BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar Modal adalah salah satu instrumen ekonomi yang berkembang dengan pesat. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor (Suad Husnan, 2004). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Fungsi Pasar Modal yang kedua adalah menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat memilih untuk menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan resiko masing-masing instrumen keuangan. Perekonomian suatu negara akan mempengaruhi tingkat kemakmuran penduduknya. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih baik ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakatnya. Apabila pendapatan tersebut meningkat, namun konsumsi tetap maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana. Kelebihan dana tersebut dapat 1 dimanfaatkan dalam berbagai cara. Salah satunya disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal. Sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut (Brata, 2007). Perubahan atau perkembangan yang terjadi pada berbagai variabel ekonomi suatu negara akan berdampak atau memberikan pengaruh kepada bursa efek. Apabila suatu indikator makro jelek maka akan berdampak buruk bagi perkembangan pasar modal. Begitu juga sebaliknya apabila indikator makro nya bagus maka akan tentu berdampak baik pula bagi bursa efek. Kegiatan investasi adalah kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut (M. Samsul, 2008). Di Pasar Modal, para investor dapat memilih obyek investasi dengan harapan investor akan mendapatkan keuntungan dari investasi yang dilakukannya dan perusahaan penerbit bisa menggalang dana jangka panjang demi kelangsungan hidup perusahaannya. Obyek investasi ini tentu saja memiliki bermacam-macam tingkat pengembalian dan berbagai resiko yang harus dihadapi oleh investor. Objek investasi di Pasar Modal ini berupa surat-surat berharga, misalnya saham dan obligasi. Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan di bursa efek, kebutuhan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada 2 masyarakat pada umumnya dan investor pada khususnya mengenai perkembangan bursa, juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang diperlukan tersebut adalah indeks harga saham sebagai cerminan dari pergerakan harga saham. Indeks saham tersebut secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa. Hari dasar perhitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 emiten. Tahun 2010, jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah mencapai 419 emiten. Seiring dengan perkembangan dan dinamika pasar, IHSG mengalami periode naik dan turun. Salah satu indeks yang sering diperhatikan investor ketika berinvestasi di Bursa Efek Indonesia adalah Indeks Harga Saham Gabungan. Hal ini disebabkan indeks ini berisi atas seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/IHSG). Oleh karena itu melalui pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan, seorang investor dapat melihat kondisi pasar apakah sedang bergairah atau lesu. Perbedaan kondisi pasar ini tentu memerlukan strategi yang berbeda dari investor dalam berinvestasi. Merujuk pada tahun 1997, dimana terjadi krisis moneter yang telah memporak-porandakan perekonomian Indonesia, terjadilah inflasi yang tidak terkendali. Hal ini berdampak terhadap segala bidang atau sektor 3 ekonomi. Menurut Hatta (2008), secara empirik, pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari krisis tahun 1997-1998 yang mengakibatkan terganggunya sektor riil. Krisis ini diawali dari krisis disektor moneter (depresiasi nilai tukar rupiah dengan dollar) yang kemudian merambat kepada semua sektor tanpa kecuali. Tinggi inflasi ketika itu sebesar 77,60% yang diikuti dengan pertumbuhan ekonomi 13,20%. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif hal ini tergantung tentang parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja 4 menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat. Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil). Hal ini akan berpengaruh pada sahamnya di bursa efek. Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. 5 Suku Bunga SBI atau suku bunga Bank Indonesia, merupakan tingkat suku bunga untuk satu tahun yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Patokan ini hanya bersifat rujukan dan bukan merupakan peraturan, sehingga tidak mengikat ataupun memaksa. Jadi para bank boleh saja menaikkan bunga pinjaman kepada orang yang mengajukan kredit dengan alasan SBI naik, namun disisi lain bunga deposito atau tabungan bagi para nasabahnya tidak naik sama sekali. Di Indonesia kebijakan tingkat suku bunga dikendalikan secara langsung oleh Bank Indonesia melalui SBI. SBI merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan SBI sendiri dapat memicu pergerakan di pasar saham Indonesia. Penurunan SBI secara otomatis akan memicu penurunan tingkat suku bunga kredit maupun deposito. Bagi para investor, dengan penurunan tingkat suku bunga deposito, akan mengurangi tingkat keuntungan yang diperoleh bila dana yang mereka miliki diinvestasikan dalam bentuk deposito. Selain itu dengan penurunan suku bunga kredit, biaya modal akan menjadi kecil, ini dapat mempermudah perusahaan untuk memperoleh tambahan dana dengan biaya yang murah untuk meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan produktivitas akan mendorong peningkatan laba, hal ini dapat menjadi daya tarik bagi para investor untuk berinvestasi di pasar modal. 6 Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun dari investor asing, khususnya pada jenis investasi portofolio yang umunya berjangka pendek. Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan investasi yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modal yang mereka peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya investasi dalam suatu jangka waktu tertentu adalah sama dengan nilai dari seluruh investasi yang tingkat pengembalian modalnya adalah lebih besar atau sama dengan tingkat bunga. Apabila tingkat bunga menjadi lebih rendah, lebih banyak usaha yang mempunyai tingkat pengembalian modal yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga. Semakin rendah tingkat bunga yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha yang dapat dilakukan para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha. Dengan tinggi atau rendahnya tingkat suku bunga SBI, akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Hal ini pasti mendorong pergerakan IHSG. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan“. 1.2 Rumusan Masalah 7 Adapun rumusan masalah yang ingin penulis angkat berdasarkan latar belakang diatas adalah: 1. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap IHSG? 2. Bagaimana pengaruh suku bunga SBI terhadap IHSG? 3. Bagaimana pengaruh inflasi dan suku bunga SBI terhadap IHSG secara bersama-sama? 1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi penelitian pada data yang diteliti merupakan data IHSG bulanan, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga SBI periode 2009-2010. 1.4 Tujuan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan tersebut adalah : 1. Untuk mengetahui besar pengaruh yang ditimbulkan oleh inflasi terhadap IHSG di BEI 2. Untuk mengetahui besar pengaruh yang ditimbulkan oleh suku bunga SBI terhadap IHSG di BEI 3. Untuk mengetahui besar pengaruh yang ditimbulkan oleh inflasi dan suku bunga SBI terhadap IHSG di BEI 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan acuan untuk mendalami ilmu tentang inflasi baik pengertian, teori, dan jenis- jenis inflasi dan suku bunga SBI itu sendiri. 8 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih mendalam khususnya yang terkait dengan inflasi, suku bunga SBI dan pergerakan IHSG. 3. Memberikan panduan bagi masyarakat awam yang tertarik untuk berinvestasi di pasar modal. 4. Memberikan sumbangan bagi pihak investor maupun pihak moneter dalam penetapan kebijakan dan keputusan berinvestasi. 5. Bagi akademisi dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian yang sama di masa yang akan datang. 6. Dapat menjadi sumber referensi bagi pihak-pihak terkait. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari : BAB 1 : Pendahuluan Menguraikan mengenai latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah serta pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan dari penelitian ini. BAB 2 : Tinjauan Pustaka Menguraikan mengenai landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, penelitian-penelitian terdahulu yang memperkuat penelitian ini, serta kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis dari penelitian ini. BAB 3 : Metode Penelitian 9 Menguraikan mengenai deskripsi variabel penelitian yang digunakan, penentuan sampel dan populasi data yang akan digunakan. Selain itu bab ini juga berisi akan jenis dan sumber data, metode pengumpulan data yang akan digunakan, serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. BAB 4 : Hasil dan Pembahasan Menguraikan mengenai pembahasan dari deskripsi obyek penelitian dan hasil analisis data. BAB 5 : Penutup Menguraikan mengenai kesimpulan dari penelitian ini, implikasi manajerial dan implikasi teoritis yang timbul akibat penelitian ini, serta saran-saran bagi penelitian di masa yang akan datang. 10