Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Batasan ini memiliki dua unsur pokok yaitu respon pasif (pengetahuan,
persepsi dan sikap) maupun aktif (tindakan nyata atau praktis).14
Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi
dua, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup pengetahuan,
kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah
rangsangan dari luar. Faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun
non-fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
Menurut Benyamin Bloom, perilaku diukur dari 3 aspek yaitu pengetahuan, sikap dan
tindakan.14
2.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang
tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan
terhadap masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami dari
pengalaman langsung atau orang lain yang sampai kepada seseorang maupun secara
terencana melalui proses pendidikan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden.14
Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu:14
1. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap
Universitas Sumatera Utara
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang diperoleh atau rangsangan yang
diterima.
2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam
suatu bentuk keseluruhan tertentu yang baru.
6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
2.1.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi
sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan suatu kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Pengetahuan, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting dalam membentuk sikap. Pengukuran sikap dapat
dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan
bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian
ditanyakan pendapat responden.14
Allport menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga komponen pokok, yakni:14
a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c) Kecenderungan untuk bertindak.
Universitas Sumatera Utara
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
1) Menerima, yakni orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
2) Merespon, yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
3) Menghargai, yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.
4) Bertanggung jawab, yakni kemampuan bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.
2.1.3 Tindakan
Suatu sikap belum tentu terwujud secara langsung dalam suatu tindakan.
Supaya sikap dapat terwujud menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan faktor
dukungan. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan
yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden.14
2.2 Pengertian dan Klasifikasi Trauma Gigi
Secara umum trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. Trauma dengan
kata lain disebut injuri, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya
disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu
struktur.15 Trauma gigi dapat diartikan sebagai kerusakan jaringan keras gigi dan atau
periodontal karena terjadi kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga
sebelumnya pada gigi.16
Klasifikasi trauma gigi dilakukan untuk mendeskripsikan trauma sehingga
dokter gigi dapat mengenali jenis trauma dan dapat memberikan perawatan sesuai
dengan pengobatan yang direkomendasikan. Klasifikasi trauma gigi yang
direkomendasikan adalah berdasarkan klasifikasi Andreasen yang diadopsi dari
Universitas Sumatera Utara
World Health Organization (WHO) yang digunakan oleh International Association
of Dental Traumatology:17,18
a) Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa yang meliputi:
retak
mahkota (crown infraction), fraktur enamel (enamel fracture), fraktur enamel-dentin
(uncomplicated crown fracture), fraktur mahkota kompleks (complicated crown
fracture), fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture), fraktur
mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture), fraktur hingga
akar (root fracture).
b) Kerusakan jaringan periodontal yang meliputi: konkusi, subluksasi, luksasi
ekstrusi, luksasi lateral, luksasi intrusi dan luksasi kompleks (avulsi).
c) Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut yang meliputi:
laserasi,
kontusio dan luka abrasi.
d) Kerusakan pada jaringan tulang pendukung: kominusi soket alveolar
rahang atas dan rahang bawah, fraktur soket alveolar rahang atas dan alveolar rahang
bawah, fraktur prosesus alveolar rahang atas
dan rahang bawah, fraktur korpus
rahang atas dan rahang bawah.
2.3 Trauma Avulsi
Avulsi merupakan lepasnya keseluruhan gigi dari soket disertai kerusakan
ligamen periodontal dengan atau tanpa fraktur alveolar.17 Avulsi pada gigi permanen
merupakan trauma gigi paling serius karena menyebabkan kerusakan yang parah pada
jaringan pendukung, pembuluh darah dan saraf.6 Kerusakan pada pembuluh darah
mengakibatkan gangguan suplai darah ke pulpa dan mengakibatkan nekrosis pada
pulpa gigi.19,20 Gigi avulsi didiagnosis secara klinis maupun radiografi dengan tidak
ditemukan gigi pada soket.17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Gambaran klinis gigi avulsi21
Gambar 2. Gambaran radiografi
gigi avulsi21
2.3.1 Etiologi Trauma Avulsi
Trauma gigi avulsi merupakan salah satu trauma gigi paling serius yang
disebabkan oleh berbagai etiologi. Usia 7-9 tahun merupakan usia paling rentan
terjadi kasus trauma avulsi yaitu saat masa gigi insisivus permanen erupsi dengan
ligamen periodontal yang masih longgar, akar gigi yang belum terbentuk sempurna
dan struktur tulang alveolar yang masih lemah.8
Penyebab terjadinya gigi avulsi antara lain terjatuh (36,4%), kecelakaan lalu
lintas (22,7%), kecelakaan bersepeda (18,2%), benturan (9,1%) dan penyebab lainnya
Universitas Sumatera Utara
(13,6%).9 Faktor predisposisi penyebab trauma gigi adalah maloklusi Klas II divisi 1,
gigi dengan overjet >3mm, keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia
enamel, anak penderita cerebral palsy dan anak dengan kebiasaan mengisap ibu jari
yang menyebabkan gigi anterior protrusif.10,22,23
2.3.2 Prevalensi Trauma Avulsi
Penelitian menunjukkan bahwa 25% dari seluruh anak sekolah dan 33% dari
remaja mengalami trauma pada gigi permanen.3 Kasus trauma avulsi terjadi sebanyak
0,5%-3% dari seluruh kasus trauma gigi dan sebanyak 0,5%-16% dari seluruh kasus
trauma gigi yang melibatkan gigi permanen.19,24
Berdasarkan tempat terjadinya trauma gigi, kejadian paling tinggi terjadi di
rumah sebanyak 43,87%-52% diikuti kejadian di sekolah, lapangan, pinggir jalan dan
tempat lainnya.5,10 Adapun gigi yang terlibat sebanyak 77% insisivus sentralis atas
dan 11% insisivus lateralis atas.9 Trauma avulsi pada umumnya melibatkan satu gigi
tetapi masih terdapat kemungkinan terjadi pada lebih dari satu gigi.8,9
2.3.3 Efek Trauma Avulsi
Trauma wajah dan gigi sering menimbulkan permasalahan khususnya pada
anak.22 Trauma pada bagian wajah berupa fraktur, perpindahan posisi, maupun
kehilangan gigi dapat mengakibatkan dampak yang signifikan terhadap fungsi, estetik
dan psikologi pada anak.3,5 Kehilangan atau rusaknya gigi anterior pada anak juga
menimbulkan masalah bagi orangtua karena anak akan menerima perawatan secara
berkelanjutan seumur hidupnya akibat kerusakan yang bersifat irreversibel sehingga
memengaruhi kualitas hidup anak.3
Avulsi pada gigi menimbulkan dampak negatif terhadap estetis, fungsi dan
psikologis baik pada anak maupun orangtua. Gigi permanen anterior memegang
peran penting terhadap perkembangan psikologis anak maupun remaja. Saat
keselarasan estetis dipengaruhi, anak-anak dan remaja cenderung menghindar untuk
tersenyum. Avulsi gigi juga menimbulkan dampak ekonomi karena melibatkan biaya
perawatan yang mahal. Avulsi gigi dapat dirawat dengan berbagai perawatan seperti
Universitas Sumatera Utara
perawatan prostetik, ortodontik dan reimplantasi yang disertai dengan perawatan
endodontik.11
2.4 Penanganan Darurat Trauma Avulsi
Trauma avulsi pada gigi permanen merupakan salah satu dari beberapa situasi
darurat pada kedokteran gigi. Replantasi yang segera merupakan perawatan terbaik di
lokasi terjadinya trauma dan jika tidak dapat dilakukan replantasi dengan segera maka
terdapat alternatif seperti penggunaan berbagai media penyimpanan.6 Kesadaran
masyarakat yang tinggi diperlukan dalam penanganan keparahan cedera yang tidak
terduga ini. Pastikan bahwa gigi yang mengalami avulsi bukan gigi sulung melainkan
gigi permanen. Replantasi tidak dilakukan pada gigi sulung karena dapat
memengaruhi pertumbuhan benih gigi permanen anak.24
Penanganan pertama gigi avulsi di tempat kejadian:24
1. Tenangkan pasien
2. Cari gigi yang terlepas dan ambil dengan memegang bagian mahkota gigi
(bagian yang paling putih). Hindarkan memegang pada bagian akar gigi.
3. Bersihkan gigi apabila ditemukan dalam keadaan kotor sekitar 10 detik
dengan air dingin mengalir kemudian reposisikan gigi kembali ke soketnya. Gigit
saputangan/ kain jika gigi sudah berada di posisinya untuk menahan gigi tersebut agar
tetap berada di posisinya.
Gambar 3. Mencuci gigi avulsi
dengan air mengalir25
Universitas Sumatera Utara
4. Letakkan gigi dalam segelas susu atau pada medium lainnya yang sesuai
dan bawa bersama pasien ke klinik darurat apabila dalam keadaan tidak
memungkinkan untuk dilakukan tindakan replantasi (misalkan pasien dalam keadaan
tidak sadar). Gigi juga dapat dibawa dengan disimpan didalam mulut, meletakkannya
di pipi bagian dalam atau di bawah lidah jika pasien dalam keadaan sadar. Pasien
yang masih sangat muda/ anak-anak ada kemungkinan gigi akan tertelan sehingga
sebaiknya ludah diletakkan dalam suatu wadah dan gigi ditaruh kedalamnya.
Hindarkan penyimpanan dengan menggunakan air.
5. Gunakan media penyimpanan atau transport yang khusus seperti Hanks
Balanced Storage Medium jika ketersediaannya memungkinkan.
6. Cari perawatan gigi darurat dengan segera.
2.4.1 Replantasi
Perawatan
avulsi
dilakukan
untuk
menghindari
atau
meminimalisir
komplikasi dari dua akibat utama yaitu kerusakan perlekatan dan infeksi pulpa gigi.
Suplai darah melalui apeks tidak dapat terjadi sebagaimana mestinya saat gigi dalam
keadaan avulsi sehingga untuk mengembalikan suplai darah tersebut dapat dilakukan
tindakan replantasi.7
Replantasi merupakan pilihan terhadap kebanyakan kasus avulsi gigi namun
tidak selalu dapat dilakukan secara langsung. Terdapat beberapa keadaan dimana
replantasi tidak dapat dilakukan diantaranya gigi dengan karies yang parah, terjadi
kekeringan pada gigi atau media penyimpanan yang digunakan tidak memadai,
fraktur pada tulang alveolar, gigi permanen belum sempurna dengan akar pendek dan
apeks terbuka lebar, memiliki penyakit periodontal, pasien yang tidak kooperatif dan
memiliki kondisi sistemik yang parah seperti imunosupresi dan penyakit jantung yang
parah.24,26
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Replantasi gigi avulsi27
Replantasi pada gigi hendaknya selalu diupayakan meskipun hanya sebagai
solusi sementara karena sering terjadi resorpsi eksternal akibat inflamasi. Gigi masih
dapat bertahan selama beberapa tahun untuk mempertahankan jarak dan memelihara
tinggi dan lebar alveolar meskipun resorpsi tetap terjadi. Keberhasilan penyembuhan
setelah replantasi dapat terjadi jika terdapat kerusakan minimal pada pulpa dan
ligamen periodontal dengan jenis media penyimpanan ekstra-alveolar dan waktu
ekstra-alveolar sebagai faktor kritis.28
2.4.2 Waktu Ekstraalveolar
Keberhasilan replantasi sangat berhubungan dengan lamanya waktu gigi di
luar mulut. Semakin lama gigi berada di luar mulut semakin kecil kemungkinan selsel jaringan ligamen periodontal untuk dapat bertahan hidup. Sebagaimana diketahui
fungsi ligamen periodontal adalah untuk mempertahankan gigi di dalam soket gigi,
menahan tekanan pengunyahan, melindungi pembuluh darah, limfe, dan saraf yang
menyuplai gigi, membantu menahan gigi agar tidak miring atau berputar.29
Replantasi sebaiknya dilakukan dalam waktu sesegera mungkin.13 Tindakan
ini dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kekeringan yang dapat
menyebabkan hilangnya kemampuan metabolisme fisiologis secara normal dan
morfologi sel ligamen periodontal. Penelitian menunjukkan bahwa ligamen
periodontal hanya dapat bertahan pada kondisi diluar mulut tidak lebih dari 60 menit
Universitas Sumatera Utara
dan waktu paling optimal untuk dilakukan replantasi untuk memperoleh prognosis
terbaik adalah 5 menit pertama namun kenyataannya, upaya replantasi dilakukan pada
15-20 menit pertama.17,20,24
2.4.3 Media Penyimpanan
Perhatian utama pada perawatan awal avulsi adalah untuk mempertahankan
vitalitas jaringan periodontal pada pemukaan akar sehingga replantasi harus
dilakukan segera setelah terjadi cedera. Dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan
yang memadai mengenai protokol perawatan avulsi gigi karena replantasi sesegera
mungkin tidak selamanya dapat dilakukan.20 Media penyimpanan diperlukan untuk
mempertahankan gigi dari kekeringan selama waktu terlepas hingga akan dilakukan
replantasi.6
Mempertahankan gigi dilakukan pada media yang kelembabannya ideal untuk
dapat melindungi viabilitas sel pulpa dan ligamen periodontal pada permukaan akar
gigi selama mungkin.29 Penelitian mengarah kepada perkembangan media
penyimpanan yang menghasilkan kondisi yang menyerupai lingkungan alveolar
sebenarnya. Beberapa persyaratan media yang ideal diantaranya adalah dapat
menghasilkan klon sel, mengandung antioxidan, tanpa atau minimal kontaminasi
mikroba, osmolalitas dan pH fisiologis yang sesuai serta mudah diperoleh dan
murah.6
2.4.3.1 Hank’s Balanced Salt Solution
Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS) merupakan larutan salin standar, yang
biasanya digunakan dalam penelitian biomedis untuk mendukung pertumbuhan
berbagai sel. Larutan HBSS bersifat biocompatible dengan sel-sel ligamen
periodontal karena mempunyai osmolalitas yang ideal yaitu 270-320 mOsm dan pH
yang seimbang, serta mengandung berbagi nutrien yang penting seperti kalsium,
fosfat, kalium dan glukosa yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme sel
yang normal dalam waktu yang lama.29 Larutan HBSS mampu mempertahankan sel
tetap vital selama 24 jam. Kelemahan dari penggunaan bahan ini
adalah sulit
Universitas Sumatera Utara
ditemukan pada tempat-tempat kejadian trauma dan pada penggunaanya yang tidak
praktis dimana media ini harus digunakan pada inkubator terkontrol pada suhu 370C.6
Gambar 5. Hank’s Balanced Salt
Solution25
2.4.3.2 Susu
Susu memiliki beberapa karakteristik yang menguntungkan sebagai media
penyimpanan gigi avulsi. Susu merupakan cairan isotonik dengan pH yang hampir
netral dan osmolalitas yang fisiologis, tanpa atau minimal kontaminasi bakteri,
mengandung faktor pertumbuhan dan nutrisi sel yang essensial, paling mudah
ditemukan dimana saja dan murah. Susu mempunyai kemampuan dalam mendukung
kapasitas klonogenik sel-sel ligamen periodontal pada suhu ruang sampai 60 menit.6
Susu dapat mengurangi pembengkakan sel, meningkatkan viabilitas sel dan
perbaikan penyembuhan sel pada suhu yang lebih rendah. Penelitian fisiologis sel
menunjukkan kemampuan susu temperatur rendah untuk mendukung klonogenik sel
ligamen periodontal pada gigi avulsi lebih lama 45 menit dibandingkan dengan media
penyimpanan susu pada temperatur ruang.29 Susu yang efektif untuk digunakan
adalah susu segar atau susu UHT yang dingin, sedangkan susu bubuk tidak
dianjurkan.26
Universitas Sumatera Utara
Beberapa penelitian menyatakan gigi yang disimpan dengan media susu dapat
bertahan sebanyak 70%-90%. International Association of Dental Traumatology dan
American Academy of Pediatric Dentistry menganjurkan penggunaan media susu
kepada dokter gigi maupun masyarakat umum sebagai media penyimpanan gigi yang
akan direplantasikan karena efek dan karakteristik yang menguntungkan serta mudah
diperoleh pada saat terjadi trauma.6
2.4.3.3 Salin Fisiologis
Salin memiliki osmolalitas dan pH yang fisiologis tetapi tidak terdapat ion
yang essensial dan glukosa yang merupakan kebutuhan fundamental untuk
mempertahankan metabolisme sel. Studi pustaka menyebutkan bahwa sel ligamen
periodontal tetap terjaga viabilitasnya selama 45 menit dengan tingkat mortalitas
20%. Salin fisiologis tidak lebih baik dibandingkan HBSS dan susu tetapi lebih baik
dibandingkan air dan saliva sehingga dapat disimpulkan bahwa salin fisiologis
bukanlah media yang adekuat untuk dijadikan sebagai media penyimpanan tetapi
masih dapat dijadikan sebagai media penyimpanan untuk waktu yang singkat.6
2.4.3.4 Air
Air memiliki karakteristik yang tidak adekuat sebagai media penyimpanan
karena terkontaminsi bakteri, hipotonis, pH dan osmolalitas tidak fisiologis yang
dapat menyebabkan lisis pada jaringan periodontal dan kematian jaringan secara
cepat. Air hanya dapat digunakan untuk menghindari gigi dari kekeringan tetapi tidak
adekuat dalam melindungi gigi avulsi.6
2.4.3.5 Saliva (vestibulum bukal)
Sama halnya dengan air, saliva manusia digunakan sebagai media
penyimpanan karena ketersediaanya yang mudah didapatkan tetapi memiliki
karakteristik yang tidak menguntungkan seperti osmolalitas dan pH yang tidak
fisiologis, kontaminasi bakteri yang tinggi dan hipotonis. Studi menunjukkan bahwa
saliva tidak efisien dalam mempertahankan viabilitas sel namun masih lebih baik
Universitas Sumatera Utara
daripada membiarkan gigi dalam kondisi kering karena efek penyerapan akan lebih
parah seiring dengan bertambahnya waktu.6
2.4.3.6 Air Kelapa
Air kelapa merupakan minuman yang alami yang dikemas kedap udara secara
biologis di dalam buah kelapa dan banyak ditemukan di Indonesia. Komposisi
elektrolit dari air kelapa menyerupai cairan intraseluler. Air kelapa juga unggul dalam
pemeliharaan kelangsungan hidup sel-sel ligamen periodontal karena adanya berbagai
nutrisi di dalamnya seperti protein, asam amino, vitamin dan mineral.6 Penyimpanan
gigi avulsi pada air kelapa selama 15-120 menit sama efektifnya dengan HBSS
namun resorpsi inflamasi lebih sering terjadi setelah disimpan pada media ini
dibandingkan dengan penyimpanan dalam media susu.6,29
2.5 Perawatan Lanjutan
Penanganan darurat trauma avulsi diharapkan mampu dilakukan oleh
masyarakat secara luas, namun penanganan trauma avulsi tidak dapat diserahkan
sepenuhnya kepada masyarakat. Kegagalan dalam melakukan perawatan dapat
memicu terjadinya kehilangan gigi dini yang mengakibatkan gangguan estetis,
psikologis dan fungsi.30
Gigi avulsi yang sudah direplantasikan perlu dilakukan pencatatan riwayat
terjadinya trauma untuk memperkirakan kemungkinan hasil yang akan didapatkan.
Posisi
gigi
yang
direplantasikan
perlu
diperkirakan
dan
diperbaiki
jika
dibutuhkan.20,26 Tindakan ini dilakukan oleh karena gigi yang direplantasikan
sebelum tiba di klinik gigi longgar didalam soket dan kemungkinan akan lepas dari
soket. Evaluasi terhadap media yang digunakan dilakukan apabila gigi avulsi
disimpan dalam media penyimpanan dan bila perlu dipindahkan ke media yang lebih
tepat sambil mengumpulkan data riwayat trauma dan pemeriksaan klinis.12,31
Penting untuk melakukan pemeriksaan tambahan berupa radiografi periapikal
pada sekitar gigi yang mengalami trauma pada saat pasien sampai ke klinik gigi baik
gigi yang sudah dilakukan replantasi maupun tidak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
Universitas Sumatera Utara
memastikan tidak ada bagian dari akar yang tertinggal pada soket dan gigi telah
avulsi sempurna.26,31
2.6 Prognosis
Prognosis dari keberhasilan penanganan truma avulsi dipengaruhi oleh
kecepatan dan ketepatan dalam pemberian perawatan darurat dan perawatan lanjutan
dalam mempertahankan vitalitas jaringan periodontal. Keberhasilan tersebut
tergantung pada beberapa faktor seperti waktu ekstraalveolar, media penyimpanan,
kontaminasi dan perlindungan jaringan periodontal.6,11,21,24
Prognosis terbaik terjadi jika gigi dilakukan replantasi dengan segera. Jika
gigi tidak dapat dilakukan replantasi dalam waktu 5 menit maka perlu disimpan
dalam media yang yang dapat mempertahankan vitalitas jaringan periodontal berupa
media fisiologis sebagai media terbaik.20 Gigi permanen yang mengalami avulsi perlu
dipertimbangkan risiko kemungkinan terjadinya nekrosis pulpa, resorpsi akar dan
ankylosis.6 Pengetahuan mengenai penanganan gigi avulsi oleh masyarakat seperti
orangtua, guru, maupun pangasuh anak yang pada umumnya selalu hadir pada saat
kejadian trauma memegang peranan penting terhadap prognosis kasus trauma avulsi
gigi.11,32
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Teori
Trauma Dental
Klasifikasi
Prevalensi
Avulsi
Etiologi
Efek
Replantasi
Pengetahuan dan
Sikap orang terdekat
Penanganan Darurat
Media
Penyimpanan
Waktu Ekstraalveolar
Guru
Orangtua/
Penjaga
Anak
Dokter Gigi
Perawatan
Lanjutan
Prognosis
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Konsep
Orangtua
Pengetahuan orangtua
Faktor risiko:
tentang

Pendidikan
darurat trauma avulsi

Sosioekonomi
gigi permanen anak.
penanganan
Orangtua
Sikap orangtua tentang
Faktor risiko:
penanganan

Pendidikan
trauma

Sosioekonomi
permanen anak.
darurat
avulsi
gigi
Pengetahuan orangtua
Sikap orangtua tentang
tentang
penanganan
penanganan
darurat trauma avulsi
trauma
gigi permanen anak.
permanen anak.
avulsi
darurat
gigi
Universitas Sumatera Utara
Download