pengaruh peer group dan sumber informasi terhadap perilaku

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kinerja
2.1.1. Definisi
Kinerja berasal dari pengertian performance. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan;
kemampuan kerja (tentang peralatan). Sedang menurut istilah, kinerja adalah tentang
melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah
tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya (Wibowo, 2007).
Mangkunegara (2005) mengemukakan istilah kinerja berasal dari kata job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya.
Menurut Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik
kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi dan merupakan penampilan
individu maupun kelompok kerja personal. Sementara Fishbien dalam Widodo (2010)
mengemukakan bahwa kinerja seseorang adalah penampilan (Performance) atau
perilaku seseorang dalam menjalankan pekerjaan. Performance dan perilaku adalah
sesuatu yang terbentuk karena ditanamkan oleh orang lain, lingkungan, kondisi sosial
budaya, atau dipelajari secara sengaja oleh orang yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Kinerja mencakup beberapa variabel yang berkaitan; input, perilaku-perilaku
(proses), output dan outcome (dampak). Variabel-variabel tersebut tidak dapat
dipisahkan dan saling berkaitan. Dalam satu organisasi yang terdiri dari individuindividu yang memiliki karakteristik yang berbeda, perilaku individu dalam
organisasi berpengaruh terhadap output dan outcome yang akan diraih oleh
organisasi. Organisasi akan berhasil mencapai tujuannya apabila perilaku-perilaku
individu dapat diarahkan dan dimotivasi untuk mencapai output tertentu (Tika M.P,
2006).
2.1.2. Teori Kinerja
Beberapa teori kinerja dikemukakan sebagai berikut :
1. Model Vroomian
Vroom mengemukakan bahwa “performance = f (ability x motivation)”.
Menurut model ini kinerja seseorang merupakan fungsi perkalian antar
kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Hubungan perkalian tersebut
mengandung arti bahwa: jika seseorang rendah pada salah satu komponen maka
prestasi kerjanya akan rendah pula. Kinerja seseorang yang rendah merupakan
hasil dari motivasi yang rendah (Mulyasa, 2003).
2. Model Lawler dan Potter
Lawler dan Potter mengemukakan bahwa “Performance = Effort x Ability x Role
Perceptions”. Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan seseorang dalam
situasi tertentu, abilities adalah karakteristik individu seperti intelegensi,
keterampilan, sifat sebagai kekuatan potensial untuk berbuat dan melakukan
Universitas Sumatera Utara
sesuatu. Sedangkan role perceptions adalah kesesuaian antara usaha yang
dilakukan seseorang dengan pandangan atasan langsung tentang tugas yang
seharusnya dikerjakan. Hal yang baru dalam model ini adalah “role perceptions”
sebagai jenis perilaku yang paling cocok dilakukan individu untuk mencapai
sukses (Mulyasa, 2003).
3. Model Ander dan Butzin
Ander dan Butzin mengajukan model kinerja sebagai berikut: “Future
Performance = Past Performance + (Motivation x ability)”. Jika semua teori
tentang kinerja dikaji, maka di dalamnya melibatkan dua komponen utama yakni
“ability” dan “motivation”. Perkalian antara ability dan motivation menjadi
sangat populer, sehingga mengadakan pengukuran terhadap kinerja berdasarkan
suatu formula: “Performance = Ability x Motivation” (Mulyasa, 2003).
Formula terakhir menunjukkan bahwa kinerja merupakan hasil interaksi
antara motivation dengan ability,
orang yang tinggi ability-nya tetapi rendah
motivasinya akan menghasilkan kinerja yang rendah, demikian halnya orang
bermotivasi tinggi tetapi ability-nya rendah (Mulyasa, 2003).
2.1.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut A. Dale Timple dalam Mangkunegara (2005), faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
(disposisional), yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Faktor
eksternal, yaitu faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari
lingkungan, seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau
Universitas Sumatera Utara
pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor-faktor internal dan eksternal ini
merupakan jenis-jenis atribusi yang memengaruhi kinerja seseorang.
Menurut Mangkunegara (2005), faktor penentu kinerja seseorang dalam
organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan.
1. Faktor individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas
yang tinggi antara fungsi psikis dan fisiknya. Konsentrasi yang baik ini
merupakan modal utama individu untuk mampu mengelola dan mendayagunakan
potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja
sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam
mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain
uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang,
pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan
dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
Gibson
(1987)
menyatakan
terdapat
tiga
kelompok
variabel
yang
mempengaruhi kinerja dan perilaku yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi
kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan
demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan
ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu,
sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan
Universitas Sumatera Utara
kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur
dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian,
belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar
merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur serta kesempatan tentang
pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung ke
dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan
yang berbeda satu sama lainnya. Diagram teori perilaku dan kinerja digambarkan
sebagai berikut:
Variabel Individu :
•
Kemampuan dan
keterampilan :

Mental

Fisik
•
Latar belakang

Keluarga

Tingkat sosial

Pendidikan

Pengalaman
•
Demografis

Umur

Etnis

Jenis kelamin
Perilaku individu
(apa yang dikerjakan)
Kinerja
(hasil yang diharapkan)
Psikologis:
•
Persepsi
•
Sikap
•
Kepribadian
•
Belajar
•
Motivasi
Variabel organisasi :
•
Sumber daya
•
Kepemimpinan
•
Imbalan
•
Struktur
•
Desain pekerjaan
Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku Dan Kinerja dari Gibson (1987)
Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan
keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan
keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja
individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan
kinerja individu.
Universitas Sumatera Utara
Variabel organisasi, menurut Gibson (1987) berefek tidak langsung terhadap
perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel
sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987), banyak dipengaruhi oleh
keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal
yang kompleks dan sulit untuk diukur, juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan
tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan
bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan
keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya.
Stoner (1994) menyatakan bahwa kinerja individu disamping dipengaruhi
oleh motivasi dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu
pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai prestasi
individu. Kemampuan
(ability) menunjukkan
kemampuan
seseorang
untuk
melakukan pekerjaan dan tugas.
2.1.3. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana
organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai kinerja pegawai. Apabila penilaian
kinerja tersebut dilaksanakan dengan baik, tertib dan benar, dapat membantu
meningkatkan motivasi kerja sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasional
dari para pegawai.
Universitas Sumatera Utara
Penilaian kinerja pegawai, pada dasarnya merupakan penilaian yang
sistematik terhadap penampilan kerja pegawai itu sendiri dan terhadap taraf potensi
pegawai dalam upayanya mengembangkan diri untuk kepentingan instansi. Dengan
pelaksanaan penilaian yang ada akan menimbulkan suasana kerja yang sehat,
bersemangat, saling menghargai bidang-bidang lain dan merasa memiliki instansi
sebagai suatu kesatuan. Simamora (2004) mengemukakan tiga hal yang dimasukkan
dalam penilaian kinerja yaitu tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan, serta perilakuperilaku inovatif dan spontan. Sedangkan Davis dan Newstrom (2004) menyatakan
agar penilaian kinerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan objektif, perlu
dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian kinerja sebagai berikut:
1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.
2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan
jabatan.
3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang
mendukung peningkatan kinerja.
4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan.
Davis dan Newstrom (2004) mengemukakan kegunaan penilaian kinerja
sebagai berikut:
1. Meningkatkan kinerja; umpan balik kinerja akan mendorong para pegawai,
manager dan bagian personalia untuk mengambil langkah-langkah guna
meningkatkan kinerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Penentuan
kompensasi;
hasil
evaluasi
kinerja
dapat
membantu
dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penentuan kenaikan gaji dan
penetapan bonus.
3. Keputusan penempatan promosi; pemindahan dan demosi umumnya ditentukan
berdasarkan kinerja, promosi yang merupakan ganjaran (reward) hasil kinerja.
4. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan; hasil evaluasi kinerja dapat digunakan
untuk menganalisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan karyawan yang
diperlukan.
5. Pengembangan dan perencanaan karir; umpan balik kinerja merupakan pedoman
dalam menentukan keputusan karir sesuai dengan hasil perencanaan kerja.
6. Evaluasi proses penyusunan karyawan (staffing); hasil penilaian kinerja akan
memperlihatkan kekuatan atau kelemahan prosedur penyusunan pegawai.
7. Analisis ketidakakuratan informasi personalia; kinerja yang rendah menunjukkan
kemungkinan terjadinya kesalahan pada informasi analisis pekerja, perencanaan
personalia atau hal lain dalam sistem informasi manajemen personalia.
Ketidakakuratan informasi tersebut akan menyebabkan kesalahan dalam
keputusan perekrutan atau pelatihan.
8. Analisis kesalahan perencanaan pekerja (job design); kinerja yang rendah
menunjukkan kemungkinan terjadi kesalahan pada perencanaan pekerjaan.
9. Kesempatan yang sama; penilaian kinerja yang akurat akan menghindari
kesalahan pengambilan keputusan personalia terhadap hal-hal diskriminatif.
Universitas Sumatera Utara
10. Tantangan eksternal; kinerja juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar
lingkungan kerja, seperti keluarga, keuangan, kesehatan atau masalah pribadi
lainnya.
11. Umpan balik bagi fungsi sumber daya manusia; kinerja dalam suatu organisasi
menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan fungsi Sumber
Daya Manusia.
2.2. Dukun Bayi
2.2.1. Definisi
Koentjaraningrat (2004), dukun bayi yaitu mereka yang memberi pertolongan
pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal yang berhubungan dengan pertolongan
kelahiran, seperti memandikan bayi, upacara menginjak tanah, dan upacara adat
seremonial lainnya. Pada kelahiran anak dukun bayi yang biasanya adalah seorang
wanita tua yang sudah berpengalaman, membantu melahirkan dan memimpin upacara
yang bersangkut paut dengan kelahiran itu.
Dukun bayi adalah merupakan sosok yang sangat dipercayai di kalangan
masyarakat. Mereka memberikan pelayanan khususnya bagi ibu hamil sampai dengan
nifas secara sabar. Apabila pelayanan selesai mereka lakukan, sangat diakui oleh
masyarakat bahwa mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh lebih murah
dibandingkan dengan bidan. Umumnya masyarakat merasa nyaman dan tenang bila
persalinannya ditolong oleh dukun atau lebih dikenal dengan bidan kampung, akan
Universitas Sumatera Utara
tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun tersebut sangat terbatas karena didapatkan
secara turun temurun (tidak berkembang) (Meilani dkk, 2009).
Dukun bayi memiliki kedudukan istimewa di tengah masyarakat desa, dukun
bayi suka disebut “ibu siang”. Bagaimana layaknya seorang ibu, segala pepatah dan
nasihatnya pasti dituruti. Banyak pantangan yang biasanya dibisikkan ke telinga
calon ibu, apalagi bila perempuan itu mengandung anak pertama. Perlakuan dukun
bayi terhadap perempuan yang baru mengandung/ hamil, biasanya lebih khusus atau
istimewa (Wahyudi, 2008).
Tak berbeda dengan seorang bidan, dukun bayi melakukan pemeriksaan
kehamilan, melalui indra raba. Biasanya perempuan yang mengandung, sejak ngidam
sampai melahirkan, selalu berkonsultasi kepada dukun bayi. Bedanya, di bidan,
perempuan yang mengandunglah yang datang ke tempat praktik bidan. Sedangkan
dukun bayi, ia sendiri yang berkeliling dari pintu ke pintu, memeriksa perut orang
yang berbadan dua. Sejak usia kandungan tujuh bulan, kontrol dilakukan lebih sering.
Dukun bayi menjaga kalau-kalau ada gangguan, baik fisik maupun nonfisik terhadap
ibu dan janinnya. Agar jabang bayi lahir normal, dukun bayi melakukan repositioning
janin dalam kandungan dengan cara pemutaran disertai do’a (Wahyudi, 2008).
Dalam menolong persalinan, kesalahan yang sering dilakukan oleh dukun bayi
sehingga dapat mengakibatkan kematian ibu dan bayi antara lain: terjadinya robekan
rahim karena tindakan mendorong bayi di dalam rahim dari luar sewaktu melakukan
pertolongan pada ibu bersalin, terjadinya perdarahan pasca persalinan yang disebabkan
oleh tindakan mengurut-urut rahim pada waktu kala III, terjadinya partus tidak maju;
Universitas Sumatera Utara
karena tidak mengenal tanda kelainan partus dan tidak mau merujuk ke puskesmas atau
rumah sakit (Syahlan, 2006).
2.2.2. Jenis-jenis Dukun Bayi
Menurut Syafrudin (2009), jenis dukun terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan
dan telah dinyatakan lulus.
2.
Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan
atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Penolong persalinan oleh dukun mengenai pengetahuan tentang fisiologis dan
patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena atau
apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak
menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan
kurang profesional. Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayi sampai
pada kematian ibu dan anak (Wiknjosastro, 2007).
2.2.3. Pelatihan Dukun Bayi
Pada tahun 1987, untuk pertama kali di tingkat internasional, diadakan
konferensi di Nairobi, Kenya tentang kematian ibu. Dalam konferensi ini disepakati
peningkatan upaya bagi kesehatan ibu melalui gerakan Safe Motherhood sebagai
salah satu upaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan anak. Salah satu
intervensi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu tersebut adalah
dengan peningkatan pelatihan, termasuk pelatihan dukun, terutama untuk negara-
Universitas Sumatera Utara
negara berkembang. (Saifuddin dkk., 2001; Jokhio et al., 2005). Sibley et al. (1998)
mengemukakan bahwa efektivitas pelatihan dukun menurut sejarahnya sangat
mempengaruhi kemampuan individu dalam menolong persalinan, tetapi yang terjadi
keamanan persalinan yang ditolong oleh dukun terlatih tidak menjamin keselamatan
ibu dan bayi.
Penelitian yang dilakukan oleh Goodburn et al. (2000) diperoleh hasil bahwa
pelatihan yang diberikan kepada dukun tentang praktek kebersihan yang dikenal
dengan istilah tiga bersih; bersih tangan, bersih tempat, dan bersih alat selama
menolong persalinan tidak dapat mencegah terjadinya infeksi postpartum pada ibu
bersalin. Penemuan Goodburn tersebut didukung pula oleh penelitian yang dilakukan
oleh Smith et al. (2000) bahwa pelatihan dukun merupakan pilihan intervensi yang
tetap dianjurkan oleh sponsor karena dukun bisa diandalkan untuk meningkatkan
akses ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang berkualitas, tetapi pelatihan dukun tidak
akan menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dalam jumlah yang
besar (Zulaeha, 2008).
Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan anak maka
tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun bayi untuk melakukan pelatihan
dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan, selain
itu dapat juga mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan
segera minta pertolongan pada bidan. Dukun yang ada harus ditingkatkan
kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun dalam mengurangi
angka kematian dan angka kesakitan (Wiknjosastro, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Pelatihan dukun bayi dilakukan oleh Tim Puskesmas yang terdiri dari Dokter
Puskesmas dibantu oleh Bidan Koordinator Puskesmas serta tenaga kesehatan lain.
Pelatihan ini dilaksanakan selama 3 hari, dimana bidan desa juga diikutkan pelatihan
untuk mendampingi dukun. Sesuai dengan yang dijelaskan pada poin (b) bahwa
materi magang dukun mengacu pada buku Pelatihan Dukun dan Buku Pintar Depkes
tahun 1996 yang meliputi: pemeriksaan kehamilan, persiapan alat pertolongan
persalinan, dan pertolongan persalinan. Secara keseluruhan, ketiga materi tersebut
lebih ditekankan pada beberapa hal, seperti:
1. Pengenalan ibu hamil risiko tinggi (bumil risti),
2. Persiapan rujukan ibu hamil dan ibu bersalin (bumil dan bulin),
3. Perawatan bayi neonatal, dan
4. Perawatan ibu nifas.
Selanjutnya dukun bayi yang sudah dilatih melakukan pemagangan.
Pemagangan dukun bayi dilaksanakan setelah selesai pelatihan di puskesmas dan
dilaksanakan selama 5 hari di polindes / poskesdes. Pelaksanaannya dapat satu per
satu atau dua orang dukun sekaligus tergantung fasilitas yang ada di polindes.
Namun, tidak ada target harus mendapatkan persalinan selama magang, karena lebih
ditujukan untuk membina hubungan emosional antara bidan dan dukun bayi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Materi Pelatihan Dukun
Materi yang diberikan pada pelatihan dukun bayi adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan perawatan kehamilan
a. Dukun bayi dapat melaksanakan motivasi ibu hamil untuk : periksa diri ke
bidan desa/dokter atau fasilitas kesehatan yang dekat, mendapat imunisasi TT,
b. Dukun bayi dapat menyebutkan tanda-tanda hamil muda dan hamil tua.
c. Dukun bayi dapat melaksanakan anamnese
d. Dukun bayi dapat melaksanakan periksa pandang kehamilan
e. Dukun bayi mampu melaksanakan periksa raba untuk menentukan usia
kehamilan dan letak janin.
f. Dukun bayi dapat melaksanakan perawatan payudara dan melaksanakan
motivasi tentang pemberian ASI sedini mungkin.
g. Dukun bayi mampu menyebutkan tanda-tanda kehamilan dengan risiko dan
merujuknya ke puskesmas.
h. Dukun bayi mampu melaksanakan rujukan ke puskesmas.
i. Dukun bayi mampu melakukan motivasi KB
j. Dukun bayi dapat melaksanakan pembagian tablet zat besi pada ibu hamil
k. Dukun bayi dapat memberikan nasehat tentang makanan bergizi.
2. Mempersiapkan pertolongan persalinan dan memimpin persalinan dengan teknik
sederhana
a. Dukun bayi dapat menyebutkan tanda-tanda persalinan normal.
Universitas Sumatera Utara
b. Dukun bayi dapat mempersiapkan lingkungan ibu bersalin dengan benar
termasuk kebutuhan untuk ibu dan bayi.
c. Dukun bayi dapat mempersiapkan alat-alat persalinan sederhana secara bersih.
d. Dukun bayi mampu mencuci tangan sebatas siku dengan sempurna (10 menit)
e. Dukun bayi mampu memimpin persalinan dengan teknik sederhana
1) Dukun bayi dapat membimbing ibu mengejan
2) Dukun bayi mampu merawat tali pusat
3) Dukun bayi dapat menjelaskan tanda-tanda plasenta lepas dan memeriksa
kelengkapan plasenta.
4) Dukun bayi dapat menyebutkan tindakan-tindakan yang dilarang
5) Dukun bayi dapat melaksanakan rujukan.
6) Dukun bayi mampu melaksanakan pencatatan persalinan yang baru
ditolong
7) Dukun bayi mampu membagi vitamin A kepada ibu sesudah bersalin.
3. Merawat bayi baru lahir normal dan prematur
a. Dukun bayi melaksanakan pembersihan mata, mulut dan hidung bayi
b. Dukun bayi mampu memotong dan merawat tali pusat
c. Dukun bayi mampu memandikan bayi dengan benar
d. Dukun bayi mampu menyebutkan tanda-tanda kelainan pada bayi
e. Dukun bayi dapat memberikan nasehat agar ibu menyusui bayi sedini
mungkin.
Universitas Sumatera Utara
f. Dukun bayi mampu memotivasi ibu untuk memeriksakan bayinya dan
mendapatkan imunisasi dasar.
g. Dukun bayi mampu merawat bayi prematur
Dukun bayi mampu melaksanakan perawatan bayi prematur dengan berat
badan lebih dari 2 kg dan aktif.
4. Merawat ibu nifas dan ibu menyusui
a. Dukun bayi mampu melaksanakan perawatan perineum
b. Dukun bayi dapat merawat payudara
c. Dukun bayi dapat mengenal kelainan nifas
d. Dukun bayi dapat melakukan motivasi KB
5. Melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada ibu hamil/bersalin/nifas
Dukun bayi mampu melaksanakan penyuluhan tentang :
a. Makanan bergizi untuk ibu hamil/bayi/anak
b. Imunisasi
c. KB
d. Pentingnya ASI
e. Hygiene perorangan
6. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan
a. Dukun bayi dapat melaksanakan pencatatan dan pelaporan persalinan,
kematian ibu dan bayi.
b. Dukun bayi dapat mengirimkan laporan persalinan.
c. Dukun dapat membantu pendataan ibu hamil dan bayi.
Universitas Sumatera Utara
7. Melaksanakan Rujukan
Dukun bayi dapat melaksanakan rujukan penderita risiko tinggi pada ibu hamil,
bersalin, nifas, bayi dan anak.
(Depkes RI, 2008).
2.3. Pertolongan Persalinan
2.3.1. Definisi Persalinan
Persalinan (partus) adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan cara lain
(Wiknjosastro, 2007; Mochtar, 2008). Cara persalinan terbagi atas 2: a) Persalinan
biasa atau partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala
(LBK), dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat dan berlangsung < 24 jam
dan tidak melukai ibu dan bayinya. b) Persalinan luar biasa (abnormal) adalah
persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat atau melalui dinding perut dengan
operasi caesarea (Mochtar, 2008). Persalinan normal menurut Saifuddin dkk. (2008)
adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang terjadi pada usia kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentase belakang kepala dan
berlangsung 18 jam tanpa komplikasi pada ibu dan bayinya. Sebab-sebab mulainya
persalinan (Wiknjosastro, 2007; Mochtar, 2008) sampai saat ini masih merupakan
teori-teori kompleks. Beberapa faktor disebut faktor penyebab persalinan, antara lain
faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, pengaruh tekanan
pada saraf, dan nutrisi. Disamping itu, perubahan-perubahan dalam biokimia dan
Universitas Sumatera Utara
biofisika juga mengungkapkan dimulainya proses persalinan, misalnya penurunan
kadar esterogen dan progesteron yang terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum
persalinan dimulai.
Persalinan dibagi dalam empat kala yaitu kala pertama dimulai dari saat
persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm), proses ini terbagi dalam dua
fase yaitu fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam)
serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering selama
fase aktif. Kala dua dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir
proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. Kala tiga
dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Dan kala empat dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam
pertama post partum (Prawirohardjo, 2006).
Persalinan terdiri atas empat kala yaitu kala pertama berlangsung dari awal
gejala sampai serviks berdilatasi sempurna (10 cm). Termasuk awal fase laten, di
mana kontraksi masih tak teratur atau sangat lemah; fase aktif, di mana kontraksi
menjadi lebih sering, lebih lama, dan lebih kuat; dan fase transisi yang singkat,
yang terjadi tepat sebelum dilatasi dan pendataran sempurna. Lamanya kala pertama
rata-rata 6 sampai 18 jam pada primipara dan 2 sampai 10 jam pada multipara. Kala
dua diawali dengan dilatasi sempurna serviks dan diakhiri dengan kelahiran bayi.
Kontraksi pada kala ini biasanya sangat kuat. Pada multipara kala dua berakhir
sekitar 20 menit dan pada primipara menghabiskan waktu sampai 2 jam untuk bayi
melewati serviks yang berdilatasi dan jalan lahir. Kala tiga diawali dengan
Universitas Sumatera Utara
keluarnya bayi dan uterus dan diakhiri dengan keluarnya plasenta, proses ini
biasanya berakhir beberapa menit baik pada multipara maupun primipara. Kala
empat diawali dengan keluarnya plasenta dan berakhir ketika uterus tidak relaksasi
lagi, kala empat lebih panjang pada multipara dari pada primipara, biasanya dari 4
sampai 12 jam (Hamilton, 2005).
2.3.2. Tanda-tanda Mulainya Persalinan
Tanda-tanda mulainya persalinan adalah Lightening yaitu terbenamnya kepala
janin ke dalam rongga panggul karena berkurangnya tempat di dalam uterus dan
sedikit melebarnya simfisis. Sering buang air kecil yang disebabkan oleh tekanan
kepala janin pada kandung kemih. Kontraksi Brakton-Hicks pada saat uterus yang
teregang dan mudah dirangsang yang dapat menimbulkan distenfensi dinding
abdomen sehingga dinding abdomen menjadi lebih tipis dan kulit menjadi lebih peka
terhadap rangsangan (Farrer, 2001).
Tanda-tanda permulaan persalinan adalah Lightening atau settling atau
dropping yang merupakan kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada
primigravida. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. Perasaan seringsering atau susah buang air kecil karena kandung kemih tertekan oleh bagian
terbawah janin. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksikontraksi lemah di uterus. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya
bertambah bisa bercampur darah (Mochtar, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Jenis Penolong Persalinan
Jenis-jenis penolong persalinan adalah :
1. Bidan
Definisi bidan menurut Keputusan Menteri Kesehatan 2007 adalah seseorang
yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah
lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register)
dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan adalah seseorang dengan persyaratan tertentu telah mengikuti dan
menyelesaikan program pendidikan yang diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai
dengan persyaratan yang berlaku. Pengertian Bidan ini mengisyaratkan bahwa
bidan tenaga yang baru, relative sangat muda, dan pengalaman mereka juga belum
banyak dan masih kurang dewasa. Sedangkan dukun bayi tenaga yang cukup
berpengalaman dalam menolong persalinan, masih diterima oleh masyarakat,
maka tidak mustahil jika masyarakat lebih percaya menggunakan dukun bayi
dibanding dengan bidan, dalam hal memeriksa kehamilan dan menolong
persalinan (Salham, 2007).
Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang mempunyai tugas penting dalam
bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan nifas dan menolong
persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri, serta memberikan asuhan kepada
bayi baru lahir (prenatal care) (Wiknjosastro, 2007). Asuhan ini termasuk
tindakan pencegahan deteksi kondisi abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan
bantuan medik dan melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga
Universitas Sumatera Utara
bantuan medik. Dia mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling,
tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat (Notoatmodjo,
2007).
Pada saat ini, ada dua jenis bidan, yaitu mereka yang mendapat pendidikan khusus
selama tiga tahun dan perawat yang kemudian dididik selama satu tahun mengenai
kebidanan dan disebut sebagai perawat bidan (Syafrudin, 2009). Salah satu tempat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah BPS (Bidan Praktek
Swasta)
Menurut Meilani dkk (2009) BPS adalah satu wahana pelaksanaan praktik
seorang bidan di masyarakat. Praktik pelayanan bidan perorangan (swasta),
merupakan penyediaan pelayanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup
besar
dalam
memberikan
pelayanan,
khususnya
dalam
meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak. Setelah bidan melaksanakan pelayanan di lapangan,
untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan
pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya. Penyebaran dan pendistribusian
badan yang melaksanakan praktik perlu pengaturan agar dapat pemerataan akses
pelayanan yang sedekat mungkin dengan masyarakat yang membutuhkannya.
Tarif dari pelayanan bidan praktik akan lebih baik apabila ada pengaturan yang
jelas dan transparansi, sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke pelayanan
Bidan Praktik Perorangan (swasta).
Layanan kebidanan dimaksudkan untuk sebisa mungkin mengurangi intervensi
medis. Bidan memberikan pelayanan yang dibutuhkan wanita hamil yang sehat
Universitas Sumatera Utara
sebelum melahirkan. Cara kerja mereka yang ideal adalah bekerjasama dengan
setiap wanita dan keluarganya untuk mengidentifikasi kebutuhan fisik, social dan
emosional yang unik dari wanita yang melahirkan. Layanan kebidanan terkait
dengan usaha untuk meminimalisir episiotomy, penggunaan forcep, epidural dan
operasi sesar (Gaskin, 2003)
2. Dokter Spesialis Kandungan
Dokter spesialis kandungan adalah dokter yang mengambil spesialis kandungan.
Pendidikan yang mereka jalani difokuskan untuk mendeteksi dan menangani
penyakit yang terkait dengan kehamilan, terkadang yang terkait dengan proses
melahirkan. Seperti halnya dokter ahli bedah (Gaskin, 2003)
Dokter spesialis kandungan dilatih untuk mendeteksi patologi. Ketika mereka
mendeteksinya, seperti mereka yang sudah pelajari, mereka akan memfokuskan
tugasnya untuk melakukan intervensi medis. Dokter spesialis kandungan
menangani wanita hamil yang sehat, demikian juga wanita hamil yang sakit dan
beresiko tinggi. Ketika mereka menangani wanita hamil yang sehat, mereka sering
melakukan intervensi medis yang seharusnya hanya dilakukan pada wanita hamil
yang sakit atau dalam keadaan kritis. Di sebagian besar negara dunia, tugas dokter
kandungan adalah untuk menangani wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan
kritis (Gaskin, 2003).
Baik dokter spesialis kandungan maupun bidan bekerja lebih higienis dengan
ruang lingkup hampir mencakup seluruh golongan masyarakat. Umumnya,
mereka hanya dapat mengulangi kasus-kasus fisiologis saja, walaupun dokter
Universitas Sumatera Utara
spesialis secara teoritis telah dipersiapkan untuk menghadapi kasus patologis. Jika
mereka sanggup, harus segera merujuk selama pasien masih dalam keadaan cukup
baik (Syafrudin, 2009).
Walaupun mereka dapat menanggulangi semua kasus, tetapi hanya sebagian kecil
saja masyarakat yang dapat menikmatinya. Hal ini disebabkan karena biaya yang
terlalu mahal, jumlah yang terlalu sedikit dan penyebaran yang tidak merata.
Dilihat dari segi pelayanan, tenaga ahli ini sangat terbatas kegunaannya. Namun,
sebetulnya mereka dapat memperluas fungsinya dengan bertindak sebagai
konseptor program obstetri yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dokter
spesialis atau bidan (Syafrudin, 2009).
3. Dukun Bayi
Dukun bayi menurut definisi WHO adalah “A traditional birth attendant is person
(usually a woman) who assits to mother at child birth and who initially acquires
her skills delivering babies by herself or by working with other traditional birth
attendant”:
Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat yang pada umumnya adalah
seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan
menolong persalinan secara tradisional. Keterampilan tersebut diperoleh secara
turun temurun, belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus ke arah
peningkatan keterampilan serta melalui tenaga kesehatan. Dukun bayi juga
merupakan seseorang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat
Universitas Sumatera Utara
untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat (Meilani, 2009).
Banyak masyarakat terutama di pedesaan lebih memilih melahirkan di dukun bayi
daripada bidan. Hal ini karena pertimbangan tradisi di desa yang sudah sejak
dahulu jika melahirkan ditolong oleh dukun bayi. Selain itu dukun bayi lebih
cepat dipanggil, mudah dijangkau, biayanya lebih murah, serta adanya hubungan
yang akrab dan bersifat kekeluargaan dengan ibu-ibu yang ditolongnya.
Masih banyak wanita negara berkembang khususnya di pedesaan lebih suka
memanfaatkan pelayanan tradisional dibanding fasilitas pelayanan kesehatan
modern. Dari segi sosial budaya masyarakat khususnya di daerah pedesaan,
kedudukan dukun bayi lebih terhormat, lebih tinggi kedudukannya dibanding
dengan bidan sehingga mulai dari pemeriksaan, pertolongan persalinan sampai
perawatan pasca persalinan banyak yang meminta pertolongan dukun bayi.
Masyarakat tersebut juga sudah secara turun temurun melahirkan di dukun bayi
dan menurut mereka tidak ada masalah (Iskandar, 1996).
2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Dukun Bayi Terlatih
2.4.1 Umur
Umur adalah usia seseorang yang dihitung sejak lahir sampai dengan batas
terakhir
masa
hidupnya.
Faktor
umur
mempengaruhi
seseorang
dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dukun bayi biasanya seorang wanita sudah berumur
± 40 tahun ke atas. Pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia merasa
Universitas Sumatera Utara
mendapat
panggilan tugas
sebagai
penolong
persalinan.
Hurlock
(2002),
menyatakan bahwa umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak
dilahirkan. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur
40 tahun. Masa dewasa dini adalah masa pencaharian, kemantapan dan masa
reproduktif dimana dimulainya suatu karier dan merupakan masa reproduksi.
Masa dewasa madya dimulai umur 41-60 tahun, masa antara umur 41-50 tahun
yaitu setelah puas dari hasil yang diperoleh dan menikmati hasil dari kesuksesan
mereka sampai mencapai usia 60-an. Masa dewasa lanjut (usia lanjut) dimulai
pada umur 60 tahun sampai kematian, ini merupakan masa pensiun, pensiun selalu
menyangkut perubahan peran, keinginan dan nilai perubahan secara keseluruhan
terhadap pola kehidupan setiap individu. Jika umur dihubungkan dengan tingkat
pengetahuan seseorang, maka semakin bertambahnya umur maka akan semakin
bertambah pula pengetahuannya.
2.4.2 Lama Menjadi Dukun Terlatih
Pengalaman adalah guru yang baik, oleh sebab itu pengalaman merupakan
sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman
pribadi dapat digunakan
sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi pada masa yang lalu (Notoatmodjo, 2002).
Program Safe Motherhood mulai tahun 1990, salah satu terobosannya adalah
menempatkan tenaga bidan di setiap desa dan melatih dukun serta dilengkapi dengan
Universitas Sumatera Utara
dukun kit, sehingga diharapkan dukun yang sudah dilatih mampu dan mau
menerapkan persalinan 3 bersih (bersih tempat, alat dan cara) (Depkes RI, 2010).
Pelaksanaan pelatihan dukun bayi di Kabupaten Aceh Tamiang dilakukan sejak tahun
1992, sehingga sampai dengan saat ini pelatihan dukun bayi sudah berjalan lebih
kurang 20 tahun (Dinkes Kabupaten Aceh Tamiang, 2012).
2.4.3 Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : tahu (know), memahami (comprehension),
aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi
(evaluation).
Sebelum
seseorang
mengadopsi
perilaku
(berperilaku
baru)
dan
mempunyai kinerja yang baik maka orang tersebut harus tahu terlebih dahulu apa
arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya
(Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan dukun bayi tentang fisiologis dan patologis dalam kehamilan,
persalinan, serta nifas biasanya terbatas oleh karena itu apabila timbul komplikasi ia
tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut
menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang professional. Berbagai kasus
Universitas Sumatera Utara
sering menimpa seorang ibu atau bayinya seperti kecacatan bayi sampai pada
kematian ibu dan anak (Manuaba, 2011).
2.4.4 Sikap
Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau
respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial.
Sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sikap positif dan negatif.
Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan siap
membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu.
Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan
mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi, 2007).
2.4.5. Motivasi
Robbins
(2003)
mendefinisikan
motivasi
adalah
kesediaan
untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Menurut
Mangkunegara (2000) yang dikutip oleh Nursalam (2007), motivasi kerja adalah
suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Herzberg (motivation-Hygiene theory) bahwa staf atau pegawai
dapat dibagi menjadi dua golongan besar: mereka yang termotivasi oleh faktor-faktor
intrinsik, yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing seperti
prestasi, pengakuan, tanggungjawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan
kemungkinan berkembang. Faktor-faktor ekstrinsik, yaitu pendorong yang datang
dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja seperti gaji,
kondisi kerja, jaminan pekerjaan, prosedur perusahaan, kebijakan perusahaan mutu
supervisi, hubungan dengan pengawas, dan hubungan dengan rekan sejawat. Makna
dari teori ini adalah bahwa orang yang bekerja terdorong secara intrinsik atau lebih
mudah diajak meningkatkan kinerjanya dibandingkan mereka yang terdorong secara
ekstrinsik (Ilyas, 2001).
2.5 Landasan Teori
Dukun bayi pada umumnya seorang perempuan yang berusia lanjut,
menggunakan bahasa yang sama dengan komunitasnya, kebanyakan buta huruf
(Latin, tapi mungkin dapat membaca huruf Arab), kurang dapat berbahasa
Indonesia, dan melakukan perawatan kehamilan dan pertolongan persalinan bukan
sebagai pekerjaan utama. Status sosio-ekonomi dukun bayi biasanya termasuk
miskin, karena pekerjaan utamanya adalah buruh tani yang mendapat upah kecil
dari pemilik tanah garapannya. Sebagai dukun bayi, ia tidak pernah melalui
pelatihan formal; ia belajar melalui pengalaman dan melalui observasi dari dukun
bayi yang lebih senior, mungkin ibunya, neneknya, saudaranya, atau tetangga
Universitas Sumatera Utara
yang biasa membantu perempuan dalam kehamilannya, melahirkan dan pasca
melahirkan. Dukun bayi umumnya memiliki kemampuan sebagai perantara yang
baik. Lebih jauh lagi, dukun bayi itu sendiri biasanya mempunyai orang-orang
yang akan melanjutkan profesinya. Ia adalah anggota komunitas yang dilayaninya.
Walaupun banyak dukun bayi yang buta huruf, ia berbicara dan memahami bahasa
yang sama dengan komunitasnya dan menjadi bagian dari sistem kepercayaan dan
kebudayaan. Umumnya, seorang dukun bayi adalah perempuan yang bijak dan
pandai, yang dipilih oleh perempuan-perempuan dalam keluarganya karena
pendekatan praktis dan pengalamannya.
Untuk mengurangi AKI dan AKB, Departemen Kesehatan Nasional melalui
Dinas Kesehatan Propinsi, untuk setiap kabupaten melakukan sejumlah pelatihan
untuk dukun bayi untuk meningkatkan pengetahuannya mengenai kehamilan dan
melahirkan, khususnya, bagaimana mengenali kehamilan dengan resiko tinggi,
bagaimana merujuk bila situasi semacam itu terjadi, dan mengajarkan pentingnya
tindakan yang higienis terhadap tali pusat. Setelah mengikuti pelatihan, dukun bayi
terlatih di beri “Dukun Kit‟. Dengan mengikuti pelatihan, maka dukun bayi tersebut
sudah disebut sebagai dukun bayi terlatih dan diharapkan mampu melakukan
pelayanan kepada ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir sesuai dengan apa yang
telah diberikan pada saat pelatihan sehingga dapat menunjukkan kinerja sesuai
dengan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
Kinerja dukun bayi terlatih merupakan hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang dukun bayi terlatih dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggungjawabnya sebagai dukun bayi yang diminta
masyarakat khususnya ibu hamil, bersalin, nifas, dan perawatan bayi baru lahir yang
diukur berdasarkan materi pelatihan yang pernah diikutinya.
Model teori kinerja menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel individu
(kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis, yaitu umur, jenis
kelamin, status pernikahan, tempat tinggal, dan masa kerja), variabel organisasi
(sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan), dan variabel
psikologis (persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi). Sedangkan Stoner
(1994), mengatakan bahwa kinerja individu dipengaruhi oleh motivasi, pengetahuan,
dan persepsi.
Variabel Individu :
•
Kemampuan dan
keterampilan :
•
Latar belakang
•
Demografis
Variabel organisasi :
•
Sumber daya
•
Kepemimpinan
•
Imbalan
•
Struktur
•
Desain pekerjaan
Psikologis:
•
Persepsi
•
Sikap
•
Kepribadian
•
Belajar
•
Motivasi
(Gibson, 1987)
Kinerja
•
•
Sesuai harapan
Tidak sesuai
harapan
• Motivasi
• Pengetahuan
• Persepsi
(Stoner, 1994)
Gambar 2.2. Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori di atas dan disesuaikan dengan keadaan dukun
bayi terlatih di wilayah kerja penelitian maka kerangka konsep penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen
Individu :
- Umur
- Lama menjadi dukun
terlatih
Psikologi :
- Sikap
- Motivasi
-
Variabel Dependen
Kinerja Dukun Bayi
Terlatih
Pengetahuan
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download