BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Minyak Kayu Putih 2.1.1 Sistematika Tanaman Sistematika tanaman kayu putih adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Super Divisi : Spermathophyte Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliophyta Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Melaleuca Spesies : Melaleuca leucandendra (Krinaningrum, 2011). 2.1.2 Karakteristik Umum Kayu putih tumbuh ditanah tandus, tahan panas, dan bertunas kembali setelah terjadi kebakaran. Lokasi tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau, di tanah berawa, atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah. Tanaman asli Asia Tenggara ini ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m dari permukaan laut (Dalimartha, 2008). Pohon kayu putih yang ada pada saat ini kebanyakan merupakan hasil penanaman Jawatan Kehutanan. Tanaman kayu putih ini diperbanyak melalui biji yang telah disemaikan terlebih dahulu. Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling minyaknya mulai bias dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan pemangkasan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bida dipungut daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang telah berumur lima tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun berikut ranting (Lutony, 2002). Pohon mempunyai tinggi 10-20 m, kulit batang berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan. Batang pohon tidak terlalu besar dengan percabangan yang menggantung ke bawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, dan letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, ujung dan pangkal runcing, tetapi rata, tulang daun hamper sejajar, permukaan daun berambut, berwarna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan, panjang 4,5-15 cm, dan lebar 0,75-4 cm. perbungaan majemuk bentuk bulir, bunga berbentuk lonceng, daun mahkota berwarna putih kekuningan, dan keluar diujung percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, berwarna cokelat muda sampai cokelat tua. Biji halus, sangat ringan seperti sekam, dan berwarna kuning (Dalimartha, 2008). Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida. Diperoleh dari isolasi daun Melaleuca leucadendron L (famili Myrtaceae). Daun bias dipetik bila umur tanaman sudah mencapai sekitar 4 tahun. Setalah itu, panen berikutnya bisa dilakukan setiap enam bulan sekali. Rendemen minyak yang terkandung dalam daun berkidar antara 0,5-1% (Gunawan, 2010). Ada beberapa varietas pohon kayu putih. Ada yang kayunya berwarna merah dan putih. Varietas berdaun kecil digunakan untuk membuat minyak kayu putih. Jika diremas atau dimemarkan, daun berbau minyak kayu putih. Melalui proses penyulingan, daun akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu putih, yang berwarna kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan. Buah sebagai obat tradisional disebut merica bolong. Perbanyakan dengan biji atau tunas akar (Dalimartha, 2008). Penyulingan minyak biasanya dilakukan secara sederhana menggunakan metode penyulingan uap air yang berasal dari dandang. Pendingin yang dipakai adalah pipa-pipa tembaga yang dicelupkan dalam air. Oleh karena menggunakan pendingin yang terbuat dari bahan pipa tembaga maka minyak yang tersuling cenderung terkena cemaran logam Cu yang berwarna biru kehijauan. Lama penyulingan biasanya membutuhkan waktu antara 6-7 jam setiap angkatan (Gunawan, 2010). 2.1.3 Kandungan Kimia Kulit kayu mengandung lignin dan resorsinol bernama melaleucin. Cineol merupakan antiseptik kuat. Penelitian awal menunjukkan bahwa buah mempunyai efek antivirus (Dalimartha, 2008). Komponen penyusun minyak atsiri kayu putih paling utama adalah sineol 85%. Komponen ini merupakan senyawa dari kelompok terpenoid. Komponen minyak atsiri yang lain adalah terpineol, pinena, benzaldehida, limonene, dan berbagai senyawa dari kelompok seskuiterpena (Gunawan, 2010). Melaleuca leucadendron L. Var. latifolia L. F. atau nama daerah adalah danruk, sama dengan M. leucadendron tapi memiliki bunga berwarna merah. Komposisi minyak atsiri, daun (kering angin) mengandung sekitar 0,97% minyak atsiri dengan komposisi sebagai berikut : α-Terpineol (0,60), α-Farnasena (1,59), Metileugenol (97,30), Azulena (0,51) (Agusta, 2000). 2.1.4 Mutu Minyak Kayu Putih Dalam dunia perdagangan, minyak kayu putih dikenal dengan nama cajeput oil dan melaleuca oil yang diperoleh dari hasil penyulingan daun kayu putih (segar) (Lutony, 2002). Standar mutu minyak kayu putih mnurut EOA adalah sebagai berikut : a. Warna : cairan yang berwarna kuning atau hijau b. Berat jenis pada 250C : 0,908-0,925 c. Putaran optik : 0-(-40) d. Indeks refraksi 200C : 1,4660-1,4720 e. Kandungan sineol : 50-65% f. Minyak pelikan : negatif g. Minyak lemak : negatif h. Kelarutan dalam alkohol 80%: larut dalam 1 volume Untuk mempertahankan mutunya, sebaiknya minyak kayu putih dikemas dalam drum berlapis timah putih atau drum besi galvanis (Lutony, 2002). Sifat-sifat fisiko kimia minyak kayu putih sebagai berikut : a. Bobot Jenis pada 150 : 0,917 sampai 0,930 b. Putaran Optik : sedikit laevorotasi, sampai -3040 c. Indeks Bias pada 200 : 1,466 sampai 1,472 d. Kadar Sineol e. (senyawa resorsinol padat) : 50 sampai 60% (rata-rata) Kelarutan : larut dalam alkohol 80% pada 1 volume atau lebih; kadang-kadang larut dalam 2,5 sampai 3 volume alkohol 70% (Guenther, 1990). 2.1.5 Sifat dan Kegunaan Sifat–sifat kimia minyak kayu putih sangat dipengaruhi oleh komponen sineol yang sangat dominan sebagai penyusun utama minyak. Kegunaanya antara lain sebagai meredakan kembung, obat gosok, melebarkan pembuluh darah perifer (efek seperti orang kerokan), obat berbagai penyakit kulit ringan (gatal, digigit serangga), serta baunya untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk (Gunawan, 2010). Rasa kulit kayu tawar, bersifat netral. Berkhasiat penenang (sedatif). Rasa daun pedas, kelat, bersifat hangat. Berkhasiat antiseptik, meredakan nyeri (analgesik), meluruhkan keringat, antirematik, meluruhkan kentut, dan meredakan kolik. Rasa buah pedas, berbau aromatis. Berkhasiat meningkatkan nafsu makan dan obat sakit perut (Dalimartha, 2008). Daun digunakan untuk pengobatan : a. Rematik, b. Nyeri pada tulang dan syaraf (neuralgia), c. Radang usus, diare, perut kembung, d. Radang kulit, e. Eksem, sakit kulit karena alergi, f. Batu, demam, flu, g. Sakit tenggorokan, sakit kepala, sakit gigi, dan h. Sesak napas (asma). Kulit kayu digunakan untuk pengobatan : a. Lemah tidak bersemangat, b. Susah tidur (insomnia). (Dalimartha, 2008). Minyak kayu putih diperoleh dengan cara distilasi daun. Komponn kimia utama yang dikandungnya adalah sineol. Negara produsen utama yaitu Indonesia dan Amerika Utara. Minyak kayu putih untuk mengatasi masuk angin, meningkatkan mood dan ketahanan tubuh terhadap infeksi. Aromanya dapat melapangkan rongga pernapasan dan sangat membantu menghilangkan bercakbercak pada kulit. Minyak ini bersifat sebagai penyejuk stimulant, dan pembangkit energi. Secara tradisional, minyak kayu putih sering digunakan sebagai antiseptik, deodorant, dan penolak serangga. Karena minyak ini dapat menimbulkan iritasi maka sebelum digunakan harus diencerkan terlebih dahulu (Agusta, 2000). Sebagai obat internal, minyak kayu putih berfungsi sebagai obat demam. Jika di teteskan ke dalam gigi, dapat mengurangi rasa sakit gigi. Di negara-negara Barat, dahulu minyak ini digunakan sebagai obat luar untuk penyakit reumatik; belakangan ini, minyak tersebut digunakan sebagai ekspektoran dalam kasus laringitis dan bronchitis (Guether,1990). Minyak atsiri murni adalah substansi yang sangat kuat, 75-100 kali lebih potensial dibandingkan bahan asalnya. Untuk itu, penggunaannya harus hati-hati. Beberapa tetes minyak atsiri akan dapat memberikan efek yang signifikan. Hanya tubuh yang mengetahui respon minyak atsiri, tentu saja tergantung pada kimia tubuh masing-masing individu. Minyak atsiri bersifat larut dalam lemak dan mudah masuk kulit lalu masuk ke aliran darah. Minyak atsiri harus selalu dilarutkan dengan cairan pembawa, sebelum digunakan atau diusapkan pada kulit, kecuali kaki (Agusta, 2000). 2.2 Minyak Atsiri 2.2.1 Pengertian Minyak Atsiri Minyak atsiri adalah zat yang berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwana gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen udara, ditutup rapat, serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk (Gunawan, 2010). Perkembangan penggunaan minyak atsiri sebagai bahan dasar parfum telah memaksa perusahaan besar menggunakan bahan sintetis yang jauh lebih murah untuk menggantikan peran minyak atsiri alami yang harganya sangat tinggi. Penggunaan minyak atsiri secara keseluruhan dalam formulasi parfum dinilai tidak menguntungkan. Oleh karena itu, minyak atsiri alami dalam berbagai formula parfum hanya digunakan sebagai pelengkap (Agusta, 2000). Secara kimia, minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propana. Pengelompokan tersebut juga didasaran pada awal terjadinya minyak atsiri di dalam tanaman. Melalui asal-usul biosintetik, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi : 2.2.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri Adapun sifat-sifat minyak atsiri adalah sebagai berikut : a. Tersususn oleh bermacam-macam komponen senyawa. b. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunnya, c. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, member kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika tersa dikulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya. d. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada benda yang ditempel. e. Bersifat tidak bias disabunkan dengan alkali dan tidak bias berubah menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak. f. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang uktra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun. g. Indeks bias umumnya tinggi. h. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik. i. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil. j. Sangat mudah larut dalam pelarut organic. (Gunawan, 2010). 2.2.3 Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada famili Coniferae). Pada bunga mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu manis (sinamon) banyak ditemui dikulit batang (korteks), pada famili Umbelliferae banyak terdapat dalam perikap buah, pada Menthae sp. terdapat dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan dalam helai daun (Gunawan, 2010). Famili tumbuhan Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Myristicaceae, Astereaceae, Apocynaceae, Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae adalah famili tumbuhan yang sangat popular sebagai penghasil minyak atsiri. Indonesia dengan hutan tropik yang begitu luas menyimpan ribuan spesies tumbuhan dari berpuluh famili, termasuk famili tumbuhan yang berpotensial sebagai penghasil minyak atsiri. Hal ini merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya yang dimiliki oleh Indonesia (Agusta, 2000). Tumbuhan dari famili Myrtaceae yag sangat popular di Indonesia adalah Melaleuca leucadendron atau kayu putih, sedangkan Eucalyptus lebih banyak tersebar di Australia. Miyak atsiri dari daun tumbuhan kayu putih, yang memiliki sineol sebagai komponen utamanya, telah dikenal sejak lama untuk mengobati berbagai jenis penyakit sepeti masuk angin, keseleo, pilek, dan rematik (Agusta, 2000). Melaleuca leucadendron yang lebih dikenal sebagai penghasil minyak kayu putih dan telah digunakan untuk terapi berbagai jenis penyakit memiliki satu varietas yang sangat potensial dikelola untuk tujuan komersial, yaitu M. leucadendron var. Latifolia. Minyak atsiri dari tumbuhan yang di Merauke disebut “danruk” ini mengandung sekitar 98% metileugenol yang bersifat sebagai attractant atau penarik lalat buah jantan (Agusta, 2000). 2.2.4 Metode Isolasi Minyak Atsiri Minyak atsiri umumnya dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut. 1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih. 2. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. 3. Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bias dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya akan habis di dalam proses. Metode pelekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfleurage). Metode ini disebut juga metode enfleurage. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen (Gunawan, 2010). 2.2.5 Kimia Minyak Atsiri Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organic mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alcohol, oksida, ester, aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi, misalnya minyak mustard (Brassica alba) dengan kandungan alil isotiosianat 93%, danruk (Melaleuca leucadendron var. lativolia) dengan kandungan metal eugenol 98%, kayu manis Cina (Cinnamomum cassia) dengan kandungan sinamaldehida 97% (Agusta, 2000). Komponen kimia minyak atsiri sangat kompleks, tetapi biasanya tidak melebihi 300 senyawa. Yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya komponen yang presentasenya tinggi. Walaupun begitu, kehilangan satu komponen yang presentasenya kecil pun dapat memungkinkan terjadinya perubahan aroma minyak atsiri tersebut. Klasifikasi kimia minyak atsiri harus didasarkan pada komponen yang pada prinsipnya paling dominan dalam menentukan sifat minyak tersebut (Agusta, 2000). 2.3 Minyak Kayu Putih 2.3.1 Pengertian Minyak Kayu Putih Minyak kayu putih adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan daun dan ranting dari tanaman kayu putih (Melaleuca leucadendron) (Badan Standarisasi Nasional, 2006). 2.3.2 Parameter Mutu Minyak Kayu Putih Parameter mutu minyak kayu putih meliputi pemeriksaan bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol, dan putaran optik (Badan Standarisasi Nasional, 2006). A. Bobot jenis Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180. Nilai bobot jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponenkomponen yang terkandung didalamnya Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. (Sastrohamidjojo, 2004). B. Indeks Bias Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen - komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya (Ditjen POM, 1984). Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004). C. Kelarutan Dalam Etanol Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya diperlukan konsentrasi etanol yang tinggi (Sastrohamidjojo, 2004). Kondisi penyimpanan kurang baik dapat mempercepat polimerisasi diantaranya cahaya, udara, dan adanya air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak baik. Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak (Guenther, 1987). Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004). D. Putaran Optik Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Ditjen POM, 1984). BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat Pengujian Penentuan bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol, dan putaran optik minyak kayu putih dilakukan di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan yang bertempat di jalan STM No.17 Medan pada tanggal 2-28 februari 2015. 3.2 Sampel Sampel yang digunakan adalah minyak kayu putih yang berasal dari Sumber Sarijaya jalan Bandung ujung. 3.3 Alat Alat yang digunakan pada pengujian minyak kayu putih adalah gelas ukur 10 ml (pyrex), lampu uap natrium, neraca analitik (mattle toledo), penangas air yang dilengkapi dengan thermostat, piknometer 5 ml, pipet volume 10 ml, polarimeter, refraktometer, tabung reaksi 20 ml (pyrex), tabung polarimeter. 3.4 Bahan Bahan yang digunakan pada pengujian minyak kayu putih adalah akuades, etanol absolut, etanol 70%. 3.5 Prosedur pengujian 3.5.1 Penentuan Bobot Jenis sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih Prosedur penentuan bobot jenis pada minyak kayu putih adalah a. Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter b. Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya c. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m) d. Isi piknometer dengan air suling sambil menghindari adanya gelembunggelembung udara e. Celupkan piknometer ke dalam pengas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama 30 menit f. Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya g. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya (m1) h. Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian keringkan dengan arus udara kering i. Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembunggelembung udara j. Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut k. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbangan (m2). Contoh perhitungan : Bobot jenis = 𝑑𝑑 Keterangan : 20 = 20 𝑚𝑚2−𝑚𝑚 𝑚𝑚1−𝑚𝑚 m = massa piknometer kosong (g) m1 = massa piknometer berisi air pada 20oC (g) m2 = massa piknometer berisi contoh pada 20oC (g) 3.5.2 Penentuan Indeks Bias sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih Prosedur penentuan indeks bias pada minyak kayu putih adalah a. Alirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan. b. Suhu kerja harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,20C. c. Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. d. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil. 3.5.3 Penentuan Kelarutan Dalam Etanol sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih Prosedur penentuan kelarutan dalam etanol pada minyak kayu putih adalah a. Tempatkan 1 ml contoh minyak dan ukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 50 ml b. Tambahkan etanol 70% setetes demi setetes. Kocoklah setelah penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin c. Bila larutan tersebut tidak sebening, bandingkan kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembanding, melalui cairan yang sama tebalnya d. Setelah minyak tersebut larut tambahkan etanol berlebih karna beberapa minyak tertentu mengendap pada pemambahan etanol lebih lanjut 3.5.4 Penentuan Putaran Optik sesuai SNI 06-3954-2006 Minyak Kayu Putih Prosedur penentuan putaran optik minyak kayu putih adalah a. Nyalakan sumber cahaya dan tunggu sampai diperoleh nyala yang penuh b. Isi tabung polarimeter dengan contoh, usahakan agar gelembunggelembung udara tidak terdapat didalam tabung c. Letakkan tabung di dalam polarimeter dan bacalah putaran optik dekstro (+) dan levo (-) dari minyak, pada skala yang terdapat pada alat. d. Catat hasil rata-rata dari sedikitnya tiga kali pembacaan. Masing-masing pembacaan tidak berbeda dari 0,080. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 4.1 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih No. 1. 2. m 29,5246 gr 28,6211 gr m1 53,3371 gr 52,3324 gr Bobot jenis rata-rata m2 51,5037 gr 50,4118 gr Bobot Jenis 0,923 0,919 0,921 a. Penentuan indeks bias Indeks bias pada minyak kayu putih adalah 1,457. b. Penentuan kelarutan dalam etanol Kelarutan dalam etanol pada minyak kayu putih adalah 1 : 2 jernih. c. Penentuan putaran optik Putaran optik pada minyak kayu putih adalah (-) 40. 4.2 Pembahasan Dari hasil yang didapat bahwa parameter yang dilakukan pada minyak kayu putih seperti bobot jenis rata-ratanya 0.921, indeks biasnya 1.457, kelarutan dalam etanol adalah 1 : 2 jernih dan putaran optiknya (-) 40. Parameter uji yang dilakukan sesuai dengan SNI 06-3954-2006 untuk pengujian minyak kayu putih. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180 (Sastrohamidjojo, 2004). Syarat mutu penentuan bobot jenis minyak kayu putih sesuai SNI 063954-2006 adalah 0,900-0,930 (Badan Standarisasi Nasional, 2006). Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen - komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya (Ditjen POM, 1984). Syarat mutu penentuan indeks bias minyak kayu putih sesuai SNI 063954-2006 adalah 1,450-1,470 (Badan Standarisasi Nasional, 2006). Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehingga untuk melarutkannya diperlukan konsentrasi etanol yang tinggi (Sastrohamidjojo, 2004). Syarat mutu penentuan kelarutan dalam etanol 70% minyak kayu putih sesuai SNI 06-3954-2006 adalah 1:1 samapai 1:10 jernih (Badan Standarisasi Nasional, 2006). Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Ditjen POM, 1984). Syarat mutu penentuan putaran optik minyak kayu putih sesuai SNI 063954-2006 adalah (-) 40 sampai dengan 00 (Badan Standarisasi Nasional, 2006). BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil pengujian terhadap parameter yang dilakukan pada minyak kayu putih seperti bobot jenis rata-ratanya 0.921, indeks biasnya 1.457, kelarutan dalam etanol adalah 1 : 2 jernih dan putaran optiknya (-) 40. Parameter uji yang dilakukan keempatnya memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-3954-2006 untuk pengujian minyak kayu putih. 5.2 a. Saran Pada saat melakukan pengujian putaran optik, sebaiknya tabung polarimeter harus benar-benar dicuci dengan alkohol kemudian dikeringkan agar indeks bias sampel yang akan diuji dapat terbaca dengan jelas oleh alat polarimeter. b. Pada saat melakukan pengujian bobot jenis, sebaiknya alat penangas dihidupkan agar suhu yang diinginkan dapat diatur terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian bobot jenis.