Menyoal Kiprah Muslimah

advertisement
Menyoal Kiprah Muslimah
MENYOAL KIPRAH MUSLIMAH
Ditulis oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin
Menjadi ibu rumah tangga atau bergelutnya wanita dalam lingkup domestik merupakan
kemunduran adalah sekelumit citra yang kuat tertanam sebagai buah dari propaganda
emansipasi. Dengan ini, para wanita pun terpacu untuk mengejar karir meski hanya untuk
meraih simbol status. Padahal tanpa disadari, banyak hal yang mereka pertaruhkan di sini.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Peribahasa ini sangat tepat untuk menggambarkan
keadaan kaum wanita di era kiwari. Ini terkait perjuangan emansipasi yang menghendaki
kebebasan kaum wanita manggung di ruang publik. Betapa tidak. Kala gerakan emansipasi
ini menggerus feodalisme yang mengungkung kaum wanita, dan menyuarakan kebebasan
untuk berkarir, pada saat itu kaum wanita terpelanting pada arus budaya kapitalisme. Wanita
menjadi komoditas, barang dagangan utama. Wanita dieksploitasi para pemilik modal
(kapitalis). [1] Suara kebebasan yag didengungkan hanya mengantarkan kaum wanita
menjadi mesin-mesin ekonomi. Harkat, martabat, dan kemuliaan yang dicitakan cuma
sebatas angan. Malang nian nasib kaum wanita. Lepas dari mulut buaya, masuk mulut
harimau. Emansipasi tak mampu mengangkatnya dari titik nadir keterpurukan.
Masih berkutat di ruang publik. Angin kebebasan bagi kaum wanita berembus pula ke
kubangan politik. Wanita berpacu memperebutkan kursi. Entah kursi eksekutif atau legislatif.
Kaum wanita pun sudah tak sungkan dan malu lagi untuk turun ke jalan. Mereka demonstrasi
mengikuti arus kebebasan. Walau untuk itu, mereka harus menggendong anaknya, berbaur
dengan lawan jenis, mendedahkan aurat berteriak di jalanan dan keluar rumah dengan
keperluan yang tak dilandasi syar’i.
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah pernah ditanya terkait aktivitas
kaum Hawa di luar rumah. Beliau Rahimahullah menuturkan bahwa pokok masalah (hukum
asal) pembicaraan tentang wanita ini berdasar firman Allah k terkait individu para istri Nabi
Shallallahu `alaihi wa sallam:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)
Lantas beliau Rahimahullah mengutip pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Rahimahullah: “Sesungguhnya, hukum asal bagi laki-laki (adalah) pergi dan keluar (dari
rumah). Sedangkan bagi wanita (adalah) tetap tinggal di rumah, tidak keluar, kecuali jika ada
keperluan yang mengharuskan dia keluar rumah.”
Lebih lanjut, beliau Rahimahullah menuturkan bahwa dalam Shahih Al-Bukhari, tatkala Allah
Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan hijab kepada kaum wanita, Nabi Shallallahu `alaihi wa
sallam bersabda:
َ ُ ‫ﻗَﺪ أَذن اﻟﻠﻪ ﻟَﻜ‬
‫ﻦ‬
َ ِ‫ﻦ ﻟ‬
ْ ‫ن ﺗَﺨ ُْﺮ‬
ْ ‫ﻦأ‬
َ ِ ْ
ِ ِ ‫ﺤﻮَاﺋ‬
ُ
 ُ ‫ﺠﻜ‬
َ ‫ﺟ‬

“Allah telah mengizinkan bagi kalian (para wanita) untuk keluar (rumah) tatkala kalian
memiliki keperluan.” [2]
Maka, bila seorang wanita keluar dari rumahnya dengan memakai jilbabnya, tidak memakai
parfum (wewangian), lantaran ada keperluan, maka yang demikian diperbolehkan. Apabila
dia keluar rumah diiringi pelanggaran terhadap hal-hal yang kami isyaratkan tadi (seperti
tidak menutup aurat atau mengenakan wewangian, pen.) atau mengganggu sebagian
kewajiban di rumahnya, maka berlakulah ayat Al-Qur`an:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumah-rumahmu.”
Tidak boleh bagi seorang wanita keluar (rumah) dan meninggalkan anak-anaknya bersama
pembantu. Karena, seorang ibu lebih mengetahui apa saja kebutuhan yang diminta anakanaknya. Dia pun mengetahui kebaikan apa saja bagi anak-anaknya berkenaan dengan
arahan dan pendidikan. (Masa`il Nisa`iyyah Mukhtarah min Fiqhi Al-’Allamah Al-Albani
Rahimahullah, Ummu Ayyub Nurah bintu Ahsan Ghawi, hal. 79)
Demikian Islam membimbing kaum wanita. Namun bagi kalangan pegiat emansipasi,
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
bimbingan semacam ini dianggap sebagai tindak mengekang kebebasan wanita. Mereka,
dengan gelap mata, menuduh bahwa kaum wanita cuma diposisikan untuk urusan domestik:
kasur, pupur, dapur. Atau istilah lain: macak, masak, manak [3]. Dengan segala latar
belakang sejarah dan pemikiran gerakan emansipasi yang bertolak belakang dengan Islam,
maka bagi kalangan pegiat emansipasi melihat Islam dari sudut negatif. Karena benak
mereka telah dirasuki sejarah dan pemikiran emansipasi tersebut, mereka mendekati Islam
dengan dasar curiga. Sehingga, mereka melihat apa yang telah diatur dalam Islam sebagai
bentuk penistaan terhadap kaum wanita. Mereka melihat kemajuan dan kemuliaan wanita
adalah manakala telah mampu melampaui atau sama dengan yang dicapai kaum pria.
Kemajuan dan kemuliaan wanita identik dengan jabatan, gelar, atau status sosial yang
dicapai. Hal-hal yang bersifat keakhiratan, keshalihan, ketaatan dan keimanan dianggap
sebagai angin lalu.
Dengan corak pemikiran semacam itu, yang tidak bertumpu pada nilai-nilai Islam yang
benar, maka keberadaan kaum wanita yang memainkan peran domestiknya dianggap
sebagai kemunduran. Tak terbetik dalam diri mereka nilai keutamaan seorang wanita yang
sabar dalam menghadapi kesulitan mengurusi rumah tangga. Tak terbetik pula dalam diri
mereka, keutamaan seseorang yang tetap mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
dzikir kala sulit melilit rumah tangganya.
Dikisahkan dari hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Fathimah
Radhiyallahu ‘anha mengeluhkan tangannya akibat penggilingan (yang digerakkan
tangannya). Sedangkan pada saat itu terbetik berita bahwa didatangkan tawanan perang
(budak) kepada Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam. Maka, bertolaklah Fathimah untuk
menemui Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam (dengan maksud bisa meminta budak untuk
dijadikan pembantu di rumahnya). Namun, ternyata dia tak bertemu Nabi Shallallahu `alaihi
wa sallam. Dia bertemu Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Diungkapkanlah apa yang menjadi
keinginan hatinya kepada Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Maka, ketika Nabi Shallallahu `alaihi wa
sallam tiba, Aisyah Radhiyallahu ‘anha mengabarkan tentang hal itu kepada beliau.
Kemudian Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam mendatangi mereka berdua. Saat ditemui,
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
mereka berdua tengah berbaring di tempat tidur. “Tetaplah kalian di tempat,” kata Nabi
Shallallahu `alaihi wa sallam. Lantas beliau duduk di antara keduanya (Ali dan Fathimah
ٍ
Radhiyallahu ‘anhuma). Kata Ali, “Hingga aku rasakan dinginnya kedua kaki beliau di
perutku.” Lalu Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫ﻤﻜُﻤﺎ ﺧﻴﺮا ﻣﻤﺎ‬‫أ َ َﻻ أُﻋَﻠ‬
َ
َ ُ ‫ﺧﺬْﺗﻤﺎ ﻣﻀﺎﺟﻌﻜ‬
َ
‫ﻤﺪَاهُ ﺛ َ َﻼﺛًﺎ‬
ْ َ ‫ﻦ وَﺗ‬
َ  ‫ﺴﺒ‬
ْ ‫ﻤﺎ أ‬
َ ُ ‫ﻦ وَﺗ‬
َ  ِ ًْ َ َ ُ
َ ‫ﺤ‬
َ َ ِ َ َ َ ُ َ ‫ﻤﺎ؟ إِذ َا أ‬
َ ُ ‫ﺳﺄﻟْﺘ‬
َ ْ ‫ﺤﺎهُ ﺛ َ َﻼﺛ َ ًﺔ وَﺛ َ َﻼﺛِﻴ‬
َ ْ ‫ َﺮا اﻟﻠ َﻪ أ ْرﺑَﻌًﺎ وَﺛ َ َﻼﺛِﻴ‬ ‫ن ﺗُﻜَﺒ‬
‫ﻦ ﺧَﺎدِم‬
َ َ‫ ﻓَﻬُﻮ‬،‫ﻦ‬
َ ُ ‫ﺧﻴ ْ ٌﺮ ﻟَﻜ‬
ْ ‫ﻤﺎ ِﻣ‬
َ ْ ‫وَﺛ َ َﻼﺛِﻴ‬
“Maukah aku ajari kalian berdua tentang sesuatu yang lebih baik dari (pembantu) yang
kalian berdua minta? Apabila kalian berdua telah mendapati tempat pembaringan
(menjelang tidur), hendaknya bertakbir (mengagungkan-Nya) 34 kali, bertasbih (menyucikanNya) 33 kali, dan bertahmid (memuji-Nya) 33 kali. Maka, itu (semua) lebih baik daripada
seorang pembantu.” (HR. Al-Bukhari, Bab ‘Amalil Mar`ah fi Baiti Zaujiha, no. 5361, dan Bab
Khadimul Mar`ah, no. 5362; Muslim, Bab At-Tasbih Awwalan Nahar wa ‘indan Naum, no.
2727)
Berkenaan hadits di atas, Al-Imam Ibnu Hajar Al-’Asqalani Rahimahullah menjelaskan, bahwa
dengan membiasakan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya akan diberikan
kekuatan yang lebih besar dibanding kekuatan yang mampu dikerjakan oleh seorang
pembantu. Atau (dengan membiasakan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) akan
mempermudah urusan. Sekiranya terjadi seseorang diberi beragam urusan, dengan (dzikir)
itu akan lebih memudahkan dibanding diberi seorang pembantu kepadanya. Yang jelas,
kandungan hadits di atas memiliki maksud betapa manfaat tasbih (menyucikan Allah
Subhanahu wa Ta’ala) dikhususkan terhadap kampung akhirat, sedangkan manfaat adanya
pembantu khusus menggapai (apa yang ada) di dunia saja. Padahal akhirat itu lebih baik dan
lebih kekal adanya. (Fathul Bari, Bab ‘Amalil Mar`ah fi Baiti Zaujiha, penjelasan hadits no.
5361, 9/484)
Begitulah solusi yang dibangun melalui pendekatan keimanan dan keshalihan.
Kisah Fathimah Radhiyallahu ‘anha semoga bisa memberi secercah cahaya bagi mata hati
nan gulita. Sepenggal kisah tersebut semoga pula bisa meneduhkan kalbu yang galau
menatap kilau dunia. Beragam kesulitan yang silih berganti tiada henti, yang menerpa para
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
wanita di kala mengurusi rumah tangganya, ternyata memendam untaian pahala tiada
ternilai. Ketika tugas-tugas domestik itu bisa ditunaikan dengan penuh kesabaran, ikhlas
semata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka urusan-urusan rumah yang digelutinya
menjadi ladang kebaikan. Ia akan senantiasa mereguk pahala kebaikan yang tercurah
padanya. Maka, keutamaan mana lagi yang harus dia kejar?
Tentu, bagi kalangan feminis –aktivis perempuan yang getol menyuarakan kebebasan– halhal keshalihan, ketaatan, keimanan, dan kesabaran dalam menggarap ladang kebaikan di
rumah tak akan menggiurkannya. Jangankan tergiur, untuk menoleh sesaat saja dada terasa
menyempit. Sesak terasa. Rumah baginya adalah penjara yang membelenggu kebebasannya
untuk berkiprah di luar rumah. Ingatlah, bahwa akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 17)
“Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari permulaan (dunia).” (Adh-Dhuha: 4)
Menurut Ibnu Katsir Rahimahullah, maksud ayat ini, bahwa kehidupan akhirat lebih baik
bagimu dari (kehidupan) di dunia ini. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 7/395)
Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam memberikan perumpamaan tentang kehidupan
dunia. Berdasar hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu
`alaihi wa sallam tidur di atas selembar tikar. Tatkala beliau Shallallahu `alaihi wa
sallam bangun, nampak bekas tikar di bagian rusuknya. Lantas kami katakan kepada beliau:
‘Wahai Rasulullah, (bagaimana) seandainya (tempat tidurmu) kami lapisi lembaran yang
lebih baik?’ Maka beliau Shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
َ
 َ ‫ﺳﺘَﻈ‬
‫ح وَﺗ َ َﺮﻛَﻬَﺎ‬
َ ‫ﻢ َرا‬
َ َ‫ﺖ ﺷ‬
ْ َ‫ﻞ ﺗ‬
ْ ‫ﺐا‬
 ُ ‫ﺠ َﺮةٍ ﺛ‬
َ ‫ﺤ‬
ٍ ِ ‫ ﻛ َ َﺮاﻛ‬ ‫ﻧْﻴَﺎ إِﻻ‬‫ َﻣﺎ أﻧَﺎ ﻓِﻲ اﻟﺪ‬،‫ﻧْﻴَﺎ‬‫َﻣﺎ ﻟِﻲ وَ َﻣﺎ ﻟِﻠﺪ‬
“Apa urusanku dengan dunia?! Tiadalah aku dalam (menyikapi dunia) kecuali seperti seorang
pengelana yang berteduh di bawah pohon, kemudian beristirahat dan meninggalkan pohon
tersebut.” (Sunan At-Tirmidzi, no. 2377. Hadits ini dishahihkan Asy-Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah)
Bila dicermati, semakin laju zaman, keengganan –bahkan penolakan– terhadap peran
domestik ini makin menguat. Berpokok pada kejahilan umat terhadap Islam, diperparah
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
dengan gempuran budaya materialistik kapitalistik sehingga membentuk cara berpikir yang
pragmatis, simpel, praktis, dengan meninggalkan idealisme beragama. Bahkan kondisi
demikian menggejala nyaris di semua lini kehidupan.
Tak terkecuali dengan nilai-nilai Islam. Beberapa kalangan dari kaum muslimin, khususnya
mereka yang fokus terhadap emansipasi wanita, mulai bersuara sumbang. Mereka katakan,
tafsir terkait masalah wanita dihasilkan dari dominasi penafsir laki-laki sehingga cenderung
membela laki-laki. Terlontar pula dari mereka bahwa tafsir terkait masalah wanita dihasilkan
pada abad-abad pertengahan yang merupakan abad kemunduran. Ungkapan-ungkapan yang
mereka lansir adalah upaya untuk mengecoh umat dari nilai-nilai Islam. Sengaja mereka
tebarkan ungkapan sejenis itu guna menjatuhkan kredibilitas para ulama. Jika umat sudah
tidak lagi memercayai ulamanya, kepada siapa lagi mereka menyandarkan diri dalam
masalah agama? Dari sinilah kita memahami bahwa ada rencana besar di balik ini semua,
yaitu menghancurkan kaum muslimin. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dari semua ini.
Islam tidak mengajarkan umatnya untuk taqlid buta. Namun, Islam pun mengajarkan kepada
umatnya untuk menghormati para ulama. Tidak melecehkan mereka, apalagi menghilangkan
kepercayaan terhadapnya. Para ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.”
(Fathir: 28)
Al-Imam Al-Ajurri Rahimahullah dalam Akhlaqul ‘Ulama` (hal. 47), menjelaskan tentang sifatsifat para ulama atau seorang yang alim. Beberapa pernyataan salafush shalih yang beliau
nukil, seperti apa yang dinyatakan Al-Imam Al-Auza’i Rahimahullah yang berkata: “Aku telah
mendengar Yahya bin Abi Katsir menyatakan, seorang alim adalah orang yang takut kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan (yang) takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
orang yang wara’ (yang menjauhi maksiat dan syubuhat).”
Kata Masruq Rahimahullah, “Cukuplah seorang termasuk berilmu, manakala dia takut kepada
Allah k. Dan cukuplah seseorang termasuk dalam kebodohan (jahil) manakala dia merasa
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
ujub (bangga) dengan ilmunya.”
Atas dasar sikap takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhlak terpuji lainnya, para
ulama menyampaikan bimbingannya. Apa yang disampaikan para ulama benar-benar
didasari rasa tanggung jawab yang besar. Tak cuma di hadapan umat, lebih dari itu
semuanya bakal dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karenanya,
sungguh tidak memiliki dasar ilmiah sama sekali, mereka yang melansir ucapan bahwa tafsir
masalah wanita cenderung membela laki-laki, atau yang semakna dengan itu. Selain itu,
dalam khazanah Islam telah terbentuk tradisi metodologi keilmuan yang ketat. Ini bisa dikaji
secara ilmiah. Sehingga apa yang disampaikan para ulama bukan sesuatu yang asal ucap
tanpa dasar pijakan yang kokoh.
Kebenaran itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti firman-Nya:
“Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang
yang ragu.” (Al-Baqarah: 147)
Jalan untuk menggapai kebenaran itu pun hanya satu. Tidak ada jalan selain jalan yang telah
ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu `alaihi wa sallam.
Karenanya, segenap manusia diseru untuk menempuh jalan yang satu tersebut. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan bahwa inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (Al-An’am: 153)
Ibnu Katsir Rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan hadits yang diriwayatkan Al-Imam
Ahmad bin Hanbal Rahimahullah dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata:
“Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam menggaris satu guratan garis dengan tangannya,
kemudian bersabda, ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lantas mengguratkan di sebelah kanan dan
kiri garis tadi, kemudian bersabda, ‘Ini jalan-jalan, tak ada dari salah satu jalan tersebut
kecuali setan menyeru kepadanya.’ Kemudian beliau membaca ayat di atas (Al-An’am: 153).”
Menempuh jalan –dalam memahami, meyakini dan mengamalkan agama– dengan jalan yang
bukan dituntunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu `alaihi wa sallam,
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
niscaya tertolak.
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda:
َ
َ ‫ﻣ‬
َ َ ‫ﺣﺪ‬
 ‫ﺲ ِﻣﻨ ْ ُﻪ ﻓَﻬُﻮَ َرد‬
ْ ‫ﻦأ‬
َ ْ ‫ث ﻓِﻲ أ ْﻣﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬ َا َﻣﺎ ﻟَﻴ‬
ْ َ
“Barangsiapa mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang tidak ada padanya,
maka dia tertolak.” (HR. Al-Bukhari, no. 2697, Muslim, no. 1718)
Untuk memalingkan muslimah dari jalan Islam, kalangan feminis (baca: para aktivis
emansipasi) terus mempropagandakan ide-idenya. Bisa dilihat selembar potret kusam yang
menggambarkan rekayasa penghancuran kaum muslimah di Timur Tengah. Meski apa yang
terjadi di Indonesia tak kalah dahsyat tentunya. Sebut misal, Markus Fahmi, seorang Qibthi
Mesir, penulis buku Wanita di Timur. Dengan lantang tanpa ragu dia menuntut lima hal:
(1) Singkirkan hijab (jilbab syar’i, ed.),
(2) Membolehkan ikhtilath (membaurkan kaum wanita dengan laki-laki),
(3) Nikahkan muslimah dengan laki-laki Kristen,
(4) Menolak poligami,
(5) Talak harus di depan hakim (bukan menjadi hak suami, pen.). (Mu’amaratul Mar`ah AlKubra, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam, 1/70-71)
Maka, adakah dari kelima hal di atas, yang kini merebak di Indonesia? Bandingkan dengan
suara wanita Indonesia –meski tak semuanya– pada acara Kongres Perempuan Pertama di
Yogyakarta: “Menoeroet hoekoem agama Islam, orang lelaki itoe boleh mempoenjai isteri
lebih dari seorang, ja hingga empat orangpoen boleh djoega. Hal inilah jang menjakitkan hati
kita kaoem perempoean, dan djoega merendahkan deradjatnja orang perempoean….”
(Kongres Perempuan Pertama, Tinjauan Ulang, Susan Blackburn, 1/98)
Seruan yang nyaris sepadan disuarakan pula oleh Ana Maria Ilyas, feminis asal Suriah,
penulis Kepemimpinan atas Wanita Islam. Dia menggagas acara festival yang menjiplak
mentah-mentah Festival Paris di Perancis. Festival ini menjadi ajang berbaur bebas antara
pria dan wanita. Dari berbagai orang Eropa, Mesir, dan orang-orang Barat yang bermukim di
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
Mesir, khususnya dari kalangan Kristiani, mereka berkumpul. Latar belakang mereka, selain
orang-orang Eropa, juga memiliki pikiran sekularis dan Yahudi. Maka, kata Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdullah Al-Imam hafizhahullah, inilah hakikat seruan kepada (kebebasan)
hak-hak wanita. Mungkinkah bisa terjadi seruan terhadap (kebebasan) hak-hak wanita
tersebut tanpa menerima kelompok orang-orang berdosa dan menyimpang itu? (Tentunya,
tidak mungkin). Bahkan, mereka adalah sumber dan tempat merujuk. Perhatikanlah,
bagaimana (lantaran menyuarakan hak-hak wanita) mereka bergelimang pada perkaraperkara kekufuran, dan saling mengasihi serta melindungi! La haula wala quwwata illa billah.
(Mu’amarah Al-Kubra, 1/71)
Tersebut juga nama Duriyah Syafiq. Sekembali dari studi di Perancis dengan menggondol
gelar doktor, ia mendirikan partai politik. Dengan lantang dia menyuarakan kebebasan kaum
wanita untuk dipilih dan masuk parlemen, menghapuskan poligami, serta memasukkan
sistem perundangan Eropa dalam masalah talak ke dalam undang-undang Mesir. (Mu’amarah
Al-Kubra, 1/72)
Bandingkan dengan fenomena yang terjadi di Indonesia. Perjuangan kaum wanita untuk
mendapatkan kuota dalam pemilihan anggota legislatif semakin menganga. Kini, syarat
sebuah partai politik berdiri, harus menyertakan keterwakilan perempuan paling rendah 30%.
Mestikah kemajuan materi yang digapai kini hanya akan mengeraskan hati manusia?
Sehingga, dengan itu manusia tak mau tunduk patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya Shallallahu `alaihi wa sallam.
Mestikah laju pengetahuan yang demikian canggih, menjadikan manusia angkuh, merasa diri
mampu atas segalanya?
Sudah tiba saatnya, kaum muslimah berkaca diri. Menatap tentang keadaan dirinya.
Sudahkah bersolek dengan hiasan keimanan, ketaatan, dan keshalihan? Lalu menggubah
rumah menjadi madrasah bagi masa depan anak-anaknya.
َ ْ ‫واﻟ‬
ِ‫ﺟﻬَﺎ وَوَﻟَﺪِه‬
ِ ْ ‫ﻤ ْﺮأةُ َرا ِﻋﻴ َ ٌﺔ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻴ‬
ِ ْ‫ﺖ َزو‬
َ َ
“Dan seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suami dan anaknya.” (HR. Al-Bukhari, no.
5200, dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma)
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Asy Syariah
**************
Catatan Kaki
Dijadikan pemikat guna melariskan dan memuluskan usaha. Baik di perkantoran, di dunia
periklanan, atau lainnya, nyaris selalu mengedepankan kaum wanita.
Lihat Shahih Al-Bukhari, Kitabun Nikah, Bab Khurujun Nisa` li Hawa`ijihinna, hadits no. 5237.
(pen)
Pupur (jw)=bedak, macak (jw)=berdandan, manak (jw)=melahirkan. Maksudnya, wanita
dicitrakan tak jauh-jauh dari urusan ‘ranjang’, dandan, memasak, dan melahirkan anak.
Related Posts
Saat Cinta Bersemi di Hati
SAAT CINTA BERSEMI DI HATI Ditulis oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin Ibnu Qayyim
al-Jauziyah Rahimahullah berkata, “Cinta adalah kepergian hati mencari yang dicinta, seraya
lisannya terus-menerus menyebut…
Ilmu adalah Takut kepada Allah
ILMU ADALAH TAKUT KEPADA ALLAH Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal
hafizhahullah “Sesungguhnya hanyalah yang takut kepada Allah di antara para hamba-Nya
adalah ulama.”…
Mendidik dengan Keteladanan
MENDIDIK DENGAN KETELADANAN Ditulis oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin Sebagai
agama yang ajarannya mencakup semua aspek kehidupan, Islam telah mengatur pula
masalah pendidikan. Rasulullah Shallallahu `alaihi…
Aturan yang Ingin Dilanggar
ATURAN YANG INGIN DILANGGAR Ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Ishaq Allah Subhanahu wa
Ta'ala memerintah kita untuk menjaga kehormatan, keturunan, dan nasab. Karena misi itu,
Islam yang Dia…
Jalan Meraih Manisnya Iman
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Menyoal Kiprah Muslimah
JALAN MERAIH MANISNYA IMAN Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Isma’il Muhammad Rijal, Lc.
hafizhaullah Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, Nabi Shallallahu `alaihi wa
sallam bersabda, ‫ﻦ‬
ٌ َ ‫…ﺛَﻼ‬
ْ ‫ث َﻣ‬
ForumSalafy.net - Menjalin Ukhuwwah Diatas Minhaj Nubuwwah
Download