BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya. Hal ini terjadi karena proliferasi dan differensiasi abnormal sel-sel ovarium. Etiologi yang pasti dari kanker ovarium belum dapat ditentukan. Ada beberapa hipotesa yang menyatakan patogenesis kanker ovarium epitel disebabkan oleh mutasi gen pengatur yang didukung oleh beberapa faktor risiko, diantaranya adalah faktor genetik (herediter), usia, status menopause, paritas, obesitas, dan lingkungan, yang telah diteliti memiliki hubungan dengan kejadian keganasan ovarium.1 Kanker ovarium merupakan kanker ketujuh paling umum yang terjadi pada wanita (kanker urutan ke 18 secara keseluruhan) di seluruh dunia. Sekitar 239.000 kasus kanker yang tercatat di Amerika Serikat pada tahun 2012, kanker ovarium tercatat hampir 4% dari semua kasus baru kanker yang terjadi pada wanita atau 2% dari kasus kanker secara keseluruhan. Kanker ovarium biasanya berakibat fatal dan menempati urutan ke-8 penyebab kematian karena kanker pada wanita di seluruh dunia atau urutan ke-14 penyebab kematian secara keseluruhan. Risiko kanker ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tetapi risiko tersebut akan menurun setelah seorang wanita mengalami menopause. 1 Universitas Sumatera Utara Hanya ada 10-15% kasus kanker ovarium terjadi sebelum menopause, tetapi kanker ovarium yang berasal dari sel germinal, dimana jenis kanker ini walaupun jarang terjadi, ditemukan terbanyak pada wanita berusia antara 15 sampai 35 tahun. Dari seluruh kanker ovarium terdapat sekitar 85-90% adalah karsinoma ovarium tipe epitel.2 Kanker ovarium dikenal sebagai “silent killer” karena biasanya tidak ditemukan gejala apapun sampai diketahui massa telah membesar dan metastasis ke bagian tubuh lain. Deteksi dini kanker ovarium akan memberikan angka ketahanan hidup (survival) sampai 90% pada seorang wanita. Akan tetapi, hanya ada sekitar 20% kasus yang ditemukan pada stadium awal. Sebanyak 80% kasus lain ditemukan pada stadium lanjut dan hanya akan memiliki 11% angka survival dalam 5 tahun.3 Pada penelitian systematic review tahun 2009 menyebutkan bahwa prognosis penderita kanker ovarium akan lebih baik bila ditemukan pada stadium awal.4 Oleh karena itu berbagai upaya diagnostik yang lebih baik terus dilakukan untuk menapis penderita tumor ovarium jinak atau ganas. Modalitas diagnostik ini termasuk pemeriksaan sonografi atau imaging lainnya sampai melakukan studi proteomik untuk menemukan penanda tumor yang paling efektif.5 Penanda tumor (biomarker) untuk kanker ovarium epitel yang telah dikenal secara luas selama lebih dari 3 dekade adalah cancer antigen 125 (CA-125) yang dipublikasikan pertama kali oleh Blast et al tahun 1983.6 Oleh karena antigen ini dapat disekresikan dari jaringan normal lainnya, seperti jaringan amnion, sistem organ pernafasan, dan sel epitel saluran 2 Universitas Sumatera Utara genitalia wanita maka sensitivitas dan spesifisitas CA-125 dianggap masih kurang ideal, walaupun kadarnya dapat ditemukan meningkat pada kurang lebih 80% kasus kanker ovarium epitel dan 50% pada kanker ovarium stadium awal.7,8 Selain biomarker tumor ovarium, peranan ultrasonografi (USG) sebagai modalitas diagnostik telah memberikan kontribusi dalam membedakan tumor ovarium jinak atau ganas.8,9 Tetapi pemeriksaan USG dapat menimbulkan perbedaan interpretasi dari sonografer yang menilainya. Oleh karena itu dikembangkan berbagai kriteria diagnostik atau cara pemeriksaan yang prediktif serta akurat dalam menegakkan diagnosis tumor ovarium jinak dan ganas.9 Kriteria diagnostik yang prediktif serta cukup akurat dalam menegakkan diagnosis tumor ovarium jinak dan ganas diperkenalkan oleh Jacob et al pada tahun 1990 yang menemukan sistem skoring yang cukup sederhana yaitu Risk of Malignancy Index (RMI) atau indeks risiko keganasan yang dihitung berdasarkan kadar serum CA-125, status menopause, dan hasil pemeriksaan morfologi tumor ovarium dengan USG. Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa skor RMI 200 dapat membedakan tumor ovarium epitel jinak dan ganas dengan sensitivitas 78% dan spesifisitas 80%.8 Perubahan molekuler yang terjadi pada kanker ovarium belakangan diteliti sebagai biomarker pertumbuhan tumor. Hal ini dapat memberikan ide baru untuk menemukan penanda tumor baru yang sensitif dan spesifik. Salah satunya adalah proses angiogenesis dimana tumor tidak 3 Universitas Sumatera Utara dapat berkembang lebih dari 2-3 mm tanpa angiogenesis. Sifat angiogenesis sangat relevan untuk dievaluasi sebagai penanda diagnostik dan prognostik baru pada kanker ovarium.10 Proses angiogenesis selama tahap awal dari perkembangan tumor dimodulasi oleh proangiogenic/ angiogenic growth factors dan antiangiogenic/ angiogenesis inhibitors dalam suatu keadaan yang seimbang (angiogenic switch).11,12 Molekul proangiogenik seperti VEGF (vascular endothelial growth factor), bFGF (basic fibroblast growth factor) dan PDGF (platelet derived growth factor) akan dilepaskan dari sel endotel dan sel stromal bila dipicu oleh keadaan seperti stres oksidatif, stres mekanik dan asidosis. Mediator ini akan mengaktivasi sel endotel dan progenitor sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru. Dalam keadaan homeostasis, kadar angiogenik yang tinggi harus diseimbangkan dengan kadar inhibitor angiogenesis atau angiostatik seperti trombospondin-1, endostatin, dan angiostatin.13 Penelitian mengenai sifat dependen angiogenesis pada tumor telah dilakukan oleh Hazelton et al. tahun 1999 yang melaporkan bahwa cairan kista kanker ovarium memiliki kadar VEGF yang tinggi dan kadar bFGF sangat rendah. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan kadar VEGF antara kista jinak dan ganas (peningkatan 6 vs 26 kali).14 Penelitian lain oleh Yabushita et al. tahun 2003, yang meneliti mengenai ekspresi angiostatin pada kanker ovarium menemukan bahwa survival lebih lama pada pasien penderita kanker dengan ekspresi angiostatin positif dan VEGF negatif dibandingkan angiostatin negatif dan 4 Universitas Sumatera Utara VEGF positif. Hal ini menunjukan adanya ekspresi angiostatin dan absennya ekspresi VEGF merupakan faktor prognostik yang lebih baik untuk menilai angka ketahan hidup penderita kanker ovarium.15 Mekanisme bagaimana ekskresi angiostatin ke urin masih belum diketahui dengan jelas. Angiostatin merupakan fragmen pemecahan dari plasminogen (PLG). Pasminogen sendiri dibentuk dari rantai berat (aminoterminal) dimana rantai ini terdiri dari 5 domain kringle (K) dan rantai ringan (carboxyl-terminal). menyatakan bahwa Penelitian oleh domain kringle ini Urano T memfasilitasi tahun 1987 plasminogen berikatan dengan molekul besar seperti fibrinogen dan juga dengan ligan molekul kecil seperti ion klorida (Cl). Aktivasi PLG oleh urokinase urin manusia dihambat oleh Cl- pada konsentrasi fisiologis. Ketika absorpsi Na+ terjadi di tubulus renalis, Cl- juga ikut diabsorpsi sebagai counter ion. Adanya fakta bahwa konsentrasi ion Cl- berbeda-beda selama filtrasi glomerulus, maka aktivasi plasminogen melalui ikatan dengan klorida juga dapat terjadi secara bermakna. Hal inilah yang mengakibatkan produksi dari fragmen plasminogen seperti angiostatin dan plasmin ada di urin.16 Penelitian mengenai kadar angiostatin urin pada kanker ovarium masih terbatas. Drenberg et al. tahun 2010 melakukan penelitian untuk menemukan penanda tumor baru untuk deteksi kanker ovarium. Peneliti menemukan bahwa kadar angiostatin urin dari kelompok kasus kanker ovarium adalah 41,5 ± 8,8 ng/mL dan pada kelompok kontrol 21,4 ± 3,7 ng/mL. Peneliti menyimpulkan bahwa angiostatin urin pada pasien kanker ovarium dapat menjadi penanda diagnostik dan prognostik yang tepat baik 5 Universitas Sumatera Utara secara tunggal maupun kombinasi dengan penanda tumor lainnya.17 Penelitian lain oleh Damayana tahun 2014 di Medan juga menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kadar angiostatin urin antara tumor ovarium epitel ganas dan jinak (p<0,05).18 Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kadar angiostatin urin sebagai prediktor keganasan pada wanita penderita tumor ovarium epitel dengan menemukan nilai cut off, sensitivitas, dan spesifisitas yang nantinya agar angiostatin urin dapat menjadi alternatif pemeriksaan non invasif maupun diagnostik suatu tumor ovarium epitel. 1.2. Rumusan Masalah Kanker ovarium sering dianggap sebagai “silent killer“, karena sebagian besar dari kasus ini diketahui sudah pada stadium lanjut. Penelitian terus dilakukan untuk menemukan alat diagnostik yang lebih efektif untuk menapis tumor ovarium epitel jinak dan ganas sedini mungkin dimana salah satunya adalah angiostatin urin. Maka untuk itu, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Berapakah nilai titik potong kadar angiostatin urin yang dapat dijadikan sebagai prediktor keganasan pada tumor ovarium epitel?” 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui nilai titik potong kadar angiostatin urin sebagai prediktor keganasan pada tumor ovarium epitel. 6 Universitas Sumatera Utara 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui berdasarkan distribusi karakteristik usia, menarche, usia subjek paritas, penelitian dan status menopause. 2. Mengetahui distribusi hasil pemeriksaan histopatologi tumor ovarium epitel. 3. Mengetahui perbedaan kadar angiostatin urin penderita tumor ovarium epitel jinak dan ganas. 4. Mengetahui kurva Receiver Operating Characteristic (ROC), nilai Area Under the Curve (AUC), nilai titik potong (cut off point), sensitivitas, dan spesifisitas kadar angiostatin urin sebagai prediktor tumor ovarium epitel ganas. 5. Mengetahui hubungan peningkatan kadar angiostatin urin dengan kejadian tumor ovarium epitel ganas, nilai duga positif (positive predictive value), dan nilai duga negatif (negative predictive value) kadar angiostatin urin sebagai prediktor tumor ovarium epitel ganas. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Dapat diketahui perbedaan dan nilai titik potong kadar angiostatin urin penderita tumor ovarium epitel jinak dan ganas, sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar pada penelitian diagnostik maupun prognostik selanjutnya pada tumor ovarium. 7 Universitas Sumatera Utara 1.4.2. Manfaat Metodologis Kadar angiostatin urin dapat dijadikan metode penapisan tumor ovarium epitel jinak dan ganas dengan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan penanda tumor ovarium epitel yang lain di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1.4.3. Manfaat Aplikatif Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti ilmiah mengenai prediktor keganasan alternatif yang non invasif dan mudah serta akurat pada penderita tumor ovarium epitel di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sehingga pasien kanker ovarium dapat didiagnosis pada stadium awal dan tercapai prognosis yang lebih baik. 8 Universitas Sumatera Utara