkoreksi 39,3 persen dihitung dari level IHSG tertinggi 9 Januari 2008 di level 2.830,260. Kerugian langsung mungkin hanya dialami sebagian kecil investor yang memiliki eksposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan lembaga-lembaga keuangan AS yang bermasalah. Dengan kondisi fundamental Indonesia saat ini, sebenarnya tidak ada alasan bagi investor untuk melakukan rasionalisasi portofolionya. Melemahnya IHSG akibat sentimen global krisis keuangan AS sebenarnya memberikan hikmah positif karena tanpa kita sadari kinerja IHSG selama ini realatif overvalued. Turunnya IHSG ke level saat ini lebih mewakili 3 kondisi fundamental yang sebenarnya. Meski level IHSG saat ini belum dipastikan merupakan level equilibrium baru, tetapi dengan kondisi fundamental yang perform akan menahan aksi spekulasi yang mendorong IHSG terkoreksi lebih dalam (http://didik2h.web.ugm.ac.id). Indonesia merupakan salah satu Negara yang terkena imbas krisis yang terjadi di Amerika Serikat. Sebagian besar industri di Indonesia terkena dampak krisis tersebut. Tak terkecuali industri real estat dan properti yang berhubungan dengan industri perbankan. Dampak dari pengaruh krisis keuangan global mulai mengganggu sektor properti, salah satunya pengembang mulai menahan dana (wait and see) untuk berinvestasi. Tingkat suku bunga acuan (BI rate) pada tahun 2008 berada pada posisi 9,50 persen diakui telah membebani pengembang saat ini, utamanya dalam memasarkan perumahan mereka. Dari uraian yang telah dikemukakan diatas mendorong peneliti untuk mengamati prediksi potensi kebangkrutan dan pengaruhnya terhadap return saham pada perusahaan real estate dan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan. Laporan Keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. 4 Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat maka dilakukan penelitian mengenai manfaat laporan keuangan. Salah satu bentuk penelitian yang menggunakan rasio-rasio keuangan yaitu penelitian – penelitian yang berkaitan dengan manfaat laporan keuangan untuk tujuan memprediksikan kinerja perusahaan seperti kebangkrutan dan financial distress. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada kebangkrutan. Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan – keputusan investasi dan pendanaan. Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji maanfaat yang bisa dipetik dari analisis rasio keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Altman (1968) merupakan penelitian awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan 5 perusahaan. Altman menyatakan bahwa jika perusahaan memiliki indeks kebangkrutan 2,99 atau lebih maka perusahaan tidak termasuk perusahaan yang dikategorikan akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan perusahaan yang memiliki indeks kebangkrutan 1,81 atau kurang maka perusahaan termasuk kategori bangkrut. Dia menemukan ada lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan dua tahun sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Kelima rasio tersebut terdiri dari : cash flow to total debt, net income to total assets, total debt to total assets, working capital to total assets, dan current ratio. Altman juga menemukan bahwa rasio – rasio tertentu, terutama likuidasi dan leverage, memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman ini dikenal dengan Z-score yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah – nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Salah satu kelemahan Z-score model Altman ini adalah terletak pada penggunaan rasio EBIT. Pengungkapan dan pelaporan keuangan antara perusahaan yang satu dengan yang lain biasanya berbeda. Pada perusahan tertentu adakalanya besarnya biaya bunga tidak dinyatakan secara eksplisit sehingga EBIT sulit diterapkan, oleh karenanya harus menggunakan EBT (Earning Before Tax), dan ini bisa menyebabkan beragamnya data EBIT. Penelitian yang berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Beberapa peneliti tersebut 6 antara lain : Wilopo (2001), Platt dan Platt (2002), Diana (2008), Yulia (2005), Budi (2010), Putri (2010). Prediksi financial distress perusahaan menjadi perhatian dan banyak pihak. Umumnya model financial distress berpegang pada data – data kebangkrutan, karena data – data ini mudah diperoleh. B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas, maka penulis memunculkan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah perusahaan real estate dan properti yang terdaftar di BEI mengalami kondisi finansial distress? 2. Apakah financial distress berpengaruh signifikan terhadap return saham? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan dapat berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress perusahaan. Selain itu tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui apakah financial distress berpengaruh signifikan terhadap return saham. Sedangkan maksud dari penelitian ini adalah memberikan informasi bagi pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan mengenai rasio keuangan yang sangat dominan dalam memprediksikan financial distress.