REFERAT FRAKTUR FEMUR Oleh : Dady Chayadinata Pembimbing : dr. Erni Zainudin Sp. Rad KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI 2011 LEMBAR PENGESAHAN REFERAT FRAKTUR FEMUR Oleh : Dady Chayadinata Pembimbing : dr. Erni Zainudin Sp. Rad KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI 2011 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................... ii DAFTAR ISI............................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 3 2.1. DEFINISI FRAKTUR............................................................................... 3 2.2. ANATOMI TULANG............................................................................... 3 2.3. ETIOLOGI................................................................................................ 5 2.4. PATOSISIOLOGI.................................................................................... 6 2.5. FRAKTUR FEMUR................................................................................. 7 2.6. DIAGNOSIS............................................................................................ 9 2.6.1. Anamnesa.................................................................................. 9 2.6.2. Pemeriksaan Fisik...................................................................... 9 2.6.3. Pemeriksaan penunjang............................................................. 9 2.7. PENATALAKSANAAN........................................................................ 10 2.8. FASE PENYEMBUHAN........................................................................ 10 2.9. KOMPLIKASI......................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA BAB I PEDAHULUAN Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral. Namun fungsi tersebut bisa saja hilang akibat terjatuh, benturan atau kecelakaan.1 Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jemlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.2 Kecelakaan lalu-lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain seperti trauma capitis, trauma thoraks, trauma abdomen, trauma ginjal, dll. Fraktur yang diakibatkan juga sering fraktur terbuka derajat tiga. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan domestic dan kecelakaan/cidera olahraga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur apa yang terjadi. Misalnya : penderita adalah pengemudi mobil yang menabrak pohon, kemungkinan-kemungkinannya adalah : trauma capitis, trauma thorax oleh benturan dada dengan kemudi mobil, fraktur servical, fraktur thorakolumbal, fraktur patella, fraktur femur, fraktur collum femur, dislokasi panggul atau fraktur acetabulum.2 Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diistegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur.3 Fraktur batang femur mempunyai insidens yang cukup tinggi diantara jenis – jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter, subtrokanter, suprakondilus biasanya memerlukan tindakan operatif.4 Film polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan trauma skletal.5 Untuk fraktur – fraktur dengan tanda – tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya.2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI FRAKTUR Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuinitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.6 2.2. ANATOMI TULANG7,8,9 Gambar 1. anatomi tulang. Struktur tulang terdiri dari korteks, medula, dan periosteum. Korteks terdiri dari tulang padat (kompak) dengan sistem havers. Medula merupakan pusat tulang dengan trabekulasi dari tulang kanselosa di antaranya terdapat sumsum tulang, aktif dan berlemak tergantung pada tempatnya. Periosteum merupakan bagian luar korteks yang memiliki lapisan fibrosa luar dan lapisan osteogenik di bagian dalam. Tulang juga terbagi beberapa regio yaitu diafisis yaitu batang tulang, metafisis yaitu zona yang berdekatan dengan garis epifisis. Dan epifisis yaitu bagian tulang pada ujung tulang panjang yang mengalami osifikasi secara terpisah. Tulang terdiri atas 2 bentuk : tulang kompakta dan kanselosa. Tulang kompakta tampak sebagai massa padat; tulang kanselosa terdiri atas cabang-cabang jalinan trabekula. Trabekula tersusun sedemikian rupa sehingga tahan terhadap tekanan dan tarikan yang mengenai tulang. Gambar 2. Tulang femur Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan amat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea. Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit. Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum. Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea. Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis. 2.3. ETIOLOGI Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: 1. Fraktur akibat peristiwa trauma. Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. 2. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan barisberbaris dalam jarak jauh. 3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.4,8 2.4 PATOFISILOGI Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periosteum dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrome compartment.10 Compartment syndrome yaitu suatu keadaan peningkatan tekanan jaringan dalam ruang anatomis yang berbatas menyebabkan penurunan aliran darah yang menimbulkan iskemia disfungsi unsur mioneural yang ada di dalamnya, ditandai dengan nyeri, kelemahan otot, hilangnya sensorik, dan ketegangan yang dapat diraba pada ruang yang bersangkutan. Iskemia dapat menimbulkan nekrosis yang mengakibatkan gangguan fungsi yang permanen. 2.5. FRAKTUR FEMUR7 FRAKTUR COLLUM FEMUR Biasanya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan pada fraktur collum ini terjadi pada wanita tua (60 tahun keatas) dimana tulangnya sudah mengalami osteoporotik. Trauma yang dialami wanita tua ini biasanya ringan (jatuh kepleset di kamar mandi). Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler. Gambar Fractur collum femur (A) subcapital (B) transcervical (C) basis Ket : (A) pertrochanter (B) intertrochanter (C) subtrochanter Pemeriksaan radiologi Diperlukan proyeksi anteoposterior dan lateral, kadang – kadang diperlukan proyeksi axial. pada proyeksi anteroposterior kadang –kadang tak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu perlu ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu : - tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor - tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor - tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa) Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi : 1. fraktur femur tertutup 2. fraktur femur terbuka, bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ; - Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya iakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar. - Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar. - Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah) FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. FRAKTUR INTERCONDYLAIR FEMUR Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. FRAKTUR CONDYLER FEMUR Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas. Klasifikasi : Undiplaced - Infeksi - Bicondylar - Coronal 2.6. - DIAGNOSIS 2.6.1 Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, pekerjaan, riwayat osteoporosis serta penyakit lain. Bilamana tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. 2.6.2 Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi (look) Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka). 2. Palpasi (feel) Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test. 3. Gerakan (moving) Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur 2.6.3 Pemeriksaan Penunjang Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. 2.7. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu: 1. Mengurangi rasa nyeri Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips. 2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja. 3. Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. 4. Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi. 2.8. FASE PENYEMBUHAN Fase Penyembuhan fraktur : 1. Fase hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan) Apabila terjadi fraktur maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak eberapa milimeter daridaerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cicin avaskuler tulang yang mati pada sisi -sisi fraktur segera setelah trauma. 2. Fase proliferasi inflamasi (Terjadi 1 - 5 hari setelah trauma) Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari perosteum untuk membentuk kalus ekstema serta pada daerah endosteum membentuk kalus intema sebagai aktivitas seluler dalam canalis medullaris. Apabila terjadi robekan hebat pada periosteum maka penyembuhan sel berasal dari sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal penyembuhan fraktur terjadi penambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberikan pertumbuhan yang cepat melebihi sifat tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu kalus dari fraktur akan membentuk satu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologi kalus belum mengandung tulang sehingga masih merupakan suatu daerah radiolusen. 3. Fase pembentukan kalus (terjadi 6 -1 0 hari setelah trauma) Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen se dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang- tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut "woven bone" (merupakan indikasi radiologi pertama penyembuhan fraktur). 4. Fase konsolidasi (2 - 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh) Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus dapat diresorpsi secara bertahap 5. Remodelling : Kallus berlebihan menjadi tulang normal Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang yang terus menerus. Lamella yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya tinggi; dinding-dinding yang tak dikehendaki dibuang; rongga sumsum dibentuk. Akhirnya, tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya (remodelling). Gambar proses penyembuhan fraktur tulang Gambar foto rontgen pembentukan kalus pada proses penyembuhan tulang KOMPLIKASI11,12 2.9. Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik. A. Kompikasi Umum : Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik (karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasca trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi gangguan metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak, tetanus, gas ganggren, trombosit vena dalam (DVT). B. Komplikasi Lokal : Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu : Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka. Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang. Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis. Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama. Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur. Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi. Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips. Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema. Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot, Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga mengganggu aliran darah. DAFTAR PUSTAKA 1. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : EGC;2006. 2. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995 3. Rohimin, Lukman. Kecelakaan penyebab fraktur (online). Mei 2009. URL :http://Lukmanrohimin.com/2009/05/Kecelakaan-penyebab-fraktur-dan html. 4. Mansjoer, Arif. Suprohaita. Ika Wardani, Wahyu. Setiowulan, Wiwik. kapita Selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta : Media Aesculapius;2000. 5. Patel, pradip. Lecture notes radiologi. Edisi kedua. Jakarta : penerbit erlangga; 2005 6. De jong, Wim. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2004. 7. Thomson, A.D. Cotton, R.E. Catatan Kuliah Patologi/ A.D Thomson, R.E Cotton; alih bahasa, R.F. Maulany; editor, Melfiawati S. Edisi ke-3. Jakarta : EGC, 1997. 8. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran (Clinical anatomy for medical student)/ Richard S Snell; alih bahasa Adji Dharma. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;1997. 9. Solomon, Luis. Apley’s System of orthopaedics and fractures. 8th edition. London: Arnold; 2001. 10. Priyanto.Fraktur(online).URLhttp://knopo.wordpress.com/2009/02/10/frakturekstremitas 11. Sapardan, Subroto. Fraktur dan Dislokasi dalam Ilmu Bedah FK UI. Jakarta: Binarupa Aksara; 2000. 12. Anonim. Fraktur (online). URL : http://www.bedahugm.net/fraktur/