1 PENDAHULUAN Latar Belakang Produktivitas usaha peternakan ruminansia sangat tergantung pada keberadaan hijauan pakan yang merupakan makanan utama bagi ternak tersebut. Sumber hijauan yang umum dimanfaatkan sebagai tanaman pada umumnya adalah berasal dari rumput-rumputan (graminae), legum dan sisa pertanian. Legum umumnya kaya akan protein bila dibandingkan dengan rumput. Penggunaan legum dalam pakan menjadi sangat penting karena merupakan sumber protein murah. Bahan pakan sumber protein pada umumnya sulit diperoleh dan sangat mahal. Oleh karena itu peternak banyak beralih mengandalkan tanaman legum untuk memperbaiki kualitas pakan. Keberhasilan budidaya tanaman legum pakan sepanjang tahun merupakan faktor kunci ketersediaan hijauan pakan, yang berdampak langsung pada produksi ternak. Ketersediaan hijauan sangat dipengaruhi oleh musim terutama musim kemarau karena pada saat itu pertumbuhan dan produktivitas tanaman pakan berkurang dan menyebabkan kelangkaan hijauan pakan. Hal ini dapat terjadi karena pada saat kemarau kandungan air tanah tidak mencukupi untuk hidup pokok (maintenance) dan pertumbuhan tanaman. Air tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan air tanaman berbeda-beda tergantung pada jenis tanamannya. Defisit air merupakan salah satu faktor utama yang dapat menghambat produktifitas tanaman. Apabila jumlah air yang tersedia di tanah tidak mencukupi kebutuhan tanaman maka tanaman akan mengalami cekaman kekeringan yang ditunjukkan oleh gejala gangguan morfologi dan fisiologis, sehingga pertumbuhan dan produktivitasnya akan terhambat. Salah satu respon tanaman terhadap defisit air tanah adalah pengurangan pertumbuhan aerial (pengurangan produksi daun baru, mengurangi area kanopi daun) dan peningkatan pertumbuhan akar. Kondisi ini menyebabkan akar secara morfologi akan memperluas jangkauannya dalam tanah, namun daun akan kehilangan banyak air akibat transpirasi yang sangat diperlukan untuk pertukaran gas dalam fotosintesis (Scott, 2008). Tanaman melakukan pengaturan osmotik dan ketika potensial osmotik sel turun, maka terjadi akumulasi solute kompatibel seperti sukrosa, sorbitol, prolin atau glycin betain untuk membantu mempertahankan turgor (Taiz dan Zeiger, 2002). Pengaturan osmotik merupakan mekanisme fisiologis utama yang berhubungan dengan pemeliharaan turgor sel dalam merespon cekaman kekeringan, dan pengaturan osmotik berhubungan juga dengan akumulasi compatible solute seperti karbohidrat terlarut dan prolin (Da Costa dan Huang, 2006). Alternatif yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pemanfaatan mikoriza. Asosiasi dengan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) menunjukkan indikasi adanya peningkatan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan. Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian seperti yang telah direview oleh Auge (2001) dan Song (2005) yang menjelaskan tentang pemanfaatan mikoriza dapat mempengaruhi keseimbangan air pada tanaman sehingga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan kelompok endomikoriza yaitu suatu cendawan tanah yang bersifat simbiotik obligat dengan akar tanaman, mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, karena dapat meningkatkan serapan hara dan air. Struktur yang terbentuk akibat kerjasama yang saling menguntungkan antara hyfa dengan akar tanaman, mempunyai kemampuan untuk meningkatkan masukan air dan hara dari tanah ke dalam jaringan tanaman. Penelitian tentang pemanfaatan mikoriza pada tanaman pakan yang mengalami kekeringan telah dilakukan di antaranya pada rumput Setaria splendida Stapf (Karti, 2004), Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala (Fagbola et al., 2001), alfalfa (Goicoechea et al., 1996; Djebali et al., 2010), serta Centrosema pubescen, Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides oleh Rahman (2006). Namun sampai sekarang masih sedikit informasi yang terkait dengan efektifitas mikoriza dan mekanisme tanaman legum pakan tropis dalam menghadapi cekaman kekeringan. Berdasarkan permasalahan tersebut dilakukan penelitian untuk melihat efektifitas mikoriza terkait dengan respon tanaman legum pakan terhadap kekeringan serta mendapatkan jenis tanaman legum pakan yang adaptif dan cukup poduktif pada kondisi cekaman kekeringan. Perumusan Masalah Ketersediaan hijauan pakan sepanjang tahun merupakan jaminan penting dalam meningkatkan produktivitas ternak. Sampai saat ini ketersediaan hijauan pakan sangat dipengaruhi oleh musim terutama musim kemarau di mana pada musim tersebut ketersediaan air tanah menjadi berkurang dan mengakibatkan tanaman tidak mendapatkan asupan air yang mencukupi sehingga mengalami cekaman kekeringan. Respon awal tanaman yang mengalami cekaman kekeringan adalah melakukan penutupan stomata sehingga pemasukan C02 terhambat dan aktifitas fotosintesis terganggu, mengakibatkan terjadinya penurunan produksi fotosintesis yang merupakan sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga hal ini berdampak langsung terhadap penurunan produksi (bobot kering tanaman). Jaleel et al., (2008) menyatakan bahwa cekaman kekeringan dikarakterisasi dengan penurunan kandungan air, turgor, potensial air total, pelayuan, penutupan stomata dan pengurangan perluasan dan pertumbuhan sel. Respon tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan dengan mekanisme penghindaran (avoidance mechanisms) seperti; mengurangi perkembangan daun, penurunan kadar air relatif dan jumlah cabang dan juga bisa melalui mekanisme toleran (tolerance mechanisms); peningkatan rasio akar:tajuk dan penurunan ukuran sel mesofil (Li et al., 2010; Calvet et al., 2004; Meyer dan Boyer, 1981). Banyak penelitian menghasilkan bahwa mikoriza dianggap dapat membantu tanaman dalam mengatasi kekeringan melalui hypanya yang dapat membantu efisiensi penyerapan air pada akar tanaman inangnya. Beberapa jenis tanaman legum pakan yang umum digunakan sebagai sumber hijauan pakan diambil dari 3 daerah di Indonesia yang memiliki pola curah hujan berbeda (Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur). Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) membagi curah hujan di Indonesia menjadi 3 pola yaitu: 1) Pola Monsoon, dengan distribusi curah hujan 1 puncak musim hujan dan 6 bulan masa peralihan (curah hujan sedang); 2) Pola Ekuator, dengan dua puncak musim hujan (curah hujan tinggi); dan 3) Pola Lokal, dengan 1 puncak musim hujan (curah hujan rendah) dan memiliki pola yang berlawanan dengan pola monsoon. Tanaman legum pakan ini belum diketahui bagaimana mekanisme adaptasinya dalam menghadapi cekaman kekeringan dan berapa lama ketahanannya terhadap cekaman kekeringan. Mikoriza dianggap dapat membantu ketahanan tanaman terhadap stres tetapi belum diketahui apakah mikoriza selalu efektif dalam membantu menghadapi cekaman kekeringan pada semua jenis tanaman legum pakan. Respon fisiologis dan bobot kering dari tanaman legum pakan serta pengaruh pemberian mikoriza terhadap cekaman kekeringan, diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan jenis tanaman legum pakan yang dapat dikembangkan pada daerah dengan musim kemarau panjang. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) menjelaskan mekanisme adaptasi tanaman legum pakan terhadap cekaman kekeringan, (2) menjelaskan pengaruh pemberian mikoriza terhadap daya adaptasi tanaman legum pakan pada kondisi cekaman kekeringan, dan (3) memperoleh tanaman legum pohon dan herba yang adaptif dan berproduksi tinggi pada kondisi cekaman kekeringan. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: (1) pengetahuan tentang mekanisme adaptasi tanaman legum pakan terhadap cekaman kekeringan yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk menyusun strategi manajemen produksi tanaman legum pakan di lahan kering atau wilayah yang musim kemaraunya panjang, (2) pengetahuan tentang pengaruh pemberian mikoriza terhadap tanaman legum pakan pada kondisi cekaman kekeringan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam usaha perbaikan produksi tanaman legum pakan pada daerah dengan musim kemarau panjang, dan (3) hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagar dasar untuk pengembangan tanaman legum pakan pada daerah dengan karakteristik agroekosistem lahan kering dengan periode curah hujan yang pendek.