bab i status pasien

advertisement
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama
: An. Even Lenardo
Agama
: Kristen
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl mundu, Taman Mini
Umur
: 14 7/12 tahun
Masuk
: 25 Mei 2013
Pekerjaan
: Pelajar
Pendidikan
: SMP
ANAMNESA (Tanggal 30 Mei 2013)
KELUHAN UTAMA
memar pada paha kanan sejak ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
KELUHAN TAMBAHAN
Demam, badan lemas, nyeri pada derah bengkak
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke poli RS PGI Cikini dengan keluhan bengkak pada paha kanan pasien sejak ±
2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya, sekitar ± 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit pasien dipukul oleh adik asien ketika sedang bermain dengan menggunakan mata ikat
pinggang. Setelah dipukul, bekas pukulan menjadi biru dan bengkak, kemudian terasa nyeri.
Pasien sempat membiarkan hal ini, namun memar tersebut menjadi semakin besar dari hari ke
hari, kaki semakin terasa berat dengan nyeri yang semakin hebat diikuti dengan demam yang
dirasakan sepanjang hari. Bengkak terasa hangat dan keras, berwarna kebiruan dan semakin
membesar. Pasien memiliki riwayat jika terluka susah untuk sembuh dan membeku, kurang
lebih sekitar 30 menit baru luka tersebut dapat membeku. Sejak pasien 3 tahun pasien juga
sering jatuh dan menderita memar serta bengkak hebat didaerah lutut segera setelah jatuh
yang sembuh dalam waktu lama. Oleh orang tua paien, pasien diperiksakan ke dokter dan
dikatakan menderita hemofilia A. Pasien pernah mendapatkan terapi dengan transamin, Coate,
Cryopresipitat, Thrombopop gel, dan sudah sering berobat di RSCM.
1 | H e m o fi l i a A
)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengaku pernah dirawat lebih dari 5 kali karena keluhannya.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Disangkal.
KEDUDUKAN DALAM KELUARGA : Anak pertama dari 3 bersaudara
LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL Kompleks perumahan
PEMERIKSAAN UMUM (tanggal 30 mei 2013)
KESADARAN
: Composmentis (E4V5M6)
NADI
: 130x/menit
RESPIRASI
: 20x/menit
SUHU
: 36,50C
UMUR KLINIS
: remaja
GIZI
: Cukup
KULIT
: Sawo matang
BB
: 60 kg
STATUS GENERALIS
KEPALA
: T.A.K
MATA
: Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik
HIDUNG
: Sekret -/-, lapang / lapang
TELINGA
: Liang telinga lapang/lapang, Serumen - /-, sekret -/-
LEHER
: KGB tidak teraba
TORAKS
: Pergerakan simetris, kanan = kiri
JANTUNG
: BJ I-II Normal, Gallop Ө, Murmur Ө
PARU-PARU
: BND Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
ABDOMEN
: Perut datar, supel, bising usus (+), hepar dan lien tidak teraba
membesar
EKSTREMITAS
: akral hangat, capillary time refill < 2”/ < 2”, tonus otot +/+,
hemartrosis genue dextra, hematoma regio femoralis dextra, ankylosis
plantar sinistra
2 | H e m o fi l i a A
)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
25/05/13 28/05/13 30/05/13
31/05/13
Normal
LEDPemeriksaan
115 25/05/2013
102
99
Normal 0-10 mm/jam
Hb
3.3
7.1
12.8-16.8 g/dl
Bilirubin total
1.2 5.6
0.1 9.6
– 1.0 mg/dL
3
Leukosit
19.2
8.3
6.4
7.2
Bilirubin direk
0.3
0.1-0.2 mg/dL5-10 10 /µL
Eritrosit
1.41
2.63
4.5-5.5 103/µL
Bilirubin indirek
0.9
0.13.71
– 0.8 mg/dL
Hematokrit
11
23
SGOT
60 18
031
– 50 U/L 40-48%
Retikulosit
59
71
SGPT
29
073
– 50 U/L 5-15 permil
3
Trombosit
519
548
Ureum
25 482
10-50 mg/dL 5-10 10 /µL
Basofil
0
0
Kreatinin
0.7
0.6 –0 1.1 mg/dL 0-1%
Eosinofil
0
6
Na
131
135 -5147 mEq/L 1-3 %
Neutrofil
batang
0
0
K
3.8
3.5 -05.0 mEq/L 2-6%
Neutrofil
segmen
76
65
Ca
8.9
8.8 –6310.3 mg/dL 50-70%
Limfosit
14
23
27
20-40%
Pemeriksaan
16/02/2010
03/06/2013
06/06/2013
Normal
Monosit
10
6
5
2-8 %
FVIII
0.01
1.0
111 %fL
MCV
75
86
83
81-92
FIX
62
74 %pg
MCH
23.4
27.0
25.9
27-32
Coomb’s
Ab Rhesus (+)
MCHC test
31.4
31.3
31.4
32-37 g/dl
Masa pembekuan
13-14
10-16 mnt
(lee-white)
APTT
Pasien
107.4
69.8
51.7
47.6
26.4–37.5 detik
Kontrol
31.3
31.9
32.6
31.5
PT
11-14.2 detik
Pasien
13.9
12.5
Kontrol
11.9
13.4
INR
1.1
1.0
Fibrinogen
675
180-350 mg/dl
Masa pendarahan
3 ‘ 30
1-6 menit
(IVY)
Gol darah/Rh
AB/ (+)
(tanggal 04 juni 2013)
Lupus Anticoagulant
LA 1
Pasien
Kontrol
Ratio
LA 2
Pasien
Kontrol
Ratio
Ratio LA 1: LA2
Hasil
42.80
42.40
1.01
Nilai Rujukan
< 1.2 : 1.2 -1.5: (+) mild
1.5-2.0 : (+) moderate
> 2.0 : (+) severe
31.30
33.40
0.94
1.08
DIAGNOSA KERJA
HEMOFILIA A
3 | H e m o fi l i a A
)
DIAGNOSIS BANDING
HEMOFILIA B
TERAPI

Pro rawat inap

Diet biasa

IVFD :
Ringer laktat 20 tetes/ menit (makro)

Medikamentosa



:
Panadol 3 x 500 mg
Asam tranexamat 3x500 mg
Kriopresipitat 2 x 10 unit
PEMERIKSAAN ANJURAN

Darah Lengkap

Fungsi Hati (SGOT, SGPT)

FVIII, FVIII inhibitor

PT, APTT
PROGNOSIS

AD VITAM

AD SANATIONUM : dubia ad malam

AD FUNGSIONUM : dubia ad malam
: dubia ad bonam
4 | H e m o fi l i a A
)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. SISTEM HEMATOLOGI 1,2,3
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sumsum tulang dan limfa nodus. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ
lain karena berbentuk cairan. Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi
dalam plasma darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit dan leukosit. Terdapat beberapa
bentuk leukosit yaitu eusinofil, basofil, monosit, netrofil, dan limfosit. Selain itu dalam
suspensi plasma, ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti yang disebut trombosit.
5 | H e m o fi l i a A
)
Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% sampai 45% volume darah.
Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai
cairan merah, opak dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung
dalam eritrosit.
Volume darah manusia sekitar 7% sampai 10% berat badan normal dan berjumlah
sekitar 5 liter. Karena berupa cairan, selalu terdapat bahaya kehilangan darah dari
system vaskuler akibat trauma. Untuk mencegah bahaya ini, darah memiliki mekanisme
pembekuan yang sangat peka yang dapat diaktifkan setiap saat diperlukan untuk
menyumbat kebocoran dalam pembuluh darah. Terdapat dua jalur dalam pembekuan
darah yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik yang nantinya menyatu menjadi jalur
bersama.
a.)
Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik yang disebut juga dengan fase kontak memerlukan faktor
VIII, faktor IX, faktor X, faktor XI, dan faktor XII. Juga memerlukan
prekalikrein dan HMWK, begitu juga ion kalsium dan fosfolipid yang
disekresi dari trombosit. Mula- mula jalur intrinsik terjadi apabila
prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII terpapar ke permukaan
pembuluh darah adalah stimulus primer untuk fase kontak.
Kumpulan komponen-komponen fase kontak merubah prekallikrein menjadi
kallikrein, yang selanjutnya mengaktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa.
Faktor XIIa kemudian dapat menghidrolisa prekallikrein lagi menjadi
kallikrein, membentuk kaskade yang saling mengaktifasi. Faktor XIIa juga
mengaktifasi faktor XI menjadi faktor XIa dan menyebabkan pelepasan
bradikinin, suatu vasodilator yang poten dari HMWK. Dengan adanya
Ca2+, faktor XIa mengaktifasi faktor IX menjadi faktor IXa, dan faktor IXa
mengaktifasi faktor X menjadi faktor Xa. Gangguan pada jalur ini dapat
b.)
dinilai dari Protrombin Time (PT).
Jalur ekstrinsik
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat yang trauma dalam respons terhadap
pelepasan tissue factor (faktor III). Kaskade koagulasi diaktifasi apabila
tissue factor dieksresikan pada sel-sel yang rusak atau distimulasi (sel-sel
vaskuler atau monosit), sehingga kontak dengan faktor VIIa sirkulasi dan
membentuk kompleks dengan adanya ion kalsium. Tissue factor adalah
suatu kofaktor dalam aktifasi faktor X yang dikatalisa faktor VIIa. Faktor
VIIa, suatu residu gla yang mengandung serine protease, memecah faktor X
menjadi faktor Xa, identik dengan faktor IXa dari jalur instrinsik. Aktifasi
6 | H e m o fi l i a A
)
faktor VII terjadi melalui kerja trombin atau faktor Xa. Tissue factor banyak
terdapat dalam jaringan termasuk adventitia pembuluh darah, epidermis,
mukosa usus dan respiratory, korteks serebral, miokardium dan glomerulus
ginjal. Gangguan pada jalur ini dapat dinilai dari Partial thromboplastin time
(PTT) dan activated PTT (aPTT).
Aktifasi tissue factor juga dijumpai pada subendotelium. Sel-sel endotelium dan
monosit juga dapat menghasilkan dan mengekspresikan aktifitas tissue factor atas
stimulasi dengan interleukin-1 atau endotoksin, dimana menunjukan bahwa cytokine
dapat mengatur ekspresi tissue factor dan deposisi fibrin pada tempat inflamasi.
Kemampuan faktor Xa untuk mengaktifasi faktor VII menciptakan suatu hubungan
antara jalur instrinsik dan ekstrinsik. Selain itu hubungan dua jalur itu ada melalui
kemampuan dari tissue factor dan faktor VIIa untuk mengaktifasi faktor IX menjadi
IXa. Hal ini terbukti bahwa ada pasien-pasien dengan defisiensi faktor VII tetapi tidak
defisiensi faktor XI, terjadi penurunan kadar dari aktifasi faktor IX, sedangkan pasienpasien dengan defisiensi faktor VIII atau faktor IX, mempunyai kadar yang normal dari
aktifasi faktor X dan prothrombin. Dan pada infusion recombinant factor VIIa dengan
dosis yang relatif kecil (10-20 mg/kg BB) pada pasien-pasien dengan defisiensi faktor
VII menghasilkan suatu peningkatan yang besar pada konsentrasi aktifasi faktor X.
Faktor IXa yang baru dibentuk itu membentuk kompleks dengan faktor VIIIa dengan
adanya kalsium dan fosfolipid membrane, dan selanjutnya juga mengaktifasi faktor X
menjadi Xa. Kompleks ini disebut “tenase“ dan ternyata bukti-bukti menunjukan bahwa
jalur ekstrinsik berperan utama dalam memulai pembekuan darah in vitro dan
pembentukan fibrin. Activated factor Xa adalah tempat dimana kaskade koagulasi jalur
intrinsik dan ekstrinsik bertemu. Faktor Xa berikatan dengan faktor Va (diaktifasi oleh
trombin),yang
mana
dengan
kalsium
dan
fosfolipid
disebut
kompleks
“prothrombinase“, yang secara cepat merubah protrombin menjadi trombin.
7 | H e m o fi l i a A
)
2.2. DEFINISI HEMOFILIA4,7
Hemofilia adalah kelainan darah terkait dengan kromosom X, bersifat resesif herediter
dan terjadi akibat defisiensi faktor VIII (hemofilia A), faktor IX (hemofilia B atau
Christmas Disease), dan kekurangan faktor XI (hemofilia C). Hemofilia A sendiri
merupakan suatu kelainan pembekuan darah bawaan yang umumnya berat dan fatal.
2.3. HEMOFILIA A
2.3.1. EPIDEMIOLOGI 4,5,9
Secara epidemiologi dikatakan bahwa angka kejadian hemofilia A berkisar
yang paling rendah 1 per 20.000 populasi dan yang tertinggi 1 per 10.000
populasi, hemofilia A jauh lebih banyak dibandingkan dengan penderita
hemofilia B, angka kejadian hemofilia B biasanya kurang dari seperlima
hemofilia A, hemofilia dapat terjadi pada semua suku bangsa dan semua data
laporan dari World Federation of Haemofilia (WFH) 2002 tercatat jumlah
penderita hemofilia yang terdaftar hanya 150 penderita, namun sejak tahun
2005 setelah terbentuk organisasi Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia
(HMHI) di Jakarta pendataan penderita sudah mulai terorganisir. Hemofilia
terjadi pada 1 dari 5000 bayi laku-laki yang dilahirkan, saat ini sekitar 20.000
laki-laki di amerika mempunyai kelainan ini. Berdasarkan data terakhir dari
Yayasan Hemofilia Indonesia/HMHI Pusat jumlah penderita hemofilia yang
sudah teregistrasi sampai Juli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21
provinsi dari 30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data
registrasi kemungkinan adanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan
jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 217.854.000 populasi (BPS
Indonesia, 2004), secara nasional prevalensi hemofilia hanya mencapai ± 4,1/1
juta populasi, angka ini sangat kecil dibandingkan prediksi secara epidemiologi
seharusnya di Indonesia penderita hemofilia ± 21.000 orang.
2.3.2.
ETIOLOGI6,7
Penyebab hemofilia dibagi menjadi dua faktor, yaitu:
1.
Faktor Kongenital
Hemofilia yang bersifat kongenital berkaitan dengan adanya defek gen
yang terletak pada kromosom X, yaitu gen Xq28 yang merupakan gen
2.
pembawa faktor VIII.
Faktor didapat
Faktor didadapat atau Acquired Hemophilia A merupakan suatu
gangguan yang terjadi akibat defisiensi faktor VIII secara mendadak
akibat adanya proses autoimun yang terkait dengan IgG.selain itu
8 | H e m o fi l i a A
)
hemofilia yang didapat juga bisa disebabkan oleh defisiensi faktor II
(protrombin) yang terdapat pada keadaan berikut:
1. Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan
faktor darah khususnya faktor II mengalami gangguan.
2. Defisiensi vitamin K, hal ini terjadi pada penderita ikterus obstruktif,
fistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus tidak sempurna atau
karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.
3. Penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain
4. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat
antagonistik terhadap protrombin.
5. Disseminated intravascular coagulation (DIC).
2.3.3.
PATOFISIOLOGI 3,4
Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan
komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut
diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera.
Faktor VIII bersikulasi dalam darah dan berikatan dengan molekul yang lebih
besar yaitu von Willebrand Factor dan menjadi kompleks faktor VIII (VIIIc)
defisiensi dari VIIIc ini yang menyebabkan terjadinya hemofilia A. Klasifikasi
hemofilia berdasarkan kadar faktor VIII dalam plasma dibagi menjadi
Hemofilia berat bila kosentrasi faktor VIII plasma kurang dari 1 IU/dl.
Hemofilia sedang bila kosentrasi plasma antara 1 – 5 IU/dl, dan hemofilia
ringan bila kosentrasi plasma antara 6 – 40 IU/dl dari kadar normal.
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII
antihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor
utama dalam pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF
yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit.
Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang
cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat
penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin
memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan
menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem
fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang
mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair.
Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena
stabilisasi fibrin yang tidak memadai.
9 | H e m o fi l i a A
)
2.3.4.
GENETIK 4,6
Pada gambar diatas laki-laki dengan defek pada gen, defek dimanifestasikan
secara klinis. Namun laki-laki tersebut tidak dapat menurunkan defek tersebut
kepada anak laki-lakinya melainkan menurunkan kepada anak setiap
perempuannya sebagai carrier. Seorang carrier jika menikah dengan pria tanpa
defek kromosom x akan menurunkan defek tersebut kepada setengah dari anak
laki-lakinya dan menurunkan kepada anak perempuannya sebagai carrier
selanjutnya namun jika carrier menikah dengan laki-laki dengan hemofilia
setengah dari anak perempuannya dapat menjadi penderita hemofilia secara
klinis.
2.3.5.
GEJALA KLINIS2,4,7,9
Gambaran klinis yang berat dari Hemofilia A ditandai dengan perdarahan
akibat trauma berulang, trauma yang relatif ringan atau akibat perdarahan
spontan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam persendian lutut,
siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha dan daerah otot yang paling
sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas.
Gambaran klinis yang umumnya ditemukan pada pasien hemofilia A:
a. Hemarthrosis4
Hemarthrosis merupakan perdarahan yang berasal dari pembuluh darah
synovial yang dapat terjadi secara spontan atau akibat adanya trauma. Pada
fase akut terjadi pembesaran akibat kumpulan darah di intrasunovial,
spasme otot turut serta dalam meningkatkan tekanan intrasynovial.
Perdarahan pada struktur periartikular.
Persendian normalnya akan kembali kefungsi normalnya, namun absorbsi
darah intraartikular tidak sempurna. Darah yang tersisa menyebabkan
peradangan membran synovial dan menyebabkan sendi tetap bengkak dan
nyeriselama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hemartrosis akut yang
terjadi berulang menyebabkan synovium menjadi penuh dengan pembuluh
darah dan menebal yang mempermudah trauma synovial pada aktivitas
fisik ringan.
10 | H e m o fi l i a A
)
Tahap terminal dari hemarthrosis disebut juga arthropati hemofilik kronis,
berupa ankylosis pada persendian. Fraktur komplit dapat terjadi pada
persendian kecil karena struktur persendian yang lebih lemah dan korteks
tulang yang lebih tipis. Gejala lain yang dapat terjadi akibat hemartrosis
antara lain atrofi dan proliferasi tulang, permukaan tulang sendi yang
tajam, nekrosis tulang dan pembentukan kista.
Pada Hemofilia Berat gejala klinis berupa hemarthrosis berat dan berulang
umumnya menyebabkan kecacatan pada pasien yang tidak mendapatkan
terapi, hemofilia derajat ini juga sering disebut sebagai hemofilia kalsik.
Pada hemofilia sedang menyebabkan hemarthrosis kuantitas dan kualitas
yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi berat dan umumnya jarang
menyebabkan kecacatan. Pada hemofilia ringan hemarthrosis dan
perdarahan spontan umumnya tidak terjadi meskipun perdarahan dapat
timbul pada pasien dengan trauma atau yang mengikuti prosedur operasi.
b. Hematoma subkutan dan intramuskular 4,7,9
Ekimosis luas, hematoma subkutan dan intramuskular umumnya terjadi
pada daerah wajah dan mengisi struktur yang lebih dalam. perdarahan
subkutan dapat meluas hingga lebih dari setengah area tubuh. Di lokasi asal
cedera, jaringan umumnya mengeras, meninggi, dengan indurasi, dan
keunguan kehitaman. Dari pusat ini, perdarahan meluas ke segala arah.
Titik asal perdarahan dapat diserap seluruhnya sementara margin masih
berkembang. Hematoma intramuskular dan subkutan dapat menghasilkan
leukositosis, demam, dan sakit parah dengan tidak adanya perubahan warna
yang signifikan dari kulit di atasnya.
Hematoma dapat menghasilkan
konsekuensi serius dari kompresi struktur vital. Perdarahan ke dalam lidah,
tenggorokan, atau leher dapat berkembang secara spontan dan sangat
berbahaya karena dapat mengganggu jalan napas secara cepat. Gangren
diakibatkan tekanan pada arteri, dan kontraktur iskemik adalah gejala sisa
yang umum pada perdarahan di betis atau lengan, seperti dalam kontraktur
11 | H e m o fi l i a A
)
Volkmann. Lesi saraf perifer dari berbagai tingkat keparahan adalah
komplikasi umum dari perdarahan ke dalam sendi atau otot, seperti pada
kompresi saraf femoral disebabkan oleh hematoma dari iliacus.
c. Hematoma psoas dan retroperitoneal4,9
Perdarahan spontan ke dalam ruang fasia internal dan otot-otot perut adalah
umum pada hemofilia A. Perdarahan ke dalam atau di sekitar otot iliopsoas
menyebabkan sakit yang meningkatkan keparahan, ketika itu terjadi di sisi
kanan, dapat menggambarkan apendisitis akut. Keterlibatan saraf femoralis
mungkin sebagian atau seluruhnya, dengan perkembangan nyeri pada
permukaan anterior paha. Ditemukan adanya pemriksaan psoas positif.
Parestesia, anestesi parsial atau lengkap, dan, akhirnya, kelemahan atau
kelumpuhan ekstensor paha dengan atrofi otot akhirnya mungkin terjadi.
Perdarahan retroperitoneal dan perdarahan intraperitoneal juga umum.
Computed tomography dapat membantu dalam diagnosis hematoma ini
d. Perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria4,9
Perdarahan dari mulut, gusi, bibir, frenulum, dan lidah adalah umum dan
seringkali serius. Pertumbuhan gigi tetap biasanya terjadi tanpa perdarahan
abnormal, tapi ini bisa disertai dengan perdarahan yang berlangsung
selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Epistaksis terjadi pada banyak
pasien. Hematemesis, melena, atau keduanya umumnya jarang. Sumber
pendarahan biasanya dari saluran pencernaan bagian atas. Pada kebanyakan
pasien dengan perdarahan persisten atau berulang, umumnya berasal dari
lesi struktural, paling sering ulkus peptikum atau gastritis. Perdarahan bisa
disertai dengan nyeri perut, kembung, peningkatan peristaltik, demam, dan
leukositosis. Perdarahan intramural ke dinding usus dapat menyebabkan
intususepsi atau obstruksi. Hematuria, meskipun lebih umum daripada
perdarahan
gastrointestinal,
jarang berasal
dari kondisi patologis
dibuktikan pada saluran genitourinari. Perdarahan mungkin timbul dalam
kandung kemih atau dalam satu atau kedua ginjal dan dapat bertahan
selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Ketika gumpalan terbentuk,
kolik ureter dapat berkembang.
e. Perdarahan akibat trauma4,7
Pasien dengan gangguan koagulasi mengalami perdarahan abnormal dari
luka kecil seperti torehan pisau cukur. Pada cedera yang lebih besar, terjadi
pemanjangan perdarahan. Hal ini dapat timbul sebagai luka yang timbul
selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau bulan, atau mungkin berupa
12 | H e m o fi l i a A
)
luka besar dan mengancam nyawa. Pemanjangan pendarahan dapat terjadi
pada pasien dengan hemofilia ringan dan merupakan bahaya yang
signifikan pada prosedur bedah minor, terutama yang berupa rawat jalan,
seperti ekstraksi gigi dan tonsilektomi. Venipuncture, jika terampil
dilakukan, tanpa bahaya bagi penderita hemofilia karena elastisitas dinding
vena. Jika venipuncture menyebabkan trauma, tekanan pada daerah tusukan
atau tekanan dengan balutan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.
Subkutan,
intrakutan,
dan
suntikan
intramuskular
kecil
jarang
menghasilkan hematoma jika tekanan jari dipertahankan selama setidaknya
5 menit. Suntikan intramuskular besar harus dihindari.
f. Gambaran klinis pada bayi4,9
Bayi biasanya tidak menunjukkan gejala karena mereka terisolasi dari
trauma, hematoma terlihat pertama ketika anak-anak menjadi aktif, dan
hemartrosis jarang berkembang sampai mereka mulai berjalan. Kadangkadang, bukti gangguan tersebut tidak terlihat sampai pasien mencapai usia
dewasa remaja atau muda. Perdarahan spontan mungkin dapat terjadi.
Petechiae, yang merupakan karakteristik dari gangguan trombosit dan
pembuluh darah, jarang terjadi pada pasien dengan hemofilia tetapi telah
dicatat pada pasien terkena dampak selama eksaserbasi perdarahan.
Perdarahan dari tali pusar atau tunggul tidak biasa, tapi perdarahan
berkepanjangan setelah sunat adalah umum dan membawa hemofilia
menjadi perhatian orang Ibrani kuno. Perdarahan paru dan pleura jarang
terjadi, meskipun bayangan mediastinum dan pleura telah dicatat radiografi
dan mungkin berasal dari hematoma segar atau tua. Perdarahan intraokular
jarang, tetapi perdarahan ke dalam orbit dan konjungtiva sering terjadi.
Ruptur spontan limpa telah dilaporkan. Perdarahan intrakranial dibahas
dalam Aspek Khusus bagian Perlakuan.
2.3.6.
KOMPLIKASI3,4,7
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai
benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor
diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor
terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau
faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita
hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan
13 | H e m o fi l i a A
)
mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor
dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan
berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap
dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis).
Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan
berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering
perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Sendi
yang paling sering rusak adalah sendi seperti :
1.
Lutut
2.
Pergelangan kaki
3.
Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap
tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi yang
mempunyai penunjang yang lebih baik, jarang terjadi perdarahan
seperti :
1. Panggul
2. Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang - kadang
mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan
sendi.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah
infeksi yang ditularkan oleh darah. Mereka terkena infeksi ini dari plasma,
cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan
membuat hidup mereka normal. Di seluruh dunia banyak penderita
hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C, serta sirosis hepatis
yang juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi akibat infeksi
dari virus hepatitis itu sendiri.
4. Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18 tahun akan
terhambat perkembangan skill dan kemampuan kognitifnya demikian pula
halnya dalam emosi dan masalah perilaku.
2.3.7.
DIAGNOSA BANDING4,6
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan mana yang
kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau
dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan
aktivitas masing-masing faktor. Untuk mengetahui aktifitas F VIII dan IX perlu
14 | H e m o fi l i a A
)
dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktifitas F VIII rendah sedang
pada hemofilia B aktifitas F IX rendah.
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari
penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan
aktifitas F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh
defisiensi atau gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von
Willebrand kurang maka F VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang
melindunginya dari degradasi proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von
Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena
proses adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan aPTT,
aPTT bisa normal atau memanjang dan aktifitas F VIII bisa normal atau
rendah. Disamping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von
Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa
perdarahan normal, kadar dan fungsi von Willebrand juga normal.
2.3.8.
PEMERIKSAAN PENUNJANG4,8
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita
hemofilia diantaranya :
1.
Pemeriksaan laboratorium :
 Pemeriksaan kadar trombosit
 Pemeriksaan kadar eosinofil yang umumnya mengalami peningkatan
pada kondisi berat.
 Pemeriksaan assay faktor pembekuan di dalam plasma. Pada
hemofilia A yang dinilai adalah kadar faktor VIIIc.
Kadar faktor pembekuan terseburt umumnya lebih

rendah yang pada orang normal diperkirakan mencapai 100-150%
Usia, kehamilan, kontrasepsi dan pemberian terapi

estrogen juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya faktor-faktor
tersebut.

Defisiensi protein pada hemofilia A dan hemofilia B menyebabkan
terjadinya abnormalitas dari whole blood clotting times, prothrombin
time (PT), dan aktifitas partial thromboplastin times (aPTT).

Konfirmasi laboratorium dengan pemeriksaan bethesda untuk
mengetahui konsentrasi penghambat FVIII atau FIX dengan
merupakan hal yang penting kalau perdarahan tidak dapat dikontrol
15 | H e m o fi l i a A
)
setelah diberikan infus faktor konsentrat yang adekuat selama episode
perdarahan.

Bila terbentuk autoantibody dan alloantibody, akan terjadi
perpanjangan aPTT setelah pemberian plasma dalam jangka aktu 1-2
jam.

Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi
adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase
[SPGT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase
alkali, bilirubin).
2.
Pemeriksaan pencitraan :

Hipertrofi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan
kartilago yang progresif dengan terbentuknya kista pada tulang dapat
diperlihatkan dengan film konvensional, terutama terdapat pada pasien
yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat atau jika sering
terjadi perdarahan sendi yang berulang.

Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang
berkaitan dengan efusi akut atau kronik. Namun tehnik ini tidak
didapat digunakan untuk evaluasi tulang atau kartilago.

MRI dapat digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan
hubungan antara sendi.
3.
Pemeriksaan histologis
Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan histologis akan
memperlihatkan adanya hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis
dan kerusakan dari kartilago. Ada beberapa tahapan yang terlihat dari
pemeriksaan histologis untuk menunjukkan adanya artropati hemofilia
yang dimulai dengan adanya edema intraartikular dan periartikular;
terjadinya erosi yang luas dari kartilago yang menyebabkan hubungan
antara sendi menghilang, terjadi fusi dari sendi, dan pembentukan
fibrosis dan kapsul sendi.
2.3.9.
PENATALAKSANAAN3,4,7,9
1. Terapi suportif7
a. Pencegahan dengan menghindari benturan / luka
b. Jika terjadi luka, langkah pertama yang harus diambil apabila
mengalami perdarahan akut adalah melakukan tindakan RICE (Rest,
Ice,
Compression,
Elevation)
pada
lokasi
perdarahan
untuk
16 | H e m o fi l i a A
)
menghentikan atau mengurangi perdarahan. Tindakan tersebut harus
dikerjakan, terutama sebelum pengobatan definitif dapat diberikan.
c. Kortikosteroid
Berguna menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang
terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis. Dosis 0.5-1 mg/ kgBB
selama 5 – 7 hari dapat mencegah gejala sisa berupa kaku sendi
(arthrosis). Kortikosteroid juga diberikan bila timbul anti koagulan
atau reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat.
d. Analgetik
Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit
sebab lainnya, obt analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus
dihindarkan, begitu pula obat analgetik lainnya yang mengganggu
agregasi trombosit.
e. Rehabilitasi medik
Rehabilitasi medik sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk
mengindari kecacatan yang mungkin terjadi, meliputi latihan pasif /
aktif, tereapi panas dan dingin, penggunaan ortosis, terapi psikososial,
rekreasi dan edukasi.
2. Terapi pengganti faktor pembekuan3,4,9
Satu unit diartikan sebagai 100 ng F VIII dalam 1 ml plasma. Pemberian 1
unit per kilogram berat badan FVIII dapat meningkatkan kadar plasma
dalam darah sebesar 2%. FVIII sendiri mempunyai waktu paruh selama 8
sampai 12 jam dan karenanya harus diberikan dua kali dalam sehari.
Secara umum pada perdarahan ringan bila kadar F VIII mencapai 30%
sudah
cukup
untuk
menghentikan
perdarahan. Perdarahan
sedang
memerlukan kadar F VIII 50% dan pada perdarahan berat seperti pada
pasien yang akan mengikuti prosedur operasi ummnya kadar faktor VIII
diharapkan mencapai 100%.
Terapi pengganti FVIII yang dipakai umumnya konsentrat FVIII,
kriopresipitat dan fresh frozen plasma. Pemberian FFP jarang dipakai karena
dibutuhkan FFP dalam jumlah besar untuk menaikkan kadar FVIII.
- Konsentrat F VIII
Konsentrat FVIII sebelumnya telah melalui proses sterilisasi dengan suhu
diatas 80 0C setelah proses liofilisasi atau setelah menambahkan detergen
organik yang berfungsi menginaktifasi virus seperti HIV, hepatitis B, dan
Hepatitis C tapi tidak untuk parvovirus dan hepatitis A. Pemberian untuk
konsentrat FVIII umumnya dengan memakai perhitungan :
Dosis FVIII (IU) = Target FVIII– FVIII pasien x BB(kg) x 0.5 unit/kg.
17 | H e m o fi l i a A
)
- Kriopresipitat
Terapi Hemofilia yang umumnya digunakan adalah konsentrat FVIII
murni atau dapat juga dipakai kriopresipitat. Komponen utama
krioprisipitat adalah faktor VIII, fibrinogen dan faktor von Willebrand
atau anti hemophylic globulin. Penggunaannya ialah untuk menghentikan
perdarahan karena berkurangnya AHG di dalam darah penderita hemofili
A. Faktor AHG ini tidak bersifat “genetic marker antigen” seperti
granulosit, trombosit atau eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang
dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat “inhibitor”
terhadap faktor VIII karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai
dosis maksimal, tetapi diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu
keadaan klinis. Setiap kantong krioprisipitat mengandung 80 – 100 unit
faktor VIII, satu kantong mengandung 100 U faktor VIII yang dapat
meningkatkan FVIII 35%. Cara pemberian krioprisipitat ialah dengan
menyuntikkan intravena langsung tidak melalui tetesan infus. Komponen
tidak tahan pada suhu kamar, jadi pemberiannya sesegera mungkin
setelah komponen mencair.
Pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat.
Jenis
Kadar
faktor
perdarahan diinginkan (%)
Ringan
30%
Dosis FVIII
(u/kg/bb)
Dosis mula tidak diperlukan diberikan 15
u/kgBB tiap 12 jam selama 2-4 hari
Sedang
50%
Dosis mula 30 u/kgBB dilanjutkan 10 -15
u/kgBB tiap 8 jam selama 1-2 hari,
seterusnya dosis yang sama tiap 12 jam
Berat
100%
Dosis mula 40-50 u/kgBB diteruskan
sesuai dosis sedang
3. Terapi Gen
Saat ini sedang intensif dilakukuan penelitian dengan menggunakan vektor
virus (lentivirus, adeno-associated virus) dan nonvirus. Tujuan dari terapi
ini adaalah untuk mengahasilkan protein yang fungsional dan memperbaiki
kerusakan sel dengan mentransplantasikan sel kedalam organisme hidup.
18 | H e m o fi l i a A
)
Obat-obat lain yang dapat dipergunakan pada penderita hemofilia :
1. DDAVP
Suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-arginine
vasopressine (DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIIIc. Pada hemofilia
ringan sampai sedang obat ini menaikkan kadar F VIIIc 3-6 kali lipat.
Diberikan pada hemofilia dan penyakit vol Willebrand dengan dosis 0,20,5 mg/kgBB dan dilarutkan dalam 30-50 cc NaCl 0.9% dan diinfus
selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam beberapa jam. Infus yang
diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia dan muka menjadi
merah. Hasil pengobatan sangat bervariasi.
2. Antifibrinolitik
Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asam traneksamat
(Tranexamic Acid), dapat mengurangi perdarahan pada hemofilia. Hal ini
dapat diterangkan karena sifat anti fibrinolisis EACA dan asam
traneksamat menyebabkan fibrin yang sudah terbentuk tidak segera
dilisiskan oleh plasmin. Pada tindakan seperti ekstraksi gigi
dapat
diberikan dosis 200 mg/kgBB intravena atau peroral, segera sebelum
tindakan dimulai, diikuti 100 mg/kgBB tiap 6 jam (maksimum 5 g tiap
pemberian). Pemberian selama 1 minggu berikutnya memberikan hasil
yang baik. Asam tranexamat diberikan dalam dosis 250 mg/kgBB secara
oral atau 10 mg/kgBB intravena tiap 8 jam.
Para ahli saat ini telah mengembangkan pengetahuan dalam kerangka terapi
hemofilia dengan spesifikasi khusus dari beberapa jenis trauma perdarahan
antara lain :10
1. Trauma kepala

Trauma ringan (kalau dari pemeriksaan neurologis nomal) namun disini
keluarga tetap diminta untuk berhati-hati dan tetap diberikan koreksi
terhadap perdarahan yang terjadi.

Trauma yang signifikan (seperti jatuh dari tangga, jatuh saat bermain dan
lain-lain), walau tanpa ada gejala yang berat. Maka koreksi harus tetap
diberikan 100% dan dilakukan pemeriksaan CT scan. Pemberian koreksi
diberikan 30-50% per 12 jam setelahnya dapat dilakukan 1 atau 2 kali
lagi.
19 | H e m o fi l i a A
)

Anak dengan hemofilia berat dan ada riwayat perdarahan intrakranial
maka harus diberikan tindakan profilaksis.
2. Pembengkakan lidah atau leher
Anak dengan pembengkakan lidah atau leher harus dilakukna evaluasi untuk
mengatasi masalah obstruksi jalan pernapasan. Disamping itu tindakan
koreksi diberikan tetap 100%.
3. Nyeri dada atau nyeri abdomen
Beberapa gejala dari keadaan tersebut harus dilakukan evaluasi dan
penderita dapat dilakukan terapi rumah saja kecuali didapatkan keadaan
yang memberat setelahnya.
4. Compartment Syndrome
Kalau terjadi keadaan ini maka koreksi harus segera dilakukan (70-100%),
diulangnya lagi 12 jam kemudian sebanyak 30-50%.
5. Hemarthrosis
Jika terjadi hemarthrosis maka direkomendasikan untuk dilakukan terapi
intensif.
Setiap ada hemarthrosis harus dilakukan infus dari faktor
pembekuan, kemudian dilakukan follow up untuk menilai hasil terapi.
6. Perdarahan pada mulut
Dapat diberikan Amicar (epsilon aminocaproic acid) atau thrombin topikal
kalau perdarahan tersebut minimal atau hanya untuk beberapa jam. Namun
jika didapatkan perdarahan yang agak berat maka di indikasikan untuk
pemberian faktor pengganti. Pemeriksaan hemoglobin harus dilakukan lebih
dari 1 kali untuk menilai hasil terapi.
7. Hematuria
Hematuria yang dikaitkan dengan trauma abdomen atau tulang belakang.
Maka harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau radiologis lainnya,
dan dilakukan pemberian terapi pengganti.
8. Fraktur
Pada sebagian besar fraktur diperlukan faktor pengganti untuk jangka waktu
5-7 hari. Terapi awal diberikan korekti 70% selanjutnya kemudian
diberikan kadar 30%, tergantung dari berat ringannya fraktur.
2.3.10. PROGNOSIS4,10
20 | H e m o fi l i a A
)
Sejak tahunn 1970, pasien dengan hemofilia mempunyai harapan hidup sama
dengan pasien normal lainnya. Pemberian profilaktik anti hemofilia faktor
lebih awal secara dramatis dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
penderita hemofilia A dan B. Prognosis ini akan diperburuk oleh komplikasi
virus yang terjadi selama pemberian terapi pengganti. Demikian juga halnya
jika terjadi perdarahan intrakranial maupun organ vital lainnya.
BAB III
ANALISA KASUS
epidemiologi
Gejala klinis
Komplikasi
Realita
Pasien laki-laki usia 14 tahun,
datang dengan keluhan memar
akibat
pukulan
pada
paha
kanannya. Sudah sering mengalami
hal seperti ini sejak usia 3 tahun.
Menurut keluarga pasien tidak
terdapat anggota keluarga yang
memilki keluhan seperti ini.
Pada pasien ditemukan gejala:
- Lemas
- Hemartrosis
- Hematoma subkutan dan
intramuskular
- nyeri
pada pasien ini terbentuk antibodi
“inhibitor” terhadap faktor VIII.
Reaksi ini biasanya terjadi karena
adanya pemberian Cryopresipitat
dengan dosis maksimal. Untuk
teori
Umumnya hemofilia A dengan
manifestasi klinis didapatkan pada
laki-laki karena penyakit ini dibawa
oleh kromosom X.
Pada pasien dengan hemofilia dapat
ditemukan gejala:
- demam
- hemartrosis
- hematoma
subkutan dan
intramuskular
- hematoma
psoas
dan
intraperitonial
- hematoma
gastrointestinal
dan genitourinaria
- nyeri hebat pada daerah yang
mengalami trauma
Pada pasien dengan Hemofilia,
komplikasi yang dapat terjadi
adalah:
 Komplikasi virus yang timbul
antara lain infeksi HIV.
21 | H e m o fi l i a A
)
komplikasi
lainnya,
ditemukan pada pasien.
tidak 



Pemeriksaan
penunjang
Komplikasi
lainnya
adalah
penyakit hepatitis dan sirosis
hepatis. Perdarahan intrakranial
terjadi pada 2-8% penderita dan
hal ini menyebabkan kematian.
Perdarahan lainnya yang dapat
timbul terutama pada jaringan
lunak akibat obstruksi saluran
napas atau kerusakan organ
dalam.
Diperkirakan 25% anak-anak
dengan hemofilia pada usia 6-18
tahun
akan
terhambat
pertumbuhan
skil
dan
kemampuan
kognitifnya
demikian pula halnya dalam
emosi dan masalah perilaku.
Pada pasien-pasien yang diterapi
dengan Cryopresipitate dalam
dosis yang maksimal, akan
menghasilkan antibodi “inhibitor”
bagi faktor VIII.
Pada pasien, telah diperiksa Pada
penyakit
Hemofilia,
pemeriksaan penunjang:
pemeriksaan
penunjang
yang
Pemeriksaa Laboratorium:
dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium:
 Pemeriksaan Whole Blood
 Pemeriksaan faktor VIII dan
Clotting times
IX
 Pemeriksaan Prothrombin
 Pemeriksaan Whole Blood
time
Clotting times
 Pemeriksaan APTT
 Pemeriksaan
Prothrombin
 Pemeriksaan ada/tidaknya
time
faktor inhibitor faktor VIII
 Pemeriksaan APTT
 Pemeriksaan fungsi hati:
 Pemeriksaan
ada/tidaknya
SGOT, SGPT.
faktor inhibitor faktor VIII
 Pada
hemofilia
C:
pemeriksaan Complete Blood
Count dan kadar faktor XI,
faktor
VIII
dan
Von
Willebrand Factor, serta PT,
APTT dan Thrombin Time.
2. Pemeriksaan Pencitraan:
 Foto Genu: untuk melihat
ada
atau
tidaknya
22 | H e m o fi l i a A
)
Penatalaksanaan 


Hamarthrosis, Hematoma,
pseudotumor dan berbagai
kelainan sendi dan tulang
akibat terjadinya penyakit
ini.
 USG untuk evaluasi sendi
 MRI
untuk
evaluasi
kartilago, sinovial, dan
hubungan antar sendi
 Untuk
hemofilia
C
pemeriksaan
pencitraan
tidak terlalu diperlulkan.
3. Pemeriksaan
Histologis:
melihat ada atau tidaknya
proses Artropati Hemofilia
pada sendi
Penatalaksanaan
pada
kasus
Diet biasa
hemofilia A adalah dengan cara
IVFD :
pemberian
Cryopresipitate.
Ringer laktat 20 tetes/ menit Cryopresipitate memiliki komponen
utama berupa faktor VIII /anti
(makro)
haemophylic globulin. Terapi ini
Medikamentosa :
dimaksudkan untuk mengganti kadar
faktor VIII yang menurun atau tidak
Panadol 3 x 500 mg
normal pada kasus perdarahan. Dosis
Asam tranexamat 3x500 mg
pemberian Cryo presipitate diberikan
Kriopresipitat 2 x 10 unit → berdasarkan tingkat perdarahan yang
dinaikkan menjadi 2 x 20 unit
diderita :
 Ringan: Target faktor VIII
yan diinginkan adalah 30%.
Dosis yang diberikan mula2
tidak diperllukan, kemudian
diberikan 15 u/kgbb tiap 12
jam selama 2-4 hari
 Sedang: target faktor VIII
yang
diinginkan
adalah
mencapai 50%. Dosis mulamula yang diberikan adalah
30 u/kgbb dilanjutkan 10-15
u/kgbb tiap 8 jam selama 1-2
hari, seterusnya dosis yang
sama setiap 12 am.
 Berat: target faktor VIII yang
diinginkan adalah 100%.
23 | H e m o fi l i a A
)
Prognosis
Dubia ad bonam
Pemberian mula-mula adalah
40-50 u/kgbb, kemudian
diteruskan
dengan
dosis
sedang.
Obat-obat simptomatik yang dapat
diberikan:
 DDAVP
(1-deamino-8-darginine vasopressine)
 Epsilon Amino Caproid Acid
dan Asam Tranexamat
 Kortikosteroid
 Analgetik
Pasien dengan hemofilia saat ini
mempunyai harapan hidup yang sama
dengan masyarakat pada umumnya
dengan
penatalaksanaan
yang
adekuat.
Profilaksis
dengan
pemberian faktor lebih awal secara
dramatis
dapat
mengurangi
morbiditas dan mortalitas penderita
hemofilia A dan B.
24 | H e m o fi l i a A
)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suharti C. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Dasar – dasar Hemostasis. Jilid 2. Jakarta:
2.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007. Hal. 759-764.
Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta Hematologi: Trombosit, pembekuan,
3.
dan Hemostasis. Jakarta: EGC. Ed. 2. 2002. Hal. 221 – 233.
Longo, Fauci, dkk. Harrison’s Principles Of Internal Medicine: Coagulation Disorders.
4.
USA: McGraw Hill. Ed. 18. 2012
Friedman KD, Rodgers GM. Wintrobe Clinical Hematology: Inherited Coagulation
5.
6.
7.
disorder. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2009.
Hemophilia. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/facts.html.
Zaiden RA. Hemophilia A. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article.
Rotty LWA. . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hemofilia A dan B. Jilid 2. Jakarta:
8.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007. Hal. 769-772.
Lichtman MA, Beutler Ernest, dkk. Williams Hematology: Antibody Mediated
9.
Coagulation Factor Deficiencies. USA: McGraw Hill. Ed. 7. 2007.
Aman AK, Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan pemberian
10.
komponen darah. Medan: Universitas Kristen Indonesia. 2006.
Mathew P. Hemophilia. Montoya Hemophilia Center. Department of Pediatrics,
University of New Mexico. 2002. Diunduh dari: Http://www. eMedicine.com.html.
25 | H e m o fi l i a A
)
Download