Menuju Jaminan Kesehatan Sosial Nasional

advertisement
Menuju Jaminan Kesehatan Sosial Nasional
Kamis, 25 Maret 2010 | 04:47 WIB
Endang Rahayu Sedyaningsih
Disahkannya Undang-Undang Reformasi Kesehatan oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama,
awal pekan ini, merupakan terobosan luar biasa bagi pelayanan kesehatan di negeri yang
berideologi kapitalisme dan kebebasan individu ini.
Salah satu yang terpenting adalah universal coverage, termasuk untuk 30 jutaan rakyat miskin yang
selama ini tak mampu membeli asuransi kesehatan.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia belum bisa segera mengikuti jejak AS walaupun selama
ini sudah ada mekanisme untuk membantu layanan kesehatan bagi warga miskin. Target
pencapaian universal coverage di Indonesia perlu realistis dan bertahap mengingat kemampuan
keuangan negara serta kelaikan (feasibility) mekanisme pengumpulan dana. Untuk awalnya, full
coverage mungkin akan diutamakan untuk warga tak mampu dan coverage pelayanan kesehatan
dasar untuk seluruh warga masyarakat yang lain.
Sebenarnya jaminan negara bagi layanan kesehatan sudah memiliki payung hukum dengan adanya
UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN adalah suatu tatanan atau
tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk menjamin agar setiap warga negara
mempunyai perlindungan sosial yang dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Jaminan sosial dimaksud meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Setiap WNI berhak mempunyai jaminan kesehatan sosial, tanpa kecuali, tidak peduli kaya atau
miskin, tinggal di kota atau di daerah terpencil, kaum elite ataupun rakyat biasa.
Bukan pengobatan gratis
Apa artinya ”mempunyai jaminan kesehatan”? Istilah ini sering disalahartikan atau disimplifikasi
sebagai ”memperoleh pengobatan gratis”. Memang nantinya dalam praktiknya setiap orang yang
menggunakan fasilitas kesehatan tidak mengeluarkan uang PADA SAAT menerima pelayanan
kesehatan tersebut. Gratis? Tentu tidak. Pelayanan kesehatan itu mahal. Pelayanan kesehatan
tersebut suatu waktu pasti harus dibayar oleh seseorang atau oleh suatu institusi. Jadi, kapan
pembayaran dilakukan? Dan oleh siapa?
Indonesia sudah lama mengenal asas gotong royong. Saling membantu, si kaya menolong si
miskin, si kuat menolong si lemah. SJSN berasaskan gotong royong. Jaminan kesehatan tidak
gratis, tetapi didanai bersama- sama secara bergotong royong melalui iuran. UU SJSN
mengamanatkan bahwa setiap orang wajib menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Sosial
Nasional. Iuran bagi fakir miskin dan tidak mampu dibayar Pemerintah, masyarakat pekerja
(formal/penerima upah) iurannya ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja, sedangkan
sektor informal (pekerja mandiri/tidak menerima upah) iurannya ditentukan khusus.
Sesuai UU No 40/2004, dana untuk menjamin kesehatan peserta dikumpulkan secara teratur oleh
sebuah (atau lebih) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dana dikumpulkan tanpa menunggu
kasus penyakit. Hal ini berbeda dengan mekanisme pengumpulan koin untuk ananda Bilqis yang
dilakukan pada saat ia sudah mengalami musibah sakit (dan perlu biaya besar) sehingga
menggerakkan rasa kemanusiaan dan solidaritas sosial masyarakat Indonesia.
Manfaat yang diperoleh peserta bersifat komprehensif be- rupa pelayanan kesehatan promotif,
preventif, kuratif, hingga rehabilitatif. Pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK)
bersifat prospective pay- ment system, suatu cara pembayaran yang kesepakatannya dilakukan di
depan sebelum pelayanan diberikan.
Peta jalan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) periode 2010-2014 bertekad untuk melakukan percepatan
implementasi amanat UU SJSN. Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang telah dimulai
sejak tahun 2005 (dulu Askeskin) sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban pemerintah terhadap fakirmiskin dan tidak mampu, tetap dijalankan dan diperbaiki mutunya sebagai langkah awal
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Sosial Nasional secara menyeluruh.
Sebuah tim yang melibatkan banyak akademisi, praktisi, kementerian terkait, dan Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) tengah merancang peta jalan untuk pencapaian Jaminan Kesehatan Sosial
Nasional bagi seluruh penduduk. Peta jalan ini mencakup aspek regulasi, kepesertaan, pelayanan
kesehatan, paket manfaat, jaringan pelayanan, pendanaan, manajemen, dan sumber daya lainnya.
Saat ini baru 50,8 persen penduduk Indonesia yang mempunyai jaminan kesehatan; terdiri dari
peserta Jamkesmas/Jamkesda 37,5 persen, peserta Askes sosial 6,6 persen, peserta Askes
komersial 1 persen, Jaminan Kesehatan dalam Jamsostek 2 persen, Asabri 0,9 persen, dan
asuransi lain 2,9 persen.
Untuk mencapai sistem Jaminan Kesehatan Sosial Nasional tidak cukup hanya memperluas
cakupan kepesertaan, diperlukan kesiapan-kesiapan infrastruktur yang matang. Dalam hal
kelembagaan, RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kini sedang digodog di DPR.
Badan tersebut nantinya bersifat nirlaba, dana amanah, bersifat nasional, akuntabel, transparan,
dengan portabilitas.
Tiap-tiap subsistem perlu ditata secara harmonis dengan subsistem lainnya. Perlu dirancang secara
baik ketersediaan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang meliputi pelayanan kesehatan
dasar/primer hingga tersier.
Selaku Menteri Kesehatan RI saya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk ikut serta
menyukseskan upaya menuju pencapaian Jaminan Kesehatan Sosial Nasional bagi seluruh
penduduk sesuai amanah UU SJSN.
Endang Rahayu Sedyaningsih Menteri Kesehatan RI
Download