TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Penyebaran Geografis Pepaya berasal dari Amerika Tropika, merupakan hasil dari persilangan alami antara C. peltata Hook (pepaya gunung) dan C. peltata Arn (pepaya liar). Dari Amerika Tropika pepaya dibawa ke Kepulauan Karibia dan Asia Tenggara selama penjajahan Spanyol pada abad ke-16. Penyebaran pepaya kemudian dengan cepat mencapai India, Oceania, dan Afrika. Sekarang, pepaya telah tersebar ke seluruh daerah tropika dan subtropika hangat di dunia (Villegas, 1997). Penggolongan pepaya telah mengalami banyak perubahan. Jenis Carica sebelumnya digolongkan ke dalam beberapa famili, mencakup Passifloraceae, Cucurbitaceae, Bixaceae, dan Papayaceae. Pada penelitian lebih lanjut pepaya digolongkan ke dalam famili Caricaceae. Dalam famili Caricaceae terdapat 35 jenis tanaman penghasil getah yang dikelompokkan menjadi empat kelompok besar, yaitu Carica, Cylicomorpha, Jarilla dan Jacaratia (Kumar dan Srinivasan 1944). Kelompok Carica terdiri atas 22 jenis tanaman dan menjadi satu-satunya anggota Caricaceae yang dibudidayakan sebagai pohon buah-buahan, sedangkan tiga kelompok yang lain dibudidayakan sebagai tanaman hias (Burkill 1966). Agroekologi Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1 000 m dpl (di atas permukaan laut) di daerah beriklim tropik. Tanaman pepaya masih mampu berbuah pada daerah yang beriklim kering dengan musim hujan 2-5 bulan dan musim kemarau 6-8 bulan, asalkan kedalaman air tanahnya 50-150 cm. Tanaman pepaya termasuk tanaman yang memerlukan cahaya matahari penuh dan tanah yang tidak tergenang air, karena tanah berdrainase buruk dapat menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit akar (Sunarjono, 1987). Tanaman pepaya menghendaki suhu udara minimum 15oC, maksimum 43oC, dan optimum 22-26oC, curah hujan 1 000 - 2 000 mm/tahun, tanah yang 5 subur dan remah, drainase baik, dan pH tanah berkisar antara 6-7 (Ashari, 1995; Nakasone dan Paull, 1998). Sifat Botani a. Batang Tanaman pepaya mempunyai batang lurus, bulat, berongga di dalam, lunak dan dapat mencapai ketinggian 10 m (Ashari, 1995). Batangnya berbentuk silinder, berdiameter 10 -30 cm, berongga, memiliki lampang (scar) daun yang jelas serta jaringan serat berbunga karang (Villages, 1997). Jika batang terluka maka bagian yang terluka akan mengeluarkan getah encer berwarna putih seperti susu (Nakasone dan Paull, 1998). b. Daun Daun pepaya tersusun spiral, berkelompok dekat dengan ujung batang. Tangkai daun mencapai panjang 1 m, berongga, dan berwarna kehijau-hijauan atau hijau lembayung. Lembaran daun berbentuk bundar, berdiameter 25-75 cm, bercuping 7-11, menjari dalam, tidak berbulu, bervena menonjol, cuping-cupingnya bergerigi dalam dan lebar ( Villegas, 1997). c. Bunga Tanaman pepaya mempunyai tipe bunga yang beragam. Menurut Nakasone dan Paull (1998) keragaman ekspresi seks pada bunga tanaman pepaya merupakan hasil dari interaksi antara genotipe dan lingkungan yang akan mempengaruhi proses penyerbukan, pembentukan buah, dan produksi buah tanaman pepaya. Bunga tanaman pepaya diklasifikasikan ke dalam tiga tipe utama, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermaprodit. Bunga hermaprodit bersifat biseksual. Bunga ini lebih bersifat andromonocious (benang sari lebih berfungsi), mempunyai lima benang sari dengan tangkai sari panjang. Bunga hermaprodit terdiri atas tiga jenis, yaitu hermaprodit elongata, hermaprodit pentandria, dan hermaprodit intermedia (Ashari, 1995; Villegas, 1997). 6 d. Buah Buah pepaya mengandung 4-10% gula dan 90% air (Ashari, 1995). Buah pepaya bertipe buah buni berdaging, berbentuk bulat telur-lonjong sampai hampir bulat, berbentuk silinder atau berlekuk, panjangnya 7-30 cm, beratnya mencapai 10 kg. Kulit buah tipis, halus, jika matang berwarna kekuning-kuningan atau jingga. Daging buah berwarna kekuning-kuningan sampai jingga merah, rasanya manis, rongga tengahnya bersudut lima. Biji berbentuk bulat, berdiameter 5 mm, berwarna hitam atau kehijau-hijauan, melekat di dinding dalam bakal buah, tersusun dalam 5 baris, dan terbungkus oleh sarkotesta yang berlendir (Villegas, 1997). e. Akar Akar tanaman pepaya merupakan akar tunggang dan akar samping yang lunak dan agak dangkal. Tumbuh panjang dan cenderung mendatar dengan jumlah yang sedikit dan lunak (Sunarjono, 1987). Pepaya Genotipe IPB 9 Perawakan tanaman pendek dengan tinggi tanaman rata-rata 156.75 cm. Apabila telah terbentuk buah, kedudukan buah pertama berada pada ketinggian 97.35 cm dari permukaan tanah (PKBT, 2009). Umur tanaman tergolong genjah dengan masa umur petik sekitar 180 hari setelah antesis (HSA) (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Gambar 1. Pepaya Genotipe IPB 9 7 Pepaya genotipe IPB 9 telah dilepas sebagai varietas dengan nama Callina. Karakteristik buah berukuran sedang dengan bentuk tengah buah angular (lonjong) dan bentuk pangkal buah agak ke dalam. Kekerasan rata-rata 0.823 mm/s, panjang 25-30 cm , dan diameter 10-11 cm. Kulit buah berwarna hijau terang (Rini, 2008). Bobot buah rata-rata 1236.67 kg, tebal daging buah 2.3 cm, aroma buah tidak kuat, dan warna daging buah jingga (PKBT, 2009). Rasa daging buah pepaya genotipe IPB 9 manis, dengan tingkat o kemanisan 11 Brix (Rini, 2008; Sujiprihati dan Suketi, 2009). Kandungan vitamin C 78.6 mg/100 g, kadar karoten 37.9 µmol/100 g, dan pH 5.63 (PKBT, 2009). Pepaya Genotipe IPB 1 Tanaman pepaya genotipe IPB 1 mempunyai tinggi batang ke buah terbawah 125.67 ± 10.78 cm. Umur berbunga 4 bulan dan umur panen 8 bulan (Sujiprihati et al., 2010). Gambar 2. Pepaya Genotipe IPB 1 Pepaya genotipe IPB 1 telah dilepas sebagai varietas dengan nama Arum Bogor. Keunggulan buah pepaya Arum Bogor terletak pada bentuk buah yang lonjong dan kecil, dengan bobot berkisar 0.50-0.63 kg. Buah mempunyai kekerasan rata-rata 21.63 mm/s, panjang 14.10 cm, diameter 10.10 cm, bobot total 8 biji 9.55 ± 3.27 g, dan bobot 100 biji 1.52 ± 0.03 g. Kulit buah berwarna hijau sedang, aroma buah harum, tekstur buah lembut, dan warna daging buah kemerahan/jingga (Sujiprihati dan Suketi, 2009; Sujiprihati et al., 2010 ). Pepaya genotipe IPB 1 mempunyai rasa buah sangat manis, dengan tingkat kemanisan 11-13oBrix. Kandungan vitamin C 82.10 mg/100 g, ATT 1.90%, kadar karoten 30.50 µmol/100 g, dan pH 5 (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Pepaya Genotipe IPB 3 Umur petik tanaman pepaya genotipe IPB 1 sekitar 140 HSA. Buah pepaya genotipe IPB 3 mempunyai bentuk buah lonjong dan kecil dengan bobot rata-rata 573.30 g. Buah mempunyai rata-rata panjang 17.00 cm dan diameter 8.00 cm. Kulit buah berwarna hijau tua, daging buah tebal, berwarna jingga kemerahan, dan berongga kecil (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Pepaya genotipe IPB 3 telah dilepas sebagai varietas dengan nama Carisya. Gambar 3. Pepaya Genotipe IPB 3 Keistimewaan buah pepaya genotipe IPB 3 terletak pada rasa buah yang sangat manis, dengan tingkat kemanisan mencapai 14oBrix. Kandungan vitamin C 110.80 mg/100 g, ATT 1.6%, kadar karoten 59.50 µmol/100 g, dan pH 5.33 (Sujiprihati dan Suketi, 2009). 9 Pepaya Genotipe IPB 4 Umur petik tanaman pepaya genotipe IPB 4 sekitar 150 HSA (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Tanaman pepaya genotipe IPB 4 mempunyai tinggi batang ke buah terbawah 96.41 ± 20.15 cm (Sujiprihati et al., 2010). Gambar 4. Pepaya Genotipe IPB 4 Pepaya genotipe IPB 4 belum dilepas sebagai varietas. Buah pepaya ini mempunyai bentuk lonjong dan berukuran kecil, dengan bobot rata-rata 513.33 g. Buah mempunyai kekerasan rata-rata 75.11 mm/s, panjang 15.50 cm, diameter 8.25 cm, bobot total biji 2.88 ± 0.77 g, dan bobot 100 biji 1.50 ± 0.19 g. Keistimewaan pepaya genotipe IPB 4 terletak pada kulit buah yang berwarna kuning, dengan tekstur kulit halus dan warna daging buah jingga (Sujiprihati dan Suketi, 2009; Sujiprihati et al., 2010). Rasa daging buah pepaya genotipe IPB 4 manis, dengan tingkat kemanisan 10.67oBrix. Kandungan vitamin C 115.57 mg/100 g, ATT 2.37%, kadar karoten 67.07 µmol/100 g, dan pH 5.09 (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Metaxenia Metaxenia adalah suatu perubahan pada jaringan tetua betina yang disebabkan oleh sumber pollen yang digunakan untuk persilangan. Perbedaan 10 penting antara persilangan dan penyerbukan sendiri terdapat pada interval pemasakan buah (mempercepat atau menunda pemasakan). Tidak ada korelasi antara umur pollen yang digunakan dan tetua betina yang digunakan pada interval pemasakan buah. Sama halnya dengan bobot buah, tidak terdapat pengaruh dari sumber pollen yang digunakan (Ehlenfeldt, 2003). Metaxenia tidak seperti xenia, tidak dapat dijelaskan dengan elemenelemen hereditas (kromosom) yang terbawa di dalam pollen karena tidak seperti kromosom yang terdapat pada jaringan yang menunjukkan pengaruh langsung dari pollen tetua (Bodor. et al., 2008). Metaxenia menguraikan tentang pengaruh pollen pada jaringan buah maternal asal, seperti pericarp dan komponen buah yang lain tidak dipengaruhi oleh pollen. Sedangkan xenia menguraikan tentang pengaruh pollen pada jaringan yang berisi sedikitnya satu satuan gen dari tetua jantan, yakni embrio dan endosperm (Denney, 1992). Xenia merupakan gejala genetik berupa pengaruh langsung pollen pada fenotipe biji dan buah yang dihasilkan tetua betina. Pada kajian pewarisan sifat, ekspresi dari gen yang dibawa tetua jantan dan tetua betina diasumsikan baru diekspresikan pada generasi berikutnya. Dengan adanya xenia, ekspresi gen yang dibawa tetua jantan secara dini sudah diekspresikan pada organ tetua betina (buah), embrio, dan/atau endosperm. Xenia yang mempengaruhi fenotipe buah juga disebut metaxenia. Contoh xenia yang paling sering dipakai adalah pengaruh serbuk sari pada warna endosperm butir jagung. Xenia juga telihat pada sawo manila, kelapa, biji kapas, bunga matahari, apel, kurma, dan pir (Denney, 1992). Gejala xenia tidak hanya mempengaruhi warna tetapi juga bentuk, kadar gula, kadar minyak, bentuk buah, dan waktu pemasakan. Xenia bukanlah penyimpangan dari Hukum Pewarisan Mendel, melainkan konsekuensi langsung dari pembuahan berganda (double fertilisation) yang terjadi pada tumbuhan berbunga dan proses perkembangan embrio tumbuhan hingga biji masak. Pada tahap perkembangan embrio sejumlah gen pada embrio dan endosperm berekspresi dan mempengaruhi penampilan biji, bulir, atau buah (Denney, 1992). Proses emaskulasi yang dilakukan pada bunga hermaprodit sebelum penyerbukan buatan, akan mengacaukan pengaruh dari sumber pollen yang 11 digunakan pada buah yang dihasilkan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan genetik yang terdapat pada bakal buah dan pollen yang akan digunakan untuk persilangan (De Jong dan Scott, 2007). Menurut Nebel dan Iris (1932) efek metaxenia pada buah apel terlihat pada karakter pH buah dan asam total tertitrasi. Sedangkan pada karakter bobot buah, menunjukkan adanya nilai fluktuatif pada stansar deviasinya. Hal ini diyakini merupakan ekspresi metaxenia yang penting, yang dipengaruhi oleh ukuran pollen yang digunakan pada persilangan apel. Hasil penelitian metaxenia pada buah pepaya yang telah dilakukan sebelumnya memperlihatkan bahwa efek metaxenia pada pepaya hanya dapat dijumpai pada genotipe-genotipe tertentu saja, misalnya pada genotipe IPB 1. Pada pepaya varietas ini, efek metaxenia ditemukan pada karakter padatan total terlarut dan tebal daging buah. Sumber pollen yang berasal dari genotipe IPB 10, PB 000201, IPB 5, dan IPB 6 dapat meningkatkan rasa manis pada buah genotipe IPB 1. Sementara itu, pollen yang berasal dari genotipe IPB 10, IPB 5, Str 6-4, dan IPB 6 dapat meningkatkan tebal daging buah genotipe IPB 1 (Sulistyo, 2005).