pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

advertisement
PENGARUH PENGUNGKAPAN TANGGUNG
JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR DISCLOSURE)
TERHADAP KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BEI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang
Disusun Oleh:
DESTIANI SANJAYANTI
NIM. 12030110130208
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
i
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama penyusun
: Destiani Sanjayanti
Nomor induk mahasiswa
: 12030110130208
Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/Akuntansi
Judul skripsi
: PENGARUH
TANGGUNG
PENGUNGKAPAN
JAWAB
SOSIAL
PERUSAHAAN (CSR DISCLOSURE)
TERHADAP
KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL
PADA
PERUSAHAAN
MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BEI
Dosen pembimbing
: Dul Muid, S.E., M.Si.,Akt.
Semarang, 16 Maret 2015
Dosen pembimbing,
NIP. 196505131994031002
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama penyusun
: Destiani Sanjayanti
Nomor induk mahasiswa
: 12030110130208
Fakultas/Jurusan
: Ekonomika dan Bisnis/Akuntansi
Judul skripsi
: PENGARUH
TANGGUNG
PENGUNGKAPAN
JAWAB
SOSIAL
PERUSAHAAN (CSR DISCLOSURE)
TERHADAP
KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL
PERUSAHAAN
PADA
MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BEI
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 16 Maret 2015.
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Destiani Sanjayanti, menyatakan
bahwa
skripsi
TANGGUNG
dengan
judul:
JAWAB
“PENGARUH
SOSIAL
PENGUNGKAPAN
PERUSAHAAN
(CSR
DISCLOSURE) TERHADAP KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BEI”, adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian
tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendap
atatau pemikiran dari penulis lain, yang saya akuis eolah-olah sebagai tulisan saya
sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin
itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan
penuli saslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut
di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi
yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti
bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolaholah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan
universitas batal saya terima.
Semarang, 16 Maret 2015
NIM. 12030110130208
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun”
Artinya: Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata
kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia.
(Q.S. Yaasin: 82)
“… Dan bertakwalah pada Allah maka Allah akan mengajarimu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
(Q.S. Al Baqarah 2 : 282)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika
kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri”
(Q.S Al-Isra’: 7)
Saya mempersembahkan skripsi ini kepada Kedua Orang Tua saya tercinta
dan Adhitya Mahardhika tersayang.
v
ABSTRACT
The tendency of globalization and the increasing demand from
stakeholders for the company to carry out the role of social responsibility and
disclosure encourage corporate involvement in CSR practices. CSR itself is a
general statement that shows a company's obligation to take advantage of
economic resources in the operation to provide and contribute to internal and
external stakeholders. With practice and disclosure of CSR, companies will
benefit for the company itself. On the basis of these conditions, this study was
conducted to determine the effect of disclosure of social responsibility (CSR
disclosure) to the institutional ownership in manufacturing companies in
Indonesia.
This study uses four independent variables which include CSR Disclosure,
employee relations, community involvement, products, and the environment with
the dependent variable, namely institutional ownership with four research
hypotheses. Data on CSR Disclosure, employee relations, community
involvement, product, environmental, and institutional ownership is obtained
through annual reports or annual reports Indonesia Stock Exchange (IDX) which
subsequently were analyzed by using statistical regression techniques.
Test results using regression test showed that the four hypotheses proposed
only proven products or in other words CSR Disclosure, employee relations,
community involvement, and the environment proved no significant effect on IO.
Keywords: CSR disclosure, employee relations, community involvement,
products, and environmental, institutional ownership.
vi
ABSTRAK
Kecenderungan globalisasi dan meningkatnya permintaan dari stakeholder
terhadap perusahaan untuk melaksanakan peran tanggung jawab sosial dan
pengungkapannya mendorong keterlibatan perusahaan dalam praktik CSR. CSR
sendiri merupakan pernyataan umum yang menunjukkan kewajiban perusahaan
untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi dalam operasi untuk menyediakan
dan memberikan kontribusi kepada para pemegang kepentingan internal dan
eksternal. Dengan melakukan praktek dan pengungkapan CSR, perusahaan akan
mendapatkan manfaat bagi perusahaan itu sendiri. Atas dasar hal tersebut maka
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan (csr disclosure) terhadap kepemilikan institusional pada
perusahaan manufaktur di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan empat variabel bebas yang meliputi CSR
Disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, produk, dan lingkungan
dengan satu variabel terikat, yaitu institutional ownership dengan empat hipotesis
penelitian. Data mengenai CSR Disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan
masyarakat, produk, lingkungan, dan institutional ownership diperoleh melalui
Laporan tahunan atau annual report Bursa Efek Indonesia (BEI) yang selanjutnya
data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik statistic uji regresi.
Hasil pengujian dengan menggunakan uji regresi menunjukkan bahwa
keempat hipotesis yang diajukan hanya produk yang terbukti atau dengan kata
lain CSR Disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, dan
lingkungan terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap IO.
Kata Kunci : CSR Disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat,
produk, dan lingkungan, kepemilikan institusional.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan
terselesaikannya
JAWAB
memanjatkan
skripsi
SOSIAL
puji
syukur
kehadirat
Allah
“PENGARUH PENGUNGKAPAN
PERUSAHAAN
(CSR
DISCLOSURE)
SWT
atas
TANGGUNG
TERHADAP
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BEI” ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
ntuk menyelesaikan Program Strata 1 (S1) pada Program Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan
hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan,
bimbingan dan dukungan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan kepada:
1. Dr. Suharnomo, S.E., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro.
2. Bapak Dul Muid, S.E., M.Si.,Akt. Selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran memberikan pengarahan, saran
serta dukungan hingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
3. Kedua orang tua penulis, bapak Sardjan Santoso dan ibu Sukeni yang telah
membesarkan saya dengan penuh kasihs ayang, memberikan doa dan
dukungan yang tiada henti selama ini.
4. Untuk Adhitya Mahardhika tersayang yang selalu menemani dan
memberikan dukungan penulis dalam suka maupun duka selama
menempuh studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro.
5. Untuk keluarga besar penulis yang turut serta mendoakan dan memberikan
dukungan.
viii
6. Bapak Dr. P. Basuki Hadiprajitno MBA., MAcc., Akt. Selaku dosen wali
yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.
7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan sebagai dasar
penulisan skripsi ini.
8. Teman baik penulis (Tika, Emma, Olin, Vira, Nunung, Rika, Amanda) dan
teman-teman regular satu akuntansi 2010 seperjuangan yang selalu
mendukung dan memberikan informasi, membantu dalam mengerjakan
tugas selama menempuh studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro.
9. Pihak – pihak lain yang juga sudah sangat membantu namun tak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila ada kekurangan. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Semarang, 16 Maret 2015
NIM. 12030110130208
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
PERSETUJUAN SKRIPSI ..........................................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN .....................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ..............................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................
v
ABSTRAK ...................................................................................................
vi
ABSTRACT ..................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .................................................................................
viii
DAFTAR ISI ................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xv
DAFTAR GRAFIK .......................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xvii
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................
6
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................
7
1.4 Sistematika Penulisan ....................................................................
8
x
BAB II
TELAAH PUSTAKA...................................................................................
2.1 LandasanTeori...........................................................................
9
9
2.1.1. Teori Legitimasi...........................................................
9
2.1.2. Teori Stakeholders ......................................................
11
2.1.3. Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership)...
17
2.1.4. Pengertian Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau
Corporate Social Responsibity (CSR) ...........................
19
2.15. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan .....
23
2.1.6. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dalam Laporan
Tahunan ……………………………………….............
27
2.2 Penelitian Terdahulu .....................................................................
32
2.3 Kerangka Pemikiran ......................................................................
37
2.4 Hipotesis .........................................................................................
38
BAB III
METODE PENELITIAN................................................................................
44
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ................
44
3.1.1 Variabel Penelitian .........................................................
44
3.1.2 Definisi Operasional Variabel ........................................
44
3.2 Populasi dan Sampel .....................................................................
49
3.3 Jenis dan Sumber Data ..................................................................
50
3.4 Metode Pengumpulan Data ...........................................................
51
3.5 Metode Analisis ............................................................................
51
3.5.1 Uji Statistik Deskriptif ...................................................
51
xi
3.5.2 Pengujian Asumsi Klasik ...............................................
52
3.5.3 Uji Regresi ...................................................................
54
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN....................................................
57
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................
57
4.2 Analisis Deskriptif ........................................................................
58
4.3 Uji Asumsi Klasik .........................................................................
59
4.3.1 Uji Normalitas ................................................................
60
4.3.2 Uji Multikolinieritas ......................................................
62
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas ..................................................
63
4.3.4 Uji Autokorelasi .............................................................
64
4.4 Uji Regresi ....................................................................................
65
4.4.1 Uji Kelayakan Model .....................................................
66
4.4.2 Koefisien Determinasi ....................................................
67
4.4.3 Uji Hipotesis ...................................................................
67
4.5 Pembahasan ..................................................................................
69
BAB V
PENUTUP .......................................................................................................
73
5.1 Kesimpulan ...................................................................................
73
5.2 Keterbatasan Penelitian..................................................................
73
5.3 Saran ...............................................................................................
74
xii
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
76
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................
87
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Pengaruh Corporate Social Responsibility
Disclosure Terhadap Institutional Ownership........................
37
Gambar 4.1
Uji Normalitas Residual.......................................................
60
Gambar 4.2
Uji Normalitas Residual Kedua...............................................
61
Gambar 4.3
Uji Heteroskedastisitas..........................................................
63
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu.............................................................
35
Tabel 4.1
Sampel Penelitian...................................................................
57
Tabel 4.2
Deskripsi Variabel Penelitian................................................
58
Tabel 4.5
Pengujian Multikolinieritas dengan VIF ...............................
62
Tabel 4.7
Pengujian Autokorelasi Runs Test ........................................
64
Tabel 4.8
Rekapitulasi Hasil Regresi ....................................................
65
Tabel 4.9
Hasil Pengujian Model Regresi ............................................
66
Tabel 4.10
Hasil Koefisien Determinasi Model ......................................
67
xv
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1
Grafik Normal P-P Plot ….....................................................
60
Grafik 4.2
Grafik Normal P-P Plot residual 2 ......................................
61
Grafik 4.3
Grafik Scatter Plot ...............................................................
63
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility)
merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada
pemangku kepentingan (stakeholders). Pemangku kepentingan dalam hal ini
adalah orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
berbagai keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan (Post et al, 2002
dalam Solihin, 2009). Menurut The World Best Business Council for Sustainable
Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan
sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan
ekonomi berkelanjutan melalui kerja sama dengan para karyawan serta
perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat
umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik
bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan.
Sebelum tahun 90-an, kultur perusahaan didominasi oleh cara berfikir dan
perilaku ekonomi yang bersifat mencari keuntungan semata (profit-oriented).
Entitas bisnis hanya mementingkan kepentingan shareholder dan bondholder
tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat (stakeholder) lainnya. Akibatnya,
terjadi hubungan yang tidak harmonis antara perusahaan dengan masyarakat
sekitar yang ditandai dengan adanya berbagai konflik dan ketegangan, misalnya
2
tuntutan atas ganti rugi kerusakan lingkungan (Achda, 2006). Sejalan dengan
perkembangan tersebut, Undang-Undang No. 40 2007 tentang Perseroan Terbatas
mewajibkan perseroan yang bidang usahanya di bidang atau terkait dengan bidang
sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Kecenderungan globalisasi dan meningkatnya permintaan dari stakeholder
terhadap perusahaan untuk melaksanakan peran tanggung jawab sosial dan
pengungkapannya mendorong keterlibatan perusahaan dalam praktik CSR
(Chapple dan Moon, 2005). CSR telah muncul sebagai subjek penting dalam
kegiatan perusahaan (Vilanova et al, 2009). CSR sendiri merupakan pernyataan
umum yang menunjukkan kewajiban perusahaan untuk memanfaatkan sumber
daya ekonomi dalam operasi untuk menyediakan dan memberikan kontribusi
kepada para pemegang kepentingan internal dan eksternal (Kok et al, 2001).
Perkembangan
praktek
dan
pengungkapan
CSR
di
Indonesia
dilatarbelakangi oleh dukungan pemerintah, yaitu dengan dikeluarkannya regulasi
terhadap kewajiban praktek dan pengungkapan CSR melalui Undang-undang
Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal 66 dan 74. Pada Pasal 66 ayat (2)
bagian c disebutkan bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan
juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Sedangkan dalam Pasal 74 menjelaskan kewajiban untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan sumber daya alam. Selain itu, kewajiban pelaksanaan CSR juga diatur
dalam Undang-undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 Pasal 15 bagian b,
3
Pasal 17, dan Pasal 34 yang mengatur setiap penanam modal diwajibkan untuk
ikut serta dalam tanggung jawab sosial perusahaan.
Dengan melakukan praktek dan pengungkapan CSR, perusahaan akan
mendapatkan manfaat bagi perusahaan itu sendiri. Sebagaimana pendapat Kotler
dan Lee (2005) dalam Solihin (2009) menyebutkan bahwa perusahaan akan
terdorong untuk melakukan praktek dan pengungkapan CSR karena memperoleh
beberapa manfaat seperti peningkatan penjualan dan market share, memperkuat
brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi,
serta meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor dan analisis keuangan.
Kepemilikan Institusional adalah jumlah saham yang dimiliki oleh suatu
institusi (oleh perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, dan
institusi lain) dalam sebuah perusahaan. Penelitian Khodadaddi, et al (2010)
menemukan adanya hubungan positif antara kepemilikan institusional dengan
pengungkapan CSR. Hal tersebut karena institusi akan memantau perkembangan
investasinya pada suatu perusahaan, yang akhirnya akan meningkatkan
pengendalian yang tinggi atas tindakan manajemen (Rustiarini, 2009).
Saat ini pertumbuhan saham yang dimiliki oleh investor institusi telah
meningkat pesat. Pada skripsi ini, diasumsikan bahwa investor memilih CSR
sebagai informasi-informasi yang digunakan untuk menentukan penanaman
saham mereka. Sebagai contoh, investor institusi mengendalikan hampir 60
persen saham biasa yang beredar umum di Amerika Serikat (Hayashi, 2003). Di
pasar modal Malaysia, ada tiga kategori utama dari investor institusional, yaitu,
dana pensiun, reksadana dan perusahaan asuransi jiwa, yang mengelola aset
4
sebesar sekitar US $ 114 miliar atau 96,4 persen dari produk domestik bruto pada
akhir tahun 2004 (Ghosh, 2006). Saat ini, total 51,03 persen saham di sepuluh
kapitalisasi pasar tertinggi atas perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia
dimiliki oleh investor institusi.
Investor institusi di Malaysia didominasi oleh lembaga-lembaga besar
beberapa seperti Karyawan Provident Fund (EPF), Lembaga Tabung Haji
(sebelumnya dikenal sebagai Manajemen Ziarah dan Badan Dana), dan National
Capital Berhad (lembaga dana terbesar manajemen Malaysia), dan memiliki
pengaruh yang signifikan dalam tata kelola perusahaan. Karena jumlah aset yang
dikendalikan oleh investor institusi, itu merupakan tantangan bagi perusahaan
publik (PLC) untuk menarik investor yang tertarik untuk menemukan peluang
investasi baru di Malaysia PLC yang memiliki praktik CSR yang baik. Sebagai
contoh, EPF, sebagai investor institusi terbesar di Malaysia, telah berinvestasi di
sekitar 19,7 persen dari total aset (US $ 70 miliar) dari pasar ekuitas (Ghosh,
2006).
Selain itu, aktivitas penawaran umum saham perdana atau Initial Public
Offering (IPO) di pasar domestic Indonesia masih terus dikuasai oleh investor
institusi. Meskipun potensi permintaan dari pemodal ritel menguat seiring
membaiknya bursa domestik, perusahaan efek penjamin emisi masih cenderung
memprioritaskan penjatahan saham perdana ke investor institusi. Selama ini,
penawaran umum saham perdana di pasar domestik dialokasikan sekitar 95 persen
ke investor institusi, termasuk asing, dan sisanya sekitar 5 persen ke investor ritel.
Hal itu disebabkan investor institusi biasanya lebih berorientasi jangka panjang.
5
Dengan demikian, kinerja saham perdana tidak rentan terhadap tekanan aksi
perburuan keuntungan atau capital gain sesaat yang biasanya dilakukan oleh
investor ritel (Saputra Ganda, 2010).
Dalam literatur akademis, menemukan bahwa meskipun sejumlah
penelitian tentang CSR tinggi, pemeriksaan empiris hubungan antara CSR dan IO
di Malaysia terbatas. Kurangnya studi empiris tentang masalah ini bisa menjadi
salah satu faktor yang menjelaskan mengapa perusahaan publik di Malaysia
kurang peduli atau terlibat dalam mempromosikan kegiatan CSR mereka kepada
berbagai kelompok stakeholder (Bursa Malaysia, 2007; Williams dan Pei, 1999).
Begitu pula yang terjadi pada perusahaan publik di Indonesia. Oleh karena itu,
dengan menggunakan pengungkapan CSR (CSRD) sebagai proxy untuk
pengukuran kegiatan CSR yang diterbitkan dalam laporan tahunan perusahaan,
penelitian ini memberikan kontribusi untuk menguji apakah terdapat hubungan
antara CSRD dan IO untuk perusahaan publik manufaktur di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang ada di
Indonesia. Perusahaan manufaktur sangat penting keberadaannya pada negara
sedang berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia sendiri, telah banyak
perusahaan-perusahaan manufaktur yang berdiri dengan keunggulan masingmasing. Perusahaan-perusahaan tersebut turut membantu dalam mensukseskan
program pembangunan nasional, yakni mencapai masyarakat adil dan makmur.
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang memproses bahan mentah hingga
berubah menjadi barang yang siap untuk dipasarkan yang melibatkan berbagai
sumber bahan baku, proses produksi, dan teknologi. Dalam menjaga
6
eksistensinya, perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai
lingkungan eksternalnya. Ada hubungan resiprokal (timbal balik) antara
perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan
hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi
keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa. Dua aspek
penting harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga
keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan
taraf hidup masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul
“Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate
Social Responsibility Disclosure) Terhadap Kepemilikan Institusional Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dirumuskan suatu masalah
yaitu:
1. Apakah terdapat pengaruh positif antara dimensi hubungan karyawan dan
Institutional Ownership ?
2.
Apakah terdapat pengaruh positif antara dimensi keterlibatan masyarakat
dan Institutional Ownership ?
3. Apakah terdapat pengaruh positif antara dimensi produk dan Institutional
Ownership ?
7
4. Apakah ada pengaruh positif antara dimensi lingkungan dan Institutional
Ownership ?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status CSRD dari
perusahaan manufaktur di Indonesia dengan cara mengetahui apakah
terdapat pengaruh keempat dimensinya terhadap IO sehingga perusahaan
manufaktur tergerak untuk mencantumkan pengungkapan CSR karena
dapat digunakan sebagai penunjang untuk menarik investor kelembagaan
untuk aktif berinvestasi dalam perusahaan manufaktur yang memiliki
landasan yang kokoh bagi praktek tanggung jawab sosial.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
1. Dalam penelitian ini, peneliti berharap dapat menambah wawasan dalam
bidang akuntansi khususnya mengenai pengungkapan pertanggung jawaban
sosial (CSRD) dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
2. Sedangkan bagi perusahaan manufaktur hasil penelitian ini diharapkan
lebih dapat memberikan dorongan dalam meningkatkan kegiatan tanggung
jawab sosialnya.
8
1.4 Sistematika Penulisan
Merupakan penjelasan tentang isi dari masing – masing bab secara singkat
dan jelas keseluruhan skripsi. Penulisan skripsi ini akan disajikan dalam bab
dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I
Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan serta sistematika penulisan.
BAB II
Telaah Pustaka, berisi tentang landasan teori dan penelitian
terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis.
BAB III
Metode Penelitian, menguraikan tentang variabel penelitian dan
definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan
sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV
Hasil dan Analisis, menguraikan deskripsi obyek penelitian,
analisis data dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V
Penutup, berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran
yang berkaitan dengan penelitian.
9
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Teori Legitimasi
Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus
menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan
sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat dimana mereka
berada. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau
asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah
merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem
norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial
(Suchman, 1995).
Haniffa et al., (dalam Sayekti dan Wondabio, 2007), di dalam
legitimacy theory perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk
melakukan kegiatan berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana
perusahaan
menanggapi
berbagai
kelompok
kepentingan
untuk
melegitimasi tindakan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan semakin
menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari
hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan dimana
perusahaan
tersebut
menjalankan
aktivitasnya.
Jika
tidak
terjadi
ketidakselarasan antara nilai perusahaan dengan nilai masyarakat, maka
10
perusahaan akan kehilangan legitimasinya yang akan berdampak pada
kelangsungan perusahaan.
Imam Ghozali dan Anis Chariri (2007) menyatakan bahwa yang
mendasari teori legitimasi adalah kontrak sosial yang terjadi antara
perusahaan
dengan
masyarakat
dimana
perusahaan
beroperasi
dan
menggunakan sumber ekonomi. Nasi, Philips, and Zyglidopoulos (dikutip
oleh Nurhayati et al., 2006) mengatakan bahwa “Legitimacy theory
focuses of the adequecy of corporate social behaviour”. Yang berarti
bahwa society judge organisasi berdasarkan atas image citra yang akan
perusahaan ciptakan untuk perusahaan itu sendiri. Kemudian perusahaan
dapat menetapkan legitimasi mereka dengan memadukan antara kinerja
perusahaan dengan dengan harapan masyarakat. Namun jika terdapat
kesenjangan antara antara harapan masyarakat dan perilaku sosial
perusahaan maka akan muncul masalah legitimasi (Nurhayati et al, 2006).
Barkemeyer (2007) menjelaskan mengenai kekuatan legitimacy
theory perusahaan dalam hal tanggung jawab sosial perusahaan pada
negara berkembang terdapat dua hal: (1) kapabilitas untuk menetapkan
motif maksimalisasi keuntungan membuat gambaran lebih jelas tentang
motivasi perusahaan memperbesar tanggung jawab sosialnya, (2)
legitimasi organisasi dapat memasukkan faktor budaya yang membentuk
tekanan institusi yang berbeda dalam konteks yang berbeda.
Menurut penjelasan diatas, teori legitimasi adalah salah satu teori
yang mendasari pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan
11
(CSR). Pada dasarnya pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan
bertujuan untuk memperlihatkan kepada masyarakat aktivitas sosial yang
dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Dilihat
dari satu sisi, tujuan ini memiliki maksud yang baik. Namun penjelasan
teori atas pengungkapan sosial ini menunjukkan bahwa terdapat banyak
motivasi yang bertitik tolak dari kepentingan manajer ataupun perusahaan.
Bahwa tujuan akhir dari adanya pengungkapan sosial perusahaan adalah
tidak lain untuk menunjang tujuan utama perusahaan dalam usaha
mendapatkan profit maksimum. Lebih jauh lagi legitimasi ini akan
meningkatkan reputasi perusahaan yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada nilai perusahaan tersebut.
2.1.2 Teori Stakeholders
Penelitian ini menggunakan teori stakeholder untuk menjelaskan
serta untuk mengembangkan hipotesis – hipotesis yang ada dan yang akan
diuji. Pertimbangan menggunakan teori stakeholder karena teori ini
mampu menjelaskan kekuatan hubungan yang dijalin perusahaan dengan
stakeholders-nya. Yang mana kekuatan hubungan antara perusahaan
dengan investor institusional sebagai salah satu stakeholder perusahaan
merupakan tujuan dari adanya penelitian ini. Selain itu, teori ini juga
digunakan karena telah digunakan secara luas dalam penelitian –
penelitian pengungkapan tanggung jawab sosial sebelumnya (Saleh et al,
2010).
12
Teori stakeholder mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan
ditentukan
pembenaran
oleh
dari
para
para
stakeholder.
stakeholder
Perusahaan
dalam
berusaha
mencari
menjalankan
operasi
perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar pula
kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan para
stakeholder-nya (Iren, 2008).
Wibisono (dalam Kirana, 2009) mengartikan Stakeholders sebagai
pemangku kepentingan yaitu pihak atau kelompok yang berkepentingan,
baik langsung maupun tidak langsung, terhadap eksistensi atau aktivitas
perusahaan, dan karenanya kelompok tersebut mempengaruhi dan/ atau
dipengaruhi oleh perusahaan. Definisi lain dilontarkan oleh Rhenald
Kasali sebagaimana dikutip oleh Wibisono (dalam Kirana, 2009), yang
menyatakan bahwa yang dimaksud para pihak adalah setiap kelompok
yang berada di dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran
dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Dalam hal ini Rhenald Kasali
membagi stakeholders menjadi sebagai berikut:
1.
Stakeholders internal dan stakeholders eksternal
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di
dalam lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer, dan
pemegang saham (shareholder), sedangkan stakeholders eksternal
adalah stakeholders yang berada diluar lingkungan organisasi
seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan,
masyarakat, pemerintah, pers, dan sebagainya.
13
2.
Stakeholders primer, stakeholders sekunder dan stakeholders
marjinal
Dalam hal ini stakeholders yang paling penting disebut
stakehoders primer dan stakeholders yang kurang penting disebut
stakeholders 10 sekunder, sedangkan yang biasa diabaikan disebut
stakeholders marjinal. Urutan prioritas ini bagi setiap perusahaan
berbeda-beda, meskipun produk atau jasanya sama dan bisa
berubah-ubah dari waktu ke waktu.
3.
Stakeholders tradisonal dan stakeholders masa depan
Karyawan
dan
konsumen
dapat
disebut
sebagai
stakeholders tradisional. Karena saat ini sudah berhubungan
dengan organisasi, sedangkan stakeholders masa depan adalah
stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan
memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa,
peneliti, dan konsumen potensial.
4.
Proponents, opponents, dan uncomitted (pendukung, penentang,
dan yang tidak peduli)
Di antara stakeholders ada kelompok yang memihak
organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents) dan
yang tidak peduli atau abai (uncomitted). Dalam hal ini, organisasi
perlu untuk mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini, agar
dengan jernih dapat melihat permasalahan, menyusun rencana dan
strategi untuk melakukan tindakan yang proporsional.
14
5.
Silent majority dan vocal minority (pasif dan aktif)
Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan
komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan
penentangan atau dukungannya secara vokal (aktif) namun ada
pula yang menyatakan secara silent (pasif).
Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas
yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus
memberikan manfaat bagi stakeholder-nya (pemegang saham, kreditor,
konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain).
Dengan demikian, keberadaan perusahaan sangat dipengaruhi oleh
dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut.
Menurut Gray, Kouhy dan Adam (1994) dalam Chariri dan Ghozali (2007)
mengatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada
dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga
aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin
powerfull stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi.
Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara
perusahaan dengan stakeholdernya.
Stakeholder theory umumnya berkaitan dengan cara-cara yang
digunakan perusahaan untuk memanage stakeholder-nya (Gray et al, 1997
dalam Chariri dan Ghozali, 2007). Ullman (1985) berpendapat bahwa
power stakeholder berhubungan dengan “postur strategis” yang diadopsi
perusahaan. Strategic posture menggambarkan model reaksi yang
15
ditunjukkan oleh pengambil keputusan kunci perusahaan terhadap tuntutan
sosial. Oleh karena itu, stakeholder theory pada dasarnya melihat dunia
luar dari perspektif manajemen (Gray, Kouhy dan Lavers, 1995).
Cara-cara yang dilakukan oleh manajemen tergantung pada strategi
yang diadopsi perusahaan (Ullman, 1985). Menurutnya ada dua postur
strategis yang akan diadopsi perusahaan. Active posture merupakan
strategi yang berusaha mempengaruhi hubungan organisasi dengan
stakeholder yang dipandang berpengaruh/penting. Hal ini menunjukkan
bahwa active posture tidak hanya mengidentifikasi stakeholder tetapi juga
menentukan stakeholder mana yang memiliki kemampuan terbesar dalam
mempengaruhi alokasi sumber ekonomi ke perusahaan. Perhatian yang
besar terhadap stakeholder akan mengakibatkan tingginya tingkat
pengungkapan informasi sosial dan tingginya kinerja sosial perusahaan.
Strategi yang kedua adalah passive posture. Strategi yang
cenderung tidak terus menerus memonitor aktivitas stakeholder dan secara
sengaja tidak mencari strategi optimal untuk menarik perhatian
stakeholder. Kurangnya perhatian terhadap stakeholder (dalam pendekatan
passive posture) akan mengakibatkan rendahnya tingkat pengungkapan
informasi sosial dan rendahnya kinerja sosial perusahaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori stakeholder lebih
mempertimbangkan posisi stakeholder saja. Kelompok stakeholder inilah
yang menjadi bahan pertimbangan utama bagi perusahaan dalam
mengungkapkan dan/atau tiadak mengungkapkan suatu informasi di dalam
16
laporan keuangan maupun laporan tahunan. Dalam pandangan teori
stakeholder, perusahaan memiliki stakeholder bukan hanya memiliki
shareholder saja.
Berdasarkan teori stakeholder, Guthrine et al (2004) dalam
Erwansyah, (2009) menyatakan bahwa manajemen perusahaan diharapkan
untuk dapat melakukan aktivitas sesuai dengan yang diharapakan
stakeholder dan melaporkannya kepada stakeholder. Teori ini menyatakan
bahwa para stakeholder memiliki hak untuk mengetahui semua informasi
baik informasi mandatory maupun voluntary, informasi keuangan dan non
keuangan. Dampak aktivitas perusahaan kepada stakeholder dapat
diketahui melalui pertanggungjawaban yang diberikan perusahaan berupa
informasi keuangan dan non keuangan (sosial).
Stakeholder akan mempengaruhi pelaksanaan dan pengungkapan
pertanggungjawaban sosial. Penganut active posture akan melakukan
pengungkapan pertanggungjawaban sosial sesuai dengan permintaan
stakeholder inti (stakeholder yang paling mempengaruhi perusahaan).
Penganut
passive
posture
akan
melakukan
pengungkapan
pertanggungjawaban sosial secara adil untuk semua stakeholder. Sehingga
mungkin akan ditemui adanya beda fokus dalam pelaksanaan dari
masingmasing perusahaan sesuai pandangan masing-masing perusahaan.
17
2.1.3 Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership)
Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan
besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham.
Sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab pada divisi
tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi
memantau secara profesional perkembangan investasinya maka tingkat
pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi
kecurangan dapat ditekan.
Menurut Pozen (1994), investor institusi dapat dibedakan menjadi
dua yaitu investor pasif dan investor aktif. Investor pasif tidak terlalu ingin
terlibat dalam pengambilan keputusan manajerial, sedangkan investor aktif
ingin terlibat dalam pengambilan keputusan manajerial. Keberadaan
institusi inilah yang mampu menjadi alat monitoring efektif bagi
perusahaan.
Kepemilikan
institusional
merupakan
kepemilikan
saham
perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga
(perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan
kepemilikan
institusi
lain).
Kepemilikan
institusional
merupakan
pemegang saham terbesar sehingga merupakan sarana untuk memonitor
manajemen (Djakman dan Machmud, 2008). Investor institusional dapat
meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial
dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk
memperoleh legitimasi
dan
menaikkan nilai
perusahaan melalui
18
mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan
(Brancato dan Gaughan,1991 dalam Fauzi, Mahoney, dan Rahman,2007).
Sedangkan pengertian dari Kepemilikan Institusional menurut
Tarjo (2008) adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh
institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi dan kepemilikan institusi lain.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), kepemilikan institusional
memiliki peranan penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang
terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor
institusional dianggap mampu menjadi mekanisme pengawasan yang
efektif dalam setiap pengambilan keputusan oleh manajer. Hal ini
disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan keputusan
sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba.
Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor
manajemen karena dengan adanya kepemilikan institusional akan
mendorong tingkat pengawasan sehingga dapat mengantisipasi perilaku
opportunistic atau mementingkan kepentingan pribadi manajer itu sendiri.
Coffey
dan
Fryxell
(1991)
menemukan
bahwa
tingkat
pengungkapan corporate social performance yang tinggi akan menarik
investor, khususnya investor institusional. Terdapat hubungan yang positif
antara kepemilikan institusional dengan daya tanggap terhadap isu sosial
oleh perusahaan yang ditunjukkan oleh jumlah wanita yang termasuk
dalam jajaran direktur. Sedangkan, tidak ada hubungan yang signifikan
19
antara kepemilikan institusional dengan tanggung jawab sosial yang
ditunjukkan oleh kegiatan sosial yang bersifat memberi bantuan.
2.1.4 Pengertian Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate
Social Responsibity (CSR)
Definisi mengenai Corporate Social Responsibility sekarang ini
sangatlah beragam. Menurut The World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung
jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk
memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan,
melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka,
keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi
bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Sedangkan Bank dunia (2002)
memberikan definisi terhadap CSR, yaitu bahwa:
Corporate social responsibility as “[t]he commitment of business
to contribute to sustainable economic development, working with
employees, their families, the local community and society at large
to improve their quality of life.”
Sejalan dengan definisi di atas, Kotler dan Lee (2005) memberikan
definisi CSR sebagai berikut; “Corporate social responsibility is a
commitment to improve community well-being through discretionary
20
business practice and contributions of corporate resources”. Menurut
definisi tersebut, elemen kunci dari CSR adalah kata discretionary.
Terdapat pengaruh terhadap kinerja perusaaan dari partisipasi terhadap
tanggung jawab sosial, diantaranya adalah meningkatkan penjualan dan
market share, menguatkan posisi merk, menurunkan biaya operasional,
dan lain sebagainya. European Commission seperti dikutip Darwin (2008)
mendefinisikan CSR sebagai “a concept whereby companies integrate
social and environmental concerns in their business operations and in
their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”. Sedangkan
menurut CSR Asia seperti dikutip Darwin (2008) definisi CSR sebagai
berikut; CSR is a company’s commitment to operating in an economically,
socially and environmentally sustainable manner whilst balancing the
interests of diverse stakeholders.
Berbagai definisi tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa
CSR pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap tiga (3) elemen
yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Definisi CSR dalam penelitian ini
merujuk pada definisi yang disampaikan European Commission dan CSR
Asia. Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup
perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat
dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan
legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak
dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai
justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok
21
kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994, dalam
Haniffa dkk., 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai
perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam
kehilangan
legitimasinya,
yang
selanjutnya
akan
mengancam
kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994, dalam Haniffa dkk,
2005; Sayekti dan Wondabio, 2007).
Konsep Corporate Social Responsibility melibatkan tanggung
jawab\ kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat,
serta komunitas setempat (lokal). Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif dan
statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial
antara stakeholders (Nurlela dan Islahudin,2008).
Menurut Carroll (dikutip dari Dwi Kartini, 2009), konsep CSR
memuat komponen-kompenen sebagai berikut:
1. Economic Responsibilities, yaitu tanggung jawab sosial perusahaan
yang utama adalah tanggung jawab ekonomi karena lembaga bisnis
terdiri dari aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa
bagi masyarakat secara menguntungkan.
2. Legal Responsibilities, yaitu masyarakat berharap bisnis dijalankan
dengan mentaati peraturan yang berlaku yang pada hakikatnya
dibuat oleh masyarakat melalui lembaga legislatif.
3. Ethical Responsibilities, yaitu masyarakat berharap perusahaan
menjalankan bisnis secara perorangan maupun kelembagaan untuk
22
menilai suatu isu dimana penilaian ini merupakan pilihan terhadap
nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat.
4. Discretionary Responsibilities, yaitu masyarakat mengahrapkan
keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi mereka.
Menurut Deegan (dalam Anis Chariri dan Imam Ghozali, 2007),
ada
beberapa
alasan
yang
mendorong
praktik
pengungkapan
tanggungjawab sosial dan lingkungan, yaitu:
1. Mematuhi persyaratan yang ada dalam Undang-undang
2. Pertimbangan rasionalitas ekonomi
3. Mematuhi peraturan dan proses akuntabilitas
4. Mematuhi persyaratan peminjaman
5. Mematuhi harapan masyarakat
6. Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan
7. Mengelola kelompok stakeholder tertentu
8. Menarik dana investasi
9. Mematuhi persyaratan industri
10. Memenangkan penghargaan pelaporan
Menurut Lako (2007) sejumlah riset empiris melaporkan bahwa
paling sedikit ada lima keuntungan yang bisa diraih bila perusahaan
mempraktekkan CSR secara berkelanjutan:
1. Profitabilitas dan kinerja keuangan akan semakin kokoh.
2. Meningkatnya akuntabilitas dan apresiasi positif dari komunitas
investor, kreditur, pemasok dan konsumen.
23
3. Meningkatnya komitmen, etos kerja, efisiensi dan produktivitas
karyawan.
4. Menurunnya kerentanan gejolak sosial dan resistensi komunitas
sekitarnya karena mereka diperhatikan dan dihargai perusahaan.
5. Meningkatnya reputasi, corporate branding, goodwill (intangible
asset) dan nilai perusahaan dalam jangka panjang.
Secara khusus, teori akuntabilitas menyatakan bahwa CSR tidak
hanya sekedar aktivitas kedermawan (charity) atau aktivitas saling
mengasihi (stewardship) yang bersifat sukarela kepada sesama manusia
seperti dipahami para pelaku bisnis selama ini. Tapi, CSR harus dipahami
sebagai kewajiban asasi korporasi (KAK) yang melekat dan yang dapat
menggerakkan kehidupan suatu bisnis. Alasannya, CSR merupakan
konsekuensi logis dari adanya hak yang diberikan Negara (dan juga
masyarakat) kepada suatu korporasi untuk bisa hidup dan berkembang
secara berkesinambungan dalam suatu area lingkungan bisnis. Jika tidak
ada keselarasan antara KAK dan HAK, dalam suatu area lingkungan bisnis
yang sama akan hidup dua pihak, yaitu gainers dan losers, yang bisa
saling mengeksploitasi dan mematikan satu sama lain (Dellaportas et al,
2005).
2.1.5 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan
untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel
24
serta tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas
sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana
perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak
masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan
keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Oleh karena itu dalam
perkembangan sekarang ini akuntansi konvensional telah banyak dikritik
karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas,
sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai
Social
Responsibility
Accounting
(SRA)
atau
Akuntansi
Pertanggungjawaban Sosial.
Faktor yang mempengaruhi implementasi dan pengungkapan CSR
adalah diantaranya political economy theory, legitimacy theory, dan
stakeholder theory (Wilmhurst and Frost 1999; Deegan 2002; Campbell,
Craven and Shrives 2002). Sedangkan menurut Roberts (1992) dan
Williams (1999), bahwa political theory dan social contexts merupakan
faktor penting yang mempengaruhi keputusan untuk mengungkapkan
informasi CSR. Haigh dan Jones (2006) mengungkapkan bahwa terdapat
enam faktor yang mempengaruhi praktik CSR oleh perusahaan. Keenam
faktor tersebut adalah internal pressures on business managers, pressures
from business competitors, investors and consumers, and regulatory
pressures coming from governments and non-governmental organizations.
25
Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan didalam
laporan baik dalam annual report maupun sustainibility reporting.
Berdasarkan UU No.40 pasal 66 ayat 2 tahun 2007, pengungkapan
pertanggungjawaban sosial wajib dimuat dalam annual report. Sedangkan
sustainibility reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi,
lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di
dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Sustainibility Reporting harus menjadi dokumen strategis yang berlevel
tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang sustainibility
development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor
industrinya (Nurlela dan Islahudin, 2008).
Gray dkk (1995) dalam Henny dan Murtanto (2001) dan Anis
Chariri dan Imam Ghozali (2007) menyebutkan tiga studi yang
menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan
informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang
ditimbulkan oleh emiten tersebut, yaitu:
1. Decision Usefulness
Pendekatan yang menjelaskan praktik Pengungkapan Sosial dan
Lingkungan (PLS) dari manfaat yang diperoleh dari pengungkapan
informasi sosial dan lingkungan.
2. Economic Based Theory (Positive Accounting Theory)
Pendekatan yang didasarkan pada Positive Accounting Theory
(PAT) yang menganut paham yang mengutamakan maksimasi
26
kemakmuran dan kepentingan pribadi individu. Atas dasar
pandangan ini pertanggungjawaban utama perusahaan adalah
menggunakan sumber ekonomi yang dimiliki dan menjalankan
kegiatan usahanya dengan tujuan meningkatkan laba (Friedman,
1962 dalam Anis Chariri dan Imam Ghozali, 2007). Jika dikaitkan
dengan praktik pengungkapan sosial dan lingkungan, hipotesis cost
politik (political cost hypotheses) dalam PAT sering digunakan
sebagai media untuk membenarkan praktik PLS tersebut. Atas
dasar hipotesis tersebut, pengungkapan sukarela yang terdapat
dalam laporan tahunan merupakan usaha yang dilakukan untuk
mengurangi biaya politis yang harus ditanggung perusahaan dalam
menjelaskan aktivitasnya.
3. Political Economy Theory
PET mempertimbangkan kerangka politik, sosial, dan institusional
dimana kegiatan ekonomi tersebut dijalankan. PET juga mengakui
pemakaian PLS dalam annual report sebagai alat strategis dalam
mencapai tujuan perusahaan dan dalam mempengaruhi sikap
stakeholders (Guthrine dan Parker, 1990 dalam Anis Chariri dan
Imam Ghozali, 2007).
Ikatan Akutan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akutansi
Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2007) paragraf sembilan secara
implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan
masalah sosial sebagai berikut :
27
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti
laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah
(value added statement), khususnya bagi industri dimana faktorfaktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri
yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan
yang memegang peranan penting”
Pengungkapan sosial dalam tanggung jawab perusahaan sangat
perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh nilai
tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk dari
penggunaan sumbersumber sosial (social resources). Jika aktivitas
perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat
timbul adanya biaya sosial (social cost) yang harus ditanggung oleh
masyarakat, sedang apabila perusahaan meningkatkan mutu social
resources maka akan menimbulkan social benefit (manfaat sosial).
2.1.6 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dalam Laporan Tahunan
Menurut Anis Chariri dan Imam Ghozali (2007), pengungkapan
(disclosure) berarti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila
dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan keuangan harus memberikan
informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit
usaha. Sedangkan Hendriksen (dalam Rika dan Ishlahuddin, 2008),
mendefinisikan pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian informasi
yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang
28
efisien. Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu
pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan berdasarkan
pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela
(voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi tambahan dari
perusahaan.
Setiap pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan
pemegang saham dan berfokus pada pencapaian laba disamping itu juga
mempunyai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitar, dan hal itu
perlu diungkapkan dalam laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 2009)
Paragraf kedua belas:
Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added
statement), khususnya bagi industri dimana faktorfaktor lingkungan
hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap
karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan
penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar
Akuntansi Keuangan.
PSAK No. 1 (revisi 2009) tersebut menunjukkan bahwa
perusahaan yang ada di Indonesia diberi suatu kebebasan dalam
mengungkapkan informasi tanggungjawab sosial dan lingkungan dalam
laporan keuangan tahunan perusahaan.
29
Selain itu, dalam UU No.40 pasal 66 ayat 2 tahun 2007 telah
dijelaskan
bahwa
perusahaan
wajib
memuat
pelaporan
tentang
pertanggungjawaban social dan lingkungan. Pengungkapan sosial yang
dilakukan oleh perusahaan sejak di keluarkannya UU No.40 pasal 74
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dimana perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan sumber daya alam
wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undangundang
tersebut menjadi landasan bahwa pengungkapan pertanggungjawaban
sosial merupakan mandatory disclosure untuk setiap perusahaan di
Indonesia bukan lagi voluntary disclosure.
Guthrie dan Parker (1990) dalam Sayekti dan Wondabio (2007)
menyatakan bahwa dalam Pengungkapan informasi CSR dalam laporan
tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun,
mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi
ekonomi dan politis.
Pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh
perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudited (belum
diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu).
Zuhroh dan Putu (2003) menyebutkan tema-tema yang termasuk dalam
wacana Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial adalah:
1. Kemasyarakatan
30
Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh
perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan,
pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan
lainnya.
2. Ketenagakerjaan
Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang
dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen,
program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya.
3. Produk dan Konsumen
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain
pelayanan,
kepuasan
pelanggan,
kejujuran
dalam
iklan,
kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
4. Lingkungan Hidup
Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang
meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis,
pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan
sumber daya alam dan konversi sumber daya alam.
Sedangkan menurut Global Reporting Initiative (GRI), dalam
konten
analisis
terkandung
tema
tentang
pengungkapan
pertanggungjawaban sosial, yang terdiri dari :
1. Ekonomi
Tema ini berisi sembilan item yang mencakup laba perusahaan yang
dibagikan untuk bonus pemegang saham, kompensasi karyawan,
31
pemerintah, membiayai kegiatan akibat perubahan iklim serta aktivitas
terkait ekonomi lainnya.
2. Lingkungan Hidup
Tema ini berisi tiga puluh item yang meliputi aspek lingkungan dari
proses
produksi,
yang
meliputi
pengendalian
polusi
dalam
menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan
lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber
daya alam.
3. Ketenagakerjaan
Tema ini berisi empat belas item yang meliputi dampak aktivitas
perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas
tersebut meliputi : rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan,
mutasi dan promosi dan lainnya.
4. Hak Asasi Manusia
Tema ini berisi sembilan item yang mencakup berapa besar jumlah
investasi yang melibatkan perjanjian terkait hak asasi manusia,
pemasok dan kontraktor yang menjunjung hak asasi, kejadian yang
melibatkan kecelakaan atau kriminal terhadap karyawan di bawah
umur, dan aktivitas lainnya.
5. Kemasyarakatan
Tema ini berisi delapan item yang mencakup aktivitas kemasyarakatan
yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan
32
kesehatan, pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas
kemasyarakatan lainnya.
6. Tanggung jawab atas Produk
Tema ini berisi sembilan item yang melibatkan aspek kualitatif suatu
produk atau jasa, antara lain keguanaan durability, pelayanan,
kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan/kelengkapan isi
pada kemasan, dan lainnya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Ada banyak penelitian mengenai hubungan antara kinerja sosial
perusahaan dan IO di pasar negara berkembang antara lain:
1. Teoh dan Shiu (1990) mempelajari sikap IO terhadap CSR dan informasi
yang relevan lainnya. Mereka mengungkapkan bahwa IO biasanya tidak
mengubah keputusan mengenai suatu investasi berdasarkan pernyataan
perusahaan
tentang
kegiatan
CSR
dalam
informasi
keuangan
konvensional mereka, seperti laporan tahunan. Tapi, IO menerima
informasi CSR seperti penegmbangan produk dan praktek bisnis yang
adil.
2. Graves dan Waddock (1994) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
ada hubungan positif yang signifikan antara CSR dan jumlah IO. Mereka
menyimpulkan bahwa keterlibatan kegiatan CSR tidak memberikan
tanggapan negatif terhadap investor institusi.
33
3. Cox et al. (2004) menemukan bahwa kinerja sosial behubungan positif
dengan investasi jangka panjang kelembagaan. Mereka menyatakan
bahwa investor institusional akan memilih untuk menempatkan investasi
mereka pada perusahaan yang melakukan kinerja sosial dengan baik dan
menghindari investasi pada perusahaan dengan kinerja sosial yang buruk.
4. Mahoney dan Roberts (2007) tidak menemukan dampak yang signifikan
atas kegiatan sosial perusahaan pada jumlah lembaga investasi di saham
perusahaan. Namun, mereka menemukan dampak signifikan dari
perusahaan peringkat sosial pada kegiatan internasional mereka dan
kualitas produk pada jumlah IO.Berbagai alasan perusahaan dalam
melakukan pengungkapan informasi CSR secara sukarela telah diteliti
dalam penelitian sebelumnya, diantaranya adalah karena untuk mentaati
peraturan yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui
penerapan CSR, untuk memenuhi ketentuan kontrak pinjaman dan
memenuhi
ekspektasi
masyarakat,
untuk
melegitimasi
tindakan
perusahaan, dan untuk menarik investor (Deegan dan Blomquist, 2001;
Hasnas, 1998; Ullman, 1985; Patten, 1992; dalam Basamalah dkk, 2005).
5. Turban dan Greening (1997) menyatakan bahwa investor institusional
melihat keuntungan jangka panjang dari keterlibatan perusahaan dalam
corporate
social
performance.
Corporate
social
performance
berpengaruh secara positif terhadap reputasi dan daya tarik perusahaan
terhadap para pekerja dan pelamar kerja. Hasil penelitian yang sama juga
ditemukan oleh Spicer (1978), Mahoney dan Robert (2007) bahwa
34
investor institusional mempertimbangkan corporate social performance
yang rendah dari perusahaan merupakan investasi yang berisiko. Risiko
itu berasal dari biaya sanksi akibat mengabaikan peraturan yang ada
(mandatory disclosure).
6. Djakman dan Machmud (2008) menemukan bahwa kepemilikan institusi
yang terdiri dari perusahaan perbankan, asuransi, dana pensiun, dan asset
management di Indonesia belum mempertimbangkan tanggung jawab
sosial sebagai salah satu kriteria dalam melakukan investasi, sehingga
para investor institusi ini juga cenderung tidak menekan perusahaan
untuk mengungkapan CSR secara detail (menggunakan indikator GRI
dalam laporan tahunan perusahaan).
35
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Sumber
Variabel
yang Teknik
diteliti
Teoh dan Shiu  Institutional
(1990)
Hasil Penelitian
Analisis
Regresi
Institutional ownership tidak
mengubah
ownership
 Corporate Social
mengenai
keputusan
suatu
berdasarkan
Responsibility
investasi
pernyataan
perusahaan tentang kegiatan
CSR
dalam
informasi
keuangan konvensional
dan  Institutional
Graves
Waddock
Regresi
signifikan antara CSR dan
ownership
 Corporate Social
(1994)
Ada hubungan positif yang
jumlah IO
Responsibility
Cox
(2004)
et
al.  Institutional
ownership
 Corporate Social
Responsibility
Regresi
Investor institusional akan
memilih untuk menempatkan
investasi
mereka
pada
perusahaan yang melakukan
kinerja sosial dengan baik
dan menghindari investasi
pada
perusahaan
dengan
36
kinerja social yang buruk
Mahoney dan  Institutional
Roberts
tidak menemukan dampak
yang signifikan atas kegiatan
ownership
 Corporate
(2007)
Turban
Regresi
social
perusahaan
pada
Social
jumlah lembaga investasi di
Responsibility
saham perusahaan
dan  Corporate
Regresi
Corporate
social
Greening
Social
performance
(1997)
Performance
secara
positif
reputasi
dan
 Institutional
perusahaan
ownership
berpengaruh
terhadap
daya
tarik
terhadap
para
pekerja dan pelamar kerja
Spicer (1978)  Corporate
Regresi
Investor
institusional
dan
Social
mempertimbangkan
Mahoney dan
Performance
corporate
Robert
(2007)
 Institutional
social
performance
yang
rendah
dari perusahaan merupakan
ownership
investasi yang berisiko
Djakman dan
 Corporate
Regresi
Kepemilikan institusi yang
Machmud
Social
terdiri
(2008)
Performance
perbankan,
 Institutional
ownership
dari
perusahaan
asuransi,
pensiun,
dan
management
di
dana
asset
Indonesia
37
belum
mempertimbangkan
tanggung
jawab
social
sebagai salah satu criteria
dalam melakukan investasi
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan menganalisis apakah pengungkapan CSR dapat
mempengaruhi IO. CSRD dibagi menjadi empat dimensi, yaitu hubungan
karyawan, keterlibatan masyarakat, produk, dan lingkungan.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure
Terhadap Institutional Ownership
Variabel Independent
Hubungan
Karyawan
+
Variabel Dependen
Keterlibatan
Masyarakat
+
+
Produk
+
Lingkungan
Institutional
Ownership
38
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori, penelitian terdahulu,
dan kerangka pemikiran yang sudah diuraikan sebelumnya , maka pada subbab ini akan dijelaskan mengenai hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian.
Berikut akan dijelaskan mengenai pengembangan hipotesis dalam penelitian
ini.
2.4.1 Dimensi Hubungan Karyawan terhadap Kepemilikan Instusional
Perusahaan yang baik seringkali dianggap merupakan perusahaan yang
mampu menciptakan loyalitas yang tinggi dalam diri karyawannya.
Perusahaan yang bertanggung jawab biasanya memang sering melakukan
pengembangan hubungan dengan karyawan ke arah yang lebih baik (Saleh et
al, 2010). Selain itu, perusahaan yang bertanggung jawab juga seringkali
mampu menarik dan mempertahankan karyawan yang berkinerja baik dan
berkompetensi tinggi.
Loyalitas dan kompetensi karyawan sangat penting dikarenakan hal
tersebut mampu meningkatkan produktivitas, memperbanyak inovasi,
meningkatkan efisiensi biaya, dan selanjutnya meningkatkan profitabilitas
(Sauer, 1997 dalam Saleh et al, 2010). Hal ini sesuai dengan teori stakeholder
yang mana perusahaan berharap dengan praktik CSR yang baik terkait dengan
karyawan bisa meningkatkan eksistensinya di hadapan para karyawan. Selain
itu, hal ini juga sesuai dengan teori legitimasi yang mana perusahaan
melakukan CSR demi mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari
masyarakat pekerja perusahaan.
39
Adapun penelitian empiris yang dilakukan Cox et al (dalam Saleh et
al, 2010) menemukan bahwa terdapat dampak yang positif dan signifikan
pada hubungan dengan karyawan terhadap kepemilikan institusional.
Penelitian yang dilakukan Saleh et al (2010) di Malaysia juga menemukan
hubungan yang positif dan signifikan dimensi hubungan karyawan terhadap
kepemilikan institusional. Namun demikian, ditemukan juga hubungan yang
negatif antara hubungan dengan karyawan terhadap kepemilikan institusional
dari penelitian Mahoney dan Roberts (dalam Saleh et al, 2010). Oleh sebab
berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
H1 : Hubungan karyawan berpengaruh positif terhadap Kepemilikan
Institusional
2.4.2 Dimensi Keterlibatan masyarakat terhadap Kepemilikan Institusional
Kanter (1999) untuk melihat jenis penting dari manfaat perusahaan
yang diperoleh dari keterlibatan program masyarakat untuk dapat digunakan
sebagai pembelajaran untuk inovasi. Selain itu, perhatian terhadap kinerja
keuangan, kualitas produk, dan lingkungan, investor institusi juga bisa
memberi kontribusi perusahaan kepada masyarakat lokal dan hubungan
mereka dengan perempuan, kaum minoritas, dan karyawan (Schwab dan
Thomas, 1998). Keterlibatan perusahaan dengan masyarakat sekitar cukup
penting, mengingat masyarakat sekitar seringkali juga merupakan produsen
atau konsumen potensial perusahaan.
40
Kemudian, selain tertarik pada data keuangan, Schwabb dan Thomas
(dalam Saleh et al, 2010) menyatakan bahwa investor institusional juga
kemungkinan akan melihat keterlibatan dan kontribusi perusahaan terhadap
kalangan wanita dan minoritas. Hal ini sesuai dengan teori stakeholder yang
mana perusahaan berharap dengan praktik CSR yang baik terkait dengan
masyarakat sekitar bisa meningkatkan eksistensinya di dalam kehidupan
masyarakat sekitar. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan teori legitimasi yang
mana perusahaan melakukan CSR demi mendapatkan nilai positif dan
legitimasi dari masyarakat sekitar perusahaan.
Sebuah studi empiris terbaru oleh Mahoney dan Roberts (2007)
mengungkapkan bahwa ada positif tetapi tidak berdampak signifikan
keterlibatan masyarakat dengan kepemilikan saham dari investor institusi.
Namun, sebuah studi oleh Cox et al. (2004) menemukan hubungan parsial
yang signifikan positif antara kegiatan keterlibatan masyarakat dan investor
jangka panjang. Ini mengarah pada hipotesis berikut:
H2 : Keterlibatan masyarakat berpengaruh positif terhadap IO
2.4.3 Dimensi Produk terhadap Kepemilikan Institusional
Perusahaan dalam praktik bisnisnya seharusnya berusaha untuk selalu
mengembangkan produknya agar sesuai dengan permintaan pasar dan
mendapat keuntungan dari itu. Apalagi perusahaan yang memiliki banyak
pesaing harus selalu mengembangkan produknya agar lebih unggul dan laku
di pasar dibandingkan dengan produk pesaingnya. Kegiatan perusahaan dalam
41
mengembangkan produknya ini bukan hanya menjadi perhatian manajemen
tapi perhatian para investor juga (Benston, 1997 dalam Saleh et al, 2010). Hal
ini dikarenakan produk perusahaan lah yang menjadi tonggak utama
penghasilan bisnis perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori stakeholder yang
mana perusahaan berharap dengan praktik CSR yang baik terkait dengan
produk bisa meningkatkan eksistensinya di hadapan para konsumen dan
kemungkinan juga dengan para stakeholders lainnya. Kemudian, uraian
tersebut juga sesuai dengan teori legitimasi yang mana perusahaan berusaha
mengembangkan produknya sebagai tonggak utama penghasilan bisnis
perusahaan demi memenuhi harapan shareholders pada penghasilan
perusahaan yang memuaskan.
Perusahaan memiliki insentif dan alat untuk menentukan informasi
mengenai calon pelanggan untuk produk yang mungkin berguna bagi mereka.
Benston (1997) mengamati bahwa jika investor tidak dapat dengan mudah
mempertimbangkan produk, ada baiknya kurang untuk mereka. Akibatnya,
produk harus dijual dengan harga lebih rendah untuk bersaing dengan
investasi alternatif yang lebih efisien. Di sisi lain, investor tidak akan
membayar kompensasi untuk biaya informasi yang berlebihan disediakan oleh
perusahaan.
Pengujian empiris oleh Mahoney dan Roberts (2007) dan Teoh dan
Shiu (1990) mengungkapkan bahwa dimensi produk CSR berhubungan
dengan saham yang dimiliki oleh IO tersebut. Kesimpulan mereka
menunjukkan bahwa investor institusi memberi perhatian khusus terhadap
42
bagaimana perusahaan mengelola dimensi CSR. Oleh karena itu, hipotesis
berikut ini dirumuskan:
H3 : Produk berpengaruh positif terhadap Kepemilikan Institusional
2.4.4 Dimensi Lingkungan terhadap Kepemilikan Institusional
Menurut Turban dan Greening (1997) investor institusi melihat
manfaat jangka panjang dari tanggung jawab sosial perusahaan dengan
mempertahankan kualitas produk, lebih banyak menaruh perhatian kepada
masyarakat, lingkungan, dan karyawan mereka. Spicer (1978) berpendapat
bahwa investor institusi menganggap bahwa rendahnya tanggung jawab sosial
perusahaan dan sedikitnya mereka peduli terhadap lingkungan, karena ini
menunjukkan bahwa risiko berinvestasi dalam perusahaan tinggi. Hal ini
sesuai dengan teori stakeholder yang mana perusahaan berharap dengan
praktik CSR yang baik terkait dengan lingkungan bisa meningkatkan
eksistensinya di hadapan para stakeholders yang memiliki kepentingan
terhadap lingkungan. Selain itu juga, uraian tersebut sesuai dengan teori
legitimasi yang mana perusahaan berharap mendapat citra positif dan
legitimasi dari berbagai stakeholders yang berkepentingan pada lingkungan
lewat pengungkapan dan praktik CSR yang baik terhadap lingkungan.
Pengujian empiris Cox et al. (2004) menemukan bahwa dimensi
lingkungan dan investor jangka panjang adalah positif dan signifikan terkait,
sedangkan hasil berlawanan ditunjukkan oleh penelitian Mahoney dan Roberts
(2007) melaporkan dampak negatif yang signifikan dari dimensi lingkungan
43
dalam
jumlah
pemilik
kelembagaan,
dan
persentase
kelembagaan
kepemilikan. Ini mengarah pada hipotesis berikut:
H4 : Lingkungan berpengaruh positif terhadap Kepemilikan Institusional
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, digunakan lima variabel yang mana terdapat satu
variabel terikat dan empat variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah jumlah dan persentase saham yang dimiliki oleh investor institusi.
Sementara itu, variabel bebas dalam penelitian ini adalah empat dimensi dari CSR
yaitu, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, produk, dan lingkungan.
3.1.2
Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Kepemilikan Institusi (INST): Menunjukkan persentase saham yang
dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh blockholder, yaitu
kepemilikan individu atau atas nama perorangan diatas 5%, tetapi tidak termasuk
kedalam
golongan
kepemilikan
insider.
Kepemilikan
oleh
blockholder
dimasukkan kedalam kepemilikan institusi (Agrawal dan Knouber, 1996).
Variabel ini diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh institusi pada
akhir tahun. Variabel ini akan menggambarkan tingkat kepemilikan saham oleh
45
institusi dalam perusahaan. Variabel kepemilikan institusi diperoleh dari laporan
keuangan pada bagian shareholders.
INST = SI + SB
TKS
Keterangan:
INST = institutional ownership
SI
= jumlah saham institusi
SB
= jumlah saham blockholder
TKS
= total keseluruhan saham
2. Variabel Bebas (Independent Variabel)
Ada dua jenis variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu variable
independen utama dan variabel kontrol. Variabel independen utama adalah CSRD
yang pada peneliti sebelum menggunakan lebih dari empat dimensi CSRD
sedangkan dalam penelitian ini dibagi menjadi empat kategori atau dimensi
dimana dimensi-dimensi tersebut dijadikan sebagai variabel bebas.
a. CSRD
CSRD menyimpulkan total skor dari seluruh skor sub-dimensi CSRD
Terdiri dari dimensi nilai total skor hubungan karyawan, dimensi
keterlibatan masyarakat, dimensi produk dan dimensi lingkungan. Oleh
46
karena itu, CSRD sebagai variabel independen digunakan sebagai proxy
untuk mengukur kegiatan CSR diungkapkan dalam laporan tahunan
perusahaan. Metode skoring Aditif adalah nilai indeks unweighted
dihitung dengan jumlah akhir CSRD.
nj
CSRDj = ∑t
Xij
nj
CSRDj
= pengungkapan csr skor untuk perusahaan j
nj
= jumlah item estimasi untuk perusahaan j
X ij
= 1 jika item mengungkapan informasi dalam bentuk narasi atau
bentuk angka-angka atau dalam bentuk satuan uang/moneter, dan 0
jika item tidak mengungkapkan informasi apapun
Pada pengukuran CSR ini, menggunakan pengukuran indikator sembiring.
Adapun item-item yang digunakan untuk pengujian dijelaskan pada
lampiran. Berdasarkan peraturan BAPEPAM No.VIII.G.2 tentang laporan
tahunan dan kesesuaian item untuk diaplikasikan di Indonesia, terdapat 78
item pengungkapan yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia (Sembiring,
2005). Setiap item CSR yang diungkapkan akan diberi nilai 1, dan apabila
tidak diungkapkan akan diberi nilai 0. Setiap item-tem tersebut akan
dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor perusahaan.
47
b. Hubungan karyawan
Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam
perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program
pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya.
Pengukuran pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk
tema
hubungan
karyawan
dilakukan
dengan
mengkategorikan
pengungkapan tema hubungan masyarakat ke dalam beberapa kategori
sebagai berikut (Al-Tuwaijri et al, 2004; Hughes et al, 2001):
1. Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang
tema hubungan karyawan diberi nilai 0.
2. Perusahaan yang melakukan pengungkapan tema hubungan
karyawan dalam bentuk narasi atau bentuk angka-angka atau dalam
bentuk satuan uang/moneter dalam kategori ini diberi nilai 1.
c. Keterlibatan masyarakat
Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh
perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan
dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk
tema
keterlibatan
masyarakat
dilakukan
dengan
mengkategorikan
pengungkapan tema keterlibatan masyarakat ke dalam beberapa kategori
sebagai berikut (Al- Tuwaijri et al, 2004; Hughes et al, 2001):
48
1. Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang
tema keterlibatan masyarakat diberi nilai 0.
2. Perusahaan yang melakukan pengungkapan tema keterlibatan
masyarakat dalam bentuk narasi atau bentuk angka-angka atau
dalam bentuk satuan uang/moneter dalam kategori ini diberi nilai
1.
d. Produk
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain
pelayanan,
kepuasan
pelanggan,
kejujuran
dalam
iklan,
kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk
tema produk dilakukan dengan mengkategorikan pengungkapan tema
produk ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (Al-Tuwaijri et al,
2004; Hughes et al, 2001):
1. Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang
tema produk diberi nilai 0.
2. Perusahaan yang melakukan pengungkapan tema produk dalam
bentuk narasi atau bentuk angka-angka atau dalam bentuk satuan
uang/moneter dalam kategori ini diberi nilai 1.
49
e. Lingkungan
Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi
pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan
konversi sumber daya alam.
Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk
tema lingkungan dilakukan dengan mengkategorikan pengungkapan tema
lingkungan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (Al-Tuwaijri et al,
2004; Hughes et al, 2001):
1. Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang
tema lingkungan diberi nilai 0.
2. Perusahaan yang melakukan pengungkapan tema lingkungan
dalam bentuk narasi atau bentuk angka-angka atau dalam bentuk
satuan uang/moneter dalam kategori ini diberi nilai 1.
3.2
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
(listing) di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2010-2012. Berdasarkan data yang
tercatat di BEI, terdapat 156 perusahaan yang listing di BEI .Sampel penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI tahun 2010-2012.
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan
50
kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria sampel yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk tahun 2010-2012
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan lengkap selama tiga tahun
berturut-turut terhitung sejak tahun 2010-2012
3. Perusahaan
yang
mengungkapkan
kegiatan
Corporate
Social
Responsibility (CSR) dalam laporan tahunannya selama periode tahun
2010 –2012.
4. Perusahaan
yang
mengungkapkan
kegiatan
Corporate
Social
Responsibility (CSR) dalam laporan tahunannya selama periode tahun
2010 – 2012 dan memenuhi kriteria normalitas data (tidak termasuk
outlier)
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas yang telah ditentukan oleh peneliti
maka jumlah sampel perusahaan yang dapat dianalisis berjumlah 156 perusahaan.
3.3
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
data laporan tahunan perusahaan periode tahun 2010-2012. Laporan tahunan atau
annual report yang didapat melalui pojok Bursa Efek Indonesia (BEI) Universitas
Diponegoro dan dari website www.idx.co.id.
51
Data penelitian ini meliputi data perusahaan manufaktur yang mencakup
periode 2010-2012 yang dipandang cukup mewakili kondisi-kondisi perusahaan
di Indonesia. Alasan menggunakan data dari Bursa Efek Indonesia adalah karena
bursa tersebut terbesar dan dapat mempresentasikan kondisi bisnis di indonesia.
3.4
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara membuat suatu daftar (checklist) pengungkapan tanggungjawab
sosial. Selain itu juga dengan melakukan studi dokumentasi yang dilakukan
dengan mengumpulkan data sekunder berupa Laporan Tahunan Perusahaan yang
dapat diperoleh melalui Pojok BEI Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro dan
situs BEI yaitu www.idx.co.id
3.5
Metode Analisis
3.5.1
Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan profil data sampel
yang meliputi antara lain mean, median, maksimum, minimum, dan deviasi
standar. Data yang diteliti dikelompokkan menjadi lima yaitu Corporate Social
Responsibility Disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, produk,
lingkungan dan kepemilikan institusional.
52
3.5.2
Pengujian Asumsi Klasik
Dalam penelitian ini digunakan uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik
yang bertujuan untuk menentukan ketepatan model. Uji asumsi klasik yang akan
digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Uji Normalitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
terikat dan variabel bebas, keduanya mempunyai distribusi normal ataukah
tidak. Uji normalitas dilakukan terhadap residu data penelitian dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengujian normalitas data
dilakukan dengan criteria sebagai berikut :
a. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi
residual data penelitian adalah normal
b. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi
residual data penelitian tidak normal
2.
Uji Multikolonieritas
Bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas (independent). Untuk mengetahui ada atau
tidaknya multikolinieritas dalam model regresi dilakukan dengan
menggunakan matriks korelasi antar varaibel independent. Model
dikatakan mengandung masalah multikolinieritas jika terdapat dua
53
variabel independent yang memiliki korelasi yang tinggi, umumnya > 0,90
(Imam Ghozali, 2001 dan Hair, 1995).
3. Uji Heteroskedastisitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Untuk menganalisis terjadinya masalah heteroskedastisitas,
dilakukan dengan menggunakan uji Park dengan kriteria sebagai berikut :
a. Jika nilai signifikansi pengaruh variabel independen terhadap nilai
logaritman natural dari nilai residual yang dikuadratkan adalah > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat
masalah heteroskedastisitas
b. Jika nilai signifikansi pengaruh variabel independen terhadap nilai
logaritman natural dari nilai residual yang dikuadratkan adalah < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi terdapat masalah
heteroskedastisitas
4. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada peroide t-1 (sebelumnya) (Imam Ghozali, 2009). Uji
autokorelasi dapat dilakukan dengan cara uji Run Test. Jika nilai
54
signifikansi lebih dari 5%, maka tidak terjadi autokorelasi pada model
regresi tersebut.
3.5.3
Uji Regresi
Metode regresi berganda ini dikembangkan untuk mengestimasi nilai
variabel dependen (Y) dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen
(X). Adapun persamaan regresinya adalah sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e
Keterangan:
Y
= Institutional Ownership
X1
= Corporate Social Responsibility Disclosure
X2
= Hubungan Karyawan
X3
= Keterlibatan Masyarakat
X4
= Produk
X5
= Lingkungan
α
= Konstanta
β1, β2, …
= Koefisien Regresi
e
= Error
55
1.
Pengujian Hipotesis secara Parsial (Uji t)
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variable
terikat maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang akan diajukan pada
penelitian ini. Metode pengujian terhadap hipotesis dilakukan secara parsial\
dengan menggunakan uji t dengan kriteria sebagai berikut :
a. Jika nilai t hitung > t tabel atau nilai signifikansi < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel
independen terbukti
secara statistic
berpengaruh terhadap variabel dependen
b. Jika nilai t hitung < t tabel atau nilai signifikansi > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel independen tidak terbukti secara statistic
berpengaruh terhadap variabel dependen
2.
Uji Kelayakan Model
Uji ini dilakukan untuk melihat apakah model yang dianalisis memiliki
tingkat kelayakan model yang tinggi yaitu variabel-variabel yang digunakan
model mampu untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis. Untuk menguji
kelayakan model penelitian ini digunakan Uji Anova (uji F) dengan criteria
sebagai berikut :
a. Jika nilai F hitung > F tabel atau nilai signifikansi < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh variabel independen yang diuji merupakan
variabel yang tepat dalam memprediksi variabel dependen
56
b. Jika nilai F hitung < F tabel atau nilai signifikansi > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh variabel independen yang diuji merupakan
variabel yang tidak tepat dalam memprediksi variabel dependen
3.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar kemampuan
model (variabel independe) dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Dimana nilai R2 berkisar antara 0<R2<1, artinya :
a. Jika nilai R2 semakin mendekati nol berarti kemampuan variable
Corporate
Social
Responsibility
Disclosure,
hubungan
karyawan,
keterlibatan masyarakat, produk, dan lingkungan dalam menjelaskan
variasi pada variabel institutional ownership semakin kecil.
b. Jika nilai R2 semakin mendekati satu berarti kemampuan variable
Corporate
Social
Responsibility
Disclosure,
hubungan
karyawan,
keterlibatan masyarakat, produk, dan lingkungan dalam menjelaskan
variasi pada variabel institutional ownership semakin kecil.
Download