25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Jumlah responden pada setiap desa adalah 30 orang dan 90 orang untuk setiap kecamatan, sehingga jumlah responden untuk tingkat kabupaten sebanyak 270 orang. Perbandingan jumlah responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan pada setiap desa tidak merata. Jumlah responden laki-laki pada setiap kecamatan lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan. Kisaran umur responden terbanyak, yaitu 41 – 50 tahun. Hal tersebut menunjukan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat banyak diketahui dan dilakukan oleh masyarakat berumur 41 – 50 tahun, namun hal tersebut tidak menunjukan bahwa jumlah spesies dan ramuan tumbuhan obat yang diketahui dan dimanfaatkan masyarakat dengan kisaran umur tersebut lebih banyak dan beragam dibandingkan kisaran umur masyarakat lainnya yang diwawancarai. Responden termuda berumur 20 tahun yang diwawancarai di Desa Jalancagak, Kecamatan Jalancagak, sedangkan responden tertua berumur 96 tahun yang tinggal di Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan. Hal tersebut menunjukan bahwa tumbuhan obat ternyata dimanfaatkan oleh masyarakat dengan berbagai umur, dari yang muda hingga tua. Meskipun tentu saja intensitas pemanfaatan dan banyaknya pengetahuan pada setiap umur tersebut berbeda. Pada umumnya, responden usia muda memiliki pengetahuan lebih terbatas dibandingkan responden usia tua yang juga mempengaruhi tingkat pemanfaatan tumbuhan obatnya. Responden yang merupakan ibu rumah tangga merupakan masyarakat yang lebih banyak diwawancarai dibandingkan masyarakat dengan mata pencaharian lainnya. Pada tingkat kabupaten, responden yang merupakan ibu rumah tangga berjumlah 150 orang. Responden tersebut mudah lebih mudah ditemui dan merupakan responden yang banyak memanfaatkan tumbuhan obat. Responden yang memanfaatkan tumbuhan obat tidak hanya untuk pengobatan sendiri, namun juga untuk membantu orang lain, seperti paraji (dukun beranak), tukang urut dan 26 dukun tidak selalu ditemukan pada setiap lokasi. Jumlah responden tersebut pada tingkat kabupaten sebanyak 14 orang. Beberapa responden tidak bekerja karena alasan sakit dan lanjut usia. Responden yang sakit banyak memanfaatkan tumbuhan obat sebagai salah satu upaya penyembuhan sakitnya, terutama responden dengan riwayat sakit yang lama. Responden dengan riwayat sakit yang lama pada umumnya telah mencoba berbagai tumbuhan obat untuk pengobatan, beberapa diantaranya tidak manjur sehingga responden terus mencoba tumbuhan lain. Selain itu, terdapat juga beberapa spesies tumbuhan obat yang manjur, namun keinginan sembuh yang besar menyebabkan responden terus mencari spesies tumbuhan lain untuk mempercepat penyembuhan. Hal tersebut menyebabkan jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh responden yang sakit tersebut menjadi banyak. Responden yang sudah lanjut usia pun banyak memanfaatkan tumbuhan obat, meskipun penggalian pengetahuan spesies yang dimanfaatkan tersebut terkendala dengan ingatan responden yang mulai berkurang. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak 156 orang. Hal tersebut disebabkan keterbatasan akses pada beberapa masyarakat menuju sekolah dan masih rendahnya tingkat ekonomi masyarakat. Data responden selengkapnya tersaji pada Lampiran 1. 5.2 Spesies Tumbuhan Obat Dilihat dari intensitas pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan Aliandi dan Roemantyo (1994), masyarakat Kabupaten Subang termasuk pada kelompok masyarakat kedua. Kelompok masyarakat kedua menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, umumnya tinggal di pedesaan yang sudah memiliki sarana dan prasarana kesehatan, namun terbatas. Sarana dan prasarana kesehatan pada lokasi penelitian berupa puskesmas di kecamatan dan posyandu, mantri dan bidan desa pada setiap desa. Kelompok tersebut biasanya memiliki kondisi ekonomi yang umumnya masih rendah, sehingga pengobatan tradisional merupakan alternatif dalam pemenuhan kesehatan. Dari penelitian yang dilakukan di tiga kecamatan yang mewakili masingmasing daerah wilayah Kabupaten Subang, yaitu Kecamatan Jalancagak, 27 Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan, jumlah tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang berjumlah 228 spesies dari 66 famili. Masyarakat di Kecamatan Dawuan yang merupakan daerah berbukit dan dataran (Subang bagian tengah) memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang lebih banyak dibandingkan masyarakat di zona lainnya. Masyarakat di kecamatan tersebut memanfaatkan 185 spesies tumbuhan obat yang berasal dari 58 famili. Spesies-spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut lebih beragam dibandingkan spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah lainnya. Masyarakat Kecamatan Tambakdahan yang termasuk daerah dataran rendah memiliki tingkat pemanfaatan tumbuhan obat terendah, yaitu sebanyak 101 spesies dari 43 famili. Meskipun jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan pada masing-masing kecamatan berbeda, spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan secara umum tidak terlalu berbeda. Gambar 2 Jumlah spesies dan famili tumbuhan obat di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. 5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan famili Spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae, Euphorbiaceae dan Fabaceae lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di semua kecamatan dibandingkan spesies dari famili lainnya. Sepuluh famili spesies tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat pada tingkat kecamatan 28 disajikan pada Gambar 3, Gambar 5 dan Gambar 7. Jumlah spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae terbanyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan, yaitu sebanyak 14 spesies. Meskipun spesies famili Zingiberaceae yang dimanfaatkan terbanyak di Kecamatan Dawuan, namun Famili Zingiberaceae merupakan famili spesies tumbuhan obat yang banyak dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak dibandingkan masyarakat pada kecamatan lainnya, seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3 Sepuluh famili terbanyak spesies tumbuhan obat yang dimanfaatakan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak. Banyaknya pemanfaatan spesies-spesies tumbuhan dari famili Zingiberaceae di Kecamatan Jalancagak karena kecamatan tersebut merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki suhu lebih rendah dari daerah lainnya, sehingga spesiesspesies tumbuhan obat famili Zingiberaceae yang beberapa diantaranya memiliki sifat menghangatkan banyak dimanfaatkan. Beberapa spesies tumbuhan famili Zingiberaceae pun memiliki sifat dingin. Spesies-spesies tumbuhan obat dengan sifat tersebut banyak dimanfaatkan untuk mengobati kelompok penyakit demam, panas dan influenza. Beberapa spesies tumbuhan yang bermanfaat mengobati penyakit tersebut, yaitu combrang (Etlingera elatior) dan panglai (Zingiber cassumunar). 29 Selain sebagai obat, penggunaan spesies-spesies famili Zingiberaceae untuk keperluan lainnya, seperti sebagai bumbu masakan sulit dilepaskan oleh masyarakat. Kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), kencur (Kaempferia galanga) dan lengkuas (Alpinia purpurata) merupakan spesiesspesies famili Zingiberaceae yang biasanya digunakan masyarakat sebagai bumbu masak. Pemanfaatan spesies-spesies tumbuhan tersebut sebagai obat pun umum ditemukan pada masyarakat di semua kecamatan lokasi penelitian. (a) (b) Gambar 4 Beberapa spesies tumbuhan obat famili Zingiberaceae: (a) combrang dan (b) panglai. Euphorbiaceae menurut Mwine dan Damme (2011) merupakan famili tumbuhan obat yang penting. Anggota famili Euphorbiaceae banyak ditemukan dan terdistribusi hampir di setiap belahan dunia dan mudah beradaptasi pada berbagai jenis habitat, karena itu famili ini menghasilkan berbagai jenis varietas yang mampu bertahan hidup. Hal tersebut yang diperkirakan menyebabkan spesies-spesies tumbuhan obat famili Euphorbiaceae ditemukan dan dimanfaatkan di semua daerah di Kabupaten Subang. Diantara ketiga kecamatan lokasi penelitian, spesies-spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Euphorbiaceae lebih banyak digunakan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan, yaitu mencapai 15 spesies, lebih banyak dibandingkan spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Zingiberaceae yang dimanfaatkan masyarakatnya. Masyarakat Kecamatan Dawuan seringkali memanfaatkan spesies-spesies yang berasal dari famili Euphorbiaceae untuk mengobati penyakit kulit karena sebagian besar memiliki getah yang berkhasiat untuk mengobati kelompok penyakit dan perawatan kulit. Sebagai contoh, getah mara (Macaranga tanarius) digunakan untuk mengobati bisul, getah nanangkaan (Euphorbia hirta) digunakan 30 untuk mengobati koreng dan mengeringkan luka sunat dan getah ki rapet (Jatropha multifida) digunakan untuk mengobati luka. Gambar 5 Sepuluh famili terbanyak spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Dawuan. Mara merupakan pohon kini semakin sulit ditemukan di Kecamatan Dawuan. Di Kecamatan Jalancagak, mara dapat ditemukan di hutan atau di kebunkebun yang berbatasan dengan hutan. Terdapat dua jenis mara, yaitu mara awewe (mara perempuan) dan mara lalaki (mara lelaki). Mara yang biasa dimanfaatkan sebagi obat adalah jenis mara awewe. Nanangkaan merupakan tumbuhan yang hidup liar, biasanya menempel pada tembok atau di tanah. Sedangkan ki rapet atau disebut juga bethadine dan panasilin di beberapa lokasi lain, kini sudah dibudidayakan sebagai tanaman hias. Spesies tumbuhan ini memiliki bentuk daun yang unik dan bunga berwarna merah. 31 Gambar 6 (a) (b) Spesies-spesies famili Euphorbiaceae yang dimanfaatkan masyarakat: (a) mara dan (b) ki rapet. Fabaceae merupakan famili tumbuhan obat terbesar kedua yang terdiri dari lebih 490 spesies tumbuhan obat. Spesies-spesies dari famili tersebut mengandung zat kimia yang penting bagi pengobatan dan kini telah banyak digunakan dalam berbagai produk kesehatan (Gao et al. 2010). Spesies tumbuhan obat yang berasal dari famili Fabaceae merupakan famili spesies tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Tambakdahan, yaitu sebanyak delapan spesies. Gambar 7 Sepuluh famili tumbuhan obat terbanyak dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Tambakdahan. Beberapa spesies tumbuhan obat famili Fabaceae hanya ditemukan dimanfaatkan masyarakat di Kecamatan Tambakdahan, yaitu jayanti (Sesbania sesban) dan johar (Cassia siamea). Daun jayanti merupakan obat untuk perawatan 32 kesehatan ibu melahirkan, melancarkan kencing dan mengobati sakit pinggang. Sedangkan johar merupakan obat pegal-pegal dan sakit gigi. Selain itu, daun muda johar merupakan obat lumpuh akibat stroke dengan direbus bersama akar pepaya ranti (Carica papaya), daun jawer kotok (Coleus scutellaroides), akar jambe (Areca catechu), akar alang-alang (Imperata cylindrica) dan gula batu. Saga (Abrus precatorius) merupakan spesies tumbuhan obat famili Fabaceae yang dimanfaatkan di semua kecamatan. Saga telah lama dikenal dan dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati sariawan, panas dalam dan batuk, bahkan spesies tumbuhan ini telah diolah dan diproduksi secara modern dalam skala besar untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut. (a) (b) Gambar 8 Spesies-spesies tumbuhan obat famili Fabaceae yang hanya ditemukan dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Tambakdahan, yaitu (a) jayanti dan (b) johar. Piperaceae merupakan famili spesies tumbuhan obat yang banyak dimanfaatkan di Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan. Beberapa spesies yang dimanfaatkan, yaitu karuk (Piper sarmentosum), kemukus (Piper cubeba), surukan (Peperomia pellucida) dan berbagai spesies sirih. Terdapat empat spesies sirih yang dimanfaatkan masyarakat, yaitu sirih (Piper betle), sirih merah (Piper crotatum), sirih putih (Piper betle var) dan sirih hitam (Piper miniatum). Sirih merupakan sebutan yang umum diberikan masyarakat terhadap spesies sirih yang berwarna hijau. Keempat spesies sirih tersebut memiliki manfaat pengobatan yang hampir sama, namun menurut masyarakat tingkat keampuhan beberapa spesies tersebut dalam mengobati suatu penyakit berbeda. 33 Sebagai contoh, untuk mengobati batuk, sirih hitam dipercaya lebih ampuh dari pada sirih. (a) Gambar 9 (b) (c) Beberapa spesies sirih yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan: (a) sirih, (b) sirih merah dan (c) sirih hitam. Masyarakat di ketiga kecamatan lokasi penelitian yang mayoritas merupakan Suku Sunda seperti masyarakat Suku Sunda lainnya juga menggemari lalapan. Solanaceae dan Asteraceae merupakan dua famili tumbuhan yang spesies tumbuhannya banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai lalapan dan juga dimanfaatkan sebagai obat. Spesies-spesies famili Solanaceae yang dimanfaatkan sebagai lalapan dan juga berkhasiat obat, yaitu leunca (Solanum nigrum), terong bulat (Solanum sp.), terong ungu (Solanum melongena) dan takokak (Solanum torvum). Keempat spesies tersebut dipercaya dan dimanfaatkan sebagai obat kuat. Sedangkan takokak, terong bulat dan leunca juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit jantung koroner. Spesies-spesies yang berasal dari familli Asteraceae umumnya memiliki bau yang khas. Spesies-spesies famili tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat ketiga kecamatan lokasi penelitian, meskipun tidak semua spesiesnya dimanfaatkan di setiap kecamatan. Spesies famili Asteraceae yang umum dimanfaatkan di semua kecamatan, yaitu sembung (Blumea balsamifera) dan beluntas (Pluchea indica). Sambung nyawa (Gynura procumbens) yang oleh masyarakat salah satu desa di Kecamatan Dawuan disebut daun dewa, selain dimanfaatkan sebagai lalapan, juga merupakan obat reumatik dan pegal-pegal. Hal tersebut disebabkan karena sambung nyawa memiliki sifat hangat. Selain sambung nyawa, sintrong (Crassocephalum crepidioides) yang banyak tumbuh dan dimanfaatkan di 34 Kecamatan Jalancagak juga merupakan lalapan selain dimanfaatkan sebagai obat darah tinggi. Spesies-spesies famili Musaceae banyak dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak, yaitu sebanyak lima spesies. Kelima spesies tersebut, yaitu pisang (Musa sp.), pisang gemor (Musa sp.), pisang muli (Musa sp.), pisang batu (Musa brachycarpa) dan pisang emas (Musa sp.). Pisang merupakan sebutan yang umum diberikan masyarakat untuk spesies pisang apapun yang dimanfaatkan selain keempat spesies pisang lainnya. Sebagian besar spesies pisang-pisang tersebut dimanfaatkan bagian batangnya, baik berupa getah maupun air yang terdapat dalam batang. Pisang batu yang oleh masyarakat juga disebut pisang mangala selain dimanfaatkan batangnya juga dimanfaatkan daun mudanya untuk mengobati kelumpuhan akibat stroke. Berbeda dengan keempat spesies pisang lainnya, pisang muli dimanfaatkan buah mudanya untuk mengobati muntaber. Gambar 10 (a) (b) Beberapa spesies famili Musaceae yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak: (a) pisang gemor dan (b) pisang batu. Masyarakat Kecamatan Tambakdahan banyak memanfaatkan spesiesspesies yang berasal dari famili Acanthaceae. Spesies- spesies yang berasal dari famili tersebut, yaitu daun tuju (Graptopyllum sp.), kalingsir (Clinacanthus nutans), keji beling (Stachytarpheta mutabilis), handeuleum (Graptophyllum pictum) dan sambiloto (Andrographis paniculata). Daun tuju dan kalingsir merupakan obat sakit kepala yang membuat sakit pada mata. Daun tuju digunakan dengan cara diteteskan pada mata, sedangkan kalingsir dengan cara diminum. Di Kecamatan Dawuan, daun tuju yang dikenal sebagai tarebah dimanfaatkan untuk obat gatalgatal. Sedangkan kalingsir di Kecamatan Jalancagak merupakan obat sakit pinggang. 35 Handeulem di desa-desa Kecamatan Tambakdahan merupakan spesies tumbuhan obat yang belum lama dikenal. Masyarakat di suatu desa di kecamatan tersebut yang memiliki suami dengan riwayat sakit ambeyen mendapatkan informasi mengenai spesies tumbuhan tersebut dari teman, sedangkan masyarakat di desa lainnya mengenal dan mengetahui manfaat spesies tumbuhan obat tersebut dari kepala desanya. Kepala desa tersebut menanam handeuleum di depan kantor desa dan menginformasikan manfaat tumbuhan tersebut. Maka sejak itu, banyak masyarakat yang datang untuk mengambil daunnya. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak dimanfaatkannya suatu spesies tumbuhan obat bukan hanya karena masyarakat mulai enggan menggunakan tumbuhan obat, namun juga karena belum adanya informasi mengenai tumbuhan obat tersebut dan manfaatnya. (a) (b) (c) Gambar 11 Beberapa spesies famili Acanthaceae yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Tambakdahan: (a) daun tuju, (b) kalingsir dan (c) handeuleum. Pada tingkat kabupaten, famili Euphorbiaceae dan Fabaceae merupakan dua famili spesies tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat dibandingkan famili lainnya. Spesies tumbuhan famili tersebut yang dimanfaatkan, yaitu sebanyak 16 spesies, lebih banyak satu spesies dibandingkan spesies famili Zingiberaceae yang dimanfaatkan. Meskipun famili Zingiberaceae merupakan famili yang spesies tumbuhannya banyak dimanfaatkan hampir di semua kecamatan, namun spesies tumbuhan yang dimanfaatkannya hampir sama di setiap kecamatan. Sepuluh famili spesies tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 12. 36 Gambar 12 5.2.2 Sepuluh famili tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang. Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan habitus Semak merupakan habitus tumbuhan obat terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat di semua kecamatan lokasi penelitian. Selain semak, spesies tumbuhan berupa perdu, pohon dan herba merupakan habitus tumbuhan yang banyak dimanfaatkan di semua kecamatan. Hal tersebut berbeda dengan spesies tumbuhan berupa bambu, kaktus dan liana yang hanya dimanfaatkan di beberapa kecamatan. Persentase spesies tumbuhan berdasarkan habitusnya pada setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 13. Pemanfaatan spesies tumbuhan berupa bambu dan liana hanya ditemukan dimanfaatkan masyarakat di Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan. Spesies tumbuhan obat berupa bambu hanya terdapat di lokasi-lokasi yang masih memiliki vegetasi alami dan masih banyak ditemukan kebun-kebun, begitu juga dengan spesies tumbuhan berupa liana. Hal tersebut berbeda dengan kondisi lingkungan Kecamatan Tambakdahan yang sudah sulit ditemukan kebun-kebun, apalagi vegetasi alami berupa hutan. Sehingga masyarakat di Kecamatan 37 Tambakdahan lebih banyak memanfaatkan speises tumbuhan obat berupa semak, perdu, herba dan pohon yang mudah ditemukan di sekitar lingkungan mereka. Gambar 13 Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. Spesies berhabitus semak mudah ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat, baik yang sengaja ditanam atau pun yang tumbuh liar, begitu juga dengan spesies yang berupa perdu dan herba. Contoh spesies tumbuhan berupa semak yang dimanfaatkan sebagai obat, antara lain harendong bulu (Clidemia hirta), jarong (Stachytarpheta jamaicensis), jawer kotok (Coleus scutellaroides), pungpurutan (Urena lobata), sambiloto (Andrographis paniculata) dan cangcang kuda (Sida rhombifolia). Cangcang kuda merupakan kerabat sidaguri dari marga Sida. Perbedaan kedua spesies tersebut terletak pada bentuk daunnya, cangcang kuda memiliki daun yang lebih bulat dan kecil dibandingkan sidaguri. Spesies tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan untuk mengobati pegal-pegal. 38 (a) Gambar 14 (b) (c) Beberapa spesies tumbuhan obat yang berhabitus semak: (a) jarong, (b) pungpurutan dan (c) harendong bulu. Spesies tumbuhan obat berupa perdu yang dimanfaatkan masyarakat, antara lain kelor (Moringa oleoifera), ki greges (Leonitis nepetaefolia), suji (Pleomele torvum), senggugu (Clerodendron serratum) dan mustajab (Abelmoschus manihot). Mustajab memiliki nama yang berbeda-beda di setiap desa. Di desadesa di Kecamatan Tambakdahan, tumbuhan ini biasa disebut mustajab dan daun mujarab. Daun dedi, daun dodi, padodi, padedi, sampeu arab atau sampeu mekah merupakan sebutan bagi tumbuhan tersebut di desa-desa Kecamatan Jalancagak. Sedangkan di desa-desa di Kecamatan Dawuan, tumbuhan ini lebih dikenal dengan nama sasampeuan, sampeu arab, sampeu mekah, daun gedi, daun dedi, ki sedi bahkan ada yang menyebutnya daun Dokter Edi. Dokter Edi merupakan dokter spesialis anak di Kabupaten Subang. Dokter tersebut pernah menceritakan pada pasiennya kalau ia memiliki tumbuhan yang dapat menurunkan panas, yaitu mustajab. (a) (b) (c) Gambar 15 Beberapa spesies tumbuhan obat yang berhabitus perdu: (a) mustajab, (b) senggugu dan (c) ki greges. 39 Spesies tumbuhan obat yang merupakan herba yang dimanfaatkan masyarakat biasanya merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di pekarangan, kebun atau pinggir jalan. Contoh spesies tumbuhan obat tersebut, antara lain katapayan (Argyreia mollis), kamandilan (Nasturtium indicum) dan surukan (Peperomia pellucida). Katapayan merupakan tumbuhan yang merambat di pohon-pohon di hutan. Salah seorang masyarakat Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak membawanya dari hutan dan menanamnya di pekarangan rumah. Daun katapayan bermanfaat untuk mengobati sakit pinggang. (a) (b) Gambar 16 Spesies-spesies tumbuhan obat berhabitus herba: (a) katapayan dan (b) surukan. Spesies tumbuhan obat berupa pohon banyak ditemukan dimanfaatkan di lokasi yang masih memiliki vegetasi alami, seperti hutan atau masih terdapat banyak kebun yang cukup luas yang ditumbuhi pohon-pohon. Spesies-spesies tumbuhan obat berupa pohon terbanyak dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Dawuan. Beberapa spesies tumbuhan obat berupa pohon yang dimanfaatkan masyarakat kecamatan tersebut, yaitu mahoni (Swietenia macrophylla), mara (Macaranga tanarius), kanyere (Bridelia monoica), lame (Alstonia scholaris) dan duwet (Syzygium cumini). 40 Gambar 17 (a) (b) (c) Spesies-spesies tumbuhan obat berupa pohon: (a) lame, (b) pule dan (c) kanyere. Kayu la me banyak dicari untuk membuat wayang golek, ukiran dan pahatan karena kualitas kayunya yang baik, tidak mudah retak dan pecah jika dibuat kerajinan-kerajinan tersebut. Hal tersebut yang diduga menyebabkan pohon lame kini mulai sulit ditemukan. Menurut masyarakat, dahulu pohon lame banyak ditemukan di kebun-kebun dan astana (pemakaman) yang memang biasanya banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Pule (Alstonia spectabilis) merupakan spesies tumbuhan obat berupa pohon yang masih merupakan kerabat lame dari famili Apocynaceae. Pule yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Rancaudik, Kecamatan Tambakdahan bukan merupakan pohon asli desa tersebut, namun dibawa oleh salah seorang masyarakat etnis Jawa yang telah lama tinggal di desa tersebut dari kampung halamannya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pengetahuan mengenai tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat, dalam hal ini berupa pengaruh dan pengetahuan yang dibawa etnis lain. Spesies-spesies tumbuhan berupa bambu hanya ditemukan dimanfaatkan di Kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan. Pada umumnya, di kecamatankecamatan tersebut masih ditemukan tegakan bambu atau terdapat rumpunrumpun bambu yang tumbuh di kebun-kebun masyarakat. Spesies tumbuhan yang berupa bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu bambu (Bambusa sp.), bambu kuning (Bambusa vulgaris) dan bambu betung (Dendrocalamus asper). Spesies tumbuhan yang berupa kaktus yang dimanfaatkan sebagai obat hanya ditemukan dimanfaatkan masyarakat Desa Rawalele, Kecamatan Dawuan yaitu buah naga (Hylocereus undatus). Buah naga dimanfaatkan masyarakat untuk 41 mengobati darah tinggi. Informasi mengenai manfaat buah naga tersebut diperoleh melalui kerabat (teman, saudara dan tetangga). Spesies tumbuhan berupa liana yang dimanfaatkan masyarakat, yaitu ki koneng (Arcangelisia flava) dan bratawali (Tinospora crispa). 5.2.3 Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan bagian yang digunakan Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan memiliki khasiat obat pada satu, beberapa atau semua bagian tumbuhannya. Terkadang suatu bagian tumbuhan memiliki khasiat berbeda dengan bagian lainnya dalam satu spesies tumbuhan, bahkan suatu bagian tumbuhan dalam suatu spesies tumbuhan dapat bersifat racun sementara bagian tumbuhan lainnya merupakan obat. Perbedaan tersebut disebabkan berbedanya zat-zat yang dikandung pada bagianbagian tumbuhan. Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. 42 Pada Gambar 18 terlihat bahwa bagian daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. Pada tingkat kabupaten, bagian daun merupakan bagian yang banyak digunakan dengan persentase 47% atau hampir setengahnya dari seluruh spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan, digunakan bagian daunnya. Menurut Hamzari (2008), bagian daun dari tumbuhan merupakan bagian yang paling mudah diperoleh, mudah diolah dan mudah diramu dibandingkan bagian lainnya serta merupakan bagian yang mengandung zat yang berkhasiat obat karena di bagian ini terjadi proses pembuatan makanan. Selain itu, bagian tumbuhan yang lain pun digunakan masyarakat untuk pengobatan, meskipun dengan persentase yang berbeda dan tidak di semua kecamatan terdapat masyarakat yang memanfaatkan bagian-bagian tumbuhan tersebut. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan daunnya sebagai obat, diantaranya buntiris (Kalanchoe pinnata), jarum tujuh bilah (Peresia sacharosa), hanjuang merah (Cordyline terminalis), durian (Durio zibethinus), kamandilan (Nasturtium indicum) dan kecubung gunung (Brugmansia suaveolens). Buntiris dikenal dan dimanfaatkan sebagai pereda panas, terutama untuk anak di setiap kecamatan. Jarum tujuh bilah hanya ditemukan di Kecamatan Jalancagak. Menurut masyarakat, spesies tumbuhan tersebut diperoleh oleh salah seorang warga Kecamatan Jalancagak dari Malaysia. Kecubung gunung hanya ditemukan di Kecamatan Jalancagak. Spesies tumbuhan tersebut merupakan spesies tumbuhan khas yang tumbuhan di daerah dataran tinggi, seperti Kecamatan Jalancagak. Gambar 19 (b) (c) (a) Spesies-spesies yang dimanfaatkan daunnya sebagai obat: (a) kecubung gunung, (b) buntiris dan (c) jarum tujuh bilah. 43 Selain daun, bagian batang merupakan bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan. Bagian batang kurang mudah digunakan dibandingkan daun. Untuk mendapatkan bagian batang masyarakat harus memotong atau menebang tumbuhannya. Hal tersebut kurang praktis, terutama bila spesies tumbuhan tersebut berukuran besar atau panjang. Spesiesspesies tumbuhan yang dimanfaatkan batangnya, antara lain bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu kuning (Bambusa vulgaris), bratawali (Tinospora crispa), jarak jakarta (Gliricidia spepiuim), jambu batu (Psidium guajava.) dan talas sente (Alocasia macrorrhiza). Air batang bambu betung, jambu batu dan talas sente dapat mengobati batuk dengan cara dituak, yaitu dipotong batangnya hingga airnya keluar dan ditampung. Batang jarak jakarta merupakan obat sakit mata dan bratawali memiliki banyak khasiat, diantaranya mengobati pegal-pegal. Penggunaan talas sente dan jarak jakarta untuk pengobatan hanya ditemukan di Kecamatan Dawuan. Kedua spesies tumbuhan tersebut juga dapat digunakan sebagai pakan ternak. Gambar 20 (b) (c) (a) Spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan bagian batangnya sebagai obat: (a) bambu kuning, (b) jarak jakarta dan (c) bratawali. Selain daun dan batang, buah merupakan bagian tumbuhan yang banyak dimanfaatkan sebagai obat di setiap kecamatan. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan bagian buahnya, antara lain mengkudu (Morinda citrifolia), takokak (Solanum torvum), sawo (Manilkara zapota), jambu batu merah (Psidium guajava), pepaya (Carica papaya), mentimun (Cucumis sativus), terung ungu (Solanum melongena) dan belimbing (Averhoa carambola). Seringkali bagian yang berbeda suatu spesies tumbuhan obat memiliki manfaat yang berbeda pula, misalnya mengkudu. Buah mengkudu dimanfaatkan 44 masyarakat untuk mengobati darah tinggi karena buah tumbuhan tersebut mengandung flavonoid dan bersifat diuretik (Redaksi Agromedia 2008). Sedangkan daunnya dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati sakit maag. Selain itu, terdapat buah dengan tingkat kematangan dan ukuran berbeda yang dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit yang berbeda pula, yaitu labu siam (Sechium edule). Labu siam tua yang telah berukuran besar dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati sakit panas, sedangkan buah labu siam muda yang berukuran kecil dapat mengobati darah tinggi. Penggunaan buah labu siam tua untuk mengobati sakit panas hanya ditemukan di Kecamatan Jalancagak, sedangkan penggunaan labu siam muda sebagai obat darah tinggi umum ditemukan di setiap kecamatan. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan rimpangnya merupakan semua spesies tumbuhan yang berasal dari famili Zingiberaceae. Sebagian besar spesies yang berasal dari famili tersebut memiliki khasiat pada bagian rimpangnya. Penggunaan rimpang spesies-spesies famili Zingiberaceae untuk pengobatan umum dilakukan di setiap kecamatan. Spesies-spesies famili Zingiberaceae yang dimanfaatkan selain bagian rimpangnya untuk pengobatan, yaitu kapol (Amomum cardamomum) dan combrang (Etlingera elatior). Daun kapol yang direbus bersama kerang air tawar, seperti remis, tutut dan susuh dimanfaatkan oleh masyarakat salah satu desa di Kecamatan Dawuan untuk mengobati sakit kuning. Sedangkan batang combrang merupakan obat sakit panas dan bunga combrang adalah obat sakit kepala. Spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan bagian bunganya, yaitu korejat (Isotoma longiflora), labu kuning (Cucurbita moschata) dan kelapa (Cocos nucifera). Bunga korejat yang terlebih dahulu direndam dalam air dan kemudian diteteskan pada mata dapat mengobati sakit mata. Menurut cerita masyarakat, penggunaan bunga korejat sebagai obat mata memiliki efek sangat pedih pada mata. Mungkin karena hal tersebut tumbuhan ini dinamakan korejat yang kira-kira artinya dalam bahasa Indonesia adalah terbangun karena kaget (ngorejat). Penggunaan bunga korejat sebagai obat sakit mata dikenal di semua kecamatan. 45 Gambar 21 Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan bunganya, yaitu korejat. Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tumbuhan yang hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan sebagai obat, mulai dari akar, pelepah, buah hingga bunga. Bunga kelapa yang dibakar dan ditumbuk serta ditambahkan minyak kelapa dapat mengobati merah-merah pada kulit dengan cara dioleskan. Sedangkan pelepah kelapa yang dibubuy, yaitu dimasukan ke dalam abu panas dalam tungku hingga melunak, dikupas dan kemudian ditumbuk merupakan obat penyakit koreng dengan cara dioleskan. Bagian akar merupakan bagian tumbuhan yang seringkali dimanfaatkan sebagai obat, meskipun tidak sebanyak bagian tumbuhan lainnya. Pemanfaatan bagian tumbuhan tersebut agak sulit digunakan karena harus menggali spesies tumbuhan yang bersangkutan hingga diperoleh akarnya. Ong et al. (2011) pun mengatakan bahwa penggunaan bagian tumbuhan, seperti akar atau bagian tumbuhan lainnya yang terletak di bagian bawah tumbuhan akan menyebabkan rendahnya regenerasi pada suatu spesies tumbuhan obat karena bagian tersebut merupakan bagian yang menopang tumbuhan pada tanah tempat tumbuhnya. Jika bagian tersebut diambil, maka regenerasinya akan terhambat bahkan tumbuhan dapat mengalami kematian. Terdapat ramuan yang komposisinya terdiri dari akarakar berbagai tumbuhan yang ditemukan di setiap kecamatan. Ramuan tersebut terdiri dari akar alang-alang (Imperata cylindrica), akar pepaya ranti (Carica papaya) dan akar pinang (Areca catechu). Akar pinang juga seringkali diganti dengan akar kelapa (Cocos nucifera) atau akar aren (Arenga pinnata). Rebusan akar ketiga jenis spesies tumbuhan tersebut digunakan untuk mengobati pegalpegal dan reumatik. 46 Penggunaan getah untuk pengobatan ditemukan dimanfaatkan setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Jalancagak. Spesies tumbuhan yang berasal dari famili Euphorbiaceae banyak dimanfaatkan getahnya untuk pengobatan. Getah yang berasal dari spesies famili tersebut seringkali dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit kulit. Selain getah yang berasal dari spesies-spesies famili Euphorbiaceae tersebut, getah papaya (Carica papaya) juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati kanker dengan cara diseduh dengan air dan diminum dan getah jarak pagar merupakan pereda panas pada anak-anak. (a) (b) Gambar 22 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan getahnya: (a) jarak pagar dan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan umbinya: (b) singkong karet. Daun singkong karet (Manihot glaziovii) beracun bila salah dalam mengolahnya, karena hal tersebut, masyarakat pun menyebut spesies singkong ini sebagai singkong racun. Namun, ternyata umbi spesies tumbuhan tersebut dapat mengobati penyakit. Umbi singkong karet menurut masyarakat di Kecamatan Dawuan dapat mengobati kista, tumor dan kanker dengan cara dimakan langsung. Selain jenis umbi akar, spesies berumbi lapis, yaitu bawang merah (Allium cepa) dan bawang putih (Allium sativum) juga dimanfaatkan masyarakat sebagai obat. Bawang merah yang dicampurkan dengan minyak kelapa merupakan obat panas dan obat keseleo. Penggunaan bawang merah untuk mengobati penyakit tersebut ditemukan di setiap Kecamatan. Bawang putih yang ditumbuk bersama lada, beras dan ragi merupakan ramuan untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan dengan cara dibalurkan di Kecamatan Jalancagak dan bawang putih yang dimakan langsung merupakan obat darah tinggi. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan semua bagiannya, antara lain ceplukan (Physalis peruviana), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), senggang 47 beureum (Amarantus hybridis) dan cucuk riut (Mimosa pudica). Ceplukan dimanfaatkan untuk obat darah tinggi dan pegal-pegal, sedangkan rumput mutiara merupakan obat kista, keputihan, kanker rahim dan penyubur kandungan. Semua bagian cucuk riut, semua bagian senggang beureum dan akar alang-alang yang direbus dimanfaatkan masyarakat sebagai obat reumatik. 5.2.4 Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan tipe habitat Persentase pemanfaatan spesies tumbuhan obat yang berasal dari pekarangan pada setiap kecamatan berkisar antara 55 - 60%, yang berarti bahwa lebih dari separuh spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat berasal dari pekarangan. Selain pekarangan, masyarakat di semua kecamatan pun banyak memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang berasal dari kebun. Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang disajikan pada Gambar 23. Pemanfaatan spesies tumbuhan obat dari kedua habitat tersebut menunjukan bahwa telah ada upaya budidaya terhadap tumbuhan yang dirasakan memiliki manfaat dalam memenuhi keperluan hidup oleh masyarakat, termasuk tumbuhan untuk keperluan pengobatan. Pekarangan merupakan tipe habitat yang terletak lebih dekat dengan tempat tinggal masyarakat dibandingkan dengan tipe habitat lainnya, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengambil suatu spesies tumbuhan obat tertentu yang diperlukan. Spesies tumbuhan obat yang ditanam di pekarangan biasanya memiliki fungsi lain, seperti untuk hiasan (tanaman hias), tanaman pagar, bumbu masakan dan pangan. Contoh spesies tumbuhan obat yang juga merupakan tanaman hias, yaitu melati (Jasminum sambac), jawer kotok (Coleus scutellaroides), kemuning (Murraya paniculata), kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis), kenanga (Canangium odoratum), tapak dara (Catharanthus roseus) dan puring (Codiaeum variegatum). 48 Gambar 23 Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat pada setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. Kedongdong cina (Polyscias fructicosa) merupakan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat sebagai lalapan. Efek dari memakan daun kedongdong cina adalah beser atau banyak dan sering mengeluarkan air seni. Selain itu, air seni yang dikeluarkan pun memiliki bau khas yang tajam. Karena hal tersebut, masyarakat juga memanfaatkan spesies tumbuhan tersebut untuk melancarkan air seni dan penyakit lain yang berhubungan dengan ginjal dan saluran kemih. Kedongdong cina sering sengaja ditanam sebagai penghias dan pembatas pekarangan masyarakat (pagar). Selain berbagai manfaatnya tersebut, ternyata kedongdong cina dapat memberikan keuntungan berupa pendapatan bagi masyarakat di daerah lain. Para petani di Sukabumi telah lama mengekspor kedongdong cina ke berbagai negara di wilayah Asia Timur, seperti Cina, Korea Selatan dan Jepang. Spesies tumbuhan tersebut dimanfaatkan sebagai tanam hias dan dianggap dapat membawa keberuntungan menurut fengshui. Selain itu, baunya yang khas dapat memberi kenyamanan dalam ruangan (Rayadie 2011). Spesies-spesies famili Zingiberaceae, seperti kunyit (Curcuma domestica), lengkuas (Alpinia galanga) dan jahe (Zingiber officinale) merupakan bumbu masak selain juga merupakan tumbuhan obat. Sedangkan daun kapol (Amomum cardamomum) digunakan sebagai pembungkus kue tradisional oleh masyarakat, selain dimanfaatkan untuk mengobati sakit kuning. 49 (a) (b) (c) Gambar 24 Spesies-spesies tumbuhan obat yang ditanam di pekarangan: (a) puring, (b) kenanga dan (c) kedongdong cina. Kebun ditanami masyarakat dengan tumbuhan buah-buahan, tumbuhan penghasil kayu, pangan dan tumbuhan lainnya yang biasanya tidak dapat ditanam di pekarangan. Spesies-spesies tumbuhan tersebut juga seringkali dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Contoh spesies tumbuhan obat yang ditanam di kebun, yaitu jengkol (Archidendron pauciflorum), rambutan (Nephelium lappaceum), sawo (Manilkara zapota), mangga (Mangifera indica) dan mahoni (Swietenia macrophylla). Kulit buah jengkol merupakan obat darah tinggi, pucuk rambutan dapat meredakan panas pada anak dan buah muda sawo adalah obat kuat pria. Masyarakat juga memanfaatkan pucuk daun mangga untuk obat sariawan, sedangkan kulit batang dan biji mahoni dimanfaatkan untuk obat kencing manis. Gambar 25 Kebun, sawah dan sungai yang merupakan beberapa habitat spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat. Masyarakat Kecamatan Tambakdahan yang terletak di daerah dataran rendah memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang berasal dari sawah lebih banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Biji padi (Oryza sativa) yang disebut beras merupakan salah satu spesies tumbuhan obat. Selain padi, tidak banyak spesies tumbuhan obat yang diambil masyarakat dari sawah. Contoh spesies 50 tumbuhan obat yang berasal dari sawah selain padi, yaitu turi (Sesbania grandiflora), alang-alang (Imperata cylindrica) dan randu (Ceiba pentandra). Turi dan randu biasanya sengaja ditanam di pinggir-pinggir sawah sebagai peneduh. Selain sebagai peneduh, daun turi juga merupakan makanan ternak. Sedangkan alang-alang seringkali tumbuh liar di pinggir-pinggir sawah. Hutan hanya dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak, terutama masyarakat di Desa Jalancagak dan Desa Bunihayu. Hal tersebut disebabkan letak kedua desa ini yang berada dekat dengan hutan. Kecamatan Jalancagak merupakan satu-satunya kecamatan diantara kecamatan lokasi penelitian lainnya yang masih memiliki wilayah hutan. Hutan yang sering dimanfaatkan masyarakat untuk mendapatkan tumbuhan obat berupa hutan tanaman pinus. Keberadaan vegetasi alami, seperti hutan mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitarnya. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sedikitnya akan tergantung pada sumberdaya yang terdapat di dalam hutan tersebut, termasuk sumberdaya berupa tumbuhan yang berkhasiat obat. Gambar 26 Hutan tanaman pinus yang menjadi lokasi pengambilan tumbuhan obat oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak. Spesies tumbuhan obat yang diambil masyarakat Kecamatan Jalancagak dari hutan, antara lain ki koneng (Arcangelisia flava), jukut tiris, lame (Alstonia scholaris), mara (Macaranga tanarius), combrang (Etlingera elatior) dan lamtoro (Leucaena leucocephala). Beberapa masyarakat telah membudidayakan combrang di pekarangan, namun masih ada juga masyarakat yang mengambilnya langsung dari hutan. Lame dan mara juga dapat ditemukan di kebun-kebun masyarakat yang berbatasan dengan hutan, hal tersebut diperkirakan karena lahan yang kini 51 dimanfaatkan sebagai kebun oleh masyarakat dahulu merupakan hutan. Menurut masyarakat, lamtoro yang berasal dari hutan berbeda dengan lamtoro yang telah ditanam masyarakat. Masyarakat menyebut lamtoro yang berasal dari hutan dengan nama selong. Buah selong lebih pendek dibandingkan buah lamtoro. Biji selong yang disangray, yaitu digoreng tanpa minyak, ditumbuk dan dibuat seperti kopi serta digunakan dengan cara diseduh dapat mengobati cacingan. Pemanfaatan spesies tumbuhan obat yang terdapat di pinggir sungai hanya dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan. Ki buset (Mimosa pigra) merupakan spesies tumbuhan yang ditemukan di pinggir sungai. Spesies tumbuhan tesebut biasanya tumbuh di pasir-pasir sungai atau di sekitar sungai. Akar ki buset dimanfaatkan untuk mengobati kencing manis. Spesies-spesies tumbuhan obat yang tidak diperoleh dari habitat di sekitar lingkungan masyarakat, diperoleh dengan cara membeli. Hal tersebut disebabkan penggunaan spesies tumbuhan tersebut tidak dapat lagi dipisahkan dalam pengobatan. Spesies-spesies tumbuhan tersebut, antara lain bawang merah (Allium cepa) dan bawang putih (Allium sativum). 5.2.5 Jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berdasarkan kelompok penyakit/penggunaan Terdapat 21 kelompok penyakit/penggunaan yang diobati masyarakat dengan memanfaatkan tumbuhan obat. Lima kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak pada setiap kecamatan tidak terlalu berbeda, seperti terlihat pada Tabel 4. Kelompok penyakit gangguan peredaran darah dan jantung, kelompok penyakit panas, demam dan influenza, kelompok penyakit tulang, otot dan sendi, kelompok penyakit saluran pencernaan dan kelompok penyakit ginjal, saluran kemih dan hati merupakan kelompok-kelompok penyakit yang umumnya menjadi kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak. Perbedaan kelompok penyakit/penggunaan terbanyak pada setiap kecamatan hanya terletak pada urutan kelompok penyakit/penggunaan dan jumlah spesies tumbuhan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit tersebut. 52 Tabel 4 Lima kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak di setiap kecamatan Lokasi Kecamatan Jalancagak Kecamatan Dawuan Kecamatan Tambakdahan No Kelompok penyakit/penggunaan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Gangguan peredaran darah dan jantung Panas, demam, influenza Penyakit tulang, otot dan sendi Penyakit saluran pencernaan Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati Penyakit tulang, otot dan sendi Gangguan peredaran darah dan jantung Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati Penyakit saluran pencernaan Penyakit saluran pembuangan Panas, demam dan influenza Penyakit saluran pencernaan Penyakit tulang, otot dan sendi Gangguan peredaran darah dan jantung Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati Jumlah spesies tumbuhan obat 34 33 33 25 24 55 50 45 42 30 19 19 19 18 13 Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat diharapkan dapat menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat selain obat kimia, khususnya untuk mengobati penyakit yang banyak diderita masyarakat. Spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit yang banyak diderita tersebut bukan hanya dapat menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat yang biasa memanfaatkannya, namun juga dapat dimanfaatkan masyarakat di daerah Kabupaten Subang lainnya. Kelompok penyakit gangguan peredaran darah dan jantung terdiri dari penyakit darah tinggi, darah rendah dan jantung. Darah tinggi merupakan penyakit yang termasuk ke dalam sepuluh penyakit yang banyak diderita masyarakat di Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan pada tahun 2010. Masyarakat Kecamatan Dawuan merupakan masyarakat yang banyak menderita penyakit darah tinggi dibandingkan masyarakat di kedua kecamatan lainnya, yaitu sebanyak 1014 penderita, seperti terlihat pada Gambar 27. 53 Gambar 27 Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Wangunreja (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Wangunreja, Kecamatan Dawuan Tahun 2010). Jumlah spesies tumbuhan obat untuk mengobati kelompok penyakit gangguan peredaran darah dan jantung di kecamatan Dawuan cukup banyak, yaitu sebanyak 50 spesies dan sebagian besar merupakan spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit darah tinggi. Sebagai contoh, di Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, dari 35 spesies tumbuhan obat untuk kelompok penyakit gangguan peredaran darah dan jantung, sebanyak 29 spesies diantaranya dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati darah tinggi. Spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Dawuan untuk mengobati darah tinggi, antara lain belimbing (Averhoa carambola), mengkudu (Morinda citrifolia), ceplukan (Physalis peruviana), pepaya (Carica papaya, (pinang (Areca catechu), ketumbar (Coriadrum sativum), pongporang (Arthrophyllum diversifolium) dan salak (Salacca zalacca). Jika spesies-spesies tumbuhan obat tersebut dimanfaatkan masyarakat secara maksimal, maka spesies-spesies tersebut akan menjadi alternatif pengobatan penyakit darah tinggi yang mudah, murah dan relatif aman. Mudah karena ternyata spesies-spesies tumbuhan obat tersebut tumbuh dan dapat ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat dan masyarakat dapat mengolahnya sendiri di rumah. Biaya pengolahan spesies tumbuhan obat tersebut akan jauh lebih murah dibandingkan pengobatan dengan obat kimia. Selain itu, obat tradisional yang 54 cenderung tidak memiliki efek samping relatif aman digunakan masyarakat. Hanya saja, ternyata tidak semua spesies tumbuhan obat tersebut masih mudah ditemukan hingga kini. Pongporang merupakan spesies tumbuhan yang sudah sulit ditemukan saat ini. Masyarakat menganggap spesies ini kurang komersial sehingga memilih untuk menebangnya dari lahan kebun atau pinggir sawah mereka. Pemberian informasi mengenai pentingnya manfaat spesies tumbuhan obat tersebut dapat meningkatkan kepedulian masyarakat akan kelestarian spesies tumbuhan tersebut. Kelompok penyakit panas, demam dan influenza merupakan kelompok penyakit yang paling banyak diobati masyarakat Kecamatan Tambakdahan menggunakan spesies tumbuhan obat, yaitu sebanyak 19 spesies. Meskipun jumlah spesies tersebut masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang dimanfaatkan masyarakat Kecamatan Jalancagak untuk mengobati kelompok penyakit yang sama, namun kelompok penyakit panas, demam dan influenza termasuk ke dalam sepuluh penyakit yang banyak diderita masyarakat Kecamatan Tambakdahan pada tahun 2010, sehingga adanya spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit tersebut sangat diharapkan dapat menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat. Masyarakat Kecamatan Tambakdahan biasanya terlebih dahulu mengobati penyakit-penyakit kelompok penyakit panas, demam dan influenza dengan tumbuhan obat, seperti mustajab (Abelmoschus manihot), kacapiring (Gardenia augusta), randu (Ceiba pentandra), kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), salak (Salacca zalacca), lidah buaya (Aloe vera) dan pisang batu hitam (Musa sp.). Setelah dengan pengobatan menggunakan tumbuhan obat tersebut penderita tidak kunjung sembuh, biasanya penderita akan dibawa ke dokter atau puskesmas untuk mendapat pengobatan lebih lanjut. Masyarakat dengan tipe pemanfaatan tumbuhan obat seperti itu disebut tipe pemanfaatan pertolongan pertama. 55 Gambar 28 Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Tambakdahan (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Tambakdahan, Kecamatan Tambakdahan Tahun 2010). Penyakit yang termasuk ke dalam penyakit saluran pencernaan, antara lain maag, perut kembung, sariawan dan diare. Maag merupakan penyakit yang banyak diderita masyarakat setiap kecamatan. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan untuk mengatasi penyakit tersebut, antara lain (Persea gratissima Gaertn.), bambu betung (Dendrocalamus asper), jukut bau (Ageratum conyzoides), kunir putih (Curcuma zedoaria), kunir hitam (Curcuma aeruginosa) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Penyakit maag seringkali diobati masyarakat dengan cara unik menggunakan tumbuhan, diantaranya dengan menggunakan nasi yang dibiarkan sampai siang hari, hingga agak mengeras, masyarakat menyebut nasi seperti ini sangu poe. Nasi yang telah mengeras tersebut dibentuk bulat-bulat kecil dan langsung ditelan penderita maag, tanpa dikunyah terlebih dahulu. Selain itu, daun jarak pagar (Ricinus communis) dan pucuk hanjuang merah (Cordyline terminalis) yang digoreng dengan nasi juga dipercaya dapat mengobati maag. Diare merupakan penyakit yang termasuk ke dalam sepuluh kelompok penyakit yang banyak diderita masyarakat di setiap kecamatan. Pada tahun 2010, penderita penyakit ini mencapai 430 orang di Kecamatan Jalancagak, 1017 orang di Kecamatan Dawuan dan 233 orang di Kecamatan Tambakdahan. Diare 56 memang termasuk penyakit yang ringan dan biasanya disebabkan oleh makanan yang dikonsumsi dan kurang bersihnya lingkungan masyarakat, namun jika dibiarkan penyakit tersebut dapat menyebabkan penderita mengalami kekurangan cairan tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Daun jambu batu (Psidium guajava) merupakan spesies tumbuhan obat yang umum dimanfaatkan di setiap lokasi untuk mengobati diare. Penggunaan jambu batu sebagai obat diare dapat berupa ramuan tunggal atau dengan ditambahkan garam dan dapat juga merupakan ramuan dengan dicampur spesies tumbuhan lain. Penambahan garam pada ramuan untuk mengobati diare tersebut dimaksudkan untuk membunuh kuman-kuman penyebab diare. Sedangkan spesies tumbuhan lain yang sering dicampurkan dengan daun jambu batu untuk mengobati diare adalah kunyit (Curcuma domestica). Selain itu, kunci (Boesenbergia pandurata), air kelapa (Cocos nucifera) dan air pada batang pisang (Musa sp.) pun dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati diare. Gambar 29 Sepuluh penyakit yang banyak diderita dan diobati masyarakat di Puskesmas Jalancagak (sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Jalancagak, Kecamatan Jalancagak Tahun 2010). Kelompok penyakit ginjal, saluran kemih dan hati, antara lain terdiri dari penyakit kencing manis, batu ginjal dan sakit kuning. Kanyere (Bridelia monoica), keji beling (Stachytarpheta mutabilis), kumis kucing (Orthosiphon spicatus), alpukat (Persea gratissima), kacang gude (Cajanus cajan) merupakan 57 beberapa spesies tumbuhan untuk mengobati batu ginjal. Sedangkan bambu kuning (Bambusa vulgaris), ki koneng (Arcangelisia flava), kapol (Amomum cardamomum) dan seledri (Apium graveolens) dimanfaatkan untuk mengobati sakit kuning. Seringkali warna suatu spesies tumbuhan dipercaya dapat mengobati penyakit dengan gejala tertentu. Sebagai contoh, bambu kuning dan ki koneng tersebut. Penggunaan kapol untuk obat sakit kuning harus dicampurkan dengan kerang air tawar. Spesies tumbuhan masih dimanfaatkan masyarakat di setiap kecamatan untuk mengobati kelompok penyakit dan perawatan kesehatan ibu hamil dan melahirkan. Jumlah spesies tumbuhan obat untuk kelompok penyakit dan perawatan kesehatan ibu hamil dan melahirkan terbanyak terdapat di Kecamatan Jalancagak, yaitu sebanyak 22 spesies. Spesies yang dimanfaatkan pada kelompok penyakit tersebut, antara lain jawer kotok (Coleus scutellaroides), sembung (Blumea balsamifera), kencur (Kaempferia galanga), kunyit (Curcuma domestica), pinang (Areca catechu) dan sirih (Piper betle). Masing-masing spesies tumbuhan tersebut memiliki fungsi tersendiri dalam perawatan kesehatan ibu melahirkan, seperti jawer kotok sebagai anti septik yang menyembuhkan luka dalam setelah melahirkan, kunyit yang berfungsi agar bau anyir darah setelah melahirkan hilang dan menjaga kesehatan mata ibu. (a) Gambar 30 (b) (c) (d) Beberapa spesies tumbuhan obat yang digunakan untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan: (a) jawer kotok, (b) sirih, (c) sembung dan (d) pinang. Reumatik, sakit pinggang dan pegal-pegal merupakan penyakit-penyakit yang banyak diderita masyarakat dan termasuk kelompok penyakit tulang, otot dan sendi. Pada tingkat Kabupaten Subang, kelompok penyakit tersebut merupakan kelompok penyakit terbanyak yang diobati masyarakat menggunakan 58 tumbuhan obat, yaitu sebanyak 64 spesies. Kelompok penyakit ini umum dialami masyarakat yang tinggal di pedesaan, terutama masyarakat yang banyak melakukan aktifitas fisik. Selain itu, faktor umur pun biasanya memacu timbulnya penyakit-penyakit dari kelompok penyakit tersebut. Tabel 5 Lima kelompok penyakit/penggunaan spesies tumbuhan obat terbanyak pada tingkat Kabupaten Subang No Kelompok penyakit/penggunaan Jumlah spesies 1 Penyakit tulang, otot dan sendi 64 2 Gangguan peredaran darah dan jantung 63 3 Penyakit saluran pencernaan 56 4 Penyakit ginjal, saluran kemih dan hati 50 5 Panas, demam dan influenza 47 Sukun (Artocarpus communis) merupakan salah satu spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan untuk mengobati reumatik. Menurut masyarakat, penggunaan daun sukun tersebut cukup ampuh untuk mengobati reumatik, namun ramuan tersebut juga memiliki efek samping. Permukaan daun sukun yang kasar dan berbulu ternyata menyebabkan efek samping berupa sakit pada tenggorokan, bahkan radang tenggorokan setelah meminum ramuan tersebut. Ramuan yang terdiri dari 20 spesies tumbuhan obat, yaitu daun sambiloto (Andrographis paniculata), kunyit (Curcuma domestica), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), beluntas (Pluchea indica), handeuleum (Graptophyllum pictum), semua bagian nanangkaan (Euphorbia hirta), semua bagian meniran (Phyllanthus niruri), akar pepaya ranti (Carica papaya), akar pinang (Arenga catechu), bratawali (Tinospora crispa), daun saga (Abrus precatorius), akar alang-alang (Imperata cylindrica), kunir hitam (Curcuma aeruginosa), sirih (Piper betle), semua bagian anting-anting (Acalypha indica), akar ceplukan (Physalis peruviana), daun alpukat (Persea gratissima), daun jarong (Stachytarpheta jamaicensis), daun kumis kucing (Orthosiphon spicatus) dan daun keji beling (Stachytarpheta mutabilis) yang direbus digunakan masyarakat Desa Rawalele, Kecamatan Dawuan untuk mengobati penyakit-penyakit tulang, otot dan sendi, yaitu sakit pinggang, pegal-pegal dan reumatik. Selain itu, ramuan tersebut juga berkhasiat mengobati keputihan, ambeyen, sakit kencing, kencing berdarah dan darah tinggi. Meskipun selama ini masyarakat sudah merasakan kemanjuran 59 ramuan tersebut bagi pengobatan dan belum adanya keluhan setelah mengkonsumsi ramuan tersebut, namun sebaiknya pencampuran berbagai spesies tumbuhan obat dalam suatu ramuan diperhatikan kandungan dan dosisnya sehingga tidak membahayakan kesehatan. Penyakit-penyakit dari kelompok penyakit saluran pencernaan dan kelompok penyakit panas, demam dan influenza umumnya dianggap sebagi penyakit ringan, meskipun pada kenyataannya penyakit-penyakit yang seringkali diderita masyarakat tersebut kadangkala mengganggu aktifitas masyarakat. Penyakit-penyakit yang ringan dan sering diderita masyarakat tersebut ternyata masih banyak diobati masyarakat dengan menggunakan tumbuhan obat. Spesies tumbuhan obat yang digunakan pun termasuk spesies-spesies yang mudah ditemukan dan umum terdapat di sekitar lingkungan masyarakat. Spesies tumbuhan obat untuk mengobati kelompok penyakit saluran pencernaan oleh masyarakat Kabupaten Subang mencapai 56 spesies dan untuk kelompok penyakit panas, demam dan influenza sebanyak 47 spesies, seperti terlihat pada Tabel 5. Pada umumnya pemanfaatan tumbuhan obat untuk penyakit-penyakit tersebut hanya sebagai pertolongan pertama sebelum penderita diobati lebih lanjut oleh dokter, puskesmas dan lain-lain jika penggunaannya dianggap tidak manjur. Diantara spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Kabupaten Subang, terdapat juga spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit yang termasuk berat dan hingga di masa yang akan datang akan tetap banyak diteliti serta dicari pengobatannya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain, kanker, jantung dan diabetes. Sebagian besar spesies tumbuhan obat untuk mengobati kanker diketahui dari masyarakat dengan riwayat penyakit tersebut. Selain itu, media cetak, media elektronik dan medis merupakan sumber pengetahuan masyarakat mengenai spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit tersebut, yaitu sirsak (Annona muricata), kunir putih (Curcuma zedoaria), pepaya (Carica papaya), singkong karet (Manihot glaziovii), tapak dara (Catharanthus roseus), benalu (Henslowia frutescens) dari berbagai jenis tumbuhan dan lain-lain. 60 Benalu (Henslowia frutescens) atau tumbuhan yang hidup menumpang pada tumbuhan lain yang biasa disebut masyarakat dengan katumpangan dan mangandeuh merupakan spesies tumbuhan yang dapat mengobati kanker, tumor atau sebagai pencegah kanker. Benalu pohon teh dimanfaatkan untuk mengobati kista, sedangkan benalu mangga merupakan obat kanker payudara. Menurut salah seorang warga yang banyak mengetahui mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya di Desa Manyeti, Kecamatan Dawuan, spesies tumbuhan yang menumpang pada teh ataupun mangga sebenarnya sama, namun mungkin karena menumpang pada spesies tumbuhan berbeda sehingga zat-zat yang terkandung di dalam kedua jenis benalu tersebut juga menjadi berbeda. Sedangkan warga masyarakat lain di Desa Tambakdahan, Kecamatan Tambakdahan mengatakan bahwa benalu pada pohon delima putih dapat mengobati kanker pada stadium awal dengan menghambat pertumbuhan kanker tersebut. Penyakit jantung dapat diobati menggunakan daun coklat (Theobroma cacao), terong bulat (Solanum sp.) dan takokak (Solanum torvum). Selain itu, rebusan kulit batang duwet (Syzygium cumini) dengan kulit batang limus (Mangifera foetida) dan rebusan akar kelapa (Cocos nucifera) pun merupakan obat sakit jantung. Pengetahuan mengenai ramuan tersebut diperoleh dari pengobat yang mendapatkannya melalui ilham. Kencing manis diobati masyarakat dengan menggunakan daun jati (Tectona grandis), kulit batang duwet (Syzygium cumini), kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum), akar pepaya ranti (Carica papaya), batang serai (Cymbopogon nardus), daun salam (Syzygium polyanthum), daun sirsak (Annona muricata) dan semua bagian sidaguri (Sida rhombifolia). Pada umumnya, ramuan yang berasal dari spesies-spesies tumbuhan tersebut berasa pahit. Kelompok penyakit yang tidak selalu ditemukan diobati masyarakat menggunakan tumbuhan obat di setiap kecamatan, antara lain kelompok penyakit dan perawatan rambut, kelompok penyakit dan perawatan kaki dan luka karena binatang dan pencegahannya. Hal tersebut disebabkan penyakit-penyakit tersebut jarang diderita masyarakat. Sebagai contoh, spesies tumbuhan obat untuk mengobati kelompok penyakit dan perawatan rambut hanya ditemukan dimanfaatkan di tiga desa. Seledri (Apium graveolens), rambutan (Nephelium 61 lappaceum) dan kemiri (Aleurites moluccana) merupakan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan pada kelompok penyakit tersebut. Seledri digunakan untuk menumbuhkan rambut, daun rambutan dapat menyuburkan rambut dan kemiri merupakan spesies tumbuhan obat untuk menumbuhkan kumis dan janggut. 5.2.6 Frekuensi pemanfaatan spesies tumbuhan obat Frekuensi pemanfaatan spesies tumbuhan obat merupakan banyaknya jumlah masyarakat yang memanfaatkan spesies tumbuhan tertentu. Sebagai contoh, frekuensi pemanfaatan mustajab yang tertinggi terdapat di Kecamatan Jalancagak sebanyak 30%, artinya sebanyak 30% atau 27 orang dari jumlah keseluruhan masyarakat yang diwawancarai di kecamatan tersebut (90 orang) memanfaatkan mustajab. Sepuluh spesies dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di setiap kecamatan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di setiap kecamatan Lokasi Kecamatan Jalancagak Kecamatan Dawuan KecamatanTambakdahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 Spesies tumbuhan obat Sirih (Piper betle) Mustajab (Abelmonchus manihot) Sembung (Blumea balsamifera) Jambu batu (Psidium guajava) Kunir hitam (Curcuma aeruginosa) Bawang merah (Allium cepa) Kunyit (Curcuma domestica) Jawer kotok (Coleus scutellaroides) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) Kunyit (Curcuma domestica) Sirih (Piper betle) Saga (Abrus precatorius) Mustajab (Abelmonchus manihot) Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) Murbei (Morus alba) Jambu batu (Psidium guajava) Kelapa (Cocos nucifera) Alang-alang (Imperata cylindrica) Mengkudu (Morinda citrifolia) Sirih (Piper betle) Kunyit (Curcuma domestica) Jambu batu (Psidiun guajava) Mengkudu (Morinda citrifolia) Frekuensi pemanfaatan (%) 33,33 30,00 24,44 18,89 15,56 14,44 14,44 13,33 13,33 13,33 40,00 35,56 25,56 18,89 16,67 15,56 13,33 13,33 12,22 11,11 36,67 27,78 22,22 13,33 62 Tabel 6 Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di setiap kecamatan (lanjutan) Lokasi No Spesies tumbuhan obat 5 6 7 8 9 10 Ceplukan (Physalis peruviana) Padi (Oryza sativa) Saga (Abrus precatorius) Pepaya ranti (Carica papaya) Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) Frekuensi pemanfaatan (%) 12,22 10,00 10,00 7,78 7,78 7,78 Spesies-spesies tumbuhan obat yang memiliki frekuensi pemanfaatan tertinggi di ketiga kecamatan tidak berbeda jauh. Sirih (Piper betle) dan kunyit (Curcuma domestica) merupakan spesies-spesies tumbuhan obat yang termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan obat tersebut di semua kecamatan. Hal tersebut disebabkan kondisi masyarakat masing-masing desa di setiap kecamatan lokasi penelitian yang dapat dikatakan telah maju dan memiliki akses yang mudah ke daerah lain, sehingga informasi mengenai pemanfaatan suatu spesies yang berkhasiat obat mudah menyebar dan mudah dibawa untuk dibudidayakan di daerah lainnya. Oleh karena itu, spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat cenderung sama. Sembung (Blumea balsamifera) dan sirih (Piper betle) termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di Kecamatan Jalancagak. Frekuensi pemanfaatan sirih tertinggi terdapat di Kecamatan Dawuan sebanyak 35,56%, sedangkan jumlah masyarakat yang banyak memanfaatkan sembung terdapat di Kecamatan Jalancagak sebesar 24,44%. Kedua spesies tumbuhan tersebut dikenal dan banyak dimanfaatkan untuk mengobati kelompok penyakit dan perawatan kesehatan ibu hamil dan melahirkan dan kelompok penyakit dan perawatan kewanitaan. Selain sembung dan sirih, jawer kotok (Coleus scutellaroides) dan kunyit (Curcuma domestica) pun merupakan spesies yang banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati kedua kelompok penyakit tersebut. Jawer kotok dan kunyit juga dikenal dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit lain. Jawer kotok dimanfaatkan sebagai obat batuk, obat sakit mata dan obat tambah darah. Sedangkan kunyit, hampir di semua lokasi dikenal dan dimanfaatkan sebagai obat maag. 63 Kunir hitam (Curcuma aeruginosa) kerabat kunyit dari famili Zingiberaceae yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Jalancagak dengan frekuensi pemanfaatan 15,56%. Kunir hitam dimanfaatkan untuk mengobati maag, kurang darah, mengobati mencret pada bayi (indah) serta merupakan salah satu spesies tumbuhan dalam ramuan untuk perawatan kesehatan ibu melahirkan. Bawang merah (Allium cepa) yang dicampurkan dengan minyak kelapa atau asam jawa (Tamarindus indica) merupakan obat untuk meredakan panas pada anak. Bawang merah termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di Kecamatan Jalancagak dengan frekuensi pemanfaatan sebesar 14,44%. Selain spesies tumbuhan tersebut, mustajab (Abelmonchus manihot) juga merupakan spesies tumbuhan obat yang dapat meredakan panas dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di kecamatan Jalancagak dan Kecamatan Dawuan. Murbei (Morus alba) atau masyarakat biasanya menyebutnya bebesaran merupakan spesies tumbuhan obat yang termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat Kecamatan Dawuan. Daun murbei memiliki banyak khasiat, yaitu darah tinggi, panas, sakit kepala, sakit pinggang, batuk, maag, perut panas dan sesak nafas. Namun, khasiatnya sebagai obat darah tinggi lebih dikenal dan banyak dimanfaatkan masyarakat di semua kecamatan. Saga (Abrus precatorius) dikenal dan dimanfaatkan untuk mengobati sariawan, panas dalam dan batuk di Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan. Frekuensi pemanfaatan saga oleh masyarakat Kecamatan Dawuan mencapai 25,56%. Pemanfaatan alang-alang (Imperata cylindrica), ceplukan (Physalis peruviana) dan pepaya ranti (Carica papaya) biasanya disatukan dalam satu ramuan. Ramuan yang terdiri dari akar alang-alang, akar atau seluruh bagian ceplukan dan akar pepaya ranti dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit dalam kelompok penyakit tulang, otot dan sendi. Ramuan tersebut juga biasanya ditambahkan akar kelapa, akar pinang atau akar aren dan ditemukan dimanfaatkan hampir di lokasi. Penambahan ketiga spesies terakhir tersebut cenderung berbeda di setiap lokasi. Desa-desa yang terletak di daerah pegunungan dan dataran tinggi (Kecamatan Jalancagak) biasanya menggunakan akar aren, sedangkan akar kelapa 64 dan akar pinang banyak digunakan oleh masyarakat di desa-desa dataran dan berbukit (Kecamatan Dawuan) dan masyarakat di daerah dataran rendah (Kecamatan Tambakdahan). Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi tertinggi di semua kecamatan dan dimanfaatkan mengobati penyakit-penyakit dalam kelompok penyakit tulang, otot dan sendi, diantaranya sakit pinggang. Sirih (Piper betle) merupakan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Subang dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi, yaitu mencapai 35,19% atau sebanyak 95 orang responden memanfaatkan spesies tumbuhan tersebut dari 270 orang responden yang diwawancarai. Pemanfaatan sirih sebagai tumbuhan obat memang telah lama dikenal. Spesies ini memiliki banyak khasiat bagi pengobatan. Spesies tumbuhan obat lainnya yang termasuk ke dalam sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi oleh masyarakat Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sepuluh spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi pada tingkat Kabupaten Subang. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama spesies Sirih (Piper betle) Kunyit (Curcuma domestica) Jambu batu (Psidium guajava) Mustajab (Abelmonchus manihot) Saga (Abrus precatorius) Sembung (Blumea balsamifera) Kumis kucing (Orthosiphon spicatus) Mengkudu (Morinda citrifolia) Randu (Ceiba pentandra) Ceplukan (Physalis peruviana) Frekuensi pemanfaatan (%) 35,19 27,41 18,15 17,04 14,44 14,07 11,11 10,74 10,37 10,00 Spesies-spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi di Kabupaten Subang pada umumnya digunakan oleh masyarakat untuk penyakitpenyakir ringan dan sering diderita masyarakat, seperti jambu batu (Psidium guajava) untuk mengobati diare, mustajab (Abelmonchus manihot) dan randu (Ceiba pentandra) untuk meredakan panas dan saga (Abrus precatorius) untuk mengobati sariawan. Pengobatan yang dilakukan dengan spesies tumbuhan obat tersebut pun lebih banyak merupakan pengobatan yang dilakukan dalam skala rumah tangga atau pengobatan sendiri. 65 Gambar 31 (a) (b) Beberapa spesies tumbuhan obat dengan frekuensi pemanfaatan tertinggi: (a) randu dan (b) saga. 5.2.7 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat Terdapat sembilan sumber pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan obat untuk pengobatan. Sumber-sumber pengetahuan tumbuhan obat dapat pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 32, Gambar 33 dan Gambar 35. Sumber pengetahuan secara turun temurun mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya merupakan sumber pengetahuan terbanyak di setiap kecamatan. Sumber pengetahuan secara turun-temurun diperoleh melalui orang tua dan leluhur. Persentase sumber pengetahuan tersebut di setiap kecamatan berkisar antara 58 – 84%. Artinya, lebih dari separuh spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan berasal dari pengetahuan secara turun-temurun. Banyaknya tumbuhan obat yang dikenal dan dimanfaatkan melalui pengetahuan secara turun-temurun menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat masih memegang dan melaksanakan pengetahuan yang diajarkan oleh orang tua atau leluhurnya dalam pemanfaatan tumbuhan obat, meskipun tentu saja jumlah spesies tumbuhan dan intensitas pemanfaatannya tidak sebanyak dahulu. Hal tersebut disebabkan telah banyaknya spesies tumbuhan yang mulai sulit ditemukan, bahkan sudah tidak ada lagi di sekitar lingkungan masyarakat. Selain itu, telah banyaknya obat kimia yang mudah diperoleh dan lebih praktis digunakan serta adanya fasilitas kesehatan yang dibangun di sekitar tempat tinggal masyarakat pun membuat masyarakat mulai enggan menggunakan tumbuhan obat. Biasanya pengetahuan secara turun-temurun yang masih dipegang masyarakat berupa pengetahuan mengenai ramuan tumbuhan obat sederhana. Sederhana yang dimaksud, yaitu tidak terlalu banyak spesies tumbuhan yang digunakan, sederhana 66 dalam mengolah dan dalam menggunakannya. Ramuan tumbuhan obat sederhana tersebut biasanya dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit ringan yang sering diderita masyarakat. Gambar 32 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Jalancagak. Sumber pengetahuan spesies tumbuhan obat dan pemanfaatannya yang berasal dari kerabat merupakan sumber pengetahuan yang banyak dimanfaatkan masyarakat di kecamatan-kecamatan lokasi penelitian. Masyarakat mudah terpengaruh oleh perilaku, pemikiran dan perasaan warga lain dalam lingkungan masyarakat tersebut atau oleh masyarakat lainnya terhadap suatu hal, karena seringkali interaksi dalam dan antar masyarakat bersifat persuasif. Dalam hal pemanfaatan tumbuhan obat, seringkali seorang warga ikut menggunakan suatu tumbuhan obat karena melihat atau mendapat saran dari warga lainnya. Pengaruh tersebut akan semakin besar seiring dengan semakin dekatnya hubungan warga dalam suatu masyarakat atau dengan masyarakat lainnya. Kecamatan Jalancagak memiliki persentase sumber pengetahuan dari kerabat terkecil. Hal tersebut disebabkan terdapat daerah-daerah di Kecamatan Jalancagak yang terletak berjauhan hingga interaksi antar masyarakat yang tinggal di dalamnya pun lebih kecil dibandingkan di daerah lainnya. 67 Gambar 33 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Dawuan. Masyarakat yang mengetahui mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya dari pengobat (dukun, tukang urut, paraji dan lain-lain) tidak terlalu banyak. Kecamatan Jalancagak merupakan kecamatan yang masyarakatnya paling sedikit mengetahui tentang tumbuhan obat dan manfaatnya dari pengobat. Hal tersebut disebabkan karena jumlah pengobat di kecamatan tersebut yang menggunakan tumbuhan obat sebagai media penyambuhan tidak banyak, terutama pengobat berupa dukun dan tukang urut. Paraji (dukun beranak) cukup banyak ditemukan di Kecamatan Jalancagak, mencapai dua hingga tiga orang pada setiap desanya, namun sudah banyak yang tidak menggunakan tumbuhan obat. Paraji yang ditemui merupakan paraji terdidik yang bertugas mendampingi bidan desa dan membantu merawat bayi. Namun, paraji-paraji tersebut masih diperbolehkan menganjurkan penggunaan tumbuhan obat dalam merawat kesehatan ibu setelah melahirkan. Masyarakat juga mendapat pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media cetak, berupa koran, buku, majalah dan lain-lain. Jumlah masyarakat yang mendapat pengetahuan dari sumber tersebut cukup kecil, yaitu hanya 2 – 5%. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di kecamatan-kecamatan lokasi penelitian masih rendah. Masyarakat 68 yang mendapatkan pengetahuan mengenai spesies tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media cetak biasanya merupakan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari sekolah dasar, karena masyarakat dengan tingkat pendidikan tersebut lebih mudah mendapatkan akses terhadap sumber pengetahuan tersebut. Media cetak yang dijadikan sumber pengetahuan tersebut, diantaranya Majalah Trubus, Majalah Mangle dan Koran Giwangkara. Seperti media cetak, masyarakat yang mendapat pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dari media elektronik pun sedikit, hanya 1% pada setiap kecamatannya. Hal tersebut disebabkan mulai berkurangnya acara yang memberikan pengetahuan tentang tumbuhan obat dan pemanfaatanya di media-media elektronik yang mudah diakses masyarakat, seperti TV dan radio. Jika pun ada, masyarakat biasanya akan memilih tayangan lain yang dianggap lebih menarik. TVRI merupakan salah satu stasiun televisi yang pernah diketahui masyarakat menanyangkan acara mengenai pengobatan secara tradisional dengan tumbuhan obat dengan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidang tersebut. Namun, banyak masyarakat yang sudah jarang atau bahkan tidak lagi menonton saluran tersebut. Media cetak dan media elektronik sebenarnya merupakan media yang ampuh untuk penyebaran informasi terhadap masyarakat. Media elektronik terutama dapat diakses semua kalangan masyarakat tanpa membedakan usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat ekonomi. Pemberian pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya akan sangat efektif dilakukan melalui media ini, namun dengan pengemasan acara yang lebih menarik dan tetap mendidik. Sumber pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatanya melaui ilham (mimpi, tirakat, salat dan lain-lain) tidak diperoleh oleh setiap orang dan sembarangan orang. Masyarakat yang mendapat pengetahuan dari hal tersebut biasanya merupakan masyarakat yang pernah memiliki riwayat sakit yang berat dan pengobat. Masyarakat dengan riwayat sakit yang berat akan berupaya melakukan berbagai cara untuk kesembuhannya. Salah satunya adalah dengan rajin melaksanakan ibadah untuk memohon kesembuhan pada Tuhan. Pengobat di Kecamatan Dawuan yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat 69 dan pemanfaatannya dengan cara belajar, melalui ilham (mimpi, tirakat, shalat dan lain-lain) dan dari pengetahuan secara turun temurun mengatakan bahwa penyakit yang diderita seseorang dapat merupakan penyakit secara lahir atau penyakit kebatinan. Menurut pengobat tersebut, penyakit yang bersifat lahir atau pun kebatinan dapat diobati menggunakan tumbuhan obat, namun untuk penyakit yang bersifat kebatinan, selain menggunakan tumbuhan obat, pengobatannya pun memerlukan ritual, bacaan atau syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi penderita selain menggunakan tumbuhan obat. Sebagai contoh, pemanfaatan air rebusan bunga labu kuning (Cucurbita moschata) dengan bunga atau daun senggugu (Clerodendron serratum) dan daun salak (Salacca zalacca) yang dipakai mandi dipercaya dapat mengobati penyakit ayan. Dalam penggunaannya, air rebusan spesies-spesies tumbuhan tersebut harus dipakai mandi selama tujuh kali pada setiap hari kelahiran penderita dan digunakan setiap pukul tujuh (pagi atau malam) serta penderita harus dimandikan langsung oleh orangtuanya. Selain itu, rebusan kulit batang kelor (Moringa oleoifera) dan turi (Sesbania grandiflora) juga dipercaya dapat menyembuhkan penyakit reumatik. Untuk mempercepat penyembuhan, penderita disarankan menendang-nendang batang kelor tersebut setiap hari. Mitos atau syarat-syarat yang melengkapi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat tersebut tentu saja perlu dianalisis lebih lanjut. Meskipun terdengar tidak masuk akal, namun seringkali mitos atau syarat tersebut sebenarnya mengandung arti yang dapat dijelaskan. Misalnya, dalam pemanfaatan daun tertentu untuk obat disarankan jumlahnya ganjil atau dalam jumlah tertentu tergantung hari kelahiran penderita (penderita yang lahir hari Senin menggunakan dua lembar daun, penderita yang lahir pada hari Selasa menggunakan lima lembar daun dan seterusnya). Mungkin saja, jumlah-jumlah daun tersebut sebenarnya merupakan dosis yang tepat bagi pengobatan, mengingat tidak semua spesies tumbuhan cocok digunakan oleh setiap orang. Dokter, bidan dan mantri desa merupakan sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat yang dikelompokan sebagai medis. Spesies tumbuhan obat yang disarankan oleh dokter, bidan dan mantri tersebut biasanya merupakan spesies 70 tumbuhan yang memang kandungannya telah diteliti secara ilmiah dan telah terbukti berkhasiat obat. Daun sirsak misalnya, kini banyak diresepkan atau sekedar dianjurkan oleh dokter. Hal tersebut disebabkan hasil riset di mancanegara yang menginformasikan adanya senyawa aktif acetogenesis dalam daun sirsak yang sangat manjur dan selektif mengatasi target sasaran dalam pengobatan penyakit kanker (Duryatmo 2011). Terdapat juga dokter yang membuat dan memberikan ramuan obat tradisional yang telah dikemas secara modern dan siap pakai pada pasiennya. Salah seorang warga yang menderita kanker payudara di Desa Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak hingga kini masih mengkonsumsi obat tersebut, disamping juga mengkonsumsi ramuan tumbuhan obat yang dibuat sendiri yang diberitahukan dokter dan kerabatnya. Meskipun pada akhirnya operasi tetap dilakukan, namun warga tersebut mengaku dengan mengkonsumsi tumbuhan obat, kondisinya lebih baik. Gambar 34 Obat yang terbuat dari tumbuhan obat yang dibuat dan dikemas oleh salah seorang dokter untuk mengobati penyakit kanker payudara. Komposisi salah satu obat kanker payudara yang dikonsumsi warga tersebut, yaitu daun sirsak (Annona muricata), rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza), rimpang kunir putih (Curcuma zedoaria) dan daun jambu batu (Psidium guajava). Masing-masing spesies tumbuhan tersebut, memiliki efek farmakologis terhadap kanker payudara, misalnya kunir putih memiliki efek menghentikan pertumbuhan sel kanker (sitostatika), menghentikan pendarahan (hemostatika) dan menghilangkan rasa sakit (anti piretik). Obat lainnya terdiri dari sambiloto dan temulawak. Temulawak memiliki efek farmakologis terhadap kanker payudara, yaitu sebagai sitostatika, anti piretik, anti inflamasi, menghilangkan atau menetralkan racun (anti toksik) dan meningkatkan daya tahan tubuh (imunostimulan) (Winarto et al. 2007). Temulawak dapat diberikan bersama 71 daun sirsak kepada pasien kanker yang juga mengidap maag. Temulawak melindungi lambung dari keasaman tinggi akibat konsumsi daun sirsak yang bersifat asam (Wiguna 2011). Spesies-spesies tumbuhan obat yang merupakan komposisi obat untuk kanker payudara tersebut terdapat di sekitar lingkungan masyarakat dan seringkali juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati penyakit tertentu. Sebenarnya masyarakat pun dapat membuat obat untuk penyakit yang berat, seperti kanker dengan memanfaatkan spesies-spesies tumbuhan obat tersebut. Hanya saja dalam pembuatannya perlu diperhatikan cara pengolahan yang benar dan dosis yang tepat. Warga yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya dengan belajar terdapat di Kecamatan Dawuan. Salah seorang warga belajar dari orang yang mempunyai pengetahuan banyak mengenai hal tersebut dan dari buku-buku. Menurutnya, pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat itu bersifat ekstruktif, artinya reaksinya tidak cepat namun akurat pada organ yang sakit. Hal tersebut yang menyebabkan pengobatan dengan tumbuhan obat hampir tidak memiliki efek samping. Berbeda dengan obat kimia yang bersifat destruktif. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat yang diperoleh dari belajar dan buku-buku tersebut seringkali dibagikan pada masyarakat lainnya. Gambar 35 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat Kecamatan Tambakdahan. 72 Sumber pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat lainnya berupa seminar kesehatan dan melihat komposisi obat herbal dan jamu. Warga yang mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya melalui komposisi obat herbal dan jamu pada awalnya merupakan pembeli produk-produk tersebut. Setelah diamati pada bagian komposisinya, ternyata spesies tumbuhan obat yang merupakan komposisi obat herbal dan jamu tersebut dapat ditemukan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Karena itu, warga tersebut pun mulai membuat sendiri ramuan tumbuhan obat sesuai komposisi yang tertulis pada obat herbal dan jamu tersebut. 5.2.8 Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan masyarakat Tidak semua spesies tumbuhan yang tumbuh di sekitar lingkungan masyarakat dimanfaatkan sebagai obat, meskipun beberapa diantaranya memiliki khasiat tersebut. Spesies tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh di sekitar lingkungan masyarakat adalah yang disebut sebagai potensi tumbuhan obat dalam bahasan ini. Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan masyarakat pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 36. Gambar 36 Potensi tumbuhan obat di sekitar lingkungan masyarakat dibandingkan tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan masyarakat di setiap kecamatan dan pada tingkat Kabupaten Subang. 73 Gambar 36 menunjukan bahwa spesies tumbuhan obat yang tumbuh di sekitar lingkungan masyarakat memiliki perbedaan jumlah yang tidak terlalu besar dengan spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat di setiap desa. Hal tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat cenderung memanfaatkan spesies yang telah ada atau mudah ditemukan di sekitar lingkungan mereka. Selain itu, hal tersebut juga menunjukan bahwa telah adanya upaya budidaya oleh masyarakat terhadap spesies tumbuhan obat, sehingga spesies yang ada dan yang dimanfaatkan tidak jauh berbeda. Kecamatan yang memiliki perbedaan yang cukup besar pada jumlah potensi tumbuhan obat dengan jumlah tumbuhan obat yang dimanfaatkannya, yaitu Kecamatan Tambakdahan. Habitat spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat kecamatan tersebut hanya terbatas pada pekarangan, kebun dan sawah. Padahal pada habitat lain selain habitat-habitat tersebut pun banyak ditemukan spesies tumbuhan berkhasiat obat. Selain itu, spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkannya pun sebagian besar merupakan hasil budidaya masyarakat. Masyarakat tidak terlalu banyak memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang hidup liar. Spesies tumbuhan obat yang tidak ditemukan dimanfaatkan, namun ditemukan tumbuh di biasanya merupakan spesies tumbuhan yang lebih dikenal dengan fungsi lain oleh masyarakat, seperti hiasan (tanaman hias), merupakan tumbuhan liar dan tumbuhan yang terletak agak jauh dari lingkungan masyarakat atau hidup pada tempat yang jarang dikunjungi masyarakat. Spesies tumbuhan yang merupakan tanaman hias, seperti tapak dara (Catharanthus roseus), bunga kertas (Bougainvillea glabra), bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) dan bunga kancing (Gompherena globosa) umumnya tidak diketahui memilki fungsi lain oleh masyarakat di kecamatan-kecamatan tertentu, meskipun spesies-spesies tumbuhan tersebut sebenarnya memiliki khasiat obat. Tapak dara misalnya dapat dimanfaatkan sebagai obat kencing manis. Tumbuhan yang hidup liar juga banyak yang tidak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat. Sebagai contoh, genjer (Limnocharis flava), ki apus (Pistia stratiotes) dan eceng (Monochoria vaginalis) sawah merupakan spesies-spesies yang umum ditemukan di persawahan dan perairan lainnya, namun spesies ini 74 tidak ditemukan dimanfaatkan masyarakat. Padahal spesies-spesies tersebut banyak ditemukan di Kecamatan Tambakdahan yang memiliki sawah lebih luas dibandingkan kecamatan lainnya dan merupakan kecamatan dengan perbedaan jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan dan potensi tumbuhan obatnya besar. Selain tumbuhan liar yang sering ditemukan di sawah, tumbuhan liar yang ditemukan di wilayah kecamatan tersebut namun jarang didatangi masyarakat pun ada yang memiliki khasiat obat. Sebagai contoh, biduri (Calotropis gigantea) yang ditemukan di pemakaman masyarakat. Ternyata spesies tumbuhan tersebut memiliki banyak manfaat pada hampir semua bagian tumbuhannya, mulai dari kulit akar, daun, bunga dan getahnya. Himansu et al. (2011) mengatakan bahwa spesies tumbuhan ini mengandung berbagai jenis alkaloid, glikosida, flavanoid, tanin, saponin, sterol dan triterpenoid dan memiliki sifat anti-inflamantory, analgesic, anti-piretic, anti-oksidan, anti-convulsant dan anti-diarrhoeal agent dalam mengobati penyakit. Gambar 37 Biduri yang ditemukan di Kecamatan Tambakdahan. Pemberian informasi mengenai spesies-spesies tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan sangat penting bagi masyarakat. Selain membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang kesehatan, upaya tersebut juga dapat mempertahankan dan melestarikan keberadaan spesies-spesies tumbuhan obat. 5.3 Cara Pemanfaatan Tumbuhan Obat Cara pemanfaatan terdiri dari cara pengolahan dan cara penggunaan. Cara pengolahan merupakan suatu proses untuk menjadikan suatu spesies atau 75 beberapa spesies tumbuhan obat siap untuk digunakan. Roosita et al. (2011) mengatakan bahwa cara pengolahan tumbuhan obat dari bahan segar merupakan proses terpenting dalam pengobatan secara herbal. Cara pengolahan spesies tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang, yaitu direbus, diseduh, ditumbuk/dihaluskan, diremas, diparut, dikukus, dibubuy (dimasukan ke dalam abu panas dalam tungku hingga melunak), dituak (dipotong dan air yang keluar ditampung), disangray (digoreng tanpa minyak), dimasak/dicampurkan ke dalam makanan dan direndam dalam air. Terdapat juga spesies tumbuhan obat yang digunakan tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu atau dapat dimanfaatkan langsung, yaitu dengan cara dimakan langsung, seperti pada biji mahoni yang dimanfaatkan untuk mengobati sakit kepala. Cara penggunaan tumbuhan obat merupakan suatu cara yang menjadikan suatu spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat yang telah diolah dapat dirasakan manfaatnya untuk pengobatan. Cara penggunaan dikategorikan ke dalam empat cara, yaitu cara penggunaan secara oral atau dimasukan ke dalam tubuh penderita, cara penggunaan pada bagian luar tubuh penderita, cara penggunaan dengan memandikan penderita dengan air atau uap dari ramuan tumbuhan obat dan gabungan dua atau beberapa cara penggunaan tersebut. Cara penggunaan spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat secara oral/dimasukan ke dalam tubuh penderita, yaitu dengan cara diminum dan dimakan. Cara penggunaan dengan pada bagian luar tubuh penderita dilakukan dengan cara dibalurkan, dioleskan dan ditempelkan/dikompreskan. Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 8. Secara umum, cara penggunaan tumbuhan obat dipengaruhi oleh manfaat spesies tumbuhan obat tersebut untuk pengobatan dan bagian organ tubuh yang akan diobati. Sedangkan cara penggolahan cenderung dilakukan dengan sesuai dengan kesukaan atau selera pengguna, namun tetap menunjang cara penggunaan yang akan dilakukan. Pada Tabel 8 terlihat bahwa cara penggunaan tumbuhan obat dengan cara diminum dan dimakan digunakan untuk mengobati penyakitpenyakit pada organ dalam, sedangkan cara penggunaan dengan dibalurkan, 76 dioles, ditempelkan dan diteteskan lebih digunakan pada pengobatan sakit luar atau luka pada organ luar. Cara penggunaan dengan cara diminum pada suatu spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat dapat dilakukan dengan cara pengolahan direbus, dihaluskan, diseduh, dituak (batang tumbuhan dipotong dan ditampung airnya), diparut, direndam air panas, dibubuy (dimasukan ke dalam abu panas dalam tungku hingga melunak), digoreng, diperas dan dihancurkan (dijus). Sebagian besar spesies tumbuhan obat yang digunakan dengan cara diminum oleh masyarakat merupakan spesies tumbuhan yang bermanfaat untuk mengobati penyakit organ dalam, seperti reumatik, kanker, diare, sakit pinggang dan jantung. Terdapat juga spesies tumbuhan obat yang diminum untuk mengobati luka atau sakit pada organ luar, namun pada dasarnya tetap penggunaan untuk penyakit tersebut adalah untuk mengobati penyakit organ dalam, yaitu kencing manis. Penderita kencing manis basah akan sulit sembuh jika terluka, masyarakat menggunakan daun kopi (Coffea robusta) untuk mengeringkan luka tersebut. Cara penggunaan dengan cara dimakan pada suatu spesies tumbuhan obat atau ramuan tumbuhan obat dapat dilakukan dengan cara dimakan langsung, dikukus, dilalap mentah, direbus, digoreng atau dicampurkan pada makanan. Spesies tumbuhan obat yang digunakan dengan cara dimakan biasanya juga merupakan lalapan bagi masyarakat, baik yang dilalap mentah, direbus atau dikukus terlebih dahulu. Contoh spesies tumbuhan tersebut antara lain, labu siam muda (Sechium edule) yang dikukus untuk mengobati darah tinggi, kedongdong cina (Polyscias pinnata) untuk melancarkan kencing dan daun kahitutan (Paederia scandens) untuk melancarkan kentut. Gambar 38 Labu siam muda yang merupakan lalapan sekaligus obat darah tinggi. Tabel 8 Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang No 1 Cara penggunaan Diminum Cara pengolahan 1. direbus 2. diseduh 2 3 Dimakan Dioleskan Bagian yang digunakan daun Kopi daun jantung 4. dibubuy batuk Mahoni, dadap, buni dan mengkudu Jeruk nipis 5. diparut sakit kuning Bambu kuning 6. dituak 7. diperas 8.disangray (digoreng tanpa minyak) 1. direbus 2. dilalap mentah 3. dimasak/dimasukan ke dalam makanan 4. dimakan langsung tanpa pengolahan 5. dikukus batuk panas Bambu bitung Combrang buah batang muda (rebung) batang batang cacingan Lamtoro biji melancarkan kencing keputihan Kedongdong cina Jotang daun daun memperlancar ASI Pepaya dan katuk daun sakit kepala Mahoni biji maag menghilangkan noda hitam pada wajah menghilangkan merah-merah pada kulit bisul perawatan kesehatan ibu melahirkan gatal-gatal terkena ulat gatal-gatal Kunci rimpang Binahong daun 1. diremas 3. dipotong Dibalurkan sakit pinggang mengeringkan luka akibat kencing manis Contoh spesies/ ramuan tumbuhan obat Murbei, kacapiring dan mustajab 3. ditumbuk 2. ditumbuk 4 Contoh kegunaan/manfaat 1. ditumbuk Mara bunga dan minyak getah Lada, beras dan bawang putih biji dan umbi Singkong Jahe daun rimpang Kelapa 77 2. diremas 3. diparut daun 78 Tabel 8 Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang (lanjutan) No Cara penggunaan 5 Ditempelkan/dikompreskan 6 Cara pengolahan Contoh kegunaan/manfaat Diteteskan 1. ditempelkan langsung 2. dibubuy 1. diremas 2. dipotong 3. direndam dalam air panas sakit kelenjar belek sakit mata sakit mata 7 Dipakai mandi (uapnya) direbus reumatik 8 Diinjak-injak direbus sakit kaki Contoh spesies/ ramuan tumbuhan obat Lidah buaya Pisang batu Katuk Pacing Korejat Salam, sirsak, nangka, galinggem dan serai Pepaya Bagian yang digunakan daun buah daun batang bunga daun dan batang (serai) buah 78 79 Cara penggunaan dengan diteteskan digunakan pada pengobatan sakit mata. Kandungan berbagai spesies tumbuhan obat yang ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat dapat mengobati penyakit tersebut terdapat pada bagian batang, buah, bunga dan daun. Cara pengolahan spesies tersebut dilakukan dengan cara pemotongan, seperti pada dadap cangkring (Erythrina fusca), diremas seperti pada buah belimbing (Averhoa carambola) dan daun katuk (Sauropus androgynus) dan direndam dalam air terlebih dahulu seperti bunga korejat (Isotoma longiflora). Terdapat juga cara penggunaan spesies tumbuhan obat untuk pengobatan dengan cara dipakai tidur. Cara tersebut digunakan masyarakat salah satu desa di Kecamatan Jalancagak untuk mengobati kelumpuhan akibat stroke. Daun muda pisang batu yang masih menggulung, dibuka dan dilapisi dengan minyak kelapa. Daun tersebut dijadikan alas tidur penderita. Khasiat spesies tumbuhan tersebut beserta cara pemanfaatannya perlu diteliti lebih lanjut. Spesies tumbuhan obat yang cara penggunaannya dipakai mandi dan dipergunakan uapnya cukup banyak ditemukan di setiap lokasi. Spesies tumbuhan yang digunakan dengan cara dipakai mandi antara lain air pada batang pisang gemor (Musa sp.) untuk mengobati panas. Sedangkan rebusan daun salam (Sysygium polyanthum), sirsak (Annona muricata), galinggem (Bixa orellana) dan serai (Cymbopogon citratus) dipergunakan uapnya untuk mengobati reumatik. Penderita reumatik dan baskom berisi ramuan tersebut ditutupi dengan sarung, sehingga seluruh tubuh penderita terkena uap dari ramuan tersebut. Ramuan ini merupakan ramuan yang berasal dari pengobat di salah satu desa di Kecamatan Dawuan. 5.4 Tipe Pemanfaatan, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan dan Persepsi Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Subang Berdasarkan hasil penelitian, tidak setiap saat masyarakat Kabupaten Subang memanfaatkan tumbuhan obat untuk pengobatan. Tipe pemanfaatan spesies tumbuhan untuk pengobatan yang dilakukan masyarakat berbeda-beda. Tipe pemanfaatan tersebut berbeda berdasarkan waktu pemanfaatan dan tujuan 80 pemanfaatan tumbuhan obat. Terdapat tiga tipe pemanfaatan tumbuhan bagi pengobatan oleh masyarakat di Kabupaten Subang, yaitu 1. Pertolongan pertama, yaitu tumbuhan obat dijadikan pertolongan pertama dalam mengobati suatu penyakit. Jika ternyata penyakitnya tidak kunjung membaik atau semakin parah, maka pengobatan modern atau secara medis menjadi solusi. Pada tipe pemanfaatan pertolongan pertama, biasanya spesies tumbuhan obat yang digunakan merupakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit-penyakit ringan. 2. Alternatif/pengganti, yaitu pengobatan dengan tumbuhan obat sebagai pengganti pengobatan secara modern. Hal-hal yang menjadi alasan pemanfaatan tumbuhan obat sebagai alternatif/pengganti, yaitu kejenuhan terhadap obat modern yang dianggap tidak manjur meskipun telah banyak dan lama dikonsumsi, adanya beberapa warga masyarakat yang alergi terhadap obat kimia dan mahalnya biaya untuk membeli obat modern sehingga obat-obatan dari tumbuhan yang murah meriah menjadi solusi. 3. Pendamping, artinya tumbuhan obat dikonsumsi bersamaan dengan obat modern sebagai upaya untuk mempercepat penyembuhan dari suatu penyakit. Hal tersebut seringkali ditemukan pada masyarakat. Meskipun memungkinkan penyembuhan suatu penyakit lebih cepat, namun hal tersebut juga dapat membahayakan jika pemanfaatan tumbuhan obat yang bersamaan dengan penggunaan obat modern/kimia tidak sesuai aturan. Banyak pendapat dan persepsi masyarakat mengenai pengobatan dengan tumbuhan obat. Beberapa masyarakat menyukai pengobatan dengan cara tersebut. Hal-hal yang menyebabkan masyarakat Kabupaten Subang memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan, yaitu 1. Masyarakat mengetahui dampak negatif dari obat-obat kimia/modern, selain itu masyarakat menilai bahwa pengobatan dengan obat kimia/moden hanya sementara. Penyakit atau rasa sakit yang diderita hanya sembuh sementara waktu dan akan terasa lagi beberapa waktu kemudian (kambuh); 2. Tumbuhan obat mudah diperoleh di sekitar lingkungan masyarakat dan murah, bahkan tanpa biaya bila menanam sendiri atau meminta dari tetangga; 81 3. Tumbuhan obat dinilai tidak memiliki efek samping bagi tubuh bila digunakan, sedangkan zat kimia yang terkandung dalam obat-obatan modern akan berbahaya bagi tubuh bila digunakan terus menerus; 4. Adanya masyarakat yang resisten atau kebal terhadap obat kimia/modern, sehingga tidak kunjung sembuh. Selain itu, terdapat juga masyarakat yang alergi terhadap obat kimia/modern; 5. Riwayat sakit yang panjang dengan menggunakan pengobatan modern/kimia menyebabkan kejenuhan masyarakat dalam mengkonsumsi obat kimia/modern tersebut; 6. Pengobatan dengan tumbuhan obat dijadikan pendamping selain pengobatan secara moden sebagai upaya masyarakat agar penyakit yang dideritanya lekas sembuh. Selain banyak masyarakat Kabupaten Subang yang menyukai dan menggunakan lagi pengobatan dengan menggunakan tumbuhan obat, terdapat juga masyarakat yang enggan bahkan tidak lagi memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan. Hal-hal yang menyebabkan hal tersebut, yaitu 1. Efek penggunaan tumbuhan obat tidak langsung terlihat, sehingga penggunaannya harus secara rutin dan penuh dengan kesabaran; 2. Beberapa masyarakat merasa tumbuhan obat tidak memberikan pengaruh apapun terhadap kesembuhan penyakit mereka. Hal tersebut disebabkan efek penggunaan suatu spesies tumbuhan obat akan berbeda pada setiap orang; 3. Tumbuhan obat memiliki bau dan rasa tertentu yang tidak disukai setiap orang. Terkadang bau dan rasa tersebut membuat masyarakat mual dan muntahmuntah; 4. Beberapa spesies tumbuhan obat sudah mulai sulit ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat; 5. Tumbuhan obat kurang praktis digunakan, sehingga sulit digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan penyembuhan cepat dan memiliki keterbatasan waktu dalam mengolahnya. Secara umum, berdasarkan hasil analisis terhadap perilaku pemanfaatan tumbuhan obat di lokasi-lokasi penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kabupaten Subang, yaitu 82 1. Umur. Umur seseorang mempengaruhi pemanfaatan tumbuhan obat karena orang yang berumur lebih tua memiliki pengetahuan dan kepercayaan terhadap tumbuhan obat yang lebih tinggi. Selain itu, pada masyarakat yang berumur lebih tua terdapat motivasi untuk mempertahankan pengetahuan yang berasal secara turun temurun. Namun, menurunnya kemampuan fisik dan ingatan seseorang pada usia tua seringkali menjadi penyebab tidak dimanfaatkannya lagi tumbuhan obat tersebut. 2. Tingkat pendidikan. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah memanfaatkan tumbuhan obat terbatas pada apa yang mereka warisi secara turun temurun, informasi dari kerabat dan apa yang mereka lihat dari tayangan di TV, acara radio dan media elektronik lainnya. Sedangkan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, selain memanfaatkan tumbuhan obat yang diketahui secara turun temurun, juga mendapatkan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dari acara seminar dan media cetak, seperti majalah, buku, koran dan lain-lain. Hal tersebut disebabkan terbukanya akses terhadap semua sumber dan media yang memberikan pengetahuan baru pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Selain mengenai tumbuhan obat dan manfaatnya, dari media-media tersebut pun masyarakat mengetahui mengenai dampak negatif pengobatan secara kimia. Tumbuhan obat yang diperoleh dari pengetahuan baru tersebut tidak terbatas pada spesies tumbuhan obat yang biasa digunakan dan tumbuh di lingkungan sekitarnya, namun dapat merupakan spesies baru. 3. Tingkat ekonomi. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah tentunya akan memilih pengobatan dengan biaya yang murah seperti tumbuhan obat. Namun, seringkali waktu mereka dihabiskan untuk bekerja sehingga waktu untuk melakukan pengolahan tumbuhan obat terbatas dan lebih memilih obat kimia yang lebih praktis dan mudah didapatkan. 4. Riwayat sakit. Masyarakat yang menderita penyakit tertentu akan berupaya menyembuhkan penyakitnya dengan berbagai upaya, mulai dari pengobatan secara medis hingga pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat, bahkan menggabungkan berbagai macam pengobatan tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penyembuhan. Riwayat sakit yang panjang kadang 83 membuat penderita jenuh, beberapa diantaranya menjadi resisten hingga alergi terhadap jenis obat kimia, sehingga pengobatan tradisional dengan menggunakan tumbuhan obat pun menjadi alternatif. 5. Keberadaan vegetasi alami. Masyarakat yang tinggal di dekat vegetasi alami, seperti hutan memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya yang terdapat di dalamnya. Diantara sumberdaya yang dimanfaatkan tersebut berupa tumbuhan yang berkhasiat obat. Sedangkan masyarakat yang tidak tinggal di dekat vegetasi alami, berupaya melakukan budidaya tumbuhan obat atau pun memperoleh tumbuhan obat dengan cara membeli. 6. Kondisi lingkungan sosial. Masyarakat yang tinggal berdekatan dengan masyarakat lainnya yang masih memanfaatkan tumbuhan obat, biasanya juga akan ikut memanfaatkan tumbuhan obat tersebut. Hal tersebut disebabkan adanya interaksi diantara masyarakat yang dapat bersifat persuasif terhadap suatu perilaku, termasuk perilaku pemanfaatan tumbuhan obat. 7. Sumber informasi. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatanya secara turun temurun merupakan sumber pengetahuan utama bagi masyarakat. Selain itu, masyarakat pun sangat mendapatkan pengetahuan dari sumber lain, terutama pengetahuan berupa pemanfaatan spesies tumbuhan obat yang baru. 5.5 Program Pengembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Kabupaten Subang Tukiman (2004) mengatakan bahwa upaya pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dan penerapan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan pada masyarakat dengan menggunakan tumbuhan obat tidak serta merta tumbuh begitu saja, meskipun penggunaan tumbuhan obat bagi pengobatan oleh masyarakat sudah sejak dahulu dilakukan bahkan tanpa adanya program yang berkaitan dengan tumbuhan obat pun. Namun, pemanfaatan tersebut terbatas pada spesies tumbuhan tertentu untuk penyakit yang sering diderita dengan pengetahuan yang terbatas pada suatu kelompok masyarakat tertentu saja. 84 Pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat tersebut kini mulai pudar pada generasi mudanya dan bukan tidak mungkin akan benar-benar hilang atau punah. Suatu program pengembangan yang terencana, terstruktur dan terorganisir mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya akan membuat pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya tersebut terwadahi dan terhindar dari kepunahan. Manfaat tumbuhan obatnya pun tidak hanya akan dirasakan masyarakat tertentu yang sudah biasa memanfaatkan, namun juga dapat dirasakan masyarakat lainnya, bahkan dapat juga terjadi suatu pertukaran informasi baru mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya. Kampung Konservasi TOGA merupakan suatu program yang dirasakan tepat bagi pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Kabupaten Subang. TOGA (Tanaman Obat Keluarga) menurut Aliandi dan Roemantyo (1994) merupakan program yang sesuai untuk kelompok masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga, seperti masyarakat di Kabupaten Subang. Program tersebut bertujuan untuk penanggulangan penyakit rakyat, perbaikan status gizi dan melestarikan sumberdaya alam hayati. Program TOGA dapat dijadikan alternatif penggunaan maupun pendamping obat kimia sintetik (Hoesen 2000). Kampung Konservasi TOGA merupakan pengaplikasian program TOGA dalam lingkup kampung atau desa sebagai salah satu unit terkecil dalam masyarakat setelah keluarga. Program tersebut selain bertujuan untuk menjadikan masyarakat mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya, juga merupakan program yang memiliki tujuan untuk melestarikan berbagai ekosistem di kampung/desa yang menjadi habitat tumbuhan obat, melestarikan pengetahuan mengenai tumbuhan obat dan pemanfaatannya serta melestarikan berbagai spesies tumbuhan obat. Peran pemerintah melalui program pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat merupakan salah satu langkah dalam mewujudkan tumbuhan obat sebagai alternatif pengobatan. Keberadaan program pengembangan pemanfaatan tumbuhan, khususnya tumbuhan obat di Kabupaten Subang menunjukan adanya upaya pemerintah setempat untuk mengembangkan salah satu potensi daerahnya tersebut, sekaligus memberikan solusi bagi upaya pengobatan masyarakat. 85 Terdapat dua program yang berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan obat di Kabupaten Subang, yaitu 1. Batra Batra atau singkatan dari Upaya Pelayanan Pengobatan Tradisional merupakan salah satu program yang berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kabupaten Subang. Program tersebut disosialisasikan oleh para pegawai puskesmas. Sebelum sosialisasi dilakukan, para pegawai puskesmas diberi pelatihan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Subang. Kegiatankegiatan dalam program ini, yaitu 1. Penyuluhan. Penyuluhan disampaikan melalui puskesmas keliling dan melalui pertemuan rutin dengan masyarakat (minggon). Dalam penyuluhan tersebut disampaikan manfaat tumbuhan obat, pentingnya menanami pekarangan dengan tumbuhan berguna, diantaranya tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat dan lain-lain. Melalui penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat dapat menggunakan tumbuhan obat sebagai pertolongan pertama dalam mengobati penyakitnya sebelum dibawa ke dokter atau puskesmas; 2. Penanaman spesies tumbuhan obat. Hal tersebut dilakukan di lahan pekarangan puskesmas dan kantor desa. Tumbuhan obat yang ditanam dapat diambil dan dimanfaatkan masyarakat. Namun, kini tumbuhan obat tersebut sudah banyak yang mati dan kurang terurus. Spesies tumbuhan obat yang ditanam beragam dan seringkali berbeda pada setiap puskesmas dan kantor desa. Gambar 39 Apotek hidup di pekarangan Puskesmas Tambakdahan. Program Batra yang dilakukan mendapat tanggapan yang cukup baik dari masyarakat. Beberapa masyarakat sudah memenuhi anjuran untuk menanam dan 86 menggunakan tumbuhan obat. Namun, banyak juga masyarakat yang tidak melaksanakannya. 2. Program penanaman pepaya Program penanaman pepaya merupakan program yang dicetuskan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Subang. Program tersebut tidak hanya menekankan pentingnya kesehatan, namun juga merupakan program yang berisi anjuran untuk merindangkan pekarangan dan lahan kosong. Pepaya dipilih karena memiliki banyak manfaat hampir di setiap bagian tumbuhannya. Daun pepaya merupakan lalapan yang lezat bagi masyarakat etnis Sunda di Kabupaten Subang dan dapat juga diolah menjadi berbagai macam masakan. Buah pepaya rasanya enak dan dapat melancarkan pencernaan serta sebagai sumber vitamin bagi masyarakat. Akar pepaya merupakan salah satu spesies dari ramuan obat yang bermanfaat menghilangkan pegal-pegal. Gambar 40 Spanduk berisi anjuran menanam pepaya dan deretan pohon pepaya di halaman salah satu kantor desa di Kabupaten Subang. Program penanaman pepaya mewajibkan setiap instansi pemerintah hingga ke tingkat desa untuk menanam tumbuhan tersebut di pekarangannya. Program tersebut juga disosialisasikan pada masyarakat, namun pepaya merupakan tumbuhan yang umum ditanam dan dimanfaatkan masyarakat sehingga sebelum adanya program tersebut pun masyarakat sudah membudidayakannya.