bab iii kajian pustaka dan rerangka pemikiran

advertisement
BAB III
KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kajian Pustaka
3.1.1. Kualitas
Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif pada masa kekinian,
setiap pelaku bisnis selalu berusaha untuk memenangkan kompetisi dunia bisnis
dengan memperhatikan kualitas pada setiap produk-produknya. Hal ini berdampak
pada penurunan biaya produksi dan meningkatnya pendapatan para pelaku bisnis.
Menurut Deming, setiap usaha perbaikan kualitas akan membuat aktivitas proses
dalam sistem bisnis dan industri menjadi lebih baik secara berkelanjutan.
Produktivitas total bisnis dan industri secara keseluruhan akan meningkat karena
pemborosan (waste) dan inefisiensi akan berkurang serta dapat meningkatkan
keuntungan terus-menerus.
Pengertian atau definisi kualitas mempunyai cakupan yang sangat luas,
relatif, berbeda-beda dan berubah-ubah, sehingga definisi dari kualitas memiliki
banyak kriteria dan sangat bergantung pada konteksnya terutama jika dilihat dari
sisi penilaian akhir konsumen dan definisi yang diberikan oleh berbagai ahli serta
dari sudut pandang produsen sebagai pihak yang menciptakan kualitas. Konsumen
dan produsen itu berbeda dan akan merasakan kualitas secara berbeda pula sesuai
dengan standar kualitas yang dimiliki masing-masing. Begitu pula para ahli dalam
memberikan definisi dari kualitas juga akan berbeda satu sama lain karena mereka
membentuknya dalam dimensi yang berbeda. Oleh karena itu definisi kualitas
dapat diartikan dari dua perspektif, yaitu dari sisi konsumen dan sisi produsen.
19
20
Namun pada dasarnya konsep dari kualitas sering dianggap sebagai kesesuaian,
keseluruhan ciri-ciri atau karakteristik suatu produk yang diharapkan oleh
konsumen.
Kualitas merupakan topik yang sering di perbincangkan dalam dunia
bisnis dan akademik. Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan jasa
yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen. Ada banyak sekali
definisi dan pengertian kualitas. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli antara
lain:
Juran (1962) “Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya”.
Crosby (1979) “Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi
availability, delivery, reability, maintainability, dan cost effectiveness”.
Deming (1982) “Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan
sekarang dan dimasa yang akan datang”.
Feigenbaum (1991) “Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk
dan jasa
yang meliputi
marketing, engineering, manufacture, dan
maintenance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya
akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”.
Scherkenbach (1991) “Kualitas ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya
pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai dari produk
tersebut”.
21
Goetch dan Davis (1995) “Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”.
Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI
19-8402-1991) “Kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk dan
jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik dikatakan secara
tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang
tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan
terlebih dahulu”. (Pegaria, 2013).
Istilah kualitas memang tidak terlepas dari manajemen kualitas yang
mempelajari setiap area dari manajemen operasi dari perencanaan lini produk dan
fasilitas, sampai penjadwalan dan memonitor hasil. selain itu, kualitas
memerlukan suatu proses perbaikan secara terus menerus (Continous Process
Improvement) yang dapat diukur, baik secara individual, organisasi, korporasi,
dan tujuan kinerja nasional
Menurut Juran dan Gryna (1988), manajemen kualitas sebagai suatu
kumpulan aktifitas yang berkaitan dengan kualitas tertentu yang memiliki
karakteristik:
1. Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen atas.
2. Sasaran kualitas dimasukan dalam rencana bisnis.
3. Jangkauan sasaran diturunkan dari "benchmarking": fokus adalah pada
pelanggan dan pada kesesuaian kompetisi, disana adalah sasaran untuk
peningkatan kualitas tahunan.
22
4. Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan.
5. Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkatan.
6. Pengukuran ditetapkan seluruhnya.
7. Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan
terhadap sasaran.
8. Penghargaan diberikan terhadap kinerja terbaik.
9. Sistem imbalan (reward system) diperbaiki.
Dalam konsep trilogi kualitas Juran yang dikutip oleh Gaspersz (2011),
dinyatakan bahwa terdapat tiga konsep kualitas yang saling berkaitan, antara lain:
1. Pendekatan terhadap perencanaan kualitas (Quality Planning) melibatkan
beberapa aktivitas berikut:
Identifikasi pelanggan. Setiap orang yang akan dipengaruhi adalah
pelanggan.
Menentukan kebutuhan pelanggan.
Menciptakan keistimewaan produk yang dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan.
Menciptakan proses yang mampu menghasilkan keistimewaan produk
dibawah kondisi operasi.
Mentransfer/mengalihkan proses ke operasi.
2.
Pendekatan terhadap pengendalian kualitas (Quality Control) melibatkan
aktivitas berikut:
Mengevaluasi kinerja aktual.
Membandingkan aktual dengan sasaran.
23
Mengambil tindakan atas perbedaan aktual dengan sasaran.
3.
Pendekatan terhadap perbaikan kualitas (Quality Improvement) mencakup
hal-hal berikut:
Menciptakan
kesadaran
dari
kebutuhan
dan
kesempatan
untuk
perbaikan/peningkatan.
Mengamanatkan/menugaskan peningkatan kualitas, membuat itu sebagai
bagian dari setiap deskripsi pekerjaan.
Menciptakan infrastuktur: menetapkan dewan kualitas, memilih proyek
untuk perbaikan, menentukan menunjuk tim, menyiapkan fasilitator.
Memberikan pelatihan tentang bagaimana meningkatkan kualitas.
Meninjau kembali kemajuan secara teratur.
Memberikan penghargaan kepada tim pemenang.
Mempropagandakan/mempopulerkan hasil-hasil perbaikan kualitas.
Memperbaiki sistem balas jasa (Reward System) dalam menjalankan
tingkat perbaikan kualitas.
Mempertahankan momentum melalui perluasan rencana bisnis mencakup
sasaran untuk peningkatan kualitas.
Kemudian, menurut David Garvin yang dikutip oleh Gaspersz (2011)
dimensi-dimensi kualitas produk baik terdiri dari:
1. Kinerja (Performance), yaitu berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang
dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbagkan pelanggan dalam
membeli produk barang tersebut.
24
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (Features), yaitu karakteristik sekunder
atau
pelengkap,
berkaitan
dengan
pilihan-pilihan
produk
dan
pengembangannya.
3. Kehandalan (Reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal pakai. Dengan kata lain keberhasilan fungsi dalam
penggunaan pada periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance to Specification), yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan (Durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut
dapat terus digunakan.
6. Serviceability, meliputi
kecepatan, kompetensi,
kenyamanan, mudah
direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika (Aesthetics), karakteristik yang bersifat subyektif, yaitu daya tarik
produk terhadap panca indera dan refleksi dari preferensi individual.
8. Fit and finish, sifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai
keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
3.1.2. Kaizen
Pada budaya masyarakat Jepang terdapat falsafah hidup yang
selalu
berpedoman pada peningkatan etos kerja yang berkelanjutan sebagai sebuah
kearifan lokal. Kaizen sendiri pada dasarnya adalah suatu istilah yang dapat
diartikan
sebagai
proses
perbaikan
secara
terus-menerus
(Continuous
Improvenent). Semangat Kaizen yang tinggi dalam perusahaan Jepang telah
25
membuat mereka maju pesat dan unggul dalam kualitas. Kaizen pada dasarnya
merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi yang
bertujuan yntuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus. Semangat Kaizen
berlandaskan pada pandangan berikut:
1.
Hari ini harus lebih baik daripada kemarin, dan hari esok harus lebih baik
daripada hari ini.
2.
Tidak boleh ada satu hari pun yang terlewat tanpa perbaikan/peningkatan.
3.
Masalah yang timbul merupakan suatu kesempatan untuk melaksanakan
perbaikan/peningkatan.
4.
Menghargai adanya perbaikan/peningkatan meskipun kecil.
5.
Perbaikan/peningkatan tidak harus memerlukan investasi yang besar.
Menurut Imai (1997) Kaizen merupakan istilah jepang yang bermakna
perbaikan berkesinambungan, filsafat kaizen berpandangan bahwa hidup kita
hendaknya fokus pada upaya perbaikan terus menerus. Pada penerapannya dalam
perusahaan, kaizen mencakup pengertian perbaikan berkesinambungan yang
melibatkan seluruh pekerjanya mulai dari manajer hingga karyawannya.
Menurut Liker (2006) Kaizen adalah filosofi total yang mendorong
kesempurnaan dan mempertahankan Total Production System dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam Kaizen manajemen memiliki dua fungsi utama, yaitu:
a. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan teknologi, sistem manajemen dan standar operasional
yang ada sekaligus menjaga standar tersebut melalui pelatihan serta disiplin
26
dengan tujuan agar semua karyawan dapat mematuhi prosedur pengoperasian
standar (Standard Operating Procedure - SOP) yang telah ditetapkan.
b. Perbaikan
Kegiatan yang diarahkan pada peningkatan standar yang ada. Perbaikan standar
ini sendiri dapat terbagi menjadi Kaizen dan inovasi. Kaizen bersifat perbaikan
kecil yang berlangsung oleh upaya berkesinambungan sedangkan inovasi
merupakan perbaikan drastis sebagai hasil dari investasi sumberdaya berjumlah
besar dalam teknologi atau peralatan. Kaizen menekankan pada upaya
manusia, moral, komunikasi, pelatihan, kerjasama, peberdayaan dan disiplin
diri, yang merupakan pendekatan peningkatan berdasarkan akal sehat dan
berbiaya rendah.
Sasaran akhir Kaizen adalah tercapainya kualitas, biaya, distribusi
(Quality, Cost, Delivery – QCD) sehingga pada praktiknya Kaizen menempatkan
kualitas pada prioritas tertinggi. Kaizen mengajarkan bahwa perusahaan tidak
akan mampu bersaing jika kualitas produk dan pelayanannya tidak memadai,
sehingga komitmen manajemen terhadap kualitas sangat dijunjung tinggi.
Kualitas yang dimaksud dalam QCD bukan sekedar kualitas produk melainkan
termasuk kualitas proses yang ditempatkan dalam menghasilkan produknya.
Kaizen menekankan bahwa tahap pemrosesan dalam perusahaan harus
disempurnakan agar hasil dapat meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa
filsafat ini mengutamakan proses. Dalam Kaizen dipercaya bahwa proses yang
baik akan memberikan hasil yang baik pula.
27
Konsep Kaizen dibagi dalam 3 orientasi segmen, yaitu:
Pertama, berorientasi pada manajemen. Manajemen Jepang umumnya percaya
bahwa seorang manajer harus menggunakan 50% waktunya untuk
penyempurnaan. Mulai dengan mengidentifikasi “pemborosan” maupun
“aktivitas karyawan”.
Kedua, berorientasi pada kelompok “gugus kendali mutu” dan “aktivitas
kelompok kecil” untuk mengidentifikasi penyebab masalah, menganalisis,
melaksanakan, mencoba tindakan baru, dan menetapkan standar/prosedur
baru.
Ketiga, berorientasi pada individu, tercermin dalam bentuk keterampilan
karyawan dalam menyampaikan pemikiran dan saran, sebagai upaya
pengembangan diri karyawan.
Kunci utamanya yaitu setiap karyawan dari berbagai tingkatan agar terus
menerus menyempurnakan keahlian dan mengembangkan bakat yang dimiliki,
yang dapat meningkatkan kepuasan kerja.
3.1.3. PDCA
Salah satu dari langkah awal penerapan Kaizen adalah menjalankan
siklus
Plan-Do-Check-Action
(PDCA)
guna
menjamin
terlaksananya
kesinambungan perbaikan dalam Kaizen. Siklus PDCA berputar secara terus
menerus dengan diselingi oleh siklus Standardize-Do-Check-Act (SDCA) di
antara prosesnya. Dalam langkah standar (Standardize) pada siklus ini, segala
prosedur baru yang telah diputuskan pada tindakan dalam siklus PDCA
sebelumnya disahkan menjadi pedoman yang wajib dipenuhi oleh SDCA agar
28
fokus pada kegiatan pemeliharaan, sedangkan PDCA lebih mengacu pada
perbaikan.
Masalah yang terjadi baru dapat ditemukan pemecahannya dengan
mengumpulkan dan mengobservasi berbagai data yang berkaitan dengan masukan
tersebut, tanpa adanya data yang terintegrasi dan relevan, manajemen tidak dapat
menemukan solusi yang paling efektif.
Siklus PDCA atau Plan–Do–Check –Action dipopulerkan oleh W Edwards
Deming sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga siklus ini sering
disebut juga dengan siklus Deming. Deming yang merupakan pencetus dari siklus
PDCA ini mengatakan bahwa jika organisasi ingin menghasilkan mutu dari
produk atau jasa yang akan dihasilkan, maka roda siklus PDCA harus berputar.
Pekerjaan harus direncanakan. Rencana yang telah dibuat harus dijalankan.
Pelaksanaan pekerjaan dimonitoring, diukur atau dinilai. Hasil penilaian
dilakukan analisis, hasil analisis digunakan untuk merencanakan pengembangan
berikutnya. Demikian seterusnya sehingga siklus PDCA berjalan dan organisasi
akan selalu mampu memenuhi standar mutu dan berkembang secara
berkelanjutan. Selanjutnya tahapan-tahapan penjelasan siklus PDCA dapat dilihat
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Tahap-tahap PDCA
Plan
Mengidentifikasi dan menganalisa masalah. Tentukanlah
masalahnya. Identifikasi dengan tepat. Buatlah rencana sebelum
mulai bekerja
29
Tabel 3.1. (Lanjutan)
Do
Check
Action
Mengembangkan dan menguji beberapa solusi yang potensial.
Fase ini melibatkan beberapa kegiatan:
Menghasilkan solusi yang mungkin.
Memilih yang terbaik dari solusi tersebut, bisa dengan
menggunakan Impact Analysis
Menerapkan atau menguji solusi yang di dapat pada skala
kecil atau group kecil atau pada area yang terbatas
Mengukur tingkat efektifitas hasil uji test solusi yang dikerjakan
dan menganalisa apakah hal itu bisa diterapkan dengan cara lain.
Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan.
Ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi
proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.
Sumber: Soedarmo (1997). Dasar-dasar Total Quality Management
Siklus PDCA dapat diibaratkan seperti sebuah bola yang harus didorong
naik menuju ke arah tujuan yang telah ditetapkan yang letaknya di atas. Untuk itu
diperlukan upaya dan tenaga yang tidak sedikit untuk mencapai tujuan tersebut.
Tanpa upaya, mustahil bola siklus PDCA tersebut akan mencapai tujuannya. Hal
ini menunjukkan bahwa untuk mencapai mutu tertentu itu harus diupayakan,
diusahakan dan didukung oleh semua pihak yang berkepentingan. Mutu yang
baik tidak mungkin datang dengan sendirinya. Namun dalam upaya mendorong
bola siklus PDCA tersebut ke atas, selain diperlukan upaya dan tekad untuk
mendorongnya sampai di atas juga diperlukan alat untuk mengganjal agar bola
siklus PDCA ini tidak turun ke bawah tetapi bisa ditahan pada level tertentu. Alat
untuk mengganjal hal tersebut adalah standar. Jika target pada level tertentu
sudah tercapai maka bola siklus PDCA ini bisa didorong lagi lebih ke atas.
Demikian seterusnya sampai bola siklus PDCA ini mencapai tujuan.
30
Siklus PDCA memberikan kita tahapan proses pemecahan masalah yang
terukur dan akurat. Siklus PDCA ini efektif untuk:
1.
Membantu penerapan Kaizen atau proses perbaikan terus menerus. Ketika
siklus PDCA ini diulangi kembali ia akan membuka kemungkinan untuk
menemukan area baru yang perlu ditingkatkan.
2.
Mengindentifikasi solusi solusi baru untuk meningkatkan proses berulang
secara signifikan.
4.
Membuka cakrawala yang lebih luas akan solusi masalah yang ada,
mengujinya dan meningkatkan hasilnya dalam proses yang terkontrol
sebelum diimplementasikan secara luas.
5.
Menghindari pemborosan sumber daya secara luas.
Menurut Johnson (2002) siklus PDCA memiliki dua nama berbeda, yaitu
Shewhart Cycle dan Deming Cycle. Walter A. Shewhart memperkenalkan konsep
PDCA pada tahun 1939 dalam bukunya, Statistical Method From the View of
Quality Control.
Shewhart, mengembangkan sebuah model lingkaran yang
dikenal sebagai PDCA (plan-do-check-action) yang menurutnya adalah suatu
perbaikan yang terus-menerus. Deming mempromotori PDCA untuk peningkatan
continual process improvement (CPI) karena siklus ini dapat diterapkan pada
banyak proses. Kemudian Deming membawa konsep ini ke Jepang pada tahun
1950-an dan untuk menghargai Deming yang telah mengajarakan konsep ini maka
siklus PDCA disebut juga Deming Cycle. Menurut Sokovic (2010) penggunaan
siklus PDCA merupakan metode yang sangat baik dalam perbaikan yang
berkelanjutan, siklus ini sangat efektif untuk perbaikan kerja dan program
31
manajemen. Siklus PDCA dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 sebagai sebuah
lingkaran untuk terus-menerus dalam proses perbaikan.
Sumber: Sokovic (2010)
Gambar 3.1. Siklus PDCA dalam Perbaikan Terus Menerus
Khusus untuk implemetasi dan penyelesaian masalah yang spesifik
digunakan teknik yang canggih dan metodologi yang lebih mutakhir. Dalam
pemilihan alat, pendekatan dan teknik yang diterapkan harus sesuai dengan
pendekatan proses. Keberhasilan penerapan pendekatan, alat dan teknik
tergantung pada pemahaman, pengetahuan dan ketepatan amplikasi dalam suatu
proses organisasi (Sokovic, 2010).
3.1.4. Delapan Langkah
Berdasarkan Gugus Kendali Mutu (2007), delapan langkah dan tujuh alat
(DELTA) dalam solusi masalah kualitas yang telah umum dikenal, sangat
bermanfaat bagi pemula yang terlibat dalam proses peningkatan kinerja kualitas
maupun produktifitas perusahaan. Merupakan suatu penjabaran lebih lanjut dari
32
konsep pengendalian dalam satu daur PDCA dan dapat membantu untuk kerangka
berpikir dan bertindak secara sistematis dalam memecahkan masalah.
Delapan langkah tersebut secara berurutan terdiri dari:
Langkah 1
Mendefinisikan masalah dan menentukan tema perbaikan kualitas
Langkah 2
Mencari semua penyebab yang mungkin
Langkah 3
Menganalisis akar penyebab masalah
Langkah 4
Merencanakan tindakan perbaikan
Langkah 5
Melaksanakan perbaikan
Langkah 6
Mempelajari hasil-hasil perbaikan
Langkah 7
Menstandardisasikan solusi dan praktek-praktek terbaik
Langkah 8
Membuat laporan akhir dan
menentukan rencana perbaikan
kualitas berikutnya
Uraian keterkaitan delapan langkah diatas dapat dilihat pada Gambar 3.2
dibawah ini:
Langkah 8
Langkah 1
Memilih persoalan
berikutnya
Menentukan pokok
persoalan
Langkah 7
Langkah 2
Menetapkan
Standarisasi
Mencari Penyebab
Langkah 6
Langkah 3
Mengevaluasi Hasil
Menentukan Penyebab
Utama
Langkah 5
Langkah 4
Pelaksanaan Rencana
Penanggulangan
Membuat rencana
Penanggulangan
Sumber: Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian
(2007)
Gambar 3.2. Urutan dan Keterkaitan antar Langkah
33
3.1.5. Tujuh Alat Bantu Pengendali Kualitas (Seven Tools)
Menurut Gasperz (2011) Seven Tools adalah alat-alat yang dapat
digunakan untuk peningkatan pengendalian kualitas, yaitu :
3.1.5.1 Lembar Periksa (Check Sheet)
Lembar periksa adalah suatu alat bantu untuk memudahkan proses
pengumpulan data. Biasanya berbentuk formulir dimana item-item yang akan
diperiksa telah dicetak dalam formulir tersebut. Lembar periksa dapat digunakan
baik untuk data variabel maupun data atribut walaupun umumnya banyak
digunakan untuk data atribut.
Desain dari lembar periksa dibuat sesuai dengan data apa yang akan
dikumpulkan dan biasanya tergantung dari kreativitas pengumpul datanya
untuk memilah-milah data yang berbeda ke dalam kategori tertentu, dengan
maksud agar dapat mengumpulkan data dengan lengkap, akurat dan semudah
mungkin. Contoh lembar periksa dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Sumber: Download dari internet
Gambar 3.3. Contoh Lembar Periksa
34
3.1.5.2 Diagram Pareto
Diagram pareto adalah diagram batang yang disusun secara menurun atau
dari besar ke kecil dan digunakan untuk mengidentifikasikan masalah, tipe cacat,
atau penyebab yang paling dominan sehingga dapat memprioritaskan penyelesaian
masalah. Oleh karena itu, sebelum membuat diagram pareto, perlu diketahui
terlebih dahulu penggunaan lembar periksanya. Contoh diagram pareto dapat
dilihat pada Gambar 3.4.
Diagram pareto adalah kombinasi dua macam bentuk grafik yaitu grafik
kolom dan grafik garis, berguna untuk:
Menunjukkan masalah utama/pokok masalah
Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan
Menunjukkan perbadingan masalah sebelum dan sesudah perbaikan
Sumber: Download dari internet
Gambar 3.4. Contoh Diagram Pareto
35
Menurut Gasperz (2011) manfaat diagram pareto sebagai berikut:
1) Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
2) Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu
dalam bentuk yang signifikan.
3.1.5.3 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram )
Diagram sebab akibat pertama kali diperkenalkan oleh seorang Profesor
yaitu Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo, oleh karena itu diagram
sebab akibat disebut juga dengan diagram Ishikawa atau diagram Tulang Ikan
(Fishbone). Pembuatan diagram sebab akibat ini bertujuan agar dapat
memperlihatkan faktor-faktor penyebab (cause) dan karakteristik kualitas
(effect) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
Umumnya diagram sebab akibat menunjukkan 5 faktor yang disebut
sebagai sebab (cause) dari suatu akibat (effect). Kelima faktor tersebut adalah
man (manusia, tenaga kerja), method (metode), material (bahan), machine
(mesin) dan environment (lingkungan).
Diagram
ini
biasanya
disusun
berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumbangan saran, contoh diagram
Ishikawa dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Menurut Gasperz (2011) manfaat dari diagram sebab-akibat antara lain:
1) Membantu mengindentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
2) Membantu mengembangkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
3) Mambantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
36
Sumber: Download dari internet
Gambar 3.5. Contoh Diagram Sebab Akibat (Fishbone)
3.1.5.4 Histogram
Histogram merupakan salah satu alat berupa grafik balok yang dibentuk
dari distribusi frekuensi untuk menggambarkan penyebaran/distribusi data yang
ada. Histogram dapat memperkirakan kemampuan proses dan jika diinginkan
analisis hubungan dengan nilai spesifikasi (USL dan LSL) serta nilai target
nominal. Dengan demikian histogram dapat digunakan sebagai suatu alat untuk
mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses dan membantu
manajemen
dalam
membuat
keputusan-keputusan
yang
berfokus
pada
usaha perbaikan terus-menerus.
Menurut Gasperz (2011) histogram merupakan suatu potret dari proses
yang menunjukkan:
1) Distribusi dari pengukuran.
2) Frekuensi dari setiap pengukuran itu.
Dengan demikian, histogram dapat dipergunakan sebagai alat untuk:
1) Mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses.
37
2) Membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus
pada usaha perbaikan terus menerus (Continuous Improvement Efforts).
Contoh Histogram dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Sumber: Download dari http://en.wikipedia.org/wiki/File:Histogram
Gambar 3.6. Contoh Diagram Histogram
3.1.5.5 Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Pada dasarnya diagram tebar merupakan suatu alat interpretasi
data yang digunakan untuk:
Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel, misalnya
kecepatan dari mesin dan dimensi dari bagian mesin, banyaknya
kunjungan tenaga penjual (salesman) dan hasil penjualan, temperatur dan
hasil proses kimia dan lain-lain.
Menentukan jenis hubungan dari dua variabel, apakah positif, negatif atau
tidak ada hubungan.
38
Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram tebar, dapat berupa:
1.
Karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya.
2.
Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan.
3.
Dua faktor yang saling berhubungan yang mempengaruhi karakteristik
kualitas.
Diagram tebar juga merupakan suatu diagram yang menggambarkan
korelasi dari suatu penyebab yang berkesinambungan terhadap penyebab lain atau
terhadap akibat atau karakteristik mutu, digunakan untuk melihat ada atau
tidaknya korelasi dari suatu penyebab terhadap penyebab lain. Contoh diagram
tebar dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Sumber: Download dari http://en.wikipedia.org/wiki/File:Scatter_diagram
Gambar 3.7. Contoh Diagram Tebar (Scatter Diagram)
39
3.1.5.6 Peta Kontrol (Control Chart)
Peta kontrol pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun
manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan
variasi penyebab khusus dari proses tersebut, sehingga variasi yang melekat
pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Contoh peta kontrol
dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Sumber: Download dari http://en.wikipedia.org/wiki/
Gambar 3.8. Contoh Peta Kontrol
Pada dasarnya peta kontrol dipergunakan untuk :
Menentukan apakah proses berada dalam pengendalian statistikal?.
Dengan demikian peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan
terkendali secara statistikal, di mana semua nilai rata-rata dan range dari
sub-sub
kelompok
(subgroups)
contoh
berada
dalam
batas-batas
pengendalian (control limits), oleh karena itu variasi penyebab khusus
40
menjadi tidak ada lagi dalam proses.
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap
stabil secara statistikal dan hanya mengandung penyebab umum.
Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses
berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat
ditentukan.
3.1.5.7 Run Chart dan Flow Chart
Run Chart
dipergunakan
merupakan salah satu grafik berbentuk garis yang akan
sebagai
alat
analisis
untuk
mengumpulkan
dan
menginterprestasikan data serta meringkaskan data sehingga memudahkan dalam
pemahaman, menunjukkan output dari suatu proses sepanjang waktu,
menunjukkan apa yang sedang terjadi dalam suatu situasi tertentu disepanjang
waktu, menunjukkan kecenderungan dari data sepanjang waktu, membandingkan
data dari periode yang satu dengan periode yang lain sekaligus memeriksa
perubahan-perubahan yang terjadi. Contoh Run Chart dapat dilihat pada Gambar
3.9.
Flow Chart merupakan diagram dengan menggunakan simbol grafik
untuk menunjukan alur dari langkah-lankah proses. Keuntungan dalam
menggunakan diagram Flow Chart diantaranya adalah dapat menunjukan dan
mengartikan
alur
proses,
menunjukan
media
untuk
sarana
pelatihan,
mengindentifikasikan area masalah dan kesempatan untuk perbaikan. Contoh
Flow Chart dapat dilihat pada Gambar 3.10.
41
Sumber: Download dari http://en.wikipedia.org/wiki/File: ProcessCapability
Gambar 3.9. Contoh Run Chart
Sumber: Download dari http://en.wikipedia.org/wiki/File:LampFlowchart.svg
Gambar 3.10. Contoh Flow Chart
42
Menurut Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2007), untuk menjalankan delapan
langkah dan menggunakan tujuh alat agar efektif dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Penggunaan 8 Langkah dan 7 Alat
Langkah
Kegiatan
1. Menentukan
Pokok
Masalah
NO
Tujuan
Untuk
menentukan
tema yang akan
dibahas
2. Membahas
Penyebab
Mencari
penyebab dari
problem yang
sedang dibahas
3. Menguji
Sebab
Menguji
kebenaran
Penyebab
dengan data
Membuat
rencana guna
mengatasi
penyebab
Uraian Kegiatan
-Buat check sheet,
kumpulkan data
-Stratifikasi data
-Buat Pareto diagram
-Menentukan pokok
masalah
-Sumbang saran
untuk menganalisis
sebab akibat
-Buat diagram tulang
ikan
-Buat check sheet,
kumpulkan data
untuk uji sebab
-Buat pareto diagram
Alat yang Dipakai
- Check sheet
- Stratifikasi
- Pareto diagram
- Grafik
- Histogram
- Diagram tulang ikan
atau fishbone diagram
- Check sheet
- Pareto diagram
-Buat rencana
- Matriks
perbaikan yang
- apa permasalahannya
memenuhi 5W + 1 H
- Mengapa
ditanggulangi
- Bagaimana
- Kapan
- Dimana,
- Siapa
5. Penanggulang Melaksanakan
-Melakukan
- Penjelasan dengan
an
apa yang telah
perbaikan sesuai
gambar / uraian
direncanakan
dengan rencana
tindakan yang
dilaksanakan
-Gambarkan caranya
/ dengan uraian
6. Evalusi Hasil Mengkonfirmasi -Buat Check sheet,
- Check sheet
hasil antara
kumpulkan data
- Pareto diagram
sebelum dan
-Buat pareto sebelum
sesudah
dan sesudah
Langkah
perbaikan
Perbaikan
4. Rencana
Perbaikan
43
Tabel 3.2. (Lanjutan)
Langkah
Kegiatan
7. Standarisasi
NO
Tujuan
Uraian Kegiatan
Alat yang Dipakai
Membakukan
-Membuat standar
- Kalimat perintah
prosedur proses
kerja/flow
cerminan langkah 4
sesuai langkah 5 proses/pokayoke
(anti salah)
8 Masalah
Merencanakan
-Membuat jadwal
Berikutnya
kegiatan
rencana kegiatan dan
pilih pokok
permasalahan
selanjutnya
Sumber: Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian
(2007)
3.2.
Kajian Penelitian Terdahulu
Berikut ini merupakan ringkasan dari beberapa penelitian terdahulu tentang
perbaikan proses:
Tabel 3.3. Ringkasan Penelitian Pendahulu
No
Daftar Ringkasan
Peneliti
Tahun
1
Quality Improvement
Model At The
Manufacturing Process
Preparation Level
2
A case study of lean,
Miller Geoff
2010
sustainable manufacturing et al.
Pavletic D
et al.
2009
Hasil Penelitian
Ketika fokus terhadap
proses improvement terjadi,
maka metodologi six sigma
diterapkan dengan
didukung oleh prinsip
Deming quality
improvement pada tahapan
proses produksi. Hal ini
dapat meningkatkan
kualitas project perbaikan
melalui intensivitas
teamwork.
Penerapan LEAN dan
proses Kaizen berhasil
memperpendek lead time,
mengurangi waste dan
proses inventories serta
cost saving yang cukup
signifikan.
44
Tabel 3.3. (Lanjutan)
No
Daftar Ringkasan
Peneliti
Tahun
3
Quality Improvement
Methodologies – PDCA
Cycle, RADAR Matrix,
DMAIC and DFSS
Sokovic M,
D. et al.
2010
4
Improving Productivity of
Jaw Crusher through
OTIF Delivery by
Reducing Down Time
Choudaha.
S, et al.
2012
5
Lean Philosophy In
Quality Control
Ricciardielli
Joseph, et
al.
2012
Hasil Penelitian
PDCA cycle adalah konsep
fundamental dari perbaikan
berkelanjutan yang melekat
pada budaya organisasi.
Penerapannya harus
melibatkan konsumen, sales,
komitmen top management
dan team, dan pelatihan yang
mencukupi.
Dengan menggunakan
pendekatan PDCA pada
metode perbaikan kerja mesin
Jaw Crusher, meningkatkan
On Time Full Delivery naik
17%, Mean Time to Repair
turun 89%, biaya perawatan
turun 86%.
Dengan Lean Quality
Principles (Quality fist, Be
customer oriented, Never send
defective parts on to next
process, Pounce on priority
problems, Speak only with
facts and data, Control
operative methods not results,
Implement radical
countermeasures to ensure
same mistake not repeated,
Utilize the standards) dan
dengan pendekatan PDCA
berkelanjutan. Dapat
menurunkan tingkat part
cacat, mengurangi waste,
menaikan keuntungan dan
melengkapi mainset Quality
Control pekerja.
45
Tabel 3.3. (Lanjutan)
No
Daftar Ringkasan
Peneliti
Tahun
6
Basic Quality Tools in
Continuous Improvement
Process
Soković
Mirko, et al.
2009
7
Using The Quality
Improvement Tools
In The Innovation Process
for Developing
And Manufacturing HighQuality Product
For The Automobile
Industry
Vasile
Alexa
2011
8
Improving FTT by Using
PDCA Cycle in RMG
Sector- A Case Study
Muzahidul,
Islam, Md.
et al.
2013
Hasil Penelitian
Semua phase dalam PDCA
cycle, DMAIC dan DMADV,
serta Lean Six Sigma. Lebih
lanjut secara sistimatik pada
pengaplikasian 7QC tools
dapat mensukseskan proses
peningkatan kualitas.
Visi, misi dan target
Draexlmaier Group tidak
terbatas pada teori tetapi
sampai pada pendemontrasian
dengan pelatihan dari senior
management dari setiap
bagian dengan tema: me –
manage dan berkolabarasi
(Commitment, Competence,
Cooperation, Communication
for a better Performance)
Penggunaan dan penerapan
Quality understanding dan
PDCA serta The Seven Basic
Tools of Quality (Q7) sangat
menunjang pada
pengaplikasiannya.
Adalah sebuah bukti dari
penelitian di perusahaan ini
bahwa dengan menganalisa
data dari beberapa manajer
dengan bermacam quality
tools dapat menghasilkan
keputusan yang lebih baik.
Manajemen dapat fokus
terhadap beberapa sebab
kecacatan produk.
Mengkategorikan beberapa
varian penyebab dapat
meningkatkan kualitas produk
dan menolong meningkatkan
penerapan perbaikan
berkelanjutan dan juga tingkat
FTT produk.
46
Tabel 3.3. (Lanjutan)
No
Daftar Ringkasan
Peneliti
Tahun
9
Quality improvement in
manufacturing processes
using SQC tools
Bhosale
Samadhan,
D. et al.
10
TPM Implementation in a
Food Industry-A PDCA
Approach
Suresh, P.K. 2012
Sumber: Referensi Jurnal Internasional
2013
Hasil Penelitian
Penelitian ini menunjukan
bahwa penggunaan basic
quality tools dapat membantu
organisasi dalam memonitor,
mengontrol dan meningkatkan
bermacam proses dalam
organisasi. Hasilnya (dapat
membuktikan beberapa teknik
untuk meningkatkan
produktiviras, efektif dalam
meminimalkan cacat produk,
mencegah proses-proses yang
tidak diperlukan,
menyediakan informasi
diagnosis, menyediakan
informasi tentang kapabilitas
proses untuk memenuhi
kebutuhan konsumen.
Pendekatan PDCA dalam
implementasi TPM dimulai
dari inisiatif top manajemen.
Keputusan dan perencanaan
strategis didasari dari
penentuan objek dan target
serta menunjuk penanggung
jawabnya. Sikap para
karyawan dapat membentuk
budaya perusahaan dalam
periode tertentu untuk itu
dibutuhkan penghargaan,
sistem insentif, aksi yang
memotivasi mereka.
47
Rerangka Pemikiran
3.3.
Dilatar belakangi oleh fenomena tingkat reject produk Dept. Injection
Phylon yang masih melebihi dari target yang ditetapkan oleh perusahaan, maka
penulis mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, serta merumuskanya untuk
dilakukan tindakan perbaikan. Hal ini menyangkut sistem pengendalian mutu
yang masih bisa dioptimalkan guna menekan permasalahan-permasalahan yang
terjadi.
Berdasarkan pada teori-teori tentang proses perbaikan, maka penulis
mencoba
melakukan
proses
pendekatan
penyelesaian
masalah
dengan
menggunakan metode PDCA untuk mendapatkan solusi perbaikan yang dapat
diterapkan guna memperoleh solusi dari permasalah diatas. Menganalisa faktorfaktor penyebab dari permasalahan dilakukan dengan merunut alur proses dan
kendala-kendala yang terjadi, kemudian dijabarkan melalui berbagai sudut
pandang permasalahan dengan melakukan diskusi dengan pihak terkait, penentuan
target perbaikan yang akan dituju perlu ditentukan sebagai acuan sasaran
perbaikan, hal ini diperjelas dengan penyusunan langkah-langkah kerja perbaikan.
Pelaksanaan kerja perbaikan kemudian dilakukan berdasarkan rencana
awal yang kemudian ditindak lanjuti dengan proses evaluasi dari tindakan
perbaikan dengan cara mengukur hasil yang dilakukan dengan kondisi awalnya.
Proses standarisasi ditentukan sebagai pembakuan langkah perbaikan yang telah
dilakukan serta menentukan langkah perbaikan selanjutnya sebagai siklus
perbaikan yang berkelanjutan. Rerangka pemikiran dalam penyelesaian masalah
ini dapat dilihat pada Gambar 3.11.
48
Mulai
Identifikasi Masalah (% Reject Melebihi Target)
Identifikasi Penyebab
PLAN
Penyebab tekait
Manusia
No
No
Yes
Penyebab tekait
Mesin
Penyebab tekait
Metode
No
Yes
Penyebab tekait
Material
No
Yes
No
Yes
Penentuan Target
Do
Rencana Panaggulangan Masalah
Proses Penaggulangan Masalah
ACTION
CHECK
Mengukur Performasi
Evaluasi
Implementasi Solusi (Standarisasi)
Menentukan Langkah Berikutnya
Rekomendasi
Gambar 3.11 Rerangka Pemikiran
Penyebab tekait
Lingkungan
Yes
Download