Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 Kinerja neraca pembayaran yang mencatat surplus cukup besar telah mendukung penguatan nilai tukar rupiah selama triwulan I-2006. Penguatan tersebut semakin signifikan sejalan membaiknya persepsi pelaku pasar terhadap risiko domestik terutama terkait konsistensi kebijakan moneter yang telah ditempuh oleh Bank Indonesia. Selanjutnya, apresiasi rupiah tersebut juga telah mampu menahan tekanan inflasi dari sisi eksternal dan mengurangi tekanan inflasi dari ekspektasi inflasi yang tinggi akibat adanya rencana kenaikan TDL. Pada triwulan I-2006, inflasi IHK mencapai sebesar 15,74% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan IV-2005 dan proyeksi awal tahun 2006. Meskipun demikian, tekanan inflasi ke depan dirasakan masih cukup tinggi sehubungan dengan masih relatif tingginya ekspektasi inflasi serta tekanan inflasi dari gangguan pasokan dan distribusi barang. Mempertimbangkan masih tingginya tekanan inflasi ke depan dan untuk tetap mempertahankan sinyal yang kuat atas komitmen dalam mengendalikan tingginya inflasi, Bank Indonesia memutuskan untuk tetap mempertahankan kebijakan moneter ketat(tighted biased). Kebijakan tersebut tercermin pada tetap dipertahankannya BI Rate di level 12,75%. Sinyal ketat tersebut ditujukan untuk mengelola persepsi pelaku ekonomi terutama pelaku pasar keuangan yang telah menopang stabilitas pasar keuangan dan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Sinyal kebijakan melalui suku bunga instrumen moneter yang tetap tersebut secara bertahap mulai ditransmisikan ke sektor keuangan melalui berbagai jalur, meskipun dengan skala yang bervariasi. Stabilnya BI Rate diikuti juga dengan relatif stabilnya suku bunga perbankan dan diikuti oleh kenaikan mobilisasi dana masyarakat serta melambatnya pertumbuhan kredit. INFLASI Pada triwulan I-2006, laju inflasi IHK tercatat sebesar 15,74%(y-o-y) atau 1,98%(qt-q), lebih rendah dari proyeksi semula. Tekanan inflasi pada triwulan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi volatile foods sebesar 19,42%(y-o-y) atau 5,68%(q-t-q) karena gangguan pasokan dan distribusi barang dan jasa maupun kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga beras (pada bulan-bulan awal triwulan I-2006). Sementara itu, inflasi inti (core inflation) pada triwulan I-2006 tercatat sebesar 9,64%(y-o-y) (Grafik 3.1 dan 3.2). Dengan sumber tekanan inflasi dari sisi kesenjangan output yang diperkirakan masih tidak signifikan, tekanan pada inflasi inti terutama berasal dari peningkatan ekspektasi inflasi yang dipengaruhi oleh rencana penerapan kenaikan TDL oleh Pemerintah. Sementara itu, penguatan nilai 15 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006 Persen (y-o-y) tukar rupiah cukup membantu menahan tekanan inflasi dari sisi Persen (y-o-y) 43 25 23 eksternal yang disebabkan oleh meningkatnya harga beberapa 38 IHK 21 19 17 Inti (exclusion) 33 komoditas internasional maupun meningkatnya tekanan inflasi Volatile Food Administered (kanan) 28 beberapa mitra dagang internasional. 15 23 18 Inflasi administered pada triwulan I-2006 mencapai 0,48%(q-t- 9 13 q)1 mengalami penurunan bila dibandingkan inflasi administered 7 8 pada triwulan sebelumnya 27%(q-t-q)2 maupun triwulan yang 3 sama tahun sebelumnya 8,7%(q-t-q)3 . Penurunan tersebut 13 11 5 3 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 2004 5 6 7 8 9 10 11 12 2005 1 2 -2 3 disebabkan kenaikan administered pada triwulan ini cukup 2006 Grafik 3.1 terbatas dibandingan pada triwulan-triwulan yang lalu yang Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu 29%4 di triwulan I-2005 dan 126%5 di triwulan IV-2005. Pada triwulan ini inflasi Administered administered terutama didorong oleh kenaikan tarif PAM6 dan Sumbangan Kenaikan HJE rokok sesungguhnya baru berlaku resmi mulai 1 Inflasi Sumbangan Volatile kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok sebesar 10% (Tabel 3.1). 8,06 TW I 2006 (Inflasi IHK 15,74, yoy) TW IV 2005 (Inflasi IHK 17,11%, yoy) 2,82 Inflasi April 2006 namun pada prakteknya langsung berpengaruh pada 41,71 inflasi triwulan I-2006 dan memberikan sumbangan sebesar 0,07%. Sementara itu, kenaikan TDL yang semula7 diperkirakan 15,51 Sumbangan terjadi pada triwulan ini pada prakteknya diperkirakan diundur 6,16 Inti hingga tahun depan, sehingga tidak terdapat dampak kenaikan Inflasi 9,75 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 TDL terhdap inflasi, sebagaimana diperkirakan pada proyeksi awal tahun. Selain itu, terdapat pula kenaikan pergerakan harga Grafik 3.2 Pertamax dan Pertamax Plus meskipun porsinya sangat kecil8 Sumbangan Disagregasi Inflasi (Grafik 3.2) sehingga pengaruhnya terhadap inflasi administered pun terbatas. Dengan demikian, inflasi administered triwulan I- 2006 berada pada level yang cukup rendah. Inflasi inti pada triwulan ITabel 3.1 2006 relatif stabil meskipun Sumbangan Terbesar Beberapa Komoditi Admistered masih pada level yang tinggi, Januari (%) Tarip Air Minum PAM Rokok Kretek Filter Gas Elpiji 0.02 0.01 0.005 Februari (%) Bensin Rokok Kretek Filter Tarip Air Minum PAM 0.01 0.01 0.004 Maret (%) Rokok Kretek Filter Tarip Air Minum PAM Rokok Kretek 0.03 0.02 0.02 yakni mencapai 1,63%(q-t-q) atau 9,64%(y-o-y). Menurunnya inflasi inti tersebut terkait dengan masih relatif minimalnya tekanan dari kesenjangan permintaan dan penawaran (output gap). Indikasi tersebut ditunjukkan oleh perkembangan pertumbuhan M1 riil sebagai cerminan daya beli masyarakat mengalami penurunan. 1 2 3 4 5 6 7 8 16 31,07%(yoy) 41.71%(yoy). 14.06%(yoy). Besaran kenaikan yang diumumkan pemerintah. Besaran kenaikan yang diumumkan pemerintah sumbangan inflasi di triwulan I-2006 sebesar 0,044%. Perkiraan awal tahun 2006. Konsumsi Pertamax dan Pertamax Plus realtif kecil (10%) dalam konsumsi bensin. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 Disisi lain, perkembangan sisi penawaran yang direpresentasikan Tabel 3.2 oleh indeks kepercayaan konsumen atas ketersediaan barang dan Perkembangan Harga BBM jasa menunjukkan tren yang menurun meskipun masih berada Tanggal Pertamax Plus (Rp/liter) Pertamax (Rp/liter) pada level optimis. Disamping itu, menguatnya nilai tukar Rupiah 1 Januari 2006 1 Februari 2006* Kenaikan 5200 5500 5,77 5000 5517 10,33 peningkatan harga beberapa komoditas internasional maupun diperkirakan dapat menahan tekanan inflasi di tengah meningkatnya tekanan inflasi global9 . Sementara itu, sumbangan inflasi inti pada triwulan ini berasal dari ekspektasi inflasi masih * Untuk Pertamax Plus = harga rata-rata Batam, Jawa, Bali dan Kalimantan untuk Pertamax = harga rata-rata Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dll. cukup tinggi baik dari dari sisi konsumen dan pedagang meskipun sudah cenderung membaik dan relatif stabil. Hal ini tercermin dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) dan Survei Konsumen yang memberikan gambaran ekspektasi inflasi yang cukup stabil (Grafik 3.3 dan 3.4). Inflasi volatile food sepanjang triwulan I-2006 mencapai Indeks Persen (y-o-y) 19 210 190 17 triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 2,23%(q- 15 t-q) atau 9,56%(y-o-y). Tingginya inflasi volatile food pada 13 170 11 150 130 90 beras (HPB) sebesar 28% pada Januari 2006 oleh Pemerintah. 7 Kenaikan ini memberikan sumbangan inflasi yang cukup besar 3 Ekspektasi harga 6 bl ke depan IHK (yoy) 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 2003 2004 2005 triwulan ini antara lain didorong oleh kenaikkan harga pembelian 9 5 110 5,68%(q-t-q) atau 19,42%(y-o-y), lebih tinggi dibandingkan mengingat besarnya bobot beras dalam keranjang IHK 10 1 disamping masih terdapatnya beberapa permasalahan yang -1 berkaitan dengan gangguan pasokan beras. Tingginya inflasi 2006 Grafik 3.3 volatile food juga didorong oleh meningkatnya harga sayur mayur Survei Ekspektasi Konsumen pada dua bulan pertama triwulan ini, senada dengan beras, memasuki bulan Maret harga sayur mayur juga mulai mengalami penurunan11 . Persen (y-o-y) Indeks 4 200 12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi inflasi 1 bln yad) 12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi Inflasi 3 bln yad) 180 3 12 per. Mov. Avg. (Ekspektasi Inflasi 6 bln yad) 12 per. Mov. Avg. (Inflasi Administered Prices (RHS)) 160 2 140 NILAI TUKAR RUPIAH Pada triwulan I-2006, nilai tukar rupiah menguat secara signifikan meskipun disertai dengan meningkatnya volatilitas rupiah. Secara 1 120 0 100 rata-rata nilai tukar rupiah dalam triwulan ini mencapai Rp9.299/ USD atau terapresiasi 6,9% dibanding rata-rata triwulan sebelumnya (Grafik 3.5). Sedangkan secara point-to-point Rupiah 80 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 2000 2001 2002 2003 2004 2005 -1 2006 ditutup pada level Rp 9.060/USD atau terdepresiasi 7,8%. Namun Grafik 3.4 demikian, apresiasi yang cukup tajam di awal triwulan ini juga Survei Penjualan Eceran diiringi dengan meningkatnya volatilitas rupiah dimana volatilitas Rupiah meningkat dari 1,19% pada triwulan IV-2005 menjadi 3,65% di triwulan ini (Grafik 3.6). 9 Jepang dan Amerika √yang merupakan dua sumber impor terbesar Indonesiaƒ diperkirakan mengalami ekspansi perekonomian sehingga Jepang yang semula diperkirakan mengalami deflasi di 2006, dalam forecast The economist terakhir diperkirakan mengalami inflasi sebesar 0,3% di 2006. Sementara Amerika diperkirakan mengalami inflasi lebih tinggi dari perkiraan semula (2,9%) (Sumber: The Economist, edisi Maret 25th √ 31st 2006) 10 Bobot beras per Februari 2006 adalah sebesar 5,8% 11 Antara lain cabe merah, bayam, dan tomat sayur. 17 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006 Penguatan Rupiah yang cukup signifikan tersebut disebabkan Rp/USD 10.500 Rata-rata Nilai tukar 1 bulan Rata-rata harian selama 1 triwulan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang menjadi TW-I 10218 9.299 10085 10003 penyebab utama penguatan Rupiah tersebut adalah terkait 10042 10.000 9852 9810 dengan faktor fundamental yaitu besarnya surplus dalam neraca 9631 9558 9480 9.500 9392 pembayaran yang disebabkan oleh menurunnya permintaan 9256 9234 9201 9252 9185 9163 9099 9049 9028 9479 9377 9254 9022 impor sebagai dampak melambatnya permintaan domestik dan 9.000 8580 8.500 8387 8.000 tingginya aliran masuk portofolio asing. Selain itu, menariknya 8617 8431 imbal hasil penanaman instrument keuangan Rupiah, semakin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2004 7 8 9 10 11 12 1 2005 2 beragamnya instrumen penanaman di Rupiah, dan faktor risiko 3 2006 yang menurun ditengarai merupakan faktor pendorong derasnya Grafik 3.5 aliran modal portofolio ke Indonesia. Sementara dari sisi Perkembangan Nilai Tukar Rupiah eksternal, penguatan tersebut sejalan dengan pergerakan beberapa mata uang regional, bahkan dengan skala penguatan Persen yang tertinggi. Apresiasi mata uang regional ditopang oleh aliran 10,0 dana asing (inflows) yang cukup deras ke kawasan regional Volatilitas Harian Rata-rata Volatilitas Triwulanan 9,0 8,0 terutama untuk investasi di pasar saham (stock). Aliran dana 7,0 tersebut didukung oleh ekpektasi positif atas pertumbuhan 6,0 ekonomi dan ekspor di kawasan regional. 5,0 3,65 4,0 2,71 Permintaan valas selama triwulan I-2006 menunjuk penurunan. 3,0 1,19 1,38 2,0 Penurunan pembelian valas selama periode laporan hampir terjadi 0,90 1,0 0,0 pada seluruh kelompok korporasi. Penurunan permintaan valas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2003 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2004 7 8 9 10 11 12 2005 1 2 3 tersebut lebih disebabkan oleh menurunnya volume impor 2006 Grafik 3.6 minyak pasca kebijakan pengurangan subsidi BBM dan harga Volatilitas Nilai Tukar Rupiah minyak dunia relatif stabil. Selain itu, pembelian valas oleh kelompok korporasi otomotif, telekomunikasi dan barang konsumsi juga menunjukkan penurunan. Hal ini ditengarai terkait dengan melambatnya ekonomi sehingga pertumbuhan impor tidak setinggi sebelumnya. Sementara itu, kebutuhan permintaan valas yang selama ini cukup tinggi yaitu untuk pembayaran ULN swasta juga belum menunjukkan adanya Nilai Bersih (juta USD) 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0 -200 -400 -600 -800 -1.000 -1.200 -1.400 Inflows 8.000 618 472 293 24 -26 -115 Di tengah menurunnya sisi permintaan valas, pasokan valas 784 758 746 712 583 176 -166 1.171 997 936 490 361 463 164 24 9 -32 -101 8.400 520 259 292 160 155 Outflows -504 valas terutama masih bersumber dari aliran masuk modal asing 9.200 seiring dengan penurunan premi resiko investasi di Indonesia, 9.600 seperti tercermin pada penurunan premi swap untuk seluruh -80 -548 -575 -526 Aliran Dana Asing (Net) dari Transaksi Spot Nilai Tukar Rp/USD (rata-rata bulanan) -505 10.000 -857 2004 10.400 2005 Grafik 3.7 Permintaan dan Penawaran Valas Berdasarkan Transaksi Spot tenor dan selisih penghasilan antara Global Bond RI-14 dan US T-Notes yang berjangka waktu sama. Peningkatan tersebut -1.298 2003 justru terus mengalir dengan cukup pesat. Tingginya pasokan 8.800 -225 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 18 peningkatan. Nilai Tukar (Rp/USD) 1.261 2006 dapat terlihat pada transaksi spot bank domestik dengan pihak asing yang mencapat net beli sebesar USD2,48 miliar, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai USD2,36 miliar. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 16,0 KEBIJAKAN MONETER Persen Strategi Kebijakan 14,0 12,0 Premi 1 M Premi 3 M Premi 6 M Premi 12 M Setelah melakukan asesmen perekonomian secara keseluruhan 10,0 dan mempertimbangkan sejumlah faktor risiko yang dapat 8,0 mengganggu kinerja ekonomi ke depan yang masih relatif tinggi, 6,0 terutama tekanan inflasi, kebijakan moneter cenderung ketat 4,0 ( tighted biased) terus dilanjutkan dalam triwulan I-2006 I-2006. 2,0 Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memutuskan 0,0 1 2 3 4 5 Sumber : Reuters (diolah) 6 7 8 9 10 11 12 1 2004 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2005 1 2 3 2006 untuk tetap mempertahankan BI Rate pada tingkat 12,75%. Kebijakan moneter yang ketat tersebut ditempuh dalam rangka Grafik 3.8 mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada sasaran inflasi Premi Swap Berbagai Tenor yang ditetapkan. Langkah kebijakan ini diperkuat dengan penyempurnaan strategi komunikasi hasil lelang SBI mingguan Persen dalam rangka memperjelas arah kebijakan moneter ketat yang 12,0 10,0 8,0 Indonesia Thailand Philipina Korea Malaysia Singapura Australia New Zealand ditempuh Bank Indonesia. Secara umum, pelaksanaan kebijakan moneter selama triwulan I-2006 tersebut berjalan cukup baik. 6,0 Hal ini antara lain tercermin pada rata-rata tertimbang suku 4,0 bunga PUAB yang sedikit meningkat dengan volatilitas yang 2,0 menurun, suku bunga perbankan (baik deposito maupun kredit) 0,0 yang relatif stabil sejalan dengan stance BI Rate yang tidak -2,0 berubah, kondisi likuiditas yang masih sesuai dengan perkiraan -4,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2003 2004 2005 Grafik 3.9 Uncovered Interest Rate Differential 2006 3 awal tahun. Di bidang nilai tukar, Bank Indonesia akan terus berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Upaya tersebut dilakukan melalui upaya mengurangi volatilitas nilai tukar rupiah yang meningkat sejalan dampak peningkatan aliran modal masuk jangka pendek dewasa ini. Disamping itu, BI juga akan berupaya untuk menjaga kecukupan cadangan devisa yang dapat digunakan sebagai penyangga apabila terjadi pembalikan modal secara mendadak. Selain itu, Bank Indonesia juga akan terus memantau pelaksanan dari beberapa peraturan yang terkait dengan nilai tukar terutama untuk mengendalikan tekanan terhadap melemahnya rupiah dari arus modal asing jangka pendek (khususnya dalam bentuk swap beli) dan atau transaksi valas yang tidak mempunyai transaksi ekonomi yang mendasarinya (non-underlying transactions) seperti yang tertera pada ketentuan PBI 7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dikeluarkan pada tanggal 14 Juni 2005. Sinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Langkah-langkah kebijakan moneter di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan stabilisasi makroekonomi secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, seperti dikemukakan dalam bab sebelumnya, pola ekspansi ekonomi yang terjadi telah menimbulkan tekanan pada kestabilan makroekonomi yang dapat mengganggu keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional. Sementara investasi domestik telah mampu meningkatkan kapasitas 19 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006 produksi sehingga ekonomi diperkirakan masih berada di bawah tingkat output potensial, tekanan neraca pembayaran meningkat akibat kurang mampunya ekspor dalam mengimbangi tingginya impor sementara aliran modal asing secara neto khususnya dalam bentuk PMA dan investasi portofolio masih terbatas. Perkembangan ini telah menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap nilai tukar rupiah dari sisi fundamental. Karena itu, perbaikan iklim investasi untuk mendorong investasi asing dan perbaikan daya saing untuk meningkatkan ekspor menjadi kunci bagi upaya untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makro tersebut. Sementara di sisi fiskal, meskipun secara keseluruhan operasi keuangan pemerintah mengalami surplus dan karenanya tekanan pada permintaan agregat tidak terlalu besar, siklus musiman ekspansi fiskal yang biasanya terjadi pada semester kedua setiap tahun tetap perlu dicermati. Suku Bunga Sejalan dengan tetap dipartahankannya BI Rate pada level 12,75%, suku bunga instrumen moneter yang lain juga tidak berubah berubah. Suku bunga FASBI 7 hari dan FASBI O/N tetap dipertahankan pada level 10,75% dan 7,75%. Selain itu, dalam upaya memberikan kepastian kepada pelaku pasar, Bank Indonesia mengeluarkan fasilitas kepada pelaku pasar yang mengalami kekurangan likuiditas dengan mengaktifkan kembali SBI Repo dengan tingkat suku bunga 15,25% (300 bps diatas BI Rate) sejak tanggal 7 Februari 2006. Dalam upaya menjaga stabilitas suku bunga jangka pendek di pasar uang antarbank dan memenuhi keperluan likuiditas, selama triwulan I Bank Indonesia juga telah dilakukan aktivasi tambahan likuiditas melalui instrumen Fine Tune Ekspansi (FTE). Tidak berubahnya suku bunga kebijakan moneter telah direspon dengan cenderung stabilnya suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), sementara itu suku bunga deposito mengalami penurunan. Seiring dengan relatif stabilnya suku bunga BI Rate, suku bunga RRT PUAB O/N pagi dan sore juga cenderung stabil sebagaimana terlihat dari volatilitas yang cenderung menurun yaitu dari 3,1% menjadi 1,4% (sesi pagi) dan dari 2,4% menjadi 1,3%(sesi sore), sementara suku bunga RRT PUAB O/N pagi dan sore pada triwulan laporan Persen 23 mengalami peningkatan dan tercatat masing-masing sebesar 21 9,9% (sebelumnya 8,4%) dan 9,3% (sebelumnya 7,5%). Di sisi 19 17 lain, stabilnya BI Rate direspon dengan kecenderungan suku 15 bunga deposito yang mulai menurun. Keputusan RDG untuk 13 tidak mengubah BI Rate selama triwulan I-2006 sementara suku 11 9 bunga penjaminan untuk deposito 1 bulan yang berlaku untuk 7 periode 15 Maret √ 14 April turun sebesar 25 bps menjadi 5 BI Rate* 3 1 3 5 Depo 1 bl 7 2003 9 11 1 KMK 3 5 KI 7 9 KK 11 2004 1 3 Penjaminan Depo 1 bl 5 7 9 2005 11 1 2006 12.50%12 diperkirakan telah mendorong sebagian kelompok bank untuk menurunkan suku bunga simpanan mereka. Sejalan Grafik 3.10 Perkembangan Berbagai Suku Bunga 20 12 Tenor 3 bulan = 12,55% (sebelumnya 12,80%), tenor 6 bulan = 12,60% (sebelumnya 12,85%), tenor 12 bulan = 12,65% (sebelumnya 12,90) dan tenor 24 bulan = 12,70% (sebelumnya 12,95). Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 dengan rata-rata tertimbangnya, maka suku bunga deposito Persen (y-o-y) 50 Total DPK Tabungan 40 counter rate 1 bulan juga cenderung turun meskipun hanya 1 Giro Deposito bp. Sementara secara rata-rata tertimbang (weighted average) 30 suku bunga deposito Rupiah 1 bulan pada akhir Februari 20 mencapai 11,85% atau menurun 15 bps dibandingkan dengan 10 akhir triwulan sebelumnya. - Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar 2004 Mei Jul 2005 Sep Nov Jan 2006 Mulai menurunnya suku bunga dana belum diikuti dengan penurunan suku bunga kredit. Selama triwulan laporan, secara rata-rata tertimbang semua jenis suku bunga kredit selama (20) Grafik 3.11 periode laporan mengalami peningkatan meskipun masih dalam Perkembangan Dana jumlah yang sangat terbatas. Secara weighted average, pada akhir Februari suku bunga kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI), dan kredit konsumsi (KK) tercatat masing-masing mencapai 16,34%, 15,87%, dan 17,28%, atau masing-masing meningkat 11 bps, 21 bps dan 42 bps dari akhir triwulan sebelumnya. Dengan perkembangan suku bunga dana dan kredit yang demikian, selisih suku bunga di antara keduanya cenderung meningkat. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena meningkatnya level likuiditas yang dimiliki bank, sebagai akibat ekspansi pengeluaran Pemerintah yang cukup besar dan sampai saat ini masih disimpan di perbankan. Dana, Kredit, dan Uang Beredar Stabilnya BI Rate direspon oleh kenaikan mobilisasi dana masyarakat. Meskipun suku bunga deposito mengalami sedikit penurunan namun masyarakat menganggap bahwa suku bunga tersebut masih cukup menarik sehingga masih tetap menempatkan dananya kedalam instrumen deposito. Selain faktor suku bunga yang masih menarik, hal lain seperti mulai pahamnya pemilik dana akan risiko investasi pada instrumen investasi keuangan seperti reksa dana terutama paska berbagai gejolak di pasar SUN yang terjadi pada triwulan II dan awal triwulan III tampaknya cukup berperan dalam mendorong berpindahnya dana-dana perorangan yang sebelumnya ditanamkan di reksa dana tersebut untuk kembali kepada jenis simpanan yang lebih bersifat konvensional, yaitu deposito di perbankan. Kondisi tersebut mendorong peningkatan yang signifikan pada pertumbuhan total simpanan masyarakat. Pada akhir Februari, dana pihak ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan sebesar 18,4%, lebih tinggi dari akhir triwulan IV-2005 (17,1%). Sementara itu, pada periode yang sama kredit perbankan mengalami pertumbuhan yang melambat. Sampai dengan akhir Februari 2006, posisi kredit perbankan mencapai Rp. 715,27 triliun atau mengalami peningkatan sekitar 18,9% dari bulan yang sama tahun sebelumnya. Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan yang terjadi pada bulan sebelumnya (20,9%) maupun dari periode yang sama tahun sebelumnya (26,1%). Perlambatan tersebut terjadi pada seluruh jenis kredit pada seluruh sektor ekonomi. Dilihat dari jenis kreditnya, penurunan posisi kredit tertinggi terjadi pada kredit 21 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006 modal kerja, diikuti dengan kredit investasi dan konsumsi. Tabel 3.3 Penurunan Perkembangan Kredit Sektor OUTSTANDING KREDIT - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi - Kredit channeling Total Perkembangan (T Rp) Pertumbuhan (y-t-d, %) 2004 2005 2004 2005 2006* 289,67 118,72 151,08 35,59 595,06 354,56 134,40 206,69 34,52 730,16 344,02 25,26 131,32 25,68 204,58 38,12 35,37 (15,43) 715,29 24,70 22,40 13,20 36,81 (3,02) 22,70 (2,97) (2,29) (1,02) 2,48 (2,04) 2006* mengindikasikan dan searah Pangsa 2004 2005 ini 2006* dengan penurunan berbagai kegiatan investasi sebagai 48,7% 48,6% 48,1% 20,0% 18,4% 18,4% 25,4% 28,3% 28,6% 6,0% 4,7% 4,9% 100,0% 100,0% 100,0% akibat melemahnya perimintaan. Secara sektoral, penurunan posisi kredit ini terjadi pada seluruh sektor * posisi Februari ekonomi dengan kontribusi penurunan terbesar terjadi pada sektor perindustrian, jasa-jasa dan lainnya. Sementara itu secara year to date, pertumbuhan kredit mengalami penurunan dan tumbuh negatif (Tabel 3.3), sebagaimana pola musimannya di awal tahun. Likuiditas perekonomian secara nominal mengalami perkembangan yang positif. Pada triwulan I (akhir Februari) 2006, M2 secara nominal rata-rata meningkat sebesar 17,6%, jauh di atas periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 8,2%. Dengan pertumbuhan dimaksud, pada akhir Februari 2006 M2 tercatat Rp1.193,9 triliun. Meskipun secara tahunan meningkat namun bila dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2005 yang lalu, M2 mengalami penurunan sebesar Rp9,4 triliun. Penurunan tersebut sesuai dengan pola musimannya dimana untuk periode ini disumbang terutama oleh penurunan uang kuasi rupiah dan komponen M1 dalam bentuk uang kartal. Sementara itu, uang giral dan uang kuasi valas (dalam US dolar) masih meningkat. Dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, penurunan M2 terutama disumbang oleh menurunnya posisi kredit kepada bisnis dan rumah tangga baik dalam denominasi rupiah dan valuta asing dan aktiva bersih luar negeri (NFA) Bank Indonesia. Kendatipun pertumbuhan nominal M2 tersebut jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, secara riil perkembangan M2 tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya sebagai akibat inflasi yang tinggi. Penciptaan uang (money multiplier) M2 kembali meningkat. Peningkatan kembali penciptaan uang di dalam masyarakat ini terjadi setelah berakhirnya kebutuhan masyarakat akan uang kartal untuk keperluan beberapa hari besar dan akhir tahun pada truwulan IV 2005, sebagaimana tercermin pola kembalinya uang kartal ke dalam sistem perbankan yang justru lebih cepat dari yang diperkirakan pada awal tahun. Kondisi tersebut juga dikonfirmasi dengan kecenderungan menurun dari rasio uang kartal terhadap DPK13 (Grafik 3.13). Sementara itu, sejalan dengan pertumbuhan likuiditas perekonomian (M2) dalam triwulan laporan yang secara riil diperkirakan masih negatif, akan berimplikasi pada berlanjutnya kecenderungan peningkatan perputaran uang (velocity). Kondisi yang demikian mengisyaratkan cukup besarnya peran sektor ekonomi dari usaha kecil yang banyak menggunakan uang kartal di dalam perekonomian. 13 Untuk simpanan valas menggunakan kurs tetap Rp9.500/USD. 22 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 Persen 8 2,40 6 2,30 Pasar Keuangan Indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam triwulan laporan mengalami penguatan yang lebih besar dibandingkan dengan 4 2,20 2 0 2,10 -2 2,00 -4 -8 PDB I II III 2001 IV Velocity M2 Riil I II III 2002 IV I II III 2003 IV I II III IV 2004 I II III 2005 menguat cukup pesat dengan mencatatkan posisi tertinggi baru di level 1.330 pada tanggal 20 Maret 2006 sebelum ditutup 1,90 pada level 1.323, atau meningkat sebesar 148,7 poin 1,80 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan 1,70 tersebut terus terjadi disebabkan oleh masih mengalirnya dana -6 -10 periode triwulan sebelumnya. Dalam triwulan I-2006, IHSG IV asing ke pasar saham dan sektor keuangan lainnya dipengaruhi Grafik 3.12 Pertumbuhan ekonomi dan Likuditas Perekonomian oleh suksesnya penerbitan obligasi internasional Indo-17 dan Indo-35. Semakin derasnya aliran modal luar negeri jangka pendek ini juga disebabkan oleh adanya perbaikan peringkat 8,00 M2/M0 (%) C/DPK 14,00 13,00 utang Indonesia yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat Moddy»s. Selain itu, masih tetapnya reference rate pada level 12,75% serta faktor ≈January effect∆ diduga juga mendorong 7,00 12,00 6,00 Sementara sesi pengumuman laporan keuangan emiten tahun 10,00 2005 yang bervariasi terlihat tidak banyak mempengaruhi 9,00 MM2 (M2/M0) 5,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 2002 7 1 3 2003 5 7 9 11 1 2004 3 perilaku pemain saham dikarenakan kinerja para emiten sudah sesuai dengan ekspektasi investor. Pergerakan indeks komposit C/DPK 9 11 investor saham untuk mengakumulasi pembelian portfolionya. 11,00 5 7 9 11 2005 12 8,00 2006 tersebut juga diikuti dengan arah yang sama oleh indeks Grafik 3.13 sektoralnya seperti indeks pertambangan, keuangan, properti, Perkembangan C/DPK dan Angka Pengganda M2 industri lain-lain, dan perdagangan. Dalam pergerakannya, indeks bergerak fluktuatif seiring dengan aksi profit taking investor yang didorong oleh perilaku jangka pendeknya. Di sisi aktivitas pemodal, selama satu triwulan net beli asing tercatat rata-rata mencapai Rp 80 miliar dari sebelumnya sebesar Rp 132 miliar. Menurunnya posisi rata-rata net beli asing dipengaruhi perilaku ambil untung dikala indeks sudah mencapai level tertentu terjadi kendati sentimen positif dari penuatan rupiah dan periode laporan keuangan perusahaan masih berlangsung. Net Foreign (Miliar Rp) Aktivitas perdagangan Surat Utang Negara (SUN) selama triwulan IHSG 1,500 1350 I-2006 tetap marak. Ekspektasi investor terhadap arah kebijakan 1,250 1300 suku bunga kedepan yang cenderung tetap dan bahkan akan 1250 mengalami penurunan diduga masih menjadi faktor pendorong 1,000 IHSG 750 1200 500 1150 250 1100 0 1050 Net Foreign -250 1000 -500 950 Jan Sumber : BEJ Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Dec 2005 Jan Feb 2006 Mar perdagangan SUN. Kelompok reksa dana terlihat mulai melakukan net beil yang cukup besar dan diikuti oleh kelompok non-residen dengan counter party kelompok perbankan. Dana asing yang juga masuk ke pasar SUN membuat porsi kepemilikan asing di pasar SUN meningkat, seperti juga yang terjadi pada pada instrumen SBI. Dengan perkembangan tersebut, Grafik 3.14 permintaan yang cukup besar dari dua kelompok investor secara IHSG dan Net Beli Asing gradual membentuk harga yang kembali mendekati harga par 23 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2006 Volume (Triliun Rp) dan pada gilirannya menggeser posisi yield curve ke arah bawah. Frekuensi 100,0 4.000 Frekuensi Volume 80,0 3.200 60,0 2.400 40,0 1.600 Terkait dengan pembiayaan sebagian defisit APBN 2006 melalui penerbitan obligasi negara secara reguler, Pemerintah telah melakukan 3 kali lelang SUN dengan 3 seri perdana dan 3 seri reopening dengan total penyerapan sekitar Rp16 triliun. Dalam setiap lelang terjadi oversubscribed yang sangat besar hingga dengan yield yang cukup kompetitif. Dengan pertimbangan 20,0 800 0,0 0 Jan-05 Mar Mei Jul Sep Nov Jan-06 Grafik 3.15 Aktivitas Perdagangan SUN besarnya minat yang masuk dengan harga yang tidak memberatkan keuangan Pemerintah serta kesinambungan Mar penerbitan berikutnya, maka diputuskan untuk tidak menyerap seluruh penawaran yang masuk. Besarnya minat investor disinyalir karena ekspektasi bahwa BI Rate akan diturunkan, seperti tercermin dari besarnya bidding pada SUN seri FR0023 yang memiliki kupon sebesar 11,00%. Sementara itu, sejalan dengan masuknya aliran dana jangka pendek yang masih cukup besar, terlihat dari bertambah besarnya porsi kelompok nonresiden hingga berada di atas 50%. Kelompok bank swasta dan persero juga menunjukkan minat yang relatif tinggi namun lebih dikarenakan fungsinya sebagai trader. Investor lainnya, seperti asuransi, dana pensiun, dan reksadana mendapat bagian yang sangat kecil, yaitu kurang dari 7%. 24