BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS Nama : An. Even Lenardo Agama : Kristen Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl mundu, Taman Mini Umur : 14 7/12 tahun Masuk : 25 Mei 2013 Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SMP ANAMNESA (Tanggal 30 Mei 2013) KELUHAN UTAMA memar pada paha kanan sejak ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit KELUHAN TAMBAHAN Demam, badan lemas, nyeri pada derah bengkak RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke poli RS PGI Cikini dengan keluhan bengkak pada paha kanan pasien sejak ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya, sekitar ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien dipukul oleh adik asien ketika sedang bermain dengan menggunakan mata ikat pinggang. Setelah dipukul, bekas pukulan menjadi biru dan bengkak, kemudian terasa nyeri. Pasien sempat membiarkan hal ini, namun memar tersebut menjadi semakin besar dari hari ke hari, kaki semakin terasa berat dengan nyeri yang semakin hebat diikuti dengan demam yang dirasakan sepanjang hari. Bengkak terasa hangat dan keras, berwarna kebiruan dan semakin membesar. Pasien memiliki riwayat jika terluka susah untuk sembuh dan membeku, kurang lebih sekitar 30 menit baru luka tersebut dapat membeku. Sejak pasien 3 tahun pasien juga sering jatuh dan menderita memar serta bengkak hebat didaerah lutut segera setelah jatuh yang sembuh dalam waktu lama. Oleh orang tua paien, pasien diperiksakan ke dokter dan dikatakan menderita hemofilia A. Pasien pernah mendapatkan terapi dengan transamin, Coate, Cryopresipitat, Thrombopop gel, dan sudah sering berobat di RSCM. 1 | H e m o fi l i a A ) RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien mengaku pernah dirawat lebih dari 5 kali karena keluhannya. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Disangkal. KEDUDUKAN DALAM KELUARGA : Anak pertama dari 3 bersaudara LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL Kompleks perumahan PEMERIKSAAN UMUM (tanggal 30 mei 2013) KESADARAN : Composmentis (E4V5M6) NADI : 130x/menit RESPIRASI : 20x/menit SUHU : 36,50C UMUR KLINIS : remaja GIZI : Cukup KULIT : Sawo matang BB : 60 kg STATUS GENERALIS KEPALA : T.A.K MATA : Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik HIDUNG : Sekret -/-, lapang / lapang TELINGA : Liang telinga lapang/lapang, Serumen - /-, sekret -/- LEHER : KGB tidak teraba TORAKS : Pergerakan simetris, kanan = kiri JANTUNG : BJ I-II Normal, Gallop Ө, Murmur Ө PARU-PARU : BND Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/- ABDOMEN : Perut datar, supel, bising usus (+), hepar dan lien tidak teraba membesar EKSTREMITAS : akral hangat, capillary time refill < 2”/ < 2”, tonus otot +/+, hemartrosis genue dextra, hematoma regio femoralis dextra, ankylosis plantar sinistra 2 | H e m o fi l i a A ) PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan 25/05/13 28/05/13 30/05/13 31/05/13 Normal LEDPemeriksaan 115 25/05/2013 102 99 Normal 0-10 mm/jam Hb 3.3 7.1 12.8-16.8 g/dl Bilirubin total 1.2 5.6 0.1 9.6 – 1.0 mg/dL 3 Leukosit 19.2 8.3 6.4 7.2 Bilirubin direk 0.3 0.1-0.2 mg/dL5-10 10 /µL Eritrosit 1.41 2.63 4.5-5.5 103/µL Bilirubin indirek 0.9 0.13.71 – 0.8 mg/dL Hematokrit 11 23 SGOT 60 18 031 – 50 U/L 40-48% Retikulosit 59 71 SGPT 29 073 – 50 U/L 5-15 permil 3 Trombosit 519 548 Ureum 25 482 10-50 mg/dL 5-10 10 /µL Basofil 0 0 Kreatinin 0.7 0.6 –0 1.1 mg/dL 0-1% Eosinofil 0 6 Na 131 135 -5147 mEq/L 1-3 % Neutrofil batang 0 0 K 3.8 3.5 -05.0 mEq/L 2-6% Neutrofil segmen 76 65 Ca 8.9 8.8 –6310.3 mg/dL 50-70% Limfosit 14 23 27 20-40% Pemeriksaan 16/02/2010 03/06/2013 06/06/2013 Normal Monosit 10 6 5 2-8 % FVIII 0.01 1.0 111 %fL MCV 75 86 83 81-92 FIX 62 74 %pg MCH 23.4 27.0 25.9 27-32 Coomb’s Ab Rhesus (+) MCHC test 31.4 31.3 31.4 32-37 g/dl Masa pembekuan 13-14 10-16 mnt (lee-white) APTT Pasien 107.4 69.8 51.7 47.6 26.4–37.5 detik Kontrol 31.3 31.9 32.6 31.5 PT 11-14.2 detik Pasien 13.9 12.5 Kontrol 11.9 13.4 INR 1.1 1.0 Fibrinogen 675 180-350 mg/dl Masa pendarahan 3 ‘ 30 1-6 menit (IVY) Gol darah/Rh AB/ (+) (tanggal 04 juni 2013) Lupus Anticoagulant LA 1 Pasien Kontrol Ratio LA 2 Pasien Kontrol Ratio Ratio LA 1: LA2 Hasil 42.80 42.40 1.01 Nilai Rujukan < 1.2 : 1.2 -1.5: (+) mild 1.5-2.0 : (+) moderate > 2.0 : (+) severe 31.30 33.40 0.94 1.08 DIAGNOSA KERJA HEMOFILIA A 3 | H e m o fi l i a A ) DIAGNOSIS BANDING HEMOFILIA B TERAPI Pro rawat inap Diet biasa IVFD : Ringer laktat 20 tetes/ menit (makro) Medikamentosa : Panadol 3 x 500 mg Asam tranexamat 3x500 mg Kriopresipitat 2 x 10 unit PEMERIKSAAN ANJURAN Darah Lengkap Fungsi Hati (SGOT, SGPT) FVIII, FVIII inhibitor PT, APTT PROGNOSIS AD VITAM AD SANATIONUM : dubia ad malam AD FUNGSIONUM : dubia ad malam : dubia ad bonam 4 | H e m o fi l i a A ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SISTEM HEMATOLOGI 1,2,3 Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan limfa nodus. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit dan leukosit. Terdapat beberapa bentuk leukosit yaitu eusinofil, basofil, monosit, netrofil, dan limfosit. Selain itu dalam suspensi plasma, ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti yang disebut trombosit. 5 | H e m o fi l i a A ) Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% sampai 45% volume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung dalam eritrosit. Volume darah manusia sekitar 7% sampai 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Karena berupa cairan, selalu terdapat bahaya kehilangan darah dari system vaskuler akibat trauma. Untuk mencegah bahaya ini, darah memiliki mekanisme pembekuan yang sangat peka yang dapat diaktifkan setiap saat diperlukan untuk menyumbat kebocoran dalam pembuluh darah. Terdapat dua jalur dalam pembekuan darah yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik yang nantinya menyatu menjadi jalur bersama. a.) Jalur Intrinsik Jalur intrinsik yang disebut juga dengan fase kontak memerlukan faktor VIII, faktor IX, faktor X, faktor XI, dan faktor XII. Juga memerlukan prekalikrein dan HMWK, begitu juga ion kalsium dan fosfolipid yang disekresi dari trombosit. Mula- mula jalur intrinsik terjadi apabila prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII terpapar ke permukaan pembuluh darah adalah stimulus primer untuk fase kontak. Kumpulan komponen-komponen fase kontak merubah prekallikrein menjadi kallikrein, yang selanjutnya mengaktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa kemudian dapat menghidrolisa prekallikrein lagi menjadi kallikrein, membentuk kaskade yang saling mengaktifasi. Faktor XIIa juga mengaktifasi faktor XI menjadi faktor XIa dan menyebabkan pelepasan bradikinin, suatu vasodilator yang poten dari HMWK. Dengan adanya Ca2+, faktor XIa mengaktifasi faktor IX menjadi faktor IXa, dan faktor IXa mengaktifasi faktor X menjadi faktor Xa. Gangguan pada jalur ini dapat b.) dinilai dari Protrombin Time (PT). Jalur ekstrinsik Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat yang trauma dalam respons terhadap pelepasan tissue factor (faktor III). Kaskade koagulasi diaktifasi apabila tissue factor dieksresikan pada sel-sel yang rusak atau distimulasi (sel-sel vaskuler atau monosit), sehingga kontak dengan faktor VIIa sirkulasi dan membentuk kompleks dengan adanya ion kalsium. Tissue factor adalah suatu kofaktor dalam aktifasi faktor X yang dikatalisa faktor VIIa. Faktor VIIa, suatu residu gla yang mengandung serine protease, memecah faktor X menjadi faktor Xa, identik dengan faktor IXa dari jalur instrinsik. Aktifasi 6 | H e m o fi l i a A ) faktor VII terjadi melalui kerja trombin atau faktor Xa. Tissue factor banyak terdapat dalam jaringan termasuk adventitia pembuluh darah, epidermis, mukosa usus dan respiratory, korteks serebral, miokardium dan glomerulus ginjal. Gangguan pada jalur ini dapat dinilai dari Partial thromboplastin time (PTT) dan activated PTT (aPTT). Aktifasi tissue factor juga dijumpai pada subendotelium. Sel-sel endotelium dan monosit juga dapat menghasilkan dan mengekspresikan aktifitas tissue factor atas stimulasi dengan interleukin-1 atau endotoksin, dimana menunjukan bahwa cytokine dapat mengatur ekspresi tissue factor dan deposisi fibrin pada tempat inflamasi. Kemampuan faktor Xa untuk mengaktifasi faktor VII menciptakan suatu hubungan antara jalur instrinsik dan ekstrinsik. Selain itu hubungan dua jalur itu ada melalui kemampuan dari tissue factor dan faktor VIIa untuk mengaktifasi faktor IX menjadi IXa. Hal ini terbukti bahwa ada pasien-pasien dengan defisiensi faktor VII tetapi tidak defisiensi faktor XI, terjadi penurunan kadar dari aktifasi faktor IX, sedangkan pasienpasien dengan defisiensi faktor VIII atau faktor IX, mempunyai kadar yang normal dari aktifasi faktor X dan prothrombin. Dan pada infusion recombinant factor VIIa dengan dosis yang relatif kecil (10-20 mg/kg BB) pada pasien-pasien dengan defisiensi faktor VII menghasilkan suatu peningkatan yang besar pada konsentrasi aktifasi faktor X. Faktor IXa yang baru dibentuk itu membentuk kompleks dengan faktor VIIIa dengan adanya kalsium dan fosfolipid membrane, dan selanjutnya juga mengaktifasi faktor X menjadi Xa. Kompleks ini disebut “tenase“ dan ternyata bukti-bukti menunjukan bahwa jalur ekstrinsik berperan utama dalam memulai pembekuan darah in vitro dan pembentukan fibrin. Activated factor Xa adalah tempat dimana kaskade koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik bertemu. Faktor Xa berikatan dengan faktor Va (diaktifasi oleh trombin),yang mana dengan kalsium dan fosfolipid disebut kompleks “prothrombinase“, yang secara cepat merubah protrombin menjadi trombin. 7 | H e m o fi l i a A ) 2.2. DEFINISI HEMOFILIA4,7 Hemofilia adalah kelainan darah terkait dengan kromosom X, bersifat resesif herediter dan terjadi akibat defisiensi faktor VIII (hemofilia A), faktor IX (hemofilia B atau Christmas Disease), dan kekurangan faktor XI (hemofilia C). Hemofilia A sendiri merupakan suatu kelainan pembekuan darah bawaan yang umumnya berat dan fatal. 2.3. HEMOFILIA A 2.3.1. EPIDEMIOLOGI 4,5,9 Secara epidemiologi dikatakan bahwa angka kejadian hemofilia A berkisar yang paling rendah 1 per 20.000 populasi dan yang tertinggi 1 per 10.000 populasi, hemofilia A jauh lebih banyak dibandingkan dengan penderita hemofilia B, angka kejadian hemofilia B biasanya kurang dari seperlima hemofilia A, hemofilia dapat terjadi pada semua suku bangsa dan semua data laporan dari World Federation of Haemofilia (WFH) 2002 tercatat jumlah penderita hemofilia yang terdaftar hanya 150 penderita, namun sejak tahun 2005 setelah terbentuk organisasi Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) di Jakarta pendataan penderita sudah mulai terorganisir. Hemofilia terjadi pada 1 dari 5000 bayi laku-laki yang dilahirkan, saat ini sekitar 20.000 laki-laki di amerika mempunyai kelainan ini. Berdasarkan data terakhir dari Yayasan Hemofilia Indonesia/HMHI Pusat jumlah penderita hemofilia yang sudah teregistrasi sampai Juli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21 provinsi dari 30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi kemungkinan adanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 217.854.000 populasi (BPS Indonesia, 2004), secara nasional prevalensi hemofilia hanya mencapai ± 4,1/1 juta populasi, angka ini sangat kecil dibandingkan prediksi secara epidemiologi seharusnya di Indonesia penderita hemofilia ± 21.000 orang. 2.3.2. ETIOLOGI6,7 Penyebab hemofilia dibagi menjadi dua faktor, yaitu: 1. Faktor Kongenital Hemofilia yang bersifat kongenital berkaitan dengan adanya defek gen yang terletak pada kromosom X, yaitu gen Xq28 yang merupakan gen 2. pembawa faktor VIII. Faktor didapat Faktor didadapat atau Acquired Hemophilia A merupakan suatu gangguan yang terjadi akibat defisiensi faktor VIII secara mendadak akibat adanya proses autoimun yang terkait dengan IgG.selain itu 8 | H e m o fi l i a A ) hemofilia yang didapat juga bisa disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat pada keadaan berikut: 1. Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II mengalami gangguan. 2. Defisiensi vitamin K, hal ini terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus. 3. Penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain 4. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap protrombin. 5. Disseminated intravascular coagulation (DIC). 2.3.3. PATOFISIOLOGI 3,4 Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Faktor VIII bersikulasi dalam darah dan berikatan dengan molekul yang lebih besar yaitu von Willebrand Factor dan menjadi kompleks faktor VIII (VIIIc) defisiensi dari VIIIc ini yang menyebabkan terjadinya hemofilia A. Klasifikasi hemofilia berdasarkan kadar faktor VIII dalam plasma dibagi menjadi Hemofilia berat bila kosentrasi faktor VIII plasma kurang dari 1 IU/dl. Hemofilia sedang bila kosentrasi plasma antara 1 – 5 IU/dl, dan hemofilia ringan bila kosentrasi plasma antara 6 – 40 IU/dl dari kadar normal. Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. 9 | H e m o fi l i a A ) 2.3.4. GENETIK 4,6 Pada gambar diatas laki-laki dengan defek pada gen, defek dimanifestasikan secara klinis. Namun laki-laki tersebut tidak dapat menurunkan defek tersebut kepada anak laki-lakinya melainkan menurunkan kepada anak setiap perempuannya sebagai carrier. Seorang carrier jika menikah dengan pria tanpa defek kromosom x akan menurunkan defek tersebut kepada setengah dari anak laki-lakinya dan menurunkan kepada anak perempuannya sebagai carrier selanjutnya namun jika carrier menikah dengan laki-laki dengan hemofilia setengah dari anak perempuannya dapat menjadi penderita hemofilia secara klinis. 2.3.5. GEJALA KLINIS2,4,7,9 Gambaran klinis yang berat dari Hemofilia A ditandai dengan perdarahan akibat trauma berulang, trauma yang relatif ringan atau akibat perdarahan spontan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha dan daerah otot yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas. Gambaran klinis yang umumnya ditemukan pada pasien hemofilia A: a. Hemarthrosis4 Hemarthrosis merupakan perdarahan yang berasal dari pembuluh darah synovial yang dapat terjadi secara spontan atau akibat adanya trauma. Pada fase akut terjadi pembesaran akibat kumpulan darah di intrasunovial, spasme otot turut serta dalam meningkatkan tekanan intrasynovial. Perdarahan pada struktur periartikular. Persendian normalnya akan kembali kefungsi normalnya, namun absorbsi darah intraartikular tidak sempurna. Darah yang tersisa menyebabkan peradangan membran synovial dan menyebabkan sendi tetap bengkak dan nyeriselama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hemartrosis akut yang terjadi berulang menyebabkan synovium menjadi penuh dengan pembuluh darah dan menebal yang mempermudah trauma synovial pada aktivitas fisik ringan. 10 | H e m o fi l i a A ) Tahap terminal dari hemarthrosis disebut juga arthropati hemofilik kronis, berupa ankylosis pada persendian. Fraktur komplit dapat terjadi pada persendian kecil karena struktur persendian yang lebih lemah dan korteks tulang yang lebih tipis. Gejala lain yang dapat terjadi akibat hemartrosis antara lain atrofi dan proliferasi tulang, permukaan tulang sendi yang tajam, nekrosis tulang dan pembentukan kista. Pada Hemofilia Berat gejala klinis berupa hemarthrosis berat dan berulang umumnya menyebabkan kecacatan pada pasien yang tidak mendapatkan terapi, hemofilia derajat ini juga sering disebut sebagai hemofilia kalsik. Pada hemofilia sedang menyebabkan hemarthrosis kuantitas dan kualitas yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi berat dan umumnya jarang menyebabkan kecacatan. Pada hemofilia ringan hemarthrosis dan perdarahan spontan umumnya tidak terjadi meskipun perdarahan dapat timbul pada pasien dengan trauma atau yang mengikuti prosedur operasi. b. Hematoma subkutan dan intramuskular 4,7,9 Ekimosis luas, hematoma subkutan dan intramuskular umumnya terjadi pada daerah wajah dan mengisi struktur yang lebih dalam. perdarahan subkutan dapat meluas hingga lebih dari setengah area tubuh. Di lokasi asal cedera, jaringan umumnya mengeras, meninggi, dengan indurasi, dan keunguan kehitaman. Dari pusat ini, perdarahan meluas ke segala arah. Titik asal perdarahan dapat diserap seluruhnya sementara margin masih berkembang. Hematoma intramuskular dan subkutan dapat menghasilkan leukositosis, demam, dan sakit parah dengan tidak adanya perubahan warna yang signifikan dari kulit di atasnya. Hematoma dapat menghasilkan konsekuensi serius dari kompresi struktur vital. Perdarahan ke dalam lidah, tenggorokan, atau leher dapat berkembang secara spontan dan sangat berbahaya karena dapat mengganggu jalan napas secara cepat. Gangren diakibatkan tekanan pada arteri, dan kontraktur iskemik adalah gejala sisa yang umum pada perdarahan di betis atau lengan, seperti dalam kontraktur 11 | H e m o fi l i a A ) Volkmann. Lesi saraf perifer dari berbagai tingkat keparahan adalah komplikasi umum dari perdarahan ke dalam sendi atau otot, seperti pada kompresi saraf femoral disebabkan oleh hematoma dari iliacus. c. Hematoma psoas dan retroperitoneal4,9 Perdarahan spontan ke dalam ruang fasia internal dan otot-otot perut adalah umum pada hemofilia A. Perdarahan ke dalam atau di sekitar otot iliopsoas menyebabkan sakit yang meningkatkan keparahan, ketika itu terjadi di sisi kanan, dapat menggambarkan apendisitis akut. Keterlibatan saraf femoralis mungkin sebagian atau seluruhnya, dengan perkembangan nyeri pada permukaan anterior paha. Ditemukan adanya pemriksaan psoas positif. Parestesia, anestesi parsial atau lengkap, dan, akhirnya, kelemahan atau kelumpuhan ekstensor paha dengan atrofi otot akhirnya mungkin terjadi. Perdarahan retroperitoneal dan perdarahan intraperitoneal juga umum. Computed tomography dapat membantu dalam diagnosis hematoma ini d. Perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria4,9 Perdarahan dari mulut, gusi, bibir, frenulum, dan lidah adalah umum dan seringkali serius. Pertumbuhan gigi tetap biasanya terjadi tanpa perdarahan abnormal, tapi ini bisa disertai dengan perdarahan yang berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Epistaksis terjadi pada banyak pasien. Hematemesis, melena, atau keduanya umumnya jarang. Sumber pendarahan biasanya dari saluran pencernaan bagian atas. Pada kebanyakan pasien dengan perdarahan persisten atau berulang, umumnya berasal dari lesi struktural, paling sering ulkus peptikum atau gastritis. Perdarahan bisa disertai dengan nyeri perut, kembung, peningkatan peristaltik, demam, dan leukositosis. Perdarahan intramural ke dinding usus dapat menyebabkan intususepsi atau obstruksi. Hematuria, meskipun lebih umum daripada perdarahan gastrointestinal, jarang berasal dari kondisi patologis dibuktikan pada saluran genitourinari. Perdarahan mungkin timbul dalam kandung kemih atau dalam satu atau kedua ginjal dan dapat bertahan selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Ketika gumpalan terbentuk, kolik ureter dapat berkembang. e. Perdarahan akibat trauma4,7 Pasien dengan gangguan koagulasi mengalami perdarahan abnormal dari luka kecil seperti torehan pisau cukur. Pada cedera yang lebih besar, terjadi pemanjangan perdarahan. Hal ini dapat timbul sebagai luka yang timbul selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau bulan, atau mungkin berupa 12 | H e m o fi l i a A ) luka besar dan mengancam nyawa. Pemanjangan pendarahan dapat terjadi pada pasien dengan hemofilia ringan dan merupakan bahaya yang signifikan pada prosedur bedah minor, terutama yang berupa rawat jalan, seperti ekstraksi gigi dan tonsilektomi. Venipuncture, jika terampil dilakukan, tanpa bahaya bagi penderita hemofilia karena elastisitas dinding vena. Jika venipuncture menyebabkan trauma, tekanan pada daerah tusukan atau tekanan dengan balutan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. Subkutan, intrakutan, dan suntikan intramuskular kecil jarang menghasilkan hematoma jika tekanan jari dipertahankan selama setidaknya 5 menit. Suntikan intramuskular besar harus dihindari. f. Gambaran klinis pada bayi4,9 Bayi biasanya tidak menunjukkan gejala karena mereka terisolasi dari trauma, hematoma terlihat pertama ketika anak-anak menjadi aktif, dan hemartrosis jarang berkembang sampai mereka mulai berjalan. Kadangkadang, bukti gangguan tersebut tidak terlihat sampai pasien mencapai usia dewasa remaja atau muda. Perdarahan spontan mungkin dapat terjadi. Petechiae, yang merupakan karakteristik dari gangguan trombosit dan pembuluh darah, jarang terjadi pada pasien dengan hemofilia tetapi telah dicatat pada pasien terkena dampak selama eksaserbasi perdarahan. Perdarahan dari tali pusar atau tunggul tidak biasa, tapi perdarahan berkepanjangan setelah sunat adalah umum dan membawa hemofilia menjadi perhatian orang Ibrani kuno. Perdarahan paru dan pleura jarang terjadi, meskipun bayangan mediastinum dan pleura telah dicatat radiografi dan mungkin berasal dari hematoma segar atau tua. Perdarahan intraokular jarang, tetapi perdarahan ke dalam orbit dan konjungtiva sering terjadi. Ruptur spontan limpa telah dilaporkan. Perdarahan intrakranial dibahas dalam Aspek Khusus bagian Perlakuan. 2.3.6. KOMPLIKASI3,4,7 1. Timbulnya inhibitor. Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan 13 | H e m o fi l i a A ) mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan. 2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi seperti : 1. Lutut 2. Pergelangan kaki 3. Siku Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi yang mempunyai penunjang yang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti : 1. Panggul 2. Bahu Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang - kadang mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi. 3. Infeksi yang ditularkan oleh darah Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C, serta sirosis hepatis yang juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi akibat infeksi dari virus hepatitis itu sendiri. 4. Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18 tahun akan terhambat perkembangan skill dan kemampuan kognitifnya demikian pula halnya dalam emosi dan masalah perilaku. 2.3.7. DIAGNOSA BANDING4,6 Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan mana yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas masing-masing faktor. Untuk mengetahui aktifitas F VIII dan IX perlu 14 | H e m o fi l i a A ) dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktifitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktifitas F IX rendah. Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktifitas F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena proses adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan aPTT, aPTT bisa normal atau memanjang dan aktifitas F VIII bisa normal atau rendah. Disamping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan fungsi von Willebrand juga normal. 2.3.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG4,8 Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita hemofilia diantaranya : 1. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan kadar trombosit Pemeriksaan kadar eosinofil yang umumnya mengalami peningkatan pada kondisi berat. Pemeriksaan assay faktor pembekuan di dalam plasma. Pada hemofilia A yang dinilai adalah kadar faktor VIIIc. Kadar faktor pembekuan terseburt umumnya lebih rendah yang pada orang normal diperkirakan mencapai 100-150% Usia, kehamilan, kontrasepsi dan pemberian terapi estrogen juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya faktor-faktor tersebut. Defisiensi protein pada hemofilia A dan hemofilia B menyebabkan terjadinya abnormalitas dari whole blood clotting times, prothrombin time (PT), dan aktifitas partial thromboplastin times (aPTT). Konfirmasi laboratorium dengan pemeriksaan bethesda untuk mengetahui konsentrasi penghambat FVIII atau FIX dengan merupakan hal yang penting kalau perdarahan tidak dapat dikontrol 15 | H e m o fi l i a A ) setelah diberikan infus faktor konsentrat yang adekuat selama episode perdarahan. Bila terbentuk autoantibody dan alloantibody, akan terjadi perpanjangan aPTT setelah pemberian plasma dalam jangka aktu 1-2 jam. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin). 2. Pemeriksaan pencitraan : Hipertrofi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan kartilago yang progresif dengan terbentuknya kista pada tulang dapat diperlihatkan dengan film konvensional, terutama terdapat pada pasien yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat atau jika sering terjadi perdarahan sendi yang berulang. Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan dengan efusi akut atau kronik. Namun tehnik ini tidak didapat digunakan untuk evaluasi tulang atau kartilago. MRI dapat digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan hubungan antara sendi. 3. Pemeriksaan histologis Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan histologis akan memperlihatkan adanya hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis dan kerusakan dari kartilago. Ada beberapa tahapan yang terlihat dari pemeriksaan histologis untuk menunjukkan adanya artropati hemofilia yang dimulai dengan adanya edema intraartikular dan periartikular; terjadinya erosi yang luas dari kartilago yang menyebabkan hubungan antara sendi menghilang, terjadi fusi dari sendi, dan pembentukan fibrosis dan kapsul sendi. 2.3.9. PENATALAKSANAAN3,4,7,9 1. Terapi suportif7 a. Pencegahan dengan menghindari benturan / luka b. Jika terjadi luka, langkah pertama yang harus diambil apabila mengalami perdarahan akut adalah melakukan tindakan RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) pada lokasi perdarahan untuk 16 | H e m o fi l i a A ) menghentikan atau mengurangi perdarahan. Tindakan tersebut harus dikerjakan, terutama sebelum pengobatan definitif dapat diberikan. c. Kortikosteroid Berguna menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis. Dosis 0.5-1 mg/ kgBB selama 5 – 7 hari dapat mencegah gejala sisa berupa kaku sendi (arthrosis). Kortikosteroid juga diberikan bila timbul anti koagulan atau reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat. d. Analgetik Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit sebab lainnya, obt analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus dihindarkan, begitu pula obat analgetik lainnya yang mengganggu agregasi trombosit. e. Rehabilitasi medik Rehabilitasi medik sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk mengindari kecacatan yang mungkin terjadi, meliputi latihan pasif / aktif, tereapi panas dan dingin, penggunaan ortosis, terapi psikososial, rekreasi dan edukasi. 2. Terapi pengganti faktor pembekuan3,4,9 Satu unit diartikan sebagai 100 ng F VIII dalam 1 ml plasma. Pemberian 1 unit per kilogram berat badan FVIII dapat meningkatkan kadar plasma dalam darah sebesar 2%. FVIII sendiri mempunyai waktu paruh selama 8 sampai 12 jam dan karenanya harus diberikan dua kali dalam sehari. Secara umum pada perdarahan ringan bila kadar F VIII mencapai 30% sudah cukup untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan pada perdarahan berat seperti pada pasien yang akan mengikuti prosedur operasi ummnya kadar faktor VIII diharapkan mencapai 100%. Terapi pengganti FVIII yang dipakai umumnya konsentrat FVIII, kriopresipitat dan fresh frozen plasma. Pemberian FFP jarang dipakai karena dibutuhkan FFP dalam jumlah besar untuk menaikkan kadar FVIII. - Konsentrat F VIII Konsentrat FVIII sebelumnya telah melalui proses sterilisasi dengan suhu diatas 80 0C setelah proses liofilisasi atau setelah menambahkan detergen organik yang berfungsi menginaktifasi virus seperti HIV, hepatitis B, dan Hepatitis C tapi tidak untuk parvovirus dan hepatitis A. Pemberian untuk konsentrat FVIII umumnya dengan memakai perhitungan : Dosis FVIII (IU) = Target FVIII– FVIII pasien x BB(kg) x 0.5 unit/kg. 17 | H e m o fi l i a A ) - Kriopresipitat Terapi Hemofilia yang umumnya digunakan adalah konsentrat FVIII murni atau dapat juga dipakai kriopresipitat. Komponen utama krioprisipitat adalah faktor VIII, fibrinogen dan faktor von Willebrand atau anti hemophylic globulin. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena berkurangnya AHG di dalam darah penderita hemofili A. Faktor AHG ini tidak bersifat “genetic marker antigen” seperti granulosit, trombosit atau eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat “inhibitor” terhadap faktor VIII karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal, tetapi diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis. Setiap kantong krioprisipitat mengandung 80 – 100 unit faktor VIII, satu kantong mengandung 100 U faktor VIII yang dapat meningkatkan FVIII 35%. Cara pemberian krioprisipitat ialah dengan menyuntikkan intravena langsung tidak melalui tetesan infus. Komponen tidak tahan pada suhu kamar, jadi pemberiannya sesegera mungkin setelah komponen mencair. Pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat. Jenis Kadar faktor perdarahan diinginkan (%) Ringan 30% Dosis FVIII (u/kg/bb) Dosis mula tidak diperlukan diberikan 15 u/kgBB tiap 12 jam selama 2-4 hari Sedang 50% Dosis mula 30 u/kgBB dilanjutkan 10 -15 u/kgBB tiap 8 jam selama 1-2 hari, seterusnya dosis yang sama tiap 12 jam Berat 100% Dosis mula 40-50 u/kgBB diteruskan sesuai dosis sedang 3. Terapi Gen Saat ini sedang intensif dilakukuan penelitian dengan menggunakan vektor virus (lentivirus, adeno-associated virus) dan nonvirus. Tujuan dari terapi ini adaalah untuk mengahasilkan protein yang fungsional dan memperbaiki kerusakan sel dengan mentransplantasikan sel kedalam organisme hidup. 18 | H e m o fi l i a A ) Obat-obat lain yang dapat dipergunakan pada penderita hemofilia : 1. DDAVP Suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-arginine vasopressine (DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIIIc. Pada hemofilia ringan sampai sedang obat ini menaikkan kadar F VIIIc 3-6 kali lipat. Diberikan pada hemofilia dan penyakit vol Willebrand dengan dosis 0,20,5 mg/kgBB dan dilarutkan dalam 30-50 cc NaCl 0.9% dan diinfus selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam beberapa jam. Infus yang diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia dan muka menjadi merah. Hasil pengobatan sangat bervariasi. 2. Antifibrinolitik Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asam traneksamat (Tranexamic Acid), dapat mengurangi perdarahan pada hemofilia. Hal ini dapat diterangkan karena sifat anti fibrinolisis EACA dan asam traneksamat menyebabkan fibrin yang sudah terbentuk tidak segera dilisiskan oleh plasmin. Pada tindakan seperti ekstraksi gigi dapat diberikan dosis 200 mg/kgBB intravena atau peroral, segera sebelum tindakan dimulai, diikuti 100 mg/kgBB tiap 6 jam (maksimum 5 g tiap pemberian). Pemberian selama 1 minggu berikutnya memberikan hasil yang baik. Asam tranexamat diberikan dalam dosis 250 mg/kgBB secara oral atau 10 mg/kgBB intravena tiap 8 jam. Para ahli saat ini telah mengembangkan pengetahuan dalam kerangka terapi hemofilia dengan spesifikasi khusus dari beberapa jenis trauma perdarahan antara lain :10 1. Trauma kepala Trauma ringan (kalau dari pemeriksaan neurologis nomal) namun disini keluarga tetap diminta untuk berhati-hati dan tetap diberikan koreksi terhadap perdarahan yang terjadi. Trauma yang signifikan (seperti jatuh dari tangga, jatuh saat bermain dan lain-lain), walau tanpa ada gejala yang berat. Maka koreksi harus tetap diberikan 100% dan dilakukan pemeriksaan CT scan. Pemberian koreksi diberikan 30-50% per 12 jam setelahnya dapat dilakukan 1 atau 2 kali lagi. 19 | H e m o fi l i a A ) Anak dengan hemofilia berat dan ada riwayat perdarahan intrakranial maka harus diberikan tindakan profilaksis. 2. Pembengkakan lidah atau leher Anak dengan pembengkakan lidah atau leher harus dilakukna evaluasi untuk mengatasi masalah obstruksi jalan pernapasan. Disamping itu tindakan koreksi diberikan tetap 100%. 3. Nyeri dada atau nyeri abdomen Beberapa gejala dari keadaan tersebut harus dilakukan evaluasi dan penderita dapat dilakukan terapi rumah saja kecuali didapatkan keadaan yang memberat setelahnya. 4. Compartment Syndrome Kalau terjadi keadaan ini maka koreksi harus segera dilakukan (70-100%), diulangnya lagi 12 jam kemudian sebanyak 30-50%. 5. Hemarthrosis Jika terjadi hemarthrosis maka direkomendasikan untuk dilakukan terapi intensif. Setiap ada hemarthrosis harus dilakukan infus dari faktor pembekuan, kemudian dilakukan follow up untuk menilai hasil terapi. 6. Perdarahan pada mulut Dapat diberikan Amicar (epsilon aminocaproic acid) atau thrombin topikal kalau perdarahan tersebut minimal atau hanya untuk beberapa jam. Namun jika didapatkan perdarahan yang agak berat maka di indikasikan untuk pemberian faktor pengganti. Pemeriksaan hemoglobin harus dilakukan lebih dari 1 kali untuk menilai hasil terapi. 7. Hematuria Hematuria yang dikaitkan dengan trauma abdomen atau tulang belakang. Maka harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau radiologis lainnya, dan dilakukan pemberian terapi pengganti. 8. Fraktur Pada sebagian besar fraktur diperlukan faktor pengganti untuk jangka waktu 5-7 hari. Terapi awal diberikan korekti 70% selanjutnya kemudian diberikan kadar 30%, tergantung dari berat ringannya fraktur. 2.3.10. PROGNOSIS4,10 20 | H e m o fi l i a A ) Sejak tahunn 1970, pasien dengan hemofilia mempunyai harapan hidup sama dengan pasien normal lainnya. Pemberian profilaktik anti hemofilia faktor lebih awal secara dramatis dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B. Prognosis ini akan diperburuk oleh komplikasi virus yang terjadi selama pemberian terapi pengganti. Demikian juga halnya jika terjadi perdarahan intrakranial maupun organ vital lainnya. BAB III ANALISA KASUS epidemiologi Gejala klinis Komplikasi Realita Pasien laki-laki usia 14 tahun, datang dengan keluhan memar akibat pukulan pada paha kanannya. Sudah sering mengalami hal seperti ini sejak usia 3 tahun. Menurut keluarga pasien tidak terdapat anggota keluarga yang memilki keluhan seperti ini. Pada pasien ditemukan gejala: - Lemas - Hemartrosis - Hematoma subkutan dan intramuskular - nyeri pada pasien ini terbentuk antibodi “inhibitor” terhadap faktor VIII. Reaksi ini biasanya terjadi karena adanya pemberian Cryopresipitat dengan dosis maksimal. Untuk teori Umumnya hemofilia A dengan manifestasi klinis didapatkan pada laki-laki karena penyakit ini dibawa oleh kromosom X. Pada pasien dengan hemofilia dapat ditemukan gejala: - demam - hemartrosis - hematoma subkutan dan intramuskular - hematoma psoas dan intraperitonial - hematoma gastrointestinal dan genitourinaria - nyeri hebat pada daerah yang mengalami trauma Pada pasien dengan Hemofilia, komplikasi yang dapat terjadi adalah: Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. 21 | H e m o fi l i a A ) komplikasi lainnya, ditemukan pada pasien. tidak Pemeriksaan penunjang Komplikasi lainnya adalah penyakit hepatitis dan sirosis hepatis. Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini menyebabkan kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul terutama pada jaringan lunak akibat obstruksi saluran napas atau kerusakan organ dalam. Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18 tahun akan terhambat pertumbuhan skil dan kemampuan kognitifnya demikian pula halnya dalam emosi dan masalah perilaku. Pada pasien-pasien yang diterapi dengan Cryopresipitate dalam dosis yang maksimal, akan menghasilkan antibodi “inhibitor” bagi faktor VIII. Pada pasien, telah diperiksa Pada penyakit Hemofilia, pemeriksaan penunjang: pemeriksaan penunjang yang Pemeriksaa Laboratorium: dilakukan adalah: 1. Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan Whole Blood Pemeriksaan faktor VIII dan Clotting times IX Pemeriksaan Prothrombin Pemeriksaan Whole Blood time Clotting times Pemeriksaan APTT Pemeriksaan Prothrombin Pemeriksaan ada/tidaknya time faktor inhibitor faktor VIII Pemeriksaan APTT Pemeriksaan fungsi hati: Pemeriksaan ada/tidaknya SGOT, SGPT. faktor inhibitor faktor VIII Pada hemofilia C: pemeriksaan Complete Blood Count dan kadar faktor XI, faktor VIII dan Von Willebrand Factor, serta PT, APTT dan Thrombin Time. 2. Pemeriksaan Pencitraan: Foto Genu: untuk melihat ada atau tidaknya 22 | H e m o fi l i a A ) Penatalaksanaan Hamarthrosis, Hematoma, pseudotumor dan berbagai kelainan sendi dan tulang akibat terjadinya penyakit ini. USG untuk evaluasi sendi MRI untuk evaluasi kartilago, sinovial, dan hubungan antar sendi Untuk hemofilia C pemeriksaan pencitraan tidak terlalu diperlulkan. 3. Pemeriksaan Histologis: melihat ada atau tidaknya proses Artropati Hemofilia pada sendi Penatalaksanaan pada kasus Diet biasa hemofilia A adalah dengan cara IVFD : pemberian Cryopresipitate. Ringer laktat 20 tetes/ menit Cryopresipitate memiliki komponen utama berupa faktor VIII /anti (makro) haemophylic globulin. Terapi ini Medikamentosa : dimaksudkan untuk mengganti kadar faktor VIII yang menurun atau tidak Panadol 3 x 500 mg normal pada kasus perdarahan. Dosis Asam tranexamat 3x500 mg pemberian Cryo presipitate diberikan Kriopresipitat 2 x 10 unit → berdasarkan tingkat perdarahan yang dinaikkan menjadi 2 x 20 unit diderita : Ringan: Target faktor VIII yan diinginkan adalah 30%. Dosis yang diberikan mula2 tidak diperllukan, kemudian diberikan 15 u/kgbb tiap 12 jam selama 2-4 hari Sedang: target faktor VIII yang diinginkan adalah mencapai 50%. Dosis mulamula yang diberikan adalah 30 u/kgbb dilanjutkan 10-15 u/kgbb tiap 8 jam selama 1-2 hari, seterusnya dosis yang sama setiap 12 am. Berat: target faktor VIII yang diinginkan adalah 100%. 23 | H e m o fi l i a A ) Prognosis Dubia ad bonam Pemberian mula-mula adalah 40-50 u/kgbb, kemudian diteruskan dengan dosis sedang. Obat-obat simptomatik yang dapat diberikan: DDAVP (1-deamino-8-darginine vasopressine) Epsilon Amino Caproid Acid dan Asam Tranexamat Kortikosteroid Analgetik Pasien dengan hemofilia saat ini mempunyai harapan hidup yang sama dengan masyarakat pada umumnya dengan penatalaksanaan yang adekuat. Profilaksis dengan pemberian faktor lebih awal secara dramatis dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B. 24 | H e m o fi l i a A ) DAFTAR PUSTAKA 1. Suharti C. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Dasar – dasar Hemostasis. Jilid 2. Jakarta: 2. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007. Hal. 759-764. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta Hematologi: Trombosit, pembekuan, 3. dan Hemostasis. Jakarta: EGC. Ed. 2. 2002. Hal. 221 – 233. Longo, Fauci, dkk. Harrison’s Principles Of Internal Medicine: Coagulation Disorders. 4. USA: McGraw Hill. Ed. 18. 2012 Friedman KD, Rodgers GM. Wintrobe Clinical Hematology: Inherited Coagulation 5. 6. 7. disorder. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2009. Hemophilia. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/facts.html. Zaiden RA. Hemophilia A. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article. Rotty LWA. . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hemofilia A dan B. Jilid 2. Jakarta: 8. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2007. Hal. 769-772. Lichtman MA, Beutler Ernest, dkk. Williams Hematology: Antibody Mediated 9. Coagulation Factor Deficiencies. USA: McGraw Hill. Ed. 7. 2007. Aman AK, Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan pemberian 10. komponen darah. Medan: Universitas Kristen Indonesia. 2006. Mathew P. Hemophilia. Montoya Hemophilia Center. Department of Pediatrics, University of New Mexico. 2002. Diunduh dari: Http://www. eMedicine.com.html. 25 | H e m o fi l i a A )