23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan dan Sanitasi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Lingkungan dan Sanitasi Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian
khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat bersama dengan faktor perilaku,
pelayanan kesehatan, dan genetik (Slamet, 2009). Lingkungan menentukan baik
buruknya status derajat kesehatan (Profil kesehatan Indonesia, 2009).
Bagi manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya baik
berupa benda hidup, benda tak hidup, benda nyata ataupun abstrak, termasuk
manusia, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemenelemen di alam (Slamet, 2009).
Lingkungan di sekitar kita dapat dikelompokkan di dalam tiga kategori, sebagai
berikut (Widyati, 2005) :
1.
Lingkungan biologis, yaitu : lingkungan yang terdiri dari semua organisasi
hidup, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun mikroorganisme yang berada
disekitar manusia.
2.
Lingkungan fisik, yaitu : lingkungan yang terdiri dari benda-benda yang tidak
hidup (mati), tetapi berhubungan dengan kehidupan atau kelangsungan hidup
manusia.
23
3.
Lingkungan sosial budaya, yaitu : interaksi antara manusia dengan makhluk
sesamanya. Lingkungan sosial budaya yang erat kaitannya dengan masalah
kesehatan harus dilihat dari kehidupan masyarakat secara luas.
Achmadi (2008) mengelompokkan komponen – komponen lingkungan yang
memiliki potensi bahaya penyakit, yaitu:
a.
Golongan fisik
: kebisingan, radiasi, cuaca, panas, dan lain-lain
b.
Golongan kimia
: pestisida dalam makanan, asap rokok, limbah pabrik
c.
Golongan biologi : spora, jamur, cacing, bakteri, virus
d.
Golongan sosial
: atasan , pesaing, tetangga, dan lain-lain
Komponen-komponen tersebut berinteraksi dengan manusia melaui media/wahana,
udara, air, tanah, makanan, atau vektor penyakit, seperti diagram dibawah ini
membahas mengenai patogenesis Infeksi cacing pita yang ditularkan melalui
peliharaan:
Sumber
agen
penyakit
-Tanah,udara,
manusia,
Komunitas :
-Jenis Kelamin
-Umur
(perilaku
pemajanan)
(komponen
lingkungan)
Media Transmisi
(Iklim, topografi, temperatur, dan
kelembapan tanah, curah hujan,
dll (Variabel lain yang berpengaruh)
Sumber. Achmadi, 1991
Gambar 2.1. Diagram Skematik Patogenesis Penyakit
24
Sakit/Sehat
Dengan mengacu pada gambaran Diagram Skematik Patogenesis Penyakit tersebut,
maka proses terjadinya penyakit dapat diuraikan ke dalam 5 simpul, yakni :
A.
Simpul 1 : Sumber Penyakit
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent. Agent penyakit adalah
komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak
secara langsung atau melalui media perantara (komponen lingkungan). Berbagai
agent penyakit yang baru maupun yang lama dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu : Mikroba (misalnya virus, amuba, jamur, bakteri, parasit),
Kelompok fisik (misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan cahaya), dan
Kelompok bahan kimia toksik (misalnya pestisida, merkuri, cadmium, CO)
Sumber penyakit dapat di kelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yakni :
a.
Sumber penyakit alamiah, misalnya gunung berapi yang mengeluarkan gas-gas
dan debu beracun.
b.
Hasil kegiatan manusia, seperti industri, rumah tangga, knalpot kenderaan
bermotor, atau penderita penyakit menular. (Achmadi, 2008).
Sumber penyakit infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah dan makanan
adalah telur cacing.
B.
Simpul 2 : Media Transmisi
Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit pada
hakikatnya komponen yang lazim dikenal sebagai media transmisi penyakit, yakni
udara, air, tanah/pangan, binatang/serangga, dan manusia/langsung. Media tansmisi
tidak akan memiliki potensi penyakit kalau di dalamnya tidak mengandung bibit
25
penyakit. Seperti Infeksi kecacingan yang dapat ditularkan melalui tanah dan pangan
(Achmadi, 2008). Media transmisi terjadinya infeksi cacingan adalah tanah yang
terkontaminasi oleh tinja yang infeksius.
C.
Simpul 3 : Perilaku Pemajanan (Behavioural Exposure)
Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen
lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Jumlah kontak pada setiap
orang berbeda satu sama lain karena di tentukan oleh perilakunya. Masing-masing
agent yang masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara yang khas atau route of entry
yakni melalui : sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan permukaan kulit (Achmadi,
2008). Perilaku pemajanan yang menimbulkan infeksi kecacingan adalah, pekerjaan
berkebun, bercocok tanam, kebersihan perorangan misalnya kebersihan kuku dan
kaki, tidak menggunakan alas kaki saat berjalan diatas tanah, tidak mencuci tangan
sebelum makanan dan setelah BAB, sanitasi dasar misalnya air bersih, jamban,
sampah, dan saluran pembuangan air limbah.
D.
Simpul 4 : Kejadian Penyakit
Kejadian penyakit merupakan Outcome hubungan interaktif antara penduduk
dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Outcome dari
infeksi kecacingan adalah sakit.
E.
Simpul 5 : Variabel Suprasistem
Kejadian penyakit itu sendiri masih dipengaruhi variabel iklim, topografi, temperatur,
dan kelembapan tanah.
26
2.1.1.1 Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa
(murid) di bawah pengawasan guru. Proses belajar mengajar memerlukan ruang dan
lingkungan untuk dapat membatu siswa dan guru dalam belajar. Prestasi belajar di
sekolah tidak hanya dipengaruhi oleh bagaimana anak-anak giat belajar dan dapat
memahami pelajaran di sekolah, tapi juga kondisi lingkungan sekolahnya yang
mendukung. Lingkungan sekolah yang nyaman dan bersih dapat mendukung tumbuh
kembang anak secara optimal, anak-anak menjadi lebih sehat dan dapat berpikir
secara jernih, sehingga dapat menjadi anak-anak yang cerdas dan kelak menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas.
Lingkungan sekolah secara tidak langsung memberikan konstribusi terhadap
terjadinya penularan penyakit infeksi cacingan. Sebagian besar waktu anak sekolah
dasar dihabiskan dengan
bermain dirumah maupun disekolah sehingga anak sekolah dasar mempunyai
potensi untuk terjangkit infeksi cacingan. Lingkungan fisik sekolah yang baik
sebaiknya gedung sekolah dengan keadaan lantai kering, langit-langit yang kuang
bersih dan ventilasi yang baik. Adapun faktor lingkungan yang berhubungan dengan
infeksi kecacingan adalah tersedianya air bersih, tempat pembuangan tinja (jamban)
dan sumber air minum yang memenuhi syarat kesehatan, kebersihan halaman
sekolah, ketersediaan warung atau tempat jajan, ketersediaan tempat pembuangan
sampah dan limbah (Watkings dan Pollit dalam Poespoprojo dan Sadjimin, 2006).
27
Dalam buku Pedoman Penanggulangan Program Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS). Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau
permasalahan kesehatan di institusi pendidikan. Indikator institusi pendidikan adalah
Sekolah Dasar Negeri maupun Swasta (SD/MI). Indikator ini meliputi:
1.
Tersedianya jamban yang bersih dan mencukupi jumlah siswa yakni 1 jamban
untuk 76 orang (Kalbermatten john M, 1987).
2.
Tersedia air bersih atau keran yang mengalir disetiap kelas
3.
Tersedia air bersih dan mencukupi minimal 60 liter/orang/hari (PPM dan PL
Depkes R.I, 1993)
4.
Tidak ada sampah yang berserakan dan lingkungan sekolah yang bersih
5.
Tersedianya sarana pembuangan air limbah
6.
Warung/jajanan yang bersih
7.
Ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik
8.
Siswa menjadi anggota dana sehat atau jasa pelayanan kesehatan masyarakat
9.
Siswa ada yang menjadi dokter kecil atau promosi kesehatan sekolah (minimal
10 orang) ( Dinkes Prop. Sulsel, 2006).
Sejalan dengan upaya hidup sehat, di lingkungan sekolah terdapat program
usaha kesehatan sekolah (UKS) sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan
kesehatan sekolah. Salah satu program dari UKS ini adalah kegiatan penanggulangan
cacingan. Program pemberantasan dan pencegahan infeksi kecacingan misalnya
melalui penyuluhan dan promosi kesehatan secara otomatis telah dimasukkan dalam
kegiatan UKS tersebut ( Depkes RI, 2004 ).
28
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, Sekolah Dasar Negeri 173547
Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir memiliki gedung yang sudah
lama dan sebagian baru dibangun, namun sebagian kontruksinya sudah ada yang
kurang baik. Selain itu, kondisi lingkungan sekolah yang masih perlu diperhatikan
seperti, kecukupan jamban sesuai dengan jumlah siswa, kecukupan air bersih sesuai
dengan jumlah siswa, kebersihan halaman sekiolah, kebersihan warung/jajanan
makanan, ketersediaan tempat sampah, dan lain sebagainya sesuai syarat kesehatan
yang telah ditetapkan. Sesuai dengan penelitian Mudmainah (2003), penyediaan air
bersih dan pembuangan tinja yang belum memenuhi syarat kesehatan memberi
peluang besar untuk terjadinya penyakit seperti kecacingan. Pada siswa sekolah ini,
masih ditemukan siswa yang setelah BAB kondisi jamban (kakus) tersebut kurang
bersih disiram. Selain itu, penyediaan air bersih kurang memenuhi yakni air bersih
dan mencukupi minimal 60 liter/orang/hari (PPM dan PL Depkes R.I, 1993)
2.1.1.2
Lingkungan Rumah
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal dan
digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim, serta makhluk hidup lainnya. Selain
itu, rumah juga merupakan tempat berkumpulnya anggota keluarga untuk
menghabiskan sebagian besar waktunya (Notoatmodjo 2007).
Kriteria Rumah sehat menurut Depkes R.I PPM dan PL (2002), antara lain
sebagai berikut :
29
1.
Tersedianya sarana kesehatan lingkungan (sebagai sanitasi dasar) meliputi air
bersih, jamban, sampah, saluran pembuangan air limbah.
2.
Memenuhi kebutuhan fisiologi, meliputi pencahayaan, ventilasi, bebas bising,
tersedian tempat bermain anak.
3.
Memenuhi kebutuhan psikologi, meliputi hubungan serasi orang tua dan anak,
kepadatan hunian, luas ruang tidur 8 m2 untuk dua orang, kehidupan keluarga
yang normal.
4.
Memberi pencegahan dan perlindungan terhadap penularan penyakit.
5.
Perlindungan terhadap bahaya kecelakaan rumah, meliputi kontruksi rumah
yang kuat, menghindari bahaya kebakaran, meminmalkan kemungkinan bahaya
kecelakaan.
Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan
besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak
dihuni. Adapun faktor lingkungan rumah seperti penyediaan air bersih, pembuangan
tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah yang kurang memenuhi syarat
kesehatan yang telah ditetapkan sangat mudah untuk menimbulkan penyakit seperti
infeksi kecacingan. (PPM dan PL Depkes R.I, 2002).
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, keadaan lingkungan rumah
di Kecamatan Balige masih ada yang belum memenuhi syarat kesehatan. Masarakat
memperoleh sumber air bersih dari PAM dan juga sumur. Masyarakat yang
menggunakan sumur sebagai sumber air bersih, ada yang belum memenuhi syarat
sumur yang sehat seperti jarak sumur dari sumber pencemaran (tinja, sampah, dan
30
lain-lain) yang seharusnya >10 meter, dinding sumur harus kedap air dengan
kedalaman 3 meter dari permukaan tanah. Apabila dilihat dari pembuangan tinja,
masyarakat memakai jamban leher angsa namun tidak memiliki septic tank dan
langung dialirkan ke sungai, ada yang memakai jamban cemplung namun kondisi
jamban memenuhi syarat kesehatan, ada yang belum memakai jamban dan
melakukan defekasi di tanah, namun yang melakukan defekasi di tanah adalah anakanak usia sekolah, ada yang jarak pembuangan tinja (jamban) <10 meter dar sumber
air bersih. Hal ini disesuaikan dengan penelitian Hidayat (2007), menunjukkan
adanya hubungan erat antara interaksi faktor lingkungan tempat tinggal dengan
prevalensi cacing pada anak sekolah dasar. Tingginya angka prevalensi kecacingan
pada anak sekolah dasar didesa dibanding dengan di kota menunjukkan adanya
perbedaan higiene dan sanitasi lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan
pedesaan merupakan faktor predisposisi untuk anak sekolah dasar didesa (Hidayat,
2007).
2.1.2
Sanitasi Lingkungan
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan
maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan
kesehatan manusia (Ensiklopedia, 2009).
Sanitasi merupakan suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan
kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Pada hakikatnya sanitasi
lingkungan atau kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan
31
yang optimum sehingga berpengaruh positf terhadap terwujudnya status kesehatan
yang optimal pula (Widyati, 2005).
Menurut WHO (2009), munculnya kembali penyakit menular seperti infeksi
kecacingan sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan
lingkungan yang berkaitan dengan masalah sanitasi, yakni cakupan air bersih dan
jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran
makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan
limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, pemaparan akibat kerja (penggunaan
pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana
alam, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih
dan sehat.
Sanitasi lingkungan yang baik tergantung dari peningkatan kualitas lingkungan
dengan memperbaiki sanitasi lingkungan yaitu penyediaan air bersih, penyediaan
jamban, pembuangan tinja (jamban) yang baik, pengelolaan air limbah dan
pengelolaan sampah. Terciptanya sanitasi lingkungan yang baik akan menurunkan
atau mengurangi kejadian kecacingan pada masyarakat (Armanji, 2011).
2.1.2.1 Penyediaan Air Bersih
Air sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia akan lebih cepat
meninggal karena kekurangan air daripada kekuangan makanan. Dalam tubuh
manusia sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 50-60%
berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%
terdiri dari air. Dalam perkembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah
32
penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupan, dimana
mau tidak mau menambah pengotoran atau pencemaran (Notoatmodjo, 2007).
Adapun air memiliki kegunaan yang sangat penting, yaitu sebagai berikut
(Widyati 2007):
1.
Untuk keperluan rumah tangga, dimana air harus memenuhi syarat :
1) Syarat fisik, yaitu air dilihat dari fisiknya antara lain jernih, tidak berwarna,
tidak berasa, dan tidak berbau
2) Syarat kimiawi, yaitu air yang tidak mengandung zat-zat berbahaya untuk
kesehatan
3) Syarat bakteriologis, yaitu air yang tidak mengandung penyakit
Selain mengetahui kegunaan air, penyakit yang dapat ditularkan melalui air juga
dapat diketahui, yaitu kolera, disentri, cacingan, infeksi hepatitis, dan penyakit kulit.
Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang
menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat. Jenis
sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali, sumur pompa tangan
dangkal, sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air hujan, mata air, dan
perpipaan.
Air sumur merupakan sumber air yang paling banyak digunakan masyarakat
Indonesia. Sumur gali yang dipandang memenuhi syarat kesehatan adalah (Sanropie,
1986) :
1.
Lokasi
33
a. Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran, misalnya jamban, tempat
pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat pembuangan sampah, kandang
ternak dan tempat-tempat pembuangan kotoran lainnya.
b. Pada tempat-tempat yang miring, misalnya pada lereng pegunungan letak
sumur gali di atas sumber pencemaran
c. Lokasi sumur gali harus pada daerah yang lapisan tanahnya mengandung air
sepanjang musim.
d. Lokasi sumur gali diusahakan pada daerah yang bebas banjir
2.
Kontruksi
a. Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari permukaan tanah untuk
mencegah rembesan dari air permukaan
b. Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari permukaan tanah
untuk mencegah rembesan air bekas pemkaian ke dalam sumur.
c. Lantai harus kedap air dengan jarak antara tepi lantai dengan tepi luar dinding
minimal 1 meter dengan kemiringan ke arah tepi lantai.
d. Saluran pembuangan air kotor atau bekas harus kedap air sepanjang minimal
10 meter dihitung dari tepi sungai
e. Dilengkapi dengan sumur atau lubang resapan air limbah bagi daerah yang
tidak mempunyai saluran penerimaaan air imbah.
Sumber air di alam dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian, antara lain :
1.
Air di dalam tanah, yaitu mata air, air sumur
2.
Air permukaan, yaitu air sungai, air danau, air rawa
34
3.
Air dari angkasa, yaitu air hujan, air embun).
Air yang bersih mempunyai pH = 7, dan Oxygen Terlarut (DO) jenuh pada 9
mg/l. Berdasarkan profil kesehatan provinsi tahun 2009, dapat diketahui persentase
keluarga menurut jenis sarana yang digunakan secara nasional. Persentase tertinggi
pada jenis sarana air bersih yang digunakan adalah sumur gali (45,41%), diikuti
ledeng (27,30%), sumur pompa tangan (10,11%), penampungan air hujan (3,49%),
dan air kemasan (2,29%) (DepKes RI, Profil Kes.Indonesia, 2009).
Berikut penggolongan penyakit yang berhubungan dengan air menurut bentuk
infeksi dan rute transmisi oleh Bradley (Hasyim, 2007).
1.
Water Borne Disease, Jenis penyakit yang ditularkan atau disebarkan akibat
kontaminasi air oleh kotoran manusia atau air seni, yang kemudian airnya
dikonsumsi oleh manusia yang tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit
tersebut antara lain : cholera, thypoid, basillary dysentry, weil’s disease.
2.
Water Washed Disease, Jenis penyakit yang ditransmisikan dengan masuknya air
yang tercemar kotoran ke dalam tubuh secara langsung (fecal oral) akibat
penyedian air bersih dan untuk pencucian alat atau benda yang digunakan kurang
secara kuantitas maupun kualitas. Jenis penyakit pada kelompok ini adalah :
Bacterial Ulcers (bisul), Scabies (kudis), Trachoma (terserang pada mata).
3.
Water Based Disease, Penyakit akibat organisme patogen yang sebagian siklus
hidupnya dalam air atau host sementara yang hidup dalam air. Penyakit yang
masuk dalam golongan ini adalah Schistosimiasis, cacing Guinea.
35
4.
Insect
Water
Related,
Penyakit
yang
disebabkan
oleh
insekta
yang
berkembangbiak atau memperoleh makanan di sekitar air sehingga insiden –
insidennya dapat dihubungkan dengan dekatnya sumber air yang cocok, misalnya
penyakit malaria dan oncohocersiasis (river blindness).
Hasil penelitian Mudmainah (2003), menunjukkan bahwa ada hubungan
penyediaan air bersih dengan infeksi kecacingan dengan prevalensi kecacingan lebih
banyak ditemukan pada siswa Sekolah Dasar yang penyediaan air bersihnya kurang
(57%). Kurangnya penyediaan air bersih terutama sebagai penggelontor kotoran, air
untuk cebok serta cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah BAB (buang air
besar) menimbulkan infeksi kecacingan. Kecacingan juga dapat terjadi jika
mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran manusia atau binatang karena di
dalam kotoran tersebut terdapat telur cacing (PHBS dan Penyakit berbasis
lingkungan).
2.1.2.2 Pembuangan Tinja (Jamban)
Tinja manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai oleh tubuh dan
yang harus dikeluarkan dari tubuh berbentuk tinja, air seni, dan CO2. Pembuangan
tinja dalam kesehatan lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja, pada
umumnya disebut latrin, jamban atau kakus. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat,
masalah pembuangan tinja merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin
diatasi, karena tinja adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.
Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam jalan
36
atau cara, selain itu dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan
area permukiman, maka masalah pembuangan tinja manusia meningkat.
Hal ini dapat dilihat seperti gambar berkut ini :
Air
Mati
Tangan
Tinja
Makanan
Minuman
Sayuran
Dll
Lalat
Pejamu
Tanah
Sakit
Sumber. Notoatmodjo, 2007
Gambar 2.2. Mata rantai transmisi penyakit dari tinja
Dari gambar 2.2. mata rantai transmisi penyakit dari tinja, nampak jelas bahwa
peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Disamping itu, dapat dilihat
lansung, tinja mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, juga air, tanah,
serangga dan bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut
(Notoatmodjo, 2007).
Dalam hubungannya dengan penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja,
organisme penyebab dapat digolongkan dalam empat golongan, yaitu virus, bakteri,
protozoa,
cacing.
Disamping
itu,
pembuangan
tinja
meruakan
tempat
berkembangbiaknya serangga terutama nyamuk, lalat, dan kecoa yang selalu
memberikan dampak yang merugikan bahkan mungkin dapat bertindak sebagai
37
vektor penyakit kepada manusia. Berbagai macam spesies dari cacing mempunyai
pejamu manusia, hal ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut (Haryoto (1997) :
Tabel 2.1. Jenis spesies cacing yang mempunyai pejamu manusia
No
1
2
3
4
5
6
Cacing
Ancylostoma duodenale
Ascaris lumbricoides
Schistosoma Japonicum
Penyakit
Ancylostomiasis
Ascaris
Shistosomiasis
Taenia Saginata
Taenia solium
Trichuris trichiura
Taeniasis
Taeniasis
Trichuriasis
Transmisi
Manusia –tanah – manusia
Manusia – tanah – manusia
Manusia dan hewan – siput – air
– manusia
Manusia – sapi – manusia
Manusia – babi – manusia
Manusia – tanah – manusia
Sumber: Faecham, et al (1983)
Ada tujuh kriteria yang telah ditetapkan serta harus diperhatikan untuk
membuat jamban sehat dalam rangka mencegah penularan penyakit (Chandra, 2007),
yaitu :
1.
Tidak mencemari air
a. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
b. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
c. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar kedalam selokan, empang,
danau, sungai, dan laut.
2.
Tidak mencemari tanah permukaan
a. Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan
b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras kemudian ditimbun di lubang galian.
38
3.
Bebas dari serangga
a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu, untuk mencegah nyamuk aedes aegypti bersarang.
b. Lantai jamban harus diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang dapat
menjadi tempat bersarangnya kecoa atau serangga lainnya.
c. Lantai jamban harus selalu kering dan bersih
4.
Tidak menimbukan bau dan nyaman digunakan
a. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin, pembersihan harus
dilakukan secara periodik.
5.
Aman digunakan oleh pemakainya
6.
Mudah dibersihkan dan tidak meimbulkan gangguan bagi pemakainya
7.
Tidak menimbulkan pandangan kurang sopan
a. Dianjurkan agar jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.
b. Jumlah toilet/jamban sebanyak satu buah untuk 50 orang (Kalbermatten john
M, 1987)
Suatu jamban keluarga disebut sehat apabila memenuhi syarat sebagai berikut,
yaitu tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori air
permukaan di sekitarnya, tidak dapat dijangkau oleh serangga terutama lalat dan
kecoa, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dirawat, desainnya sederhana,
murah, dapat diterima oleh pemakainnya (Notoatmodjo, 2007).
39
Hal-hal yang perlu diperhatikan jika ingin memenui syarat-syarat jamban sehat
yaitu jamban sebaiknya tertutup agar terlindung dari sinar matahari/panas dan hujan,
serangga, dan terlindung dari pandangan orang, jamban terdiri dari lantai yang luas,
serta tempat berpijak yang kuat, tidak menimbulkan bau, tersedia alat pembersih,
seperti air, kertas pembersih. Pembuangan kotoran (jamban) untuk daerah pedesaan
berbeda dengan daerah perkotaan. Daerah pedesaan harus memenuhi syarat jamban
sehat seperti yang telah dibahas, dan didasarkan pada sosial budaya dan ekonomi
masyarakat pedesaan.
Hasil penelitian Mudmainah (2003) menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pembuangan kotoran dengan infeksi kecacingan. Pembuangan tinja sembarangan
dapat menimbulkan infeksi kecacingan. Tinja yang dibuang sembarangan tempat
memberi peluang besar untuk cacing berkembangbiak.
Adanya telur cacing pada tinja penderita yang melakukan defekasi di tanah
terbuka semakin memperbesar peluang penularan infeksi cacingan pada masyarakat
di sekitarnya (Sumanto, 2010).
Pembuangan tinja/kotoran manusia yang buruk sering sekali berhubungan
dengan kurangnya penyediaan air bersih dan fasilitas kesehatan lainnya (Yusnitawati,
2005).
2.1.2.3 Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak di pakai lagi
oleh manusia, atau benda yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan
manusia dan dibuang (Slamet, 2009). Sampah erat kaitannya dengan kesehatan
40
masyarakat, karena dari sampah tersebut akan hidup berbaga mikroorgansme
penyebab penyakit (bakteri patogen) dan juga binatang serangga sebagai pemindah
/penyebar penyakit (vektor), oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik, bukan
hanya untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan.
Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan,
pengangkutan sampah dengan pemusnahan sehingga tidak menjadi gangguan
gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Cara pengelolaan sampah
sebagai berikut :
a.
Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan dan pengangkutan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari
masing-masing institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu setiap institusi
arus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah
sampah, kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus
diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah dan selanjutnya ke
tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah baik kuantitas maupun kualitas sangat
dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang
penting antara lain : jumlah penduduk, kepadatan sosial ekonomi, kemajuan teknologi
(Slamet, 2009).
b.
Pemusnahan dan pengolahan sampah
1.
Ditanam (landfill) : pemusnahan sampah dengan cara membuat lubang di
tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah
41
2.
Dibakar (incenerator) : memusnakan sampah dengan cara membakar di dalam
tungku pembakaran
3.
Dijadikan pupuk (composting) : pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos),
khususnya untuk sampah organik; misalnya daun-daunan, sisa makanan dan
sampah lainnya yang mudah membusuk.
Sampah organik dan an-organik dapat menjadi tempat berkembangbiaknya
mikroorganisme, karena di dalam sampah banyak terdapat kuman atau bakteri.
Sampah organik lama-kelamaan di tanah akan membusuk, sedangkan sampah anorganik yang wujudnya sulit didekomposisi menjadi peluang bagi mikroorganisme
hidup bertahan. Jika sampah tidak dikelola dengan baik maka akan merugikan
kesehatan, dan merusak keindahan lingkungan. Ketika anak sekolah dasar bermain di
tanah dengan tidak memakai alas kaki, kuku kotor, tidak mencuci tangan sewaktu
makan setelah bermain kontak dengan tanah memberikan kontribusi yang besar
timbulnya penyakit, karena kuman atau bakteri tersebut ada yang membahayakan
kesehatan manusia, yakni infeksi kecacingan yang dapat menjadi sumber penularan
penyakit (Slamet, 2009).
2.1.2.4 Sarana Pembuangan Air limbah
Air limbah atau air buangan adalah semua air / zat cair yang tidak lagi
dipergunakan, sekalipun kualitasnya mungkin baik. Air buangan berasal dari rumah
tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya
mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta
mengganggu lingkungan hidup. Air yang digunakan untuk kegiatan manusia sehari-
42
hari pada akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan lagi oleh manusia.
Oleh sebab itu, air limbah ini harus dikelola dengan baik apalagi air limbah yang
berasal dari air bekas mandi, bekas cuci pakaian, bekas cuci perabotan dan lain- lain.
Air ini sering disebut sullage atau gray water. (Slamet, 2009).
Secara garis besar air limbah memiliki karakteristik, sebagai berikut :
1.
Karakteristik Fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan padat dan
suspensi. Air limbah rumah tangga biasanya berwarna suram, seperti larutan sabun,
sedikit berbau, kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas berwarna, bekas cucian
beras dan sayuran, tinja, dan lain-lain.
2.
Karakteristik Kimiawi
Air mengandung campuran bahan-bahan kimia an-organik yang berasal dari air
bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine,
sampah.
3.
Karakteristik Bakteriologis
Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan Coli terdapat dalam air
limbah, namun tergantung sumbernya. Kandungan keduanya tidak berperan dalam
proses pengolahan air buangan.
Syarat dan upaya untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk dari air limbah,
yaitu :
a.
Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber air minum
b.
Tidak menyebabkan pencemaran air
43
c.
Tidak mengakibatkan pencemaran terhadap permukaan tanah
d.
Tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit dan vekor
e.
Kondisi tidak terbuka karena jika terbuka saat tidak diolah terkena udara luar
akan mengangu pernafasan, terutama anak-anak (Notoatmodjo, 2007).
Sarana pembuangan air limbah baik di sekolah maupun di rumah sangat penting
untuk mencegah penularan penyakit. Air limbah yang dibuang dengan cara yang
tidak saniter menjadi tempat bekembangbiaknya mikroorganisme pathogen, seperti
kecacingan dan akan berakibat buruk bagi kesehatan manusia, terutama anak usia
sekolah. Kecacingan dapat terjadi karena anak usia sekolah bermain-main di tempat
pembuangan air limbah kemudian makan dengan tangan tanpa cuci tangan dengan
sabun terlebih dahulu atau bermain di tempat pembuangan air limbah tanpa alas kaki
sehingga larva cacing masuk ke dalam tubuh melalui kaki (Field Book, 2009).
2.2
Higiene Perorangan
2.2.1
Pengertian Higiene Perorangan
Higiene merupakan suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan
pada usaha kesehatan perorangan atau manusia beserta tempat manusia berada
(Widyawati, 2005).
Higiene perorangan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama
pada masa-masa perkembangan dengan kesehatan pribadi yang buruk pada masa
tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumberdaya manusia.
Higiene yang belum baik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya
prevalensi kecacingan (Azwar 2006).
44
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting
dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis
seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan
kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan, sosial,
keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan.
Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti Personal yang
artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat. Personal Hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis (Wartonah, 2004). Personal Hygiene adalah salah satu kemampuan
dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Direja,
2011).
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara perawatan
diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan perorangan sangat
penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk
kenyamanan individu , keamanan dan kesehatan ( Potter, 2005).
2.2.2
Jenis-jenis Higiene Perorangan
Kebersihan perorangan meliputi :
a.
Kebersihan kulit
45
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama
memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya.
Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan ,
makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari – hari. Untuk selalu memelihara
kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu memperhatikan seperti :
1.
Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri
2.
Mandi minimal 2x sehari
3.
Mandi memakai sabun
4.
Menjaga kebersihan pakaian
5.
Makan yang bergizi terutama sayur dan buah
6.
Menjaga kebersihan lingkungan.
b.
Kebersihan rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat membuat terpelihara
dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau
apek. Dengan selalu memelihara kebersihan kebersihan rambut dan kulit kepala,
maka perlu ndiperhatikan sebagai berikut :
1.
Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurangkurangnya
2x seminggu.
2.
Mencuci ranbut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya.
3.
Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.
c.
Kebersihan gigi
46
Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan
gigi sehingga terlihat cemerlang.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga
kesehatan gigi adalah :
1. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis makan
2. Memakai sikat gigi sendiri
3. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi
4. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi
5. Memeriksa gigi secara teratur
d. Kebersihan mata
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah :
1. Membaca di tempat yang terang
2. Memakan makanan yang bergizi
3. Istirahat yang cukup dan teratur
4. Memakai peralatan sendiri dan bersih ( seperti handuk dan sapu tangan)
5. Memlihara kebersihan lingkungan.
e. Kebersihan telinga
Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah :
1. Membersihkan telinga secara teratur
2. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.
3. Kebersihan tangan, kaki dan kuku
Seperti halnya kulit, tangan,kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak
terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain
47
indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga menghindarkan kita
dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya
kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.
Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan sebagai berikut :
1.
Membersihkan tangan sebelum makan
2.
Memotong kuku secara teratur
3.
Membersihkan lingkungan
4.
Mencuci kaki sebelum tidur
Faktor hygiene yang mempengaruhi gangguan kulit adalah :
1.
Kebersihan kulit
2.
Kebersihan tangan, kaki dan kuku
3.
Kebersihan rambut
2.2.3
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi higiene perorangan
Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1.
Citra tubuh ( Body Image)
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2.
Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene .
48
3.
Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4.
Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
5.
Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6.
Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7.
Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.
Higiene perorangan juga sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan,
artinya apabila melakukan higiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh
sanitasi lingkungan yang baik, kaitan keduanya dapat dilihat, misalnya pada saat
mencuci tangan sebelum makan dibutuhkan air bersih, yang harus memenuhi syarat
kesehatan (Jalalluddin, 2008).
Higiene perorangan berbeda dengan Karakteristik responden. Karakteristik
responden meliputi umur dan jenis kelamin siswa sekolah dasar yang akan diteliti.
49
Umur responden dimaksud disini adalah usia anak mulai dari lahir sampai ada
penelitian dilakukan, dan jenis kelamin adalah tanda yang membedakan antara
perempuan dan laki-laki. Sedangkan higiene adalah perorangan membahas mengenai
perilaku siswa dalam menjaga kebersihan diri.
2.3 Cacing Pita (Taenia)
Dalam Behrman (2000) dikatakan bahwa hospes parasit cacing pita adalah
manusia. Macam-macam dari cacing pita adalah cacing pita sapi (Taenia saginata),
cacing pita babi (Taenia solium), dan cacing pita ikan (Diphyllobothrium latum).
ukurannya berkisar dari 4-10 meter. Beribu-ribu segmen pipih (proglotid)
membentuk tubuh cacing dewasa. Proglotid cacing pita sapi dan babi biasanya keluar
utuh dalam tinja. Sebaliknya, proglotid cacing pita ikan sering pecah dalam usus,
karena sampai 1 juta telur dapat dilepaskan perhari, telur-telur tersebut dapat diamati
dalam tinja. Cacing pita babi adalah patogen yang paling serius pada kelompok ini.
Manusia terinfeksi dengan bentuk dewasa bila mereka mengkonsumsi daging babi
mentah atau setengah masak yang mengandung kista parasit. Cacing akan melekat
pada lumen usus halus. Cacing pita babi satu-satunya cacing pita yang skoleksnya
dilengkapi dengan kait disamping pengisap. Manusia dapat terinfeksi dengan cara
menelan makanan atau air yang terkontaminasi dengan telur-telur cacing lalu masuk
ke mukosa usus dan menyebar secara hematogen ke banyak jaringan terutama otak
dan otot. Telur cacing pita ikan menetas dalam air segar pada pemajanan terhadap
cahaya, kemudian parasit yang baru lepas tertelan pada ikan air tawar dan ikan air
50
tawar bermata besar sejenis ikan salmon. Konsumsi ikan mentah atau tidak dimasak
menyebabkan infeksi cacing pita.
2.3.1. Cacing Pita Babi (Taenia Solium )
Cacing pita (taenia ) dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taenia
adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus
Taenenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya taeniasi
pada manusia disebabkan oleh spesies taenia Solium atau dikenal dengan cacing pita
babi. Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva taenia
akibat termakan telur cacing taenia solium (cacing pita babi). Manusia terkena
taeniasis apabila memakan daging mentah.
Klasifikasi :
Kerajaan : Animlia
Filum
: Platyhelminthes
Kelas
: Cestod
Ordo
: Cyclopyllidea
Famili
: Taeniidae
Genus
: Taenia
Spesies
: Taenia Solium
Gambar 2.1. : Cacing Pita (Taenia Solium)
(kusumamihardja,1992)
51
2.3.2. Siklus Hidup
Cacing pita taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk
semang definitive, telur atau proglotid gravid dalam feses dilepaskan dalam
lingkungan
babi terinfeksi karena termakantelur taenia
telur menetas akan
mengeluarkan embrio cacing (onchospere)yang kemudian menembus dinding usus
dan beredar diotot-embrio cacing (onchospere) berkembang menjadi sistiserkus
otot manusia
terinfeksi karena memakan makan mentah atau setengah matang
yang mengandung sistiserkus atau telur taenia.( Helmintologi.2007).
Gambar 2.2. : Siklus kejadian penyakit cacing pita ( Taenia Solium)
52
2.3.3. Sumber dan Cara Penularan cacing pita
Sumber penularan cacing pita (Taenia Solium) pada manusia yaitu :
1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen
tubuh (proglotid) cacing pita.
2. Hewan terutama babi yang mengandung larva cacing pita (sistiserkosis).
3. Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.
(Departemen RI.2010).
Faktor- factor cara penularan dapat menyebabkan pada resiko yang lebih besar
terinfeksi cacing pita termasuk :
1.
Kebersihan yang buruk jarang mencuci tangan mengakitkan resiko
terkontaminasi cacing pita yang masuk dari mulut saat makan.
2.
Paparan ternak, hal ini bermasalah jika kotoran ternak hewan ternak tidak
dbuang dengan benar.
3.
Berpergian kedaerah terpenci, infeksi terjadi lebih sering pada daerah dengan
praktik sanitasi yang buruk.
4.
Makan daging mentah atau setengah matang, masakan kurang matang
mungkin tidak membunuh telur cacing pita dan larva yang terdapat dalam
daging yang terkontaminasi.
2.3.4. Gejala Klinik dan Diagnosis
Gejala klinik pada cacing pita sapi akan menimbulkan gatal pada anus. Gejala
yang ditimbulkan cacing pita babi akan menimbulkan gangguan neurologis, kognitif
atau gangguan kepribadian individu. Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit
53
yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan
adalah: Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya, Gatal-gatal pada anus,
mual, pusing, penngkatan nafsu makan,sakit kepala,diare,lemah,merasa lapar,
sembelit, enurunan berat badan,rasa tidak enak dilambung, letih, muntah,pegal-pegal
pada otot. Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan
lokasi parasit dalam tubuh Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di
jaringan tubuh yang berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan
di otak (disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit. (Behrman,
2000).
Untuk mendiagnosa cacing pita adalah menganalisis sampel tinja, untuk
infeksi cacing pita di usus yaitu memeriksa tinja didalam laboratorium untuk
pengujian. Labaoratorium mengunakan teknik identifikasi mikroskopis untuk segmen
cacing pita.
2.4. Epidemiologi
Cacing pita sapi dan babi tersebar di seluruh dunia. Meskipun beberapa penyebaran
dari orang ke orang telah didokumentasi di Amerika Serikat, penyebaran ini tidak
lazim. Risiko kecacingan jauh lebih tinggi di Amerika Tengah, Afrika, India,
Indonesia, dan Cina. Cacing pita ikan lebih sering dijumpai di Eropa dan Asia yang
beriklim sedang, tetapi dapat ditemukan di danau dingin pada tempat yang tinggi di
Amerika Selatan dan Afrika. Kasusnya banyak ditemukan di daerah pedesaan,
khususnya pada orang yang suka makan daging mentah atau setengah masak
54
(Behrman, 2000).. Cacing pita menghisap darah dan luka-luka gigitan dilepaskan
dapat menyebabkan anemia yang lebih berat (Behrman, 2000).
2.5. Upaya Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan
Adapun yang menjadi upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan
Infeksi kecacingan adalah sebagai berikut ;
1.
Memutuskan daur hidup dengan cara
a. Defekasi jamban, menjaga kebersihan, cukup air bersih di jamban, untuk
mandi dan cuci tangan secara teratur, penyuluhan kepada masyarakat
mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari infeksi cacing,
dan memberikan pengobatan massal dengan obat antihelmintik yang efektif,
terutama pada golongan rawan (Utama, 2009)
b. Kebersihan perorangan terutama tidak kontak dengan tinja, tidak BAB di
tanah, menggunakan sarung tangan apabila hendak berkebun, mengkonsumsi
makanan dan minuman yang dimasak, pendidikan kesehatan, dan sanitasi
lingkungan (Ideham, 2007)
c. Mengendalikan ketentuan-ketentuan sanitasi jamban dan pembuangan tinja,
menggunakan pelindung alas kaki, mencuci sayuran yang kemungkinan
terkontaminasi larva, menghindari sayuran lalapan seperti salad, tidak
menggunakan tinja sebagai pupuk, dan perbaikan kondisi sanitasi lingkungan
yang buruk (Zaman, 2008)
d. Obat untuk infeksi cacing pita adalah Niklosamid atau Prziquante.
Pencegahankecacingan harus memasak daging sapi, babi dan ikan. Perhatian
55
terhadap kebersihan seseorang, menghindari buah-buahan dan sayuran
segar.semua anggota keluarga harus diperiksa mengenai adanya telur dan
tanda-tanda penyakit.
Penyuluhan kepada masyarakat penting sekali dan dititikberatkan pada perubahan
kebiasaan dan mengembangkan sanitasi lingkungan yang baik dimana pada
pengobatan massal sulit dilaksanakan mekipun ada obat yang ampuh karena harus di
lakukan 3−4 kali setahun dan harga obat tidak terjangkau. Dengan demikian keadaan
endemi dapat dikurangi sampai angka kesakitan (morbiditas) yang tinggi diturunkan
(Utama, 2009).
2.6. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variable Dependen
Karakteristik Responden
Umur
Jenis Kelamin
Sanitasi lingkungan Rumah:
- penyedian air bersih
- pembuangan tinja
- kondisi tempat pelihara
ternak babi
Kejadian penyakit
Cacing pita
Hygiene Perorangan :
- Kebersihan kuku
- Kebiasaan cuci
tangan
- Mengkonsumsi
makanan
- Pemakaian alas kaki
Pemeriksaan
Tinja (Faeces)
di Laboratorium
Sanitasi lingkungan Sekolah
56
2.7 Hipotesa Penelitian
1. Ho : Tidak ada hubungan umur terhadap kejadian cacing pita.
Ha : Ada hubungan umur terhadap kejadian cacing pita.
2. Ho : Tidak ada hubungan jenis kelamin terhadap kejadian cacing pita
Ha : Ada hubungan jenis kelamin terhadap kejadian cacing pita.
3. Ho : Tidak ada hubungan penyediaan air bersih terhadap kejadian cacing pita.
Ha : Ada hubungan penyedian air bersih terhadap kejadian cacing pita.
4. Ho : Tidak ada hubungan pembuangan tinja terhadap kejadian cacing pita.
Ha : Ada hubungan pembuangan tinja terhadap kejadian cacing pita.
5. Ho : Tidak ada hubungan kondisi tempat pemeliharaan ternak babi terhadap
kejadian cacing pita.
Ha : Ada hubungan kondisi tempat pemeliharaan ternak babi terhadap
kejadian cacing pita.
6. Ho : Tidak ada hubungan kebersihan kuku terhadap kejadian cacing pita.
Ha : Ada hubungan kebersihan kuku terhdap kejadian cacing pita.
7. Ho : Tidak ada hubungan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian cacing pita.
Ha : Ada hubungan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian cacing pita.
8. Ho : Tidak ada hubungan mengkonsumsi makanan terhadap kejadian cacing
pita.
Ha : Ada hubungan mengkonsumsi makanan terhadap kejadian cacing pita.
9. Ho : Tidak ada hubungan memakai alas kaki terhadap penyakit cacing pita.
Ha : Ada hubungan memakai alas kaki terhadap penyakit cacing pita.
57
Download