6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Persepsi 1. Definisi Persepsi Persepsi adalah penelitian bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke dalam percepts (hasil dari proses perceptual) objek, dan bagaimana kita selanjutnya menggunakan percepts itu untuk mengenali dunia (Atkinson, 2005 : 276). Persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, member, serta meraba (kerja indra) di sekitar kita. Wiliam James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indra, hasil pengolahan otak dan ingatan (Widayatun, 1999 : 110). 2. Proses Terjadinya Persepsi Pertama terjadinya persepsi adalah karena adanya obyek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indra (obyek tersebut menjadi perhatian panca indra), kemudian stimulus/ obyek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak terjadi adanya jawaban (response) adanya stimulus, berupa kesan atau response dibalikkan ke indra kembali berupa “Tanggapan” atau persepsi atau hasil kerja indra berupa pengalaman hasil pengolahan otak. Proses terjadinya persepsi ini perlu fenomena, dan yang terpenting fenomena dari persepsi ini adalah perhatian. Persepsi bisa terjadi dengan sendirinya. Setiap manusia dalam persepsi selalu berbeda. Ada 4 hal yang sangat berpengaruh terhadap persepsi yaitu persepsi dalam belajar yang berbeda, kesiapan mental, kebutuhan dan motivasi, dan persepsi gaya berpikir yang berbeda (Widayatun, 1999) 6 7 2.1.2 Konsep Perilaku dan Perubahan Perilaku 1. Definisi Perilaku Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organism terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (Kholid, 2012 : 17). Skiner (1938) dalam Notoadmojo (2005) mendefinisikan bahwa perilaku sebagai respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian , perilaku manusia terjadi melalui proses: respons, sehingga teori ini disebut dengan teori Organisme Stimulus “S-O-R”. Selanjutnya, teori skinner menjelaskan ada dua jenis respons yaitu : a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut dengan elicting stimuli, karena menimbulkan reaksi-reaksi yang relative tetap. b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diuraikan bahwa perilaku adalah keseluruhan (totalitas) keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal (Kholid, 2012) 8 2. Pengelompokkan Perilaku. Berdasarkan teori SOR tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi: a. Perilaku tertutup (covert behavior): Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas. b. Perilaku terbuka (Overt behavior): Perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati oleh orang dari luar atau observable behavior. Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organism atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk dua macam, yakni: a. Bentuk pasif, adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behavior (Kholid, 2012 : 18-19). 3. Dasar- dasar perubahan perilaku Istilah dan pengertian dalam kehidupan sehari hari adalah sedemikian umumnya, sehingga hampir tidak ada segi kehidupan yang tidak berkaitan dengan masalah 9 perilaku. Ada variasi yang sangat luas antara beberapa pakar yang berupaya mengenali dan menghimpun bahan-bahannya untuk membentuk apa yang biasa disebut sebagai ilmu perilaku. Namun teori-teori itu kemudian berkembang untuk menjelaskan bagaimana unsure-unsur perilaku tadi berproses dan berubah menuju ke perilaku hidup yang mendukung cara hidup sehat (Budioro,2001) (Kholid, 2012 : 22). Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang (Kholid, 2012 : 23). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. (overt behaviour) (Notoatmodjo,2007 : 139). Perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan (Sunaryo, 2004). Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, 10 sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Kholid, 2012 : 23). Sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tampak. Azwar (1995) menyatakan sikap merupakan kesiapan untuk berreaksinya terhadap suatu objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya dengan positif dan negative sikap meliputi rasa suka dan tidak suka , mendekati dan menghindari situasi, benda, orang, kelompok, dan kebijaksanaan social (Atkinson dkk,1993) dalam Azwar (1995) menyatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi evaluasi yang banyak menentukan cara individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan sering kali jauh berbeda. Hal ini karena tindakan nyata ditentukan tidak hanya oleh sikap, akan tetapi oleh berbagai factor eksternal lainnya. Sikap tidaklah sama dengan perilaku, dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering kali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya . Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1993) (Kholid, 2012 : 23-24). Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Newcomb, salah seorang ahli psikologis social, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, 11 dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan presdiposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,2007 : 142-143). Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respons (Skinner, dalam Notoatmojo 2005). Perilaku tersebut dibagi lagi dalam tida domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor dan tindakan (keterampilan). Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat terjadi melalui proses belajar. Belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku yang didasari perilaku terdahulu. Dalam proses belajar ada tiga unsure pokok yang saling berkaitan, yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output) (Notoatmojo, 2003) Individu atau masyarakat dapat mengubah perilakunya bila dipahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berlangsungnya dan berubahnya perilaku tersebut (Kholid,2012 : 24). Dari uraian perubahan perilaku diatas, hal yang sangat mendasari proses perubahan tersebut adalah pengetahuan dari seseorang tersebut, berikut merupakan proses tingkat dan cara mendapatkan pengetahuan : 1. Tingkat pengetahuan seseorang secara rinci terdiri dari enam tingkatan yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang telah diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. 12 b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi yang harus dapat dijelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya ialah dapat menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang telah diberikan. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Kempuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggunakan dan menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Menentukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formasi-formasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteris yang telah ada. 13 2. Cara-cara memperoleh pengetahuan Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Cara tradisional atau nonalamiah Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistemik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain: 1) Cara coba salah (trial and error) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradabab. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka akan dicoba dengan kemungkinan yang lain. 2) Cara kekuasaan atau otoritas Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenaran, bak berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah benar. 3) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan pada masa lalu. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat ,menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis. 14 4) Melalui jalan pikiran Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan-pernyataan khusus pada umum. Deduksi adalah proses pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus. b. Cara Modern atau Ilmiah Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih sistematik, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek penelitiannya. 3. Pengetahuan Sebagai Determinan Terhadap Perubahan Perilaku Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai factor. Pada realitasnya sulit dibedakan dalam menentukan perilaku karena dipengaruhi oleh factor lainnya, yaitu antara lain factor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosiobudaya masyarakat, dan sebagainya sehingga proses terbentuknya pengetahuan dan perilaku ini dapat dipahami seperti yang dikemukakan sesuai teori Green Lawrence (1980), secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni factor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor: a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. 15 b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku seseorang yang bersangkutan. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan perilaku seseoarang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari seseorang. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dari memperkuat terbentuknya pengetahuan dan perilaku (Kholid, 2012 : 28). 2.1.3 Perilaku Kesehatan 1. Definisi Perilaku Kesehatan Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelyanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (A.Kholid, 2012 : 29) 2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan 1). Perilaku pemeliharaan kesehatan Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit (Sunaryo, 2004). 16 Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit (A.Kholid,2012 : 29). Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek antara lain: a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relative, maka orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman (A.Kholid, 2012 : 29). 2) Perilaku pecarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan. Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan/atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke luar negeri (Kholid, 2012 : 30). 3) Perilaku kesehatan lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimna seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya. Dengan demikian, lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya sendiri, keluarga, dan masyarakatnya (Kholid, 2012 : 30). 17 Menurut Becker (1979) Sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (1997) bahwa klasifikasi perilaku kesehatan adalah : 1. Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu perilaku individu yang ada kaitannya dengan promosi kesehatan, pencegahan, kebersihan diri, memilih makanan, dan sanitasi (Sunaryo, 2004:18). Perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain: a. Makan dengan menu seimbang b. Olahraga teratur c. Tidak merokok d. Tidak minum-minuman keras dan narkoba e. Mengendalikan stress f. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan (Kholid, 2012:31). 2. Perilaku sakit ( illness behavior), yaitu semua aktivitas yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit untuk mengenal keadaan kesehatan atau rasa sakitnya, pengetahuan dan kemampuan individu untuk mengenal penyakit, pengetahuan dan kemampuan individu tentang penyebab penyakit, dan usahausaha untuk mencegah penyakit (Sunaryo, 2004 : 18). Perilaku sakit mencakup respons seseorang tehadap sakit dan penyakit, persepsinya tehadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya (Kholid, 2012 : 32). 3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior). Dari segi sosiologi, orang sakit mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit dan kewajiban sebagai orang sakit. Hak dan kewajiban ini harus 18 diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya, yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit. Perilaku ini meliputi: a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan. b. Mengenal fasilitas pelayanan penyembuhan penyakit yang layak. c. Mengetahui hak dan kewajiban orang sakit (Kholid, 2012 : 32). 2.1.4 Kanker Serviks 1. Definisi Karsinoma serviks merupakan kelainan neoplasma gana yang berasal dari perubahan metaplasia dan displasia dari epitel serviks uteri. Neoplasma ini pada umumnya timbul di daerah perbatasan antara ektoserviks (porsio) dan endoserviks (kanalis servikalis) (Nindya, 2009 : 34). Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi perempuan yang merupakan pintu masuk kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (organ V). Kanker ini biasa terjadi pada perempuan berumur diatas 45 tahun, tetapi beberapa data menemukan kasus ini juga dialami perempuan yang berumur 20-30 tahun (kalyanamitra, 2012). Kanker leher rahim atau yang disebut juga sebagai kanker serviks merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh HPV atau Human Papilloma Virus onkogenik, mempunyai persentase yang cukup tinggi dalam menyebabkan kanker serviks, yaitu sekitar 99,7% (Tilong, 2012 : 12). 2. Etiologi Kanker Serviks Penyebab utama timbulnya kanker serviks adalah infeksi HPV risiko tinggi atau HPV onkogenik yaitu HPV yang mengandung protein yang menyababkan 19 terjadinya kanker (onkoprotein). Telah diidentifikasi sebanyak 20 tipe yang menjadi penyebab kanker serviks, tetapi paling banyak (70%) kankr serviks disebabkan tipe 16 dan 18. Virus Human Papilloma (HPV) adalah kelompok virus yang terdiri dari 150 jenis virus yang dapat menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit. Ada 30 hingga 40 jenis HPV yang menyababkan penyakit kelamin. Beberapa jenis HPV menyebabkan kulit pada kelamin. Jenis lain menyebabkan kanker serviks jenis HPV ( 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 69) yang menyebabkan kanker disebut HPV “risiko tinggi” yang ditularkan melalui sex. Tipe yang paling bahaya adalah jenis HPV 16 dan 18 yang menyebabkan 70% penyakit kanker serviks. Sedangkan HPV yang tidak menyababkan kanker disebut HPV “risiko rendah” ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual (kulit ke kulit) seperti vaginal, anal, ataupun oral. Penularan HPV pada umumnya melalui hubungan seksual (90%), dan 10% penularan terjadi non hubungan seksual. Hubungan sex yang tidak aman, terutama pada usia muda, membuat infeksi HPV lebih memungkinkan. Selain itu perempuan yang memiliki banyak pasangan seks (atau yang berhubungan seks dengan laki-laki yang telah memiliki banyak mitra) memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan HPV. Banyak perempuan mungkin memiliki HPV dari berbagai tipe, tapi sangat sedikit (2%) dari perempuan ini akan menderita kanker serviks. Sistem kekebalan tubuh berperan besar untuk melawan virus HPV dan infeksi dapat hilang tanpa pengobatan. Tetapi ada beberapa perempuan, infeksi virus tetap berlangsung dan 20 dapat menyebabkan kanker serviks. HPV terutama ditemukan pada perempuan usia muda. Kondom kurang membantu melindungi terhadap HPV sekalipun digunakan dengan benar. Tapi HPV masih dapat ditularkan satu orang ke orang lain dengan cara kontak kulit-ke-kulit yang terinfeksi HPV dan daerah tubuh yang tidak tertutup oleh kondom (Nurwijaya, 2010 : 27-29). 3. Manifestasi Kanker Serviks Pada fase pra kanker serviks, sering penderita tidak mengalami gejala atau tanda yang khas. Namun sering ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: a) Keluar cairan encer dari vagina (keputihan). b) Perdarahan setelah senggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal. c) Timbulnya perdarahan setelah masa menopause. d) Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau, dan dapat bercampur darah. e) Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis. f) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya. g) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum) terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal atau timbul gejalagejala akibat metastasis jauh (Aminati, 2013 : 71-72). 21 Sel-sel tidak normal berkembang menjadi kanker serviks, maka muncul gejala sebagai berikut: a) Pedarahan pada vagina dan tidak normal. Hal ini dapat ditandai dengan perdarahan di antara periode menstruasi yang regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, perdarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul. b) Rasa sakit saat berhubungan seksual. c) Jika kanker berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejala-gejala seperti berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kelelahan, nyeri panggul, punggung dan tungkai, keluar air kemih dan tinja dari vagina, patah tulang (Aminati, 2013:74-75). Kanker leher rahim pada stadium dini sering tidak menunjukkan gejala atau tanda – tanda yang khas. Boleh jadi tidak ada gejala sama sekali atau dapat juga keluar keputihan, sampai perdarahan sesudah senggama. Kanker leher rahim yang telah lanjut sering memberikan gejala: a) Perdarahan sesudah senggama. b) Keluar keputihan atau cairan encer dari vagina. c) Perdarahan saat menopause. d) Pada tahap lanjut dapat keluar cairan kekuning-kuningan berbau dan dapat bercampur darah (BKKBN, 2008). 4. Klasifikasi Klinis Kanker Serviks Sistem yang umumnya digunakan untuk pembagian stadium kanker serviks adalah sistem yang diperkenalkan oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Pada sistem ini, angka romawi 0 sampai IV 22 menggambarkan stadium kanker. Semakin besar angkanya maka kanker semakin serius dan dalam tahap lanjut. 1. Stadium 0, Stadium ini disebut juga carcinoma in situ (CIS). Tumor masih dangkal, hanya tumbuh di lapisan serviks. 2. Stadium I, Kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum menyebar kemanapun. Stadium I dibagi menjadi: a. Stadium IA1, tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop. Kedalamanya kurang dari 3 mm dan besarnya kurang dari 3mm dan besarnya kurang dari 7mm. b. Stadium IA2, tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop. Kedalamannya 3-5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm. c. Stadium IB1, dapat melihat kanker dengan mata telanjang. Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm. d. Stadium IB2, dapat melihat kanker dengan mata telanjang. Ukuran lebih besar dari 4 cm. 3. Stadium II, Kanker berada di bagian dekat serviks tapi bukan di luar panggul. Stadium II dibagi menjadi: a. Stadium IIA, kanker meluas sampai ke atas vagina, tapi belum menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina. b. Stadium IIB, kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks, namun belum sampai ke dinding panggul. 4. Stadium III , kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina dan serviks sepanjang dinding panggul. Mungkin dapat menghambat aliran urin ke kandung kemih. 23 5. Stadium IV, pada stadium ini, kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh, seperti kandung kemih, rectum, atau paru-paru. Stadium IV dibagi menjadi: a. Stadium IVA, kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih dan rectum. b. Stadium IVB, kanker telah menyebar ke organ yang lebih jauh, seperti paru-paru (Aminati, 2013 : 64-65) 5. Pencegahan Kanker Serviks Kanker serviks dapat dicegah. Tahap awal kanker serviks dan kondisi pra-kanker serviks hampir 100% dapat disembuhkan. Bentuk yang paling umum kanker serviks dimulai dengan perubahan dalam sel-sel serviks. Jika perubahannya ini dideteksi cukup dini, pengobatan dapat mulai segera untuk mencegah kanker serviks berkembang. Ada dua pencegahan, pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan faktor penyebab kanker serviks yaitu mencegah terjadinya infeksi HPV baik dengan cara menghindari faktorfaktor yang menyebabkan infeksi HPV dan melakukan vaksin HPV (Nurwijaya, 2010 : 72). 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah sebuah pencegahan awal kanker yang utama. Hal ini untuk menghindari factor resiko yang dapat dikontrol. Cara-cara pencegahan primer adalah sebagai berikut: a) Tundalah hubungan seksual sampai usia diatas remaja. b) Batasi jumlah pasangan. c) Menolak berhubungan seksual dengan yang mempunyai banyak pasangan. d) Menolak berhubungan seksual dengan orang yang terinfeksi genital warts. e) Hubungan seksual yang aman. Kondom tidak memproteksi infeksi HPV. f) Jika anda menolak maka hentikan merokok. 24 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan dengan cara uji pap smear dengan teratur (Aminati, 2013 : 109). Ada beberapa hal yang bias diubah dan beberapa hal lagi yang tidak bias diubah dalam hal risiko Kanker Leher Rahim. Hal yang tidak bias diubah seperti jenis kelamin (perempuan) dan usia (31 hingga 60 tahun). Namun hal yang bias diubah seperti gaya hidup. Beberapa tips di bawah ini bias memperkecil risiko terkena kanker leher rahim: 1. Hindari hubungan seksual pada usia muda/remaja 2. Hanya melakukan hubungan seksual secara sehat (Pasangan tetap). 3. Pertimbangkan penggunaan kondom jika hubungan berisiko. 4. Segera berhenti kebiasaan menggunakan tembakau/ merokok. 5. Segera berhenti kebiasaan menggunakan tembakau/ merokok. 6. Diet yang mengandung cukup asam folat, beta karoten dan vitamin C. 7. Untuk deteksi dini kanker serviks bias dilakukan dengan pemeriksaan papsmear secara berkala (sekali setahun). Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang mudah dan relatif murah dengan cara mengambil lender serviks, kemudian doperiksa oleh dokter ahli patologi (Tapan, 2005). 6. Faktor Lain Yang Meningkatkan Risiko Terjadinya Kanker Serviks. 1. Merokok. Perempuan yang merokok dua kali kemungkinan terkena kanker serviks dari pada yang tidak merokok. Merokok sumber banyak bahan kimia beracun yang menyebabkan kanker ke paru-paru. Zat berbahaya ini dibawa dalam aliran darah keseluruh tubuh ke organ lain juga. Dalam suatu penelitian ditemukan zat tembakau dalam lender serviks wanita yang merokok. 25 2. Infeksi HIV. HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus penyebab AIDS. Virus ini tidak sama dengan HPV. Ini juga bisa menjadi factor risiko kanker serviks. Setelah terkena infeksi HIV dan menderita penyakit AIDS, membuat sistem kekebalan tubuh wanita kurang mampu melawan infeksi HPV dan kanker dini. 3. Infeksi Chlamydia dan herpes simplex tipe 2 (keduanya adalah jenis penyakit kelamin yang menular). Klamidia adalah jenis bakteri yang dapat menginfeksi organ seks perempuan. Penyebaran berlangsung ketika berhubungan seks. Seorang wanita mungkin tidak tahu bahwa dia terinfeksi atau tidak sama sekali kecuali jika ia melakukan uji klamidia ketika melakukan uji panggul. Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan yang pernah terinfeksi ataupun sedang terinfeksi klamidia saat ini berisiko tinggi terkena kanker serviks. Infeksi jangka panjang dapat menyebabkan masalah serius lainnya. 4. Berpenghasilan rendah. Perempuan miskin berisiko tinggi terkena kanker serviks. Asupan gizi dan nutrisi yang tidak memadai hingga kekebalan tubuhnya lemah melawan virus. Juga karena merekan tidak mampu membayar perawatan kesehatan yang baik, seperti Pap Smear secara teratur. 5. DES (dietilstilbestrol). DES adalah obat hormone yang digunakan antara tahun 1940 dan 1971 untuk beberapa wanita yang berada dalam bahaya keguguran. Anak-anak perempuan yang mengkonsumsi obat ini ketika mereka hamil memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker vagina dan serviks (Aminati, 2013 : 29-30). 26 2.1.5 Deteksi Dini Pap Smear 1. Konsep Pemeriksaan Ginekologi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan ginekologi: 1. Dalam melakukan pemeriksaan secara etik harus di dampingi Pada gadis masih perawan Ibunya ikut serta dalam proses pemeriksaan. Menghindari pemeriksaan dalam apalagi dengan spekulum .Pemeriksaan speculum, dapat dilakukan dengan speculum hidung (yang kecil) Dapat dilakukan dengan narkosa. 2. Keluhan utama yang menyebabkan datang memeriksakan diri. a) Perdarahan. b) Keputihan. c) Ingin mempunyai anak. d) Terdapat benjolan di daerah abdomen. e) Terlambat datang bulan. f) Nyeri. g) Keinginan untuk memeriksakan diri dengan tujuan ingin memeriksakan KB yang sedang dipakai dan ingin melakukan pemeriksaan Pap smear. 3. Syarat ruangan pemeriksaan ginekologi a) Ruangan tertutup dengan penerangan yang cukup. b) Seorang pembantu tenaga medis wanita yang menuntun persiapan pemeriksaan. c) Peralatan yang terbatas, tetapi memenuhi segala keperluan pemeriksaan. d) Sedapat mungkin terdapat toilet. 27 4. Anamnesa Tujuan : Melakukan penggalian tentang keluhan utama yang berkaitan dengan penyakit lainnya, seperti : hubungan dengan sejarah pengalaman obstetric, ginekologi, dan menstruasi. Anamnesa tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Penyakit terdahulu seperti penyakit terdahulu yang pernah di derita, operasi yang pernah dijalani, keberhasilan pengobatan b. Penyakit ginekologi seperti penyakit apa saja yang pernah diderita, apakah pernah ada operasi ginekologi, bagaimana keberhasilan pengobatannya, apakah mempunyai keterangan tentang penyakit. c. Riwayat obstetrik seperti apakah pernah hamil, melahirkan, dan berapa banyak jumlah anak, bagaimna keadaan sesudah hamil, apakah memakai metode KB, metode apa, berapa lama dan apakah terjadi penyulit. d. Riwayat menstruasi seperti umur menarch, siklus menstruasi (Manuaba, 2001). 2. Definisi Pap Smear Pemeriksaan pap smear adalah salah cara pemeriksaan sel leher rahim yang dapat mengetahui perubahan perkembangan sel leher rahim, sampai mengarah pada pertumbuhan sel kanker (Yatim, 2008). Pap Smear atau uji Pap adalah pemeriksaan sitologi serviks, diperkenalkan pada tahun 1974 yang terbukti menurunkan insidens dan frekuensi mortalitas kanker serviks dari 35.000 menjadi 5.000 kasus tiap tahun. Sistem Bathesda di gunakan paling sering untuk mengelompokkan hasil Pap smear. Serviks divisualisasi dan spatula kayu digunakan untuk mengerok bagian ektoserviks. Sel ini dipulaskan pada kaca slide. 28 Cytobrush dimasukkan ke tulang serviks lalu dirotasikan. Sel-sel endoserviks yang didapat, dipulas tipis ke atas slide dan diberikan fiksasi (Morgan, 2009). 3. Manfaat Pap Smear Manfaat Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Diagnosis dini keganasan Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium. b. Perawatan ikutan dari keganasan Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapat kemoterapi dan radiasi. c. Interpretasi hormonal perempuan Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkunan keguguran pada hamil muda. d. Menentukan proses peradangan Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri dan jamur (Manuaba, 2001) 4. Perempuan yang perlu melakukan Pap Smear. Rekomendasi terbaru dari American Collage of Obstetricions and gynecologist adalah melakukan pemeriksaan pelvis dan penapisan pulasan pap smear setiap tahun bagi semua perempuan yang telah aktif secara seksual atau telah berumur 21 tahun. Setelah tiga kali atau lebih secara berturut-turut hasil pemeriksaan tahunan ternyata normal, uji pap dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang atas kebijakan dokter ( Price, 2006). 29 Menurut The American Cancer Society 2013, pap smear untuk saat ini direkomendasikan untuk usia 21 tahun sampai 65 tahun dan metode deteksi dini yang saat ini disukai perempuan usia 30-65 tahun adalah vaksinasi HPV dan pemeriksaan pap smear. Pemeriksaan dilakukan setiap 1 tahun (peralatan pap smear konvensional), bila 3 kali berturut-turut hasil normal pemeriksaan dapat dilakukan dengan 3 tahun sekali (The American Cancer Society, 2013) Menurut informasi yang diperoleh, kaum yang perlu melakukan Pap Test ini adalah : a. Perempuan yang menikah dibawah 20 tahun., b. Perempuan yang telah menikah dan berusia 30 tahun atau lebih, c. Perempuan yang telah melahirkan lebih dari 3 kali, d. Perempuan yang belum bias menghentikan kebiasaan merokok termasuk jika pasangannya juga perokok. e. Peserta KB yang sudah lebih dari 5 tahun (terutama dengan kontrasepsi hormonal atau IUD ) f. Mereka yang mengalami senggama perdarahan setiap kali melakukan senggama atau mengalami keputihan kronis (Tapan, 2005). Pap Smear ini dapat dilakukan pada: a. Semua perempuan usia 18 tahun atau telah melakukan hubungan seksual. b. Bila telah tiga kali pap smear dan hasilnya normal maka pemeriksaan akan lebh jarang. c. Perempuan yang telah dilakukan pengangkatan rahim. d. Perempuan yang monepause masih dibutuhkan pemeriksaan uji pap (Aminati, 2013 : 109). 30 5. Persiapan Pemeriksaan Pap Smear Untuk memperoleh hasil optimal, seorang perempuan yang akan melakukan pemeriksaan pap’s smear tentu harus melakukan persiapan dengan baik dan benar. Beberapa hal yang dianjurkan sebelum melakukan Pap’s Smear adalah: a. Tidak melakukan hubungan intim, minimal 3 hari sebelum tes. b. Tidak sedang menggunakan obat minum (oral) atau pervagina dalam jangka waktu minimal 3hari sebelumnya. c. Pil KB tidak perlu diberhentikan. Tetapi perlu diberitahu kepada dokter/ para medis yang akan melakukan pemeriksaan. d. Tidak dalam keadaan atau sedang haid/ menstruasi (Tapan, 2005). e. Penatalaksanaan Pa Smear Sebelum membuat jadwal untuk Pap smear, berikan konseling kepada pasien. a. Pertengahan siklus menstruasi adalah waktu terbaik untuk Pap smear. b. Pasien tidak diperbolehkan melakukan hubungan seksual selama 24 jam sebelum uji lakukan. c. Pasien harus menahan diri menggunakan krim vagina, supositoria, dan mencuci area vagina selama 1-2 hari. d. Bila terjadi infeksi vagina atau terjangkit HVS, sebaiknya Pap smear ditunda sampai masalah tersebut teratasi. e. Pasien harus menunggu sedikitnya 4-6 minggu setelah abortus yang mengancam, abortus elektif, atau perlahiran. Kadang proses pemyembuhan serviks dapat menyebabkan hasil sel squamosa kembali abnormal (Morgan, 2009) 31 Menurut Manuaba (2001), prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah: a. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan alkohol 95%. b. Pasien berbaring dengan posisi litotomi. c. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks uterus, dan kanalis servikalis. d. Periksa serviks apakah normal atau tidak. e. Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai dari arah jam 12 dan diputar 360° searah jarum jam. f. Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45° satu kali usapan. g. Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit. h. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke ahli patologi anatomi (Manuaba, 2001). 7. Hasil Pap Smear. Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan sistem Bethesda. Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas (Saviano, 1993), yaitu: a. Kelas I : tidak ada sel abnormal. b. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya keganasan. 32 c. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang. d. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat. e. Kelas V : keganasan. Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat (Tierner & Whooley, 2002). Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Semar terdiri dari (Feig, 2001): a. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari sepertiga lapisan epitelium. b. CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium. c. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium. Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001. Klasifikasi Bethesda 2001 adalah sebagai berikut (Marquardt, 2002): 1. Sel skua mosa a. Atypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASC-US) b. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL) c. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) d. Squamous Cells Carcinoma 2. Sel glandular a. Atypical Endocervical Cells b. Atypical Endometrial Cells c. Atypical Glandular Cells 33 d. Adenokarsinoma Endoservikal In situ e. Adenokarsinoma Endoserviks f. Adenokarsinoma Endometrium g. Adenokarsinoma Ekstrauterin h. Adenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS) 2.1.6 Teori Perilaku yang Aplikatif dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan a.Teori Precede-Proceed (Lawrence W. Green) Model Precede-Proceed menyediakan struktur yang komprehensif untuk menilai kesehatan dan kualitas hidup dan kebutuhan yang merancang, melaksankan, dan mengevaluasi promosi kesehatan dan program kesehatan publik lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, dan Enabling Constructs dalam Educational Diagnosis dan Evaluation) menguraikan proses perencanaan diagnostik untuk membantu dalam pengembangan sasaran dan fokus program kesehatan masyarakat. PROCEED (Policy, Regulatory, dan Construcs, Organizational dalam Educational dan Environmental, Development) memandu pelaksanaan dan evaluasi program yang dirancang menggunakan PRECEDE. PRECEDE terdiri dari lima langkah atau fase. Tahap pertama, melibatkan penentuan kualitas hidup atau masalah social dan kebutuhan masyarakat tertentu. Tahap kedua, terdiri dri mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesehatan dari masalah dan kebutuhan. Tahap ketiga, melibatkan analisis faktor-faktor penentu perilaku dan linhkungan dari gangguan kesehatan. Pada tahap keempat, factor- 34 faktor yang mempengaruhi untuk , memperkuat, dan memungkinkan perilaku dan gaya hidup di identifikasi. Tahap kelima, melibatkan dan memastikan promosi kesehatan , kesehatan pendidikan dan/ atau kebijakan yang berhubungan dengan intervensi terbaik akan cocok untuk mendorong perubahan yang diinginkan dalam perilaku dan lingkungan mereka. PROCEED terdiri dari empat tahap tambahan. Pada tahap keenam, intervensi diidentifikasi dalam tahap lima dilaksanakan. Tahap ketujuh, memerlukan evaluasi proses intervensi. Tahap kedelapan, melibatkan mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor pendukung perilaku, dan pada perilaku itu sendiri. Tahap kesembilan dan terakhir terdiri evaluasi hasil adalah, menentukan efek akhir dari intervensi pada kesehatan dan kualitas hidup penduduk (Kholid,2012 : 33-34).