17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pada dasarnya pengetahuan adalah sejumlah fakta dan teori yang memunginkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan terbagi atas enam tingkatan antara lain: 1. Tahu (Know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (Comprehension) Memahami adalah kemampuan menjelaskan tentang objek yang telah diketahui secara benar dan dapat menginteroretasi materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi adalah kemampuan untuk dapat menerapkan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi aau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi yang masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 18 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk dapat melalukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2.2 Diabetes Mellitus 2.2.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2006). 2.2.2 Etiologi Penyebab diabetes melitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting. 2.2.2.1 Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau - pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat responautoimmune, dimana antibodi sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini. 2.2.2.2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM, sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup 19 menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah (Bare, et al.,2002). 2.2.3 Epidemiologi Sekitar 18,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM dan diantara pasien ini 5,2 juta orang tidak terdiagnosa. Risiko mengalami diabetes untuk bayi yang dilahirkan pada tahun 2000 diperkirakan adalah 32,8% untuk pria dan 38,5% untuk wanita. DM tipe 1 ditemukan pada 5% sampai 10% pasien dengan diabetes dan prevalensinya pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1 dalam 400. DM tipe 1 tidak memiliki variasi musiman dan perbedaan jenis kelamin secara klinis tidak bermakna. DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95% dari semua pasien dengan diabetes. Prevalensinya berbeda di antara kelompok ras dan etnis yang berbeda (Afrika-Amerika 11,4%, Latino 8,2%, dan Amerika Asli 14,9%) (Cramer dan Manyon, 2007). 2.2.4 Faktor Risiko 2.2.4.1 Riwayat diabetes keluarga Diabetes tipe 2 mempunyai keterikatan genetis yang kuat. Bergantung kepada populasi yang diteliti, kembar monozigot mempunyai rasio untuk kejadiaan diabetes tipe 2 yang melebih 90%. Kebanyakan individu dengan diabetes tipe 2 mempunyai anggota keluarga lain dengan penyakit tersebut, namun penurunannya jarang yang sesuai dengan pola Mendelian, menyokongkesimpulan bahwa gen multiple dengan derjat yang berbeda mempunyai pengaruh. Dikarenakan sifat yang heterogen dari diabetes tipe 2 dan penurunannya yang kompleks, usaha untuk mengidentifikasi gen yang berpengaruh pada penyakit 20 mempunyai kesuksesan yang terbatas pada pasien yang terjangkit pada penyakit tersebut. Usaha untuk mengidentifikasi gen yang berperan dalam diabetes tipe 2 poligenik terfokus terhadap dua pendekatan: kandidat test gen dan studi penghubungan genom. Pendekatan tersebut telah mengidentifikasi 19 lokus yang terhubung dengan diabetes mellitus tipe 2. Dari semua gen yang telah diidentifikasi selama ini, kebanyakan terlibat dalam fungsi sel β. 2.2.4.2 Obesitas (BMI > 25 Kg/m) Kebanyakan orang dengan diabetes tipe 2 mempunyai adipositas yang berlebih, walaupun prevalensi obesitas yang berhubungan dengan diabetes tipe 2 beragam dalam kelompok ras yang berbeda. Hanya 30% dari warga asia dengan fcdiabetes tipe 2 yang menderita obesitas sedangkan warga Amerika, Eropa dan Afrika mendekati 100%. Walaupun begitu, banyak dari individu yang mempunyai diabetes tipe 2 tidak memenuhi kriteria IMT untuk obesitas tetapi mempunyai distribusi lemak abdomen, menghasilkan rasio pinggul perut yang besar. Peningkatan pada adipositeas viseral berhubungan dengan peningkatan resistensi insulin. 2.2.4.3 Faktor Lingkungan Selain peran yang penting oleh genetik dalam diabetes tipe 2, kontribusi lingkungan sangat besar, terutama dalam penentuan usia onset dan keparahan penyakit. Hal ini secara umum merupakan insidensi rendah dari diabetes tipe 2 di Negara miskin, terutama pada area perkotaan. Negara barat dan berkembang mempunyai insidensi yang lebih tinggi. Dalam setengah abad terakhir, insidensi diabetes tipe 2 meningkat sangat cepat dalam keseluruhan populasi dunia, terutama pada populasi dunia ketiga. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan obesitas pada populasi tersebut yang menggambarkan akses yang meningkat pada makanan yang mengandung kalori yang tinggi dan pengurangan aktivitas fisik. Kombinasi tersebut pada ujungnya menyebabkan peningkatan adipositas (Masharani, 2011). 21 2.2.5 Klasifikasi American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi berbasis etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun 2010. Sistem klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya : (Barclay, 2010). 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM) 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM) 3. Diabetes Autoimun Fase Laten 4. Diabetes karena Kehamilan 2.2.6 Patofisiologi 2.2.6.1 DM Tipe 1 Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial. Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan seleramakan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis. 2.2.6.2 DM Tipe 2 Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat 22 peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000). 4.2.7 Manifestasi Klinis Menurut Bare, et al.(2002), manifestasi klinis Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut. 1. Poliuria. Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi ataucairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria). 2. Polidipsia. Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia). 3. Poliphagia. Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia). 4. Penurunan berat badan. Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis. 5. Malaise atau kelemahan. 23 4.2.8 Diagnosa Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c), kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral. The American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua kemungkinan yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak > 126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah sewaktu > 200mg / dL dengan adanya kelainan berupa poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay, 2010). Diagnosis DM menurut ADA (2012) dapat ditegakkan melalui salah satu cara berikut ini. 1. HbA1c ≥6,5%. Tes ini harus dilakukan di laboratorium yang menggunakan metode bersertifikat serta sudah distandarisasi. 2. Glukosa plasma puasa (Fasting Plasma Glucose = FPG) ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa didefinisikan sebagai tidak adanya asupan kalori selama minimal 8 jam. 3. Glukosa plasma 2 jam ≥ 200 mg/dl (11.1mmol/l) selama tes toleransi glukosa oral (TTGO). Tes harus dilakukan seperti yang dijelaskan oleh WHO yaitu menggunakan glukosa dengan beban 75 g dilarutkan dalam air. 4. Pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia, plasma acak glukosa ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l). 2.2.9 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya : 24 2.2.9.1 Perencanaan Makanan Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu : 1. Karbohidrat sebanyak 60 ± 70 % 2. Protein sebanyak 10 ± 15 % Total dari seluruh energi 3. Lemak sebanyak 20 ± 25 % Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu : 1. Makanan pagi sebanyak 20% 2. Makanan siang sebanyak 30% Total dari seluruh energi 3. Makanan sore sebanyak 25% 4. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya (Hiswani,2007). 2.2.9.2 Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Hiswani,2007). Tabel 2.2 Aktivitas Fisik Sehari-hari Kurangi aktivitas Hindari aktivitas sedenter Persering aktivitas Misalnya : menonton televisi, menggunakan internet, main game computer Mengikuti olahraga rekreasi dan Misalnya : jalan cepat, golf, olah otot, beraktivitas fisik tinggi pada waktu bersepeda, sepak bola liburan Aktivitas harian Kebiasaan bergaya hidup sehat Misalnya : berjalan kaki ke pasar (tidak menggunakan mobil), menggunakan tangga (tidak menggunakan lift), menemui rekan kerja (tdak hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat parker Sumber : Konsesus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2006 25 2.2.9.3 Pengelolaan farmakologis Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 6 jenis obat, antara lain (Soegondo,2007) : 1. Sulfonilurea Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara : 1. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan. 2. Menurunkan ambang sekresi insulin. 3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resikohipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. 2. Biguanid Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (IMT 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 2730), dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea. 3. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. 4. Penghambat Alfa-Glukosidase Contoh golongan obat ini adalah arcabose. Arcabose menurunkan hiperglikemia postprandial dengan cara memperlambat penyerapan glukosa di usus. Arcbose tidak mempengaruhi ambilan glukosa maupun sekresi insulin. Obat ini diminum sebelum makan. Efek samping antara lain flatus, diare, dan perut kembung. 26 5. Thiazolindione Kelompok obat yang termasuk obat generasi baru ini bekerja dengan menurunkan resistensi insulin dan menaikkan sensitivitas insulin, meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer, serta mengurangi produksi glukosa dihati. Kelompok obat ini antara lain troglitazone, rosiglitazone, dan pioglitazone. Thiazolindione tidak boleh diberikan pada penderita dengan penyakit hati dan gagal jantung kongestif berat. Pemberian pada wanita hamil tidak dianjurkan. 6. Insulin Indikasi pengobatan dengan insulin adalah : Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis. DM dengan kehamilan DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan). DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dandinaikkan perlahan - lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bilasulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin. 2.2.9.4 Edukasi Penyuluhan untuk merencanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare, et al. 2002). 2.2.9.5 Penilaian Hasil Terapi Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah (PERKENI, 2006). 27 Pemeriksaan kadar glukosa darah Tujuan pemeriksaan glukosa darah : Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai - Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Pemeriksaan A1C Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika mengalami gejala seperti hypoglicemic spells (Hiswani,2007). 2.2.9.6 Komplikasi Komplikasi akut pada diabetes mellitus antara lain (Boedisantoso R, 2007): 1. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan 28 gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida. Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan lain-lain. 2. Ketoasidosis Diabetik ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian pada pasien DM. 3. Hiperglikemia Non Ketotik Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel yang akhirnya akan menjadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah, saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan beberapa komplikasi antara lain (Waspadji, 2006) : 1. Retinopati Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan 29 meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan. b. Nefropati Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular dan disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan mikroalbuminuria dna kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal. c. Neuropati Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit dimalam hari. d. Penyakit jantung koroner Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner. e. Penyakit pembuluh darah kapiler Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah di kaki.