Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap

advertisement
23
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Ikan Balashark
Ikan Balashark atau silver shark mempunyai nama lokal di kalimantan Barat
disebut Ketutung, di Kalimantan Tengah disebut ridik angus dan di Sumatra selatan
(Banyu Asin) disebut Puntung Anyut. Ikan ini bergerak dengan lincah dan dalam
kondisi stres dapat loncat mencapai 2 m. Sirip punggung yang lancip hampir
menyerupai ikan hiu (shark). Sistematik ikan
balashark menurut Saanin (1980)
adalah sebagai berikut :
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub Ordo
: Cyprinidea
Famili
: Cyprinidae
Sub Famili
: Cyprinidae
Genus
: Balantiocheilus
Spesies
: Balantiocheilus melanopterus, Blkr
Bentuk tubuh ikan balashark seperti ikan bandeng atau tawes, yang jantan
mempunyai bentuk tubuh yang ramping. Tubuhnya berwarna silver dan setiap sirip
ada garis berwarna hitam. Ukuran tubuh di alam dapat mencapai 24 inci ( 50 cm),
sedangkan yang dibudidayakan hanya mencapai sekitar 14 inci (35 cm). Ikan
balashark di Kalimantan Barat tepatnya di Sungai Kapuas sekarang sudah jarang
ditemukan atau hampir punah sebaliknya di Musi Banyuasin Palembang Sumatra
Selatan ikan balashark banyak ditemukan tepatnya di danau, rawa dan sungai yang
dipengaruhi oleh pasang surut dan pernah ditemukan di muara sungai. Induk
balashark banyak ditemukan di hulu sungai dan akan memijah di perairan di sekitar
sungai baik danau, hutan, rawa, dan anak sungai. Ikan balashark termasuk ikan
omnivora yang merupakan pemakan cacing dan
alga (pytoplankton dan
zooplankton).
Ikan balashark di alam melakukan pemijahan pada musim penghujan yaitu
pada saat permukaan air naik menggenangi daerah sekitarnya. Induk balashark
24
memijah pada umur ± 3 tahun, dengan panjang standar 22 – 25 cm untuk betina dan
15 – 20 cm untuk jantan, dalam hal ini tergantung pada pakan dan lingkungan.
Perbandingan pemijahan induk jantan dan betina 1 : 1. Pemijahan ikan balashark
masih secara buatan dan dapat dilakukan bila diameter telur mencapai lebih dari 1,0
mm. Untuk merangsang pemijahan dengan penyuntikan 2 kali yaitu hormon ovaprin
dan HCG . Penyuntikan pertama 1/3 dosis yang terdiri dari 0,15 ml ovaprin dan 50 iu
HCG per kg bobot ikan dan dalam waktu 5 jam berikutnya penyuntikan kedua 2/3
dosis yang terdiri 0,35 ml ovaprin dan 250 iu HCG. Setelah 9 – 11 jam ikan yang
disuntik akan ovulasi. Pematangan gonad ditandai dengan perubahan inti telur dari
posisi tengah ke tepi dinding telur dalam hal ini telur siap untuk distriping
(pengurutan) dan siap dibuahi oleh sperma, dalam waktu 13-16 jam setelah
pembuahan maka telur akan menetas dan menjadi larva. Awal mulai makan dari
umur
sekitar 3 hari setelah menetas , yang sebelumnya
sumber makanan dari
kantong kuning telur.
Benih balasahark memiliki bentuk tubuh sudah menyerupai dewasa dan
dibutuhkan waktu sekitar 25 hari . Pada pemeliharaan benih balashark dengan ukuran
lebih dari 1 inci dalam skala laboratorium dengan kondisi air stagnan (tidak mengalir)
mortalitas dapat mencapai lebih dari 50 % selama pemeliharaan 2 – 3 bulan dengan
kepadatan 1-2 ekor/liter. Tingginya mortalitas pada pemeliharaan benih diakarenakan
ikan balashark mudah stres terhadap tingginya fluktuasi lingkungan. (Chumaidi et al
2007).
Salinitas dan Osmoregulasi
Salinitas didefinisikan sebagai konsentrasi total semua ion yang terlarut dalam
air (Boyd, 1982). Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua
karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida telah digantikan
dengan klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi 2003). Salinitas
dinyatakan dalam satuan gram/kg atau promil.
Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air
sebagai media internal maupun eksternal. Perubahan salinitas akan menyebabkan
perubahan tekanan osmotik maupun tekanan ionik air.
25
Sifat osmotik air bergantung pada seluruh ion yang terlarut dalam air tersebut,
dengan semakin besar jumlah ion yang terlarut di dalam air maka osmotik larutan
akan semakin tinggi pula. Pada air laut yang semakin tinggi tingkat salinitas maka
osmotik semakin tinggi. Kandungan air laut ion Na+ (30,61 %) dan (Cl- 55,04 %)
dari total seluruh ion-ion yang terlarut di dalam air laut (Nybakken 1988).
Salinitas (tekanan osmotik) media selain menentukan keseimbangan pengaturan
tekanan osmose cairan tubuh, juga mempunyai pengaruh pada metabolisme, tingkah
laku, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kemampuan reproduksi.
Ikan-ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh)
lebih besar dari tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga garam-garam
dalam tubuh cenderung keluar sedangkan air cenderung masuk ke dalam tubuh. Hal
sebaliknya terjadi pada ikan-ikan laut. Oleh sebab itu dibutuhkan proses pengaturan
tekanan osmotik untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dan
lingkungannya. Proses tersebut dinamakan osmoregulasi (Fujaya 1999). Tekanan
osmotik cairan tubuh ikan atau organisme akuatik lainnya ditentukan oleh tingkat
salinitas media sehingga ikan akan melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui
proses osmoregulasi tersebut.
Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara
cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya.
Pengaturan osmotik itu
dilakukan melalui mekanisme osmoregulasi (Affandi & Tang 2002). Selanjutnya
dikatakan bahwa organisme yang dipelihara pada media buatan mempunyai masalah
karena tekanan osmotik air media hidupnya belum tentu seimbang dengan tekanan
osmotik cairan tubuhnya. Organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotik
dengan cara melakukan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalui regulasi
osmotik.
Sehubungan dengan mekanisme osmoregulasiya, organisme akuaik dibagi
menjadi dua golongan (Nybakken 1988), yaitu :
1. Osmoconformer: adalah organisme yang tidak mempunyai kemampuan untuk
mengatur kandungan garam serta osmolaritas cairan internalnya. Osmoralitas
cairan tubuh selalu berubah mengikuti kondisi osmolaritas medianya.
26
2. Osmoregulator : adalah organisme yang mempunyai mekanisme faali untuk
menjaga kemantapan meillieu interleurnya dengan cara mengatur osmolaritas
cairan tubuhnya (kandungan garam dan air) atau mengatur keseimbangan
konsentrasi osmotik antara cairan intrasel dan cairan ekstrasel.
Organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotiknya, dengan cara
mempertahankan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalaui mekanisme
regulasi osmotik. Regulasi adalah suatu homeostasis dari organisme untuk mengatur
keseimbangan meillieu interleurnya yaitu antara volume air dan konsentrasi elektrolit
yang terlarut dalam air media hidupnya. Tiga pola regulasi yaitu regulasi hipertonik
(hiperosmotik), hipotonik (hipoosmotik) dan isotonik (isoosmotik). Ikan teleostei
(bertulang sejati) air tawar mempunyai cairan yang bersifat hiperosmotik terhadap
lingkunganya, sehingga air cenderung masuk ke dalam tubuh secara difusi melaui
permukaan tubuh yang semipermiabel. Bila hal ini tidak dikendalikan maka
menyebabkan hilangnya garam-garam dalam tubuh dan mengencernya cairan tubuh,
sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong fungsi-fungsi fisiologik secara normal.
Untuk mengatasi keseimbanagn tersebut dengan mengeluarkan air tersebut dengan
berbagai cara. Ginjal akan mempompakan keluar kelebihan air tersebut sebagai air
seni dan menahan garam-garam tubuh. Garam akan hilang bersama air seni (jumlah
sedikit) dan difusi dari tubuh. Kehilangan garam ini dimbangi oleh garam-garam
yang terdapat dalam makanan dan penyerapan aktif melalui insang dari media.
Famili Ciprinidae mempunyai kemampuan yang kuat dalam mengatur
osmoregulasinya pada lingkungan air tawar ataupun salinitas rendah, namun akan
kehilangan kemampuannya pada salinitas tinggi. Pada umumnya organisme akuatik
di laut mempunyai osmolaritas darah (tekanan osmotik cairan internal) berkisar
antara 380 – 450 mosm/kg, sedangkan tekanan osmotik di media luar berkisar antara
800 – 1200 mosm/kg, sehingga air dalam tubuh akan senantiasa berdiffusi keluar
(Boyd 1979). Ikan nila merah merespon tingkat kerja osmotik, pertumbuhan dan
efisiensi pemanfaatan pakan terhadap perubahan tekanan osmotik (salinitas) media
optimum berkisar antara 355,88 – 374,66 mosm/l H2O atau setara dengan salinitas
antara 12,31 – 12,95 ppt (Syakirin 1999).
27
Peran Salinitas pada Sintasan
Sintasan adalah daya hidup untuk bertahan, tumbuh dan berperan dalam
habitatnya. Ikan akan hidup, tumbuh dan berkembangbiak pada habitat atau
lingkungan dalam batas yang dapat ditolerir oleh ikan. Ikan-ikan air tawar
mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan
osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga garam-garam dalam tubuh cenderung
keluar sedangkan air cenderung masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu dibutuhkan
proses pengaturan tekanan osmotik untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion
antara tubuh dan lingkungannya. Proses tersebut dinamakan osmoregulasi (Fujaya
1999). Tekanan osmotik cairan tubuh ikan ditentukan oleh tingkat salinitas media
sehingga ikan akan melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses
osmoregulasi tersebut. Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan
osmotik antara cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya. Apabila pada
salinitas media rendah atau tinggi maka keseimbangan osmotik akan terganggu
menyebabkan ikan stres yang pada akhirnya mengalami kematian. Hasil penelitian
Damayanti (2003) menunjukkan bahwa benih gurame ukuran 0,3 gram yang
dipelihara pada salintas 4 ppt (perlakuan 0, 4, 8 dan 12 ppt) menghasilkan tingkat
kelangsungan hidup yang tertinggi 98,89 % sedangkan pada media air tawar adalah
70 %
Peran Salinitas pada Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran baik bobot, panjang dan organ
dalam waktu tertentu. (Wootton 1995). Sedangkan menurut Watherlay (1972)
pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang, berat maupun volume
sehubungan dengan perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal, faktor internal seperti genetik dan fisiologis misal kesehatan sedangkan
faktor eksternal seperti pakan dan fisika-kimia air (suhu, oksigen terlarut, amonia dan
kesadahan). Salinitas salah satu parameter kimia air dan hubungannya dengan
pertumbuhan akan dijelaskan berikut ini.
28
Apabila salinitas media sama dengan tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau
mendekati isoosmotik maka fungsi sel akan berjalan normal termasuk laju
metabolisme (katabolisme dan anabolisme). Katabolisme merupakan sintesa dan
degradasi protein, lemak, dan karbohidrat dari pakan yang dikonsumsi. Dari proses
katabolisme selanjutnya melalui sederet reaksi lain dalam siklus Kreb yang
berlangsung di dalam mitokondria sel. Melalui fosforilasi aksi didalam sistem
sitochrom merubah ADP menjadi ATP yang kaya akan energi. Sebagian energi akan
dibelanjakan untuk perawatan ikan dan apabila kondisi mendekati isoosmotik maka
energi tersebut bisa dialihkan untuk pertumbuhan.
Apabila salinitas media sama dengan tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau
mendekati isoosmotik maka konsumsi pakan akan meningkat. Makanan yang
dikonsumsi akan mengalami proses pencernakan dan penyerapan. Bagian makanan
yang tidak dapat dicerna akan dibuang sebagai feses. Sedangkan zat makanan yang
diserap akan mengalami proses katabolisme sehingga dapat dihasilkan energi bebas
dan sebagian akan dijadikan bahan untuk menyusun sel-sel baru (pertumbuhan).
Dengan meningkatnya konsumsi pakan maka metabolit dalam darah akan
diambil kembali oleh sel untuk digunakan dalam proses metabolisme, akibatnya
kadar metabolit darah menjadi berkurang. Kondisi ini merupakan sinyal yang akan
ditangkap oleh reseptor yang memonitor kadar metabolik darah dan informasinya
akan sampai ke pusat lapar pada hypothalmus, sehingga menyebabkan munculnya
kembali rasa lapar. Dengan meningkat derajat lapar maka tingkat konsumsi pakan
meningkat dimana pakan merupakan sumber energi guna pertumbuhan, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.
29
Gambar 2. Alternatif alur pengaruh salinitas media terhadap pertumbuhan ikan
(Affandi 2002).
Hasil penelitian Hendaryani (2000) menunjukkan bahwa larva pangasius
jambal umur 3 hari tumbuh media optimal pada salinitas 4 ppt (perlakuan 0, 4, 8 dan
12). Selanjutnya pada salinitas dan perlakuan yang sama benih gurame dengan bobot
0,3 g dan panjang rata 2,3 cm, laju pertumbuhan bobot maksimal sebesar 2,76 %
dan panjang mutlak sebesar 2,47 cm (Damayanti 2003)
Mineral Kalsium
Mineral merupakan komponen dari eksoskeleton dan kofaktor beberapa jenis
enzim, serta berperan dalam osmoregulasi dan aktivitas saraf. Ikan dapat
memanfaatkan mineral terlarut dalam air (Wickins & Lee 2002).
Kebutuhan
kuantitas mineral adalah tidak tetap diantara individu suatu spesies dan kondisi
lingkungan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik kandungan konsentrasi
30
mineral yang terdapat pada air tawar dan air laut. Perbedaan kandungan konsentrasi
ion yang terdapat pada air tawar dan air laut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut
Konsentrasi (ppm)
Air Tawar*
Air Laut#
Ion
ClNa
3-50
18.800
+
2-100
10.770
2-
1-100
2.715
1-70
1.290
4-100
412
0,2-10
380
2-300
-
180
67
-
26
-
8
0,1-3
-
SO4
Mg2+
Ca
2+
+
K
HCO3
Br-
-
H3BO3Sr
2+
Fe2+
Sumber : * = Rump dan Krist (1992) dalam Effendi (2003)
# = Gunter (1977) dalam Soewardi (2006)
Kalsium tidak terdapat dalam bentuk bebas, namun berupa kation yang
bermuatan dua ion positif (Piliang 2005). Kalsium mempunyai peranan penting
dalam pembentukan jaringan tubuh terutama tulang atau eksoskeleton. Hal ini
disebabkan 99% kalsium dalam tubuh terdapat dalam jaringan eksoskeleton atau
tulang. Pengapuran pada kolam budidaya bertujuan untuk menetralkan ion Al, Fe, H,
dan Mn, serta menambah unsur Ca dan Mg ke dalam perairan. Penetral utama dalam
kapur yaitu karbonat (CO32-) yang menghasilkan OH-, sehingga akan merangsang
perombakan bahan organik menjadi dipercepat. Wickins dan Lee (2002)
mengemukakan bahwa adanya kandungan kapur
yang tinggi di perairan dapat
mempengaruhi pertumbuhan ikan. Menurut Wedemeyer (1996) perairan kolam
budidaya intensif sebaiknya memiliki kesadahan pada kisaran 50-200 ppm setara
CaCO3. Jumlah kalsium yang diperlukan tiap ikan berbeda Menurut Grizzie et al.
(1985) dalam Boyd (1990) penambahan kalsium chloride akan meningkatkan
31
konsentrasi kalsium dikolam dari 20 mg/l hingga 40 atau 100 mg CaCO3/l kemudian
meningkatkan kelangsungan hidup larva Stripped bass (Osteochilus hasselti) dari 16
% menjadi 80 % atau lebih. Kelangsungan hidup tertinggi pada pemeliharaan ikan
nilem (Osteochils hasselti) dicapai pada konsentrasi kalsium 61,11 mg CaCO3/l
(Sjafei et al 1998). Pada larva patin nilai pertumbuhan tertinggi pada tingkat
kesadahan 75 mg/l CaCO3 (Nurhidayati 2000).
Dalam osmoregulasi, keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan air media
sangat penting bagi kehidupan hewan air. Fungsi biokimia mineral seperti ion Ca, Na
dan Cl, pada spesies perairan sama dengan hewan daratan. Ion-ion secara aktif
diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan
energetik untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang
mendekati isoosmotik, dengan demikian energi yang disimpan dapat cukup
substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al. 2003).
Glukosa Darah sebagai Indikator Stres
Stres didefinisikan sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat
hewan berusaha mempertahankan homeostasis. Homeostasis adalah keadaan stabil
yang dipertahankan melalui proses aktif yang melawan perubahan. Homeostatis ini
terjadi pada tingkat sel yaitu dengan pengaturan metabolisme sel, pengontrolan
permeabilitas membran sel, pembuangan sisa metabolisme. Respon stres ini dapat
berupa penurunan volume darah, penurunan jumlah leukosit, penurunan glikogen hati
dan peningkatan glukosa darah(Affandi & Tang 2000).
Perubahan lingkungan
(enviromental changes) akibat perubahan salinitas dan kalsium perairan dapat
mengakibatkan stres pada ikan. Bila ikan mengalami stres, ikan tersebut
menanggapinya dengan mengembangkan suatu kondisi homeostatis yang baru
dengan mengubah metabolismenya. Respons terhadap stres ini dikontrol oleh sistem
endokrin melalui pelepasan hormon kortisol (Barton et al. 1980) dan katekolamin
(Woodward 1982). Sandnes dan Wagbo (1991), diacu dalam Marzuqi et al. (1997)
menyatakan bahwa akan terjadi peningkatan metabolisme glukosa pada tubuh yang
dipicu oleh hormon kortisol dan katekolamin tersebut.
32
Menurut Baratawidjaja (2006) bahwa stres akut oleh saraf simpatis akan
melepaskan katekolamin dan merupakan repons mayor sekresi glukokortikoid (GKS)
atau kortisol. Lebih lanjut dikatakan bahwa stres dapat mempengaruhi sistem imum
dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit dan infeksi.
Stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid). Dengan
demikian, stres dapat meningkatkan glukosa darah. Beberapa mekanisme yang
berperan dalam mempertahankan kestabilan glukosa darah adalah glukoneogenesis,
lipolisis, glikogenesis, dan lipogenesis. Homeostatis kadar glukosa dalam darah
dipertahankan oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme yang mengatur kecepatan
konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang disimpan, dan mekanisme yang
mengatur pelepasan kembali dari bentuk simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa
yang masuk ke dalam darah. Oleh karena itu, dengan banyaknya mekanisme yang
berperan dalam mempertahankan homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa
darah menjadi sangat penting bagi kesehatan bahkan kehidupan (Piliang &
Djojosoebagio 2000).
Fisika Kimia Air
Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh nilai parameter fisika kimia
air media tempat hidupnya. Bila kondisi fisika kimia air tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan, maka kelangsungan hidup ikan akan terganggu. Kualitas air dapat
dinyatakan dalam berbagai parameter, yaitu parameter fisika seperti suhu dan
parameter kimia seperti oksigen, amonia, kesadahan dan pH.
Suhu air sangat mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan organisme
perairan (Effendi 2003). Menurut Boyd (1982) bahwa laju biokimia akan meningkat
2 kali lipat setiap peningkatan suhu 100C. Suhu optimal bagi pertumbuhan ikan
berkisar 28-320C.
Nilai pH merupakan logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen. Ikan dapat
hidup baik pada pH 6-9 (Boyd 1991). PH air akan berpengaruh terhadap nafsu makan
ikan dan reaksi kimiawi di dalam air.
33
Stickney (1979) menyatakan bahwa kekurangan oksigen terlarut akan
membahayakan organisme air karena dapat menyebabkan stres, mudah terkena
penyakit dan bahkan kematian. Boyd (1982) menyatakan bahwa kandungan oksigen
terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh ikan. Konsentrasi oksigen yang
dapat mendukung kehidupan organisme dalam perairan adalah mendekati atau diatas
3 ppm (Pescod 1973). Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer.
Kesadahan (hardness) adalah kation logam bivalen (valensi dua), kation-kation
ini dapat bereaksi dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk
endapan atau karat pada peralatan logam. Pada perairan tawar kation bivalen yang
paling berlimpah adalah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium ini
berikatan dengan anion penyusun alkalinitas yaitu bikarbonat dan karbonat.
Kesadahan yang baik untuk menunjang kehidupan organisme perairan berkisar 20150 mg/l CaCO3 equivalen (Stickney 1979). Menurut Effendi (2000) dalam budidaya
ikan parameter kesadahan bisa mencapai hingga 500 mg/L. Alkalinitas merupakan
kemampuan perairan untuk menyangga asam atau kapasitas perairan untuk menerima
proton pada perairan alami, berhubungan dengan
konsentrasi karbonat (CO32-),
bikarbonat (HCO3-) dan hidroksida (OH-) (Effendi 2003).
Amonia merupakan produk hasil metabolisme ikan dan pembusukan senyawa
organik oleh bakteri (Boyd 1982). Kandungan amonia sangat terkait dengan tingkat
oksidasi di dalam air. Kandungan oksigen yang tinggi akan menyebabkan kandungan
amonia menjadi rendah karena dioksidasi menjadi NO3 yang dapat dimanfaatkan oleh
fitoplankton dalam proses fotosintesis. Konsentrasi amonia dalam air sangat
tergantung pada pH, suhu dan salinitas. Jika pH atau suhu meningkat maka
kandungan amonia akan meningkat relatif lebih tinggi daripada kandungan amonium,
serta meningkatkan daya racunnya terhadap ikan. NO2 relatif lebih rendah daripada
NH4+ pada perairan yang bersalinitas dan sadah (Stickney 1979). Toksisitas amonia
meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi NH3 yang relatif
aman untuk ikan adalah di bawah 0,1 mg/l (Effendi 2003).
Download