J. Tek. Ling Edisi Khusus “Hari Bumi” Hal. 101 - 113 Jakarta, April 2012 ISSN 1441-318X PENGEMBANGAN PEMANENAN AIR HUJAN DAN SUMUR RESAPAN DI DAERAH DEPOK, JAWA BARAT R. Haryoto Indriatmoko dan Satmoko Yudo Peneliti pada Pusat Teknologi Lingkungan, TPSA, BPPT Abstrak Perubahan penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di segala bidang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air tanah. Yang paling cepat dirasakan dari perubahan penggunaan lahan adalah pada saat hujan, banjir lokal dan banjir akan terjadi lebih cepat dari biasanya. Untuk jangka panjang, cadangan air tanah akan berkurang, hal ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah air hujan yang dapat menyusup ke dalam tanah, sedangkan pengambilan air tanah sulit terbatas. Untuk mengatasi kekurangan daerah resapan air, sebagai hasil dari daerah penyerapan berkurang, harus ada terobosan untuk mengembalikan daerah tangkapan air dengan menerapkan metode yang disebut pemanenan air hujan dan tabungan air hujan untuk menyimpan air dan sisanya melalui peresapan buatan. Dari desain telah diterapkan di SMA Negeri IV Depok yang mempunyai volume 10m3 air bersih dipanen dan laju air hujan adalah 2 mm perminute menyusup ke dalam tanah. Salah satu peresapan buatan yang dibangun di Depok dapat mengisi air hujan sebanyak 425 liter dalam 2 jam. Kata kunci: peresapan buatan, pemanenan air hujan, air tanah, genanganlokal, banjir Abstract Changes in land use to meet development needs in all areas cause a reduction in groundwater recharge area. The most quickly felt of land use change is when it rains, local inundation and flooding will take place more quickly than usual. For the long term, ground water reserves will be reduced, this is caused by a reduced number of rain water that can infiltrate into the ground, whereas groundwater uptake is difficult restricted. To overcome the shortage of water catchment areas, as a result of reduced absorption region, there must be a breakthrough to restore the catchment area by applying a method called harvesting and saving, that is rain water harvesting and saving the rest through artificial recharge. From the design has been applied in National High School IV Depok that 10m3 clean water is harvested and the rain water rate is 2 mm perminute infiltrated into the ground. One of artificial recharge that have built in Depok can fill rain water as much as 425 liters in 2 hours. Key words : artificial recharge, rain water harvesting, groundwater, local inundation, flood Pengembangan Pemanenan Air Hujan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 101 - 113 101 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan penggunaan lahan dari suatu kawasan yang belum terbangun menjadi kawasan terbangun akan menyebabkan berkurangnya kawasan terbuka. Perubahan ini telah nyata memberikan dampak terhadap berkurangnya zone penyerapan alami, akibatnya jika hujan turun maka air hujan akan dengan cepat berubah menjadi limpasan. Air hujan yang seharusnya mendapat kesempatan untuk meresap secara alami kedalam tanah, hilang atau berkurang karena menjadi limpasan (1). Untuk alasan ini, maka diperlukan suatu usaha meresapkan air hujan ke dalam tanah secara aktif (injeksi) dan pasif (resapan). Upaya meresapkan air ke dalam tanah ini bukan tanpa alasan air hujan kedalam tanah ini bukanlah tanpa alasan, kita patut bangga bahwa Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah mengeluarkan SK Gubernur No 68/2005 tentang kewajiban pembuatan sumur resapan di Propinsi DKI Jakarta. Keputusan ini bersifat wajib bagi penanggung jawab bangunan. Yang dimaksud dengan penanggung jawab bangunan tersebut adalah pemilik/penyewa bangunan baik perorangan maupun badan hukum yang diberi hak atau kuasa untuk menempati atau mengelola bangunan tersebut (2). Sumur resapan adalah sistem resapan buatan berbentuk sumur dengan dilengkapi zone resapan, dengan sumber air hujan sebagai sumber air resapan. Air hujan yang jatuh di atas atap dialirkan melalui talang bangunan yang dilengkapi dengan saluran air beripa pipa air kemudian dimasukkan ke dalam sumur resapan. Secara alami air yang berada dalam sumur resapan akan meresap kedalam tanah melalui zone resapan air hujan akan masuk kedalam sistem akuifer air tanah. Proses meresapkan air hujan dengan sumur resapan disebut juga sebagai pengisian air tanah buatan. 102 Proses resapan air tanah secara alami terjadi pada daerah-daerah yang porus misalnya tegalan, tanah lapangan, permukaan tanah yang terbuka, hutan, halaman rumah yang tidak tertutup dan lainnya. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah pada awalnya akan membasahi tanah, bangunan, tumbuh-tumbuhan dan batuan. Ketika air hujan tersebut jatuh pada daerah yang berpori maka akan meresap ke dalam tanah sebagai air infiltrasi, air tersebut semakin lama akan meresap lebih dalam lagi sampai memasuki daerah akuifer dan akhirnya menjadi air tanah. Belajar dari kondisi masa kini dimana wilayah resapan air semakin berkurang, serta keinginan untuk melestarikan lingkungan maka dipandang perlu untuk mulai membangun prasarana untuk menampung air hujan dan meresapkan air hujan melalui sumur resapan. Kegiatan ini sekaligus untuk mensukseskan program Pemerintah DKI sebagaimana yang telah diatur dalam SK Gub DKI Jakarta 68/2005 tersebut. Perlu digalakkan pembangunan sumur resapan sebagai salah satu sarana dan upaya melakukan konservasi air tanah (2). 1.2. Tujuan dan Sasaran Tujuan kegiatan ini adalah: 1). Untuk mengurangi limpasan air permukaan dan restorasi sumber daya air tanah melalui sumur resapan buatan, 2). Mengembalikan zone infiltrasi dan perkolasi yang hilang karena kepentingan pembangunan melalui sumur resapan, 3). Melakukan sosialisasi cara pemanenan air hujan dengan contoh bangunan sumur resapan di sekolah sebagai salah satu sarana pendidikan terhadap siswa. Sedangkan sasaran kegiatan ini adalah: 1. Wilayah dengan pemukiman padat, dimana air hujan tidak atau kurang mendapat kesempatan meresap. 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan cara sosialisasi yang efisien melalui siswa. 3. Efisiensi penggunaan air tanah, Indriatmoko, R.H dan S. Yudo, 2012 dengan cara mengolah dan memanfaatkan air hujan sebagai sumber air. 2. METODOLOGI inilah di wilayah ini diperlukan adanya bangunan penampung air hujan dan sumur resapan (Gambar 5) 2.1. Lokasi Kegiatan Lokasi dipilih sekolah dengan kriteria terpilih serta adanya kesediaan untuk memelihara dan memanfaatkan hasil olahan air hujan untuk menghemat penggunaan air tanah. Sekolah tersebut merupakan daerah resapan yang baik dan bukan merupakan daerah banjir, serta kedalaman muka air tanahnya cukup dalam, sehingga memungkinkan untuk dibuat sumur resapan. Salah satu sekolah yang dipilih adalah SMA Negeri 4 di Depok. Adapun penentuan lokasi penempatan sumur resapan didasarkan atas antara lain : 1. Dilingkungan yang padat penduduk, 2. Sistem pengelolaan sekolah yang relatif baik, 3. Mempunyai sistem kurikulum yang menunjang pelestarian lingkungan, 4. Adanya kebutuhan dibangunnya sumur resapan, 5. Adanya Surat Permintaan dari Pihak Sekolah. SMA Negeri 4 Depok merupakan sebuah sekolah yang sudah berdiri sejak tahun 1993. Sekolah ini menempati lahan seluas 9.000 m2 dengan luas bangunan kurang lebih 4.500 m2 terdiri dari bangunan sekolah, Masdjid, koperasi, kantin dan bangunan penjaga sekolah. Lahan hijau disekolah ini kira-kira 35% dari luas lahan yang ada, terdiri dari bangunan pertamanan, trotoar dang lapangan olah raga, sedangkan 15% dari sisanya digunakan untuk bangunan lapangan basket. SMAN 4 ini dibangun di wilayah pemukiman padat dan berada di sekitar komplek industri kecil peternakan ayam. Akibat lokasinya yang cukup padat ini maka pada waktu hujan turun cukup deras maka air hujan banyak yang mengalir ke halaman sekolah, sehingga dengan kondisi semacam Gambar 1. Lokasi SMA Negeri 4 Depok untuk pemasangan penampung air hujan dan sumur resapan. 2.2. Disain dan Perencanaan Air hujan merupakan anugerah Yang Maka Kuasa yang tidak ternilai, sebagai sumber air bagi setiap makhluk hidup. Ketika hujan turun maka wilayah yang kering menjadi basah, sungai segera dialiri air dan mata air yang mulai menyusut akan mengalir air kembali, muka air tanah meningkat, bahkan sungai yang tadinya sangat kotor dan banyak sampahnya menjadi bersih tersapu oleh aliran air. Dengan bertitik tolak dari pandangan bahwa hujan adalah anugerah Ilahi, maka pemanfaatan air hujan merupakan upaya praktis yang paling mudah dapat dilakukan untuk mendapatkan air bersih dan sekaligus mengurangi laju aliran permukaan pada saat hujan lebat. Air hujan yang jatuh di atas atap rumah ditampung ke dalam bak penampung, namun jika air dalam bak penampung tersebut penuh maka air hujan diresapkan ke dalam tanah melalui sumur resapan dengan memanfaatkan kapasitas infiltrasi tanah. Air hujan dalam bak penampung dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih.. Jika air hujan meresap kedalam tanah maka air tersebut akan bermanfaat baik bagi tanaman, maupun sebagai sumber air Pengembangan Pemanenan Air Hujan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 101 - 113 103 tanah. Jika laju infiltrasi pada suatu area resapan tinggi, maka air hujan yang akan menjadi runoff/limpasan di atas permukaan tanah menjadi sedikit, hal ini juga akan dapat bermanfaat terhadap pengurangan erosi. Menurut Arsyad (2006), infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, yang pada umumnya melalui permukaan tanah dan secara vertikal. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi. Istilah perkolasi dalam digunakan, untuk menunjukkan perkolasi air jauh ke bawah daerah perakaran tanaman yang normal (3). Laju infiltrasi adalah banyaknya air persatuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Laju infiltrasi biasanya dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Pada saat tanah masih kering, laju infiltrasi tinggi, akan tetapi setelah tanah menjadi jenuh, maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada suatu saat dinamai kapasitas infiltrasi tanah. Pergerakan air ke tanah melalui infiltrasi bisa dibatasi oleh hambatan terhadap aliran dari air melalui profil tanah. Walaupun hambatan ini sering terjadi di permukaan tanah, namun di beberapa tempat aliran air dalam profil tanah berada pada kisaran rendah. Kecepatan infiltrasi sangat berkaitan dengan karakter fisik tanah dan penutupan permukaan tanah, sedangkan faktor dari luar meliputi kelembaban tanah, suhu dan intensitas curah. Ada dua parameter penting berkaitan dengan infiltrasi yaitu laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi (f) menurut Sinukaban adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah pada waktu tertentu. Laju infiltrasi dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Pada saat tanah kering laju infiltrasi tinggi, setelah tanah menjadi jenuh air maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Parameter infiltrasi lainnya adalah kapasitas infiltrasi (fp), didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk menyerap 104 air infiltrasi pada suatu waktu tertentu. Infiltrasi dibatasi oleh karakteristik tanah dan ketersediaan air (R) untuk infiltrasi, bila ketersediaan air R< fp maka f=R; f<fp dan jika R>fp maka f=fp; R>f. Sri Harto (1993) mengilustrasikan keterkaitan antara infiltrasi dengan perkolasi dalam suatu sketsa hubungan antara infiltrasi dan perkolasi pada suatu profil tanah pada Gambar 2. Pada kondisi antara laju infiltrasi dan perkolasi yang tidak seimbang. Kondisi semacam ini sama-sama tidak menguntungkan terutama untuk masuknya air sebagai sumber air tanah. Gambar 2.a. profil tanah lapisan atas mempunyai laju infiltrasi kecil tapi lapisan bawah mempunyai laju perkolasi tinggi, sebaliknya pada gambar 2.b. lapisan atas dengan laju infiltrasi tinggi sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah rendah. Pada Gambar 2.a., meski laju perkolasi tinggi tapi laju infiltrasi yang memberikan masukan air terbatas. Dalam keadaan seimbang kedua kenyataan ini ditentukan oleh laju infiltrasi. Sebaliknya pada Gambar 2.b. laju perkolasi yang rendah menentukan keadaan seluruhnya. Dalam kenyataannya, proses yang terjadi tidak sesederhana itu, karena adanya kemungkinan aliran antara (4). (a) (b) Gambar 2. Skema infiltrasi dan perkolasi pada dua lapisan tanah. a. Infiltrasi kecil & perkolasi besar b. Infiltrasi besar dan perkolasi kecil. (4) Infiltrasi air hujan ke dalam tanah yang pada mulanya dalam keadaan tanah tidak jenuh, terjadi dibawah pengaruh sedotan matriks dan gaya gravitasi. Jika infiltrasi Indriatmoko, R.H dan S. Yudo, 2012 terus terjadi, maka semakin banyak air infiltrasi yang masuk tanah dan lebih dalam profil tanah yang basah, maka sedotan matriks akan berkurang. Berkurangnya sedotan matrik disebabkan karena dengan semakin jauhnya jarak antara bagian tanah yang kering dan yang basah. Jika proses infiltrasi terus berjalan dan seluruh lapisan tanah menjadi basah, maka sedotan matrik menjadi dapat diabaikan, sehingga gerakan air ke bawah di dalam profil tanah hanya disebabkan oleh gaya gravitasi. Kejadian inilah yang menjelaskan mengapa laju infiltrasi air ke dalam tanah akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya waktu (lamanya) hujan. Ilustrasi keadaan tersebut dapat dijelaskan seperti yang terlihat dalam Gambar 3. Gambar 3. Laju infiltrasi sebagai fungsi waktu pada kondisi tanah basah dan kering (1) Untuk membangun suatu sumur resapan agar dapat memberikan kontribusi yang optimum diperlukan metoda perhitungan sebagai berikut (6). 1.Menghitung debit masuk sebagai fungsi karakteristik luas atap bangunan dengan formula rasional (Q=CIA, Q=debit masuk, C=Koefisien Aliran(jenis atap), I=Intensitas Hujan, A=Luas atap). 2.Menghitung kedalaman sumur optimum, yang diformulakan sebagai berukut (12): Keterangan: H = Kedalaman air (m), Q = Debit masuk (m3/dt), F = Faktor geometrik (m), K = Permeabilitas tanah (m/dt), R = Radius sumur (m), T = Durasi aliran (dt), 3. Evaluasi jenis fungsi dan pola letak sumur pada jarak saling pengaruh guna menentukan kedalaman terkoreksi dengan menggunakan multi well system. 4.Jika membuat sumur resapan dengan bentuk yang berbeda seperti di atas, maka dapat menggunakan perhitungan rumus seperti pad Tabel 1. Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan sumur resapan adalah: 1. Sumur resapan mempunyai manfaat untuk menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah. 2.Sumur resapan dapat menambah jumlah air yang masuk kedalam tanah sehingga dapat menjaga kesetimbangan hidrologi air tanah sehingga dapat mencegah intrusi air laut. 3.M e r e d u k s i d i m e n s i j a r i n g a n drainase. 4. M e n u r u n k a n k o n s e n t r a s i pencemaran air tanah. 5.Mempertahankan tinggi muka air tanah. 6. Sumur resapan mempunyai manfaat untuk mengurangi limpasan permukaan sehingga dapat mencegah banjir. 7.Mencegah terjadinya penurunan tanah. 8. Melestarikan teknologi tradisionil Beberapa langkah yang dilakukan untuk mengaplikasikan teknik penangkapan air hujan dan sumur resapan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan survai untuk menentukan lokasi percontohan. 2.Lokasi percontohan dipilih adalah lokasi sekolah, yang mempunyai atap luas, tidak banyak terganggu pepohonan, Pengembangan Pemanenan Air Hujan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 101 - 113 105 2.2. lokasinya baik untuk wilayah resapan dan curah hujannya memadai, serta bersedia untuk dijadikan lokasi percontohan. 3.P e r s i a p a n a d m i n i s t r a s i d a n pembangunan fisik 4.P e m b u a t a n t a l a n g u n t u k menangkap/ mengumpulkan air hujan. 5.Pembuatan tempat penampungan air hujan (PAH) dan Sumur Resapan. 6.P e m a s a n g a n I n s t a l a s i u n t u k pemanfaatan air hujan, termasuk pompa dan saringannya. 7. Perapihan Lahan. 8. Pengujian sumur resapan. Disain dan Perencanaan Lokasi dipilih sekolah dengan kriteria terpilih serta adanya kesediaan untuk memelihara dan memanfaatkan hasil olahan air hujan untuk menghemat penggunaan air tanah. Sekolah tersebut merupakan daerah resapan yang baik dan bukan merupakan daerah banjir, serta kedalaman muka air tanahnya cukup dalam, sehingga memungkinkan untuk dibuat sumur resapan. Salah satu sekolah yang dipilih adalah SMA Negeri 4 di Depok. Adapun penentuan lokasi penempatan sumur Tabel 1. Tabel faktor geometrik sumur resapan KONDISI 106 F (M) REFERENSI 4πR Samsioe (1931) Dachler (1936) Aravin (1965) 2πR Samsioe (1931) Dachler (1936) Aravin (1965) 4R Forcheimer (1930) Dachler (1936) Aravin (1965) 2πL ----------ln[L/R+√((l/r)2+1)] Dachler (1936) Indriatmoko, R.H dan S. Yudo, 2012 resapan didasarkan atas antara lain : 1. Dilingkungan yang padat penduduk, 2.Sistem pengelolaan sekolah yang relatif baik, 3. Mempunyai sistem kurikulum yang menunjang pelestarian lingkungan, 4.Adanya kebutuhan dibangunnya sumur resapan, 5. Adanya Surat Permintaan dari Pihak Sekolah. SMA Negeri 4 Depok merupakan sebuah sekolah yang sudah berdiri sejak tahun 1993. Sekolah ini menempati lahan seluas 9.000 m2 dengan luas bangunan kurang lebih 4.500 m2 terdiri dari bangunan sekolah, Masdjid, koperasi, kantin dan bangunan penjaga sekolah. Lahan hijau disekolah ini kira-kira 35% dari luas lahan yang ada, terdiri dari bangunan pertamanan, trotoar dang lapangan olah raga, sedangkan 15% dari sisanya digunakan untuk bangunan lapangan basket. SMAN 4 ini dibangun di wilayah pemukiman padat dan berada di sekitar komplek industri kecil peternakan ayam. Akibat lokasinya yang cukup padat ini maka pada waktu hujan turun cukup deras maka air hujan banyak yang mengalir ke halaman sekolah, sehingga dengan kondisi semacam inilah di wilayah ini diperlukan adanya bangunan penampung air hujan dan sumur resapan (Gambar 5). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penerapan Sistem Pemanenan Air Hujan Di Indonesia Dan Dunia Indonesia adalah daerah tropis yang cukup tinggi curah hujannya, bahkan di dunia, Indonesia termasuk dalam 5 negara yang terbanyak potensi air tawarnya. Namun demikian potensi yang besar sering menjadi masalah di banyak tempat, luapan air dari sungai sering menimbulkan banjir, hujan yang lebat menimbulkan tanah longsor dan genangan air akibat saluran tidak mampu menampung air hujan. Makoto Murase, bersama Kelompok Raindrops, dalam Air Hujan dan Kita, menyampaikan 100 cara untuk memanfaatkan air hujan, yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jepang (117) dan masyarakat dunia (7), negara yang pernah dikunjungi antara lain Bostwana, Kenya, Hawaii dan Tanzania. Tujuan Kelompok Raindrops adalah mengubah struktur kota di Jepang saat ini menjadi suatu tempat warga kota dapat hidup selaras dengan hujan (5). Pada tanggal 1-6 Agustus 1994, Tokyo Internasional Rainwater Utilization Conference mengadakan Konfenrensi dengan tema Rainwater Utilization Saves the Earth – Form a Friendship with Raindrops in Cities. Diperkirakan bahwa pada pertengahan abad 21, enam puluh persen (60%) penduduk dunia akan terkonsentrasi di perkotaan. Konferensi ini mencoba menyatukan kearifan dunia dalam pemanfaatan air hujan dan berpegangan tangan mencari cara untuk mengamankan bumi dengan air hujan. Di musim panas 1994, Jepang menderita kekurangan air serius, sehingga konferensi ini menerima banyak publikasi di media dan peserta konferensi mencapai hampir 8.000 orang dari seluruh wilayah Jepang. Dari luar negeri, ada 26 peserta yang aktif mempromosikan pemanfaatan air hujan di negara mereka, warga negara, wakil organisasi kemasyarakatan, pegawai pemerintah lokal, peneliti dan ilmuwan dari Botswana, Kenya, Tanzania, China, Indonesia, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Denmark, Perancis, Jerman, Netherlands dan Amerika Serikat. Mereka dengan sungguh-sungguh berdiskusi mencari jalan untuk untuk menyelaraskan hujan dengan rencana pembangunan kota. Sebagai hasilnya, lima poin berikut ditetapkan: 1. Penduduk di Asia, Amerika Latin dan Afrika akan terus memadati kota besar dan sebagai hasilnya, kota akan menghadapi masalah “Kekeringan Kota dan Banjir Kota” seperti yang dihadapi Tokyo sekarang; Pengembangan Pemanenan Air Hujan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 101 - 113 107 2. Pelajaran bahwa Tokyo telah belajar sepenuhnya menolak hujan dan membuang air hujan ke got, dan kearifan baru Tokyo dalam teknik pemanfaatan air hujan tidak diragukan akan mengatasi “Kekeringan Kota dan Banjir Kota” 3. Pemanfaatan air hujan adalah tanggung jawab internasional bersama yang mem-pertimbangkan pembangunan berkelanjutan kota-kota; 4.Pemanfaatan air hujan secara langsung dihubungkan dengan polusi udara dan hujan asam; 5. Menciptakan budaya air hujan baru di mana kota dapat hidup dengan lebih harmonis dimana hujan diperlukan. 3.2. Konsep Kombinasi Pemanenan Air Hujan Dan Sumur Resapan Desain kombinasi pemanenan air hujan dan sumur resapan, ditujukan untuk menangkap air hujan yang jatuh pada atap bangunan agar tidak menjadi aliran permukaan (run off) pada saat hujan dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan mandi, cuci dan kakus (MCK), jika hujan berlebih air dari kolam pemanenan akan mengalir ke sumur resapan dan meresap kedalam tanah (Gambar 4). Prov. DKI Jakarta sudah menetapkan rancangan desain volume sumur resapan yang didasarkan atas luas bangunan (6), sehingga masyarakat yang hendak menerapkan sumur resapan di seputar tempat tinggal dapat menyesuaikan dengan luas atas yang dimiliki (lihat Tabel 2.) Pemanenan air hujan akan mampu menahan air dalam jumlah besar dan sangat siknifikan dalam mengurangi jumlah aliran permukaan. Jika dilakukan dalam jumlah besar dan missal dapat mengurangi banjir atau genangan pada suatu wilayah. Pemanenan air hujan juga mengantisipasi limpasan air pada wilayah-wilayah yang sangat lambat dalam peresapan atau pada tempat-tempat yang mempunyai air permukaan yang tinggi, disamping itu 108 air hasil tangkapan sangat bermanfaat untuk keperluan sehari-hari, mengurangi ketergantungan pada air tanah dan PAM. Air yang tidak tertampung dalam bak pemanenan akan diresapkan pada sumur resapan biasa, dengan volume yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan, namun jika hujan sangat lebat dan sumur resapan penuh, air bisa meluap kesaluran melalui pipa pembuangan. Kondisi ini jarang terjadi, karena penampungan cukup besar, yaitu 10 m3 sampai 12 m3 sehingga air yang tersisa cukup untuk diresapkan dalam sumur resapan. Hasil pengamatan dilapangan pada curah hujan cukup besar, kira-kira pada intensitas 60 mm/jam dengan lama hujan 2 jam maka, penampungan penuh dalam tiga hari hujan. Jika air digunakan untuk keperluan sekolah sehari-hari, cukup memadai terutama untuk siram tanaman, MCK dan keperluan pembersihan sekolah ketika musim hujan. Namun air hujan ini bisa juga digunakan untuk keperluan pencucian kendaraan, terutama pada saat musim hujan. Diharapkan pembuatan Penampungan Air Hujan ini dapat memberi gambaran kepada siswa melalui sosialisasi pelajaran sekolah, bahwa air hujan dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari, mengubah wacana bahwa air hujan itu sebagai rahmat Tuhan yang harus disyukuri dan memberi manfaat, tidak hanya sebagai penyebab banjir. 3.3. Pelaksanaan Pembangunan Alat Pembangunan diawali dengan penggalian lubang sumur resapan dan penampungan air hujan. Sumur resapan digunakan untuk meresapkan sumur yang berasal dari atap bangunan dan juga meresapkan air yang berasal dari limpasan penampungan air setelah penuh. Kedalaman lubang sumur resapan sekitar 3 meter, dengan kontruksi terbuat dari bis beton, sepanjang 2,5 meter dan resapan sekitar 0,5 meter. Bidang resapan terletak dibagian dasar, tanpa bis beton, Indriatmoko, R.H dan S. Yudo, 2012 agar bis beton di atasnya tidak melorot diberi penyangga batubata. Bidang resapan diisi dengan kerikil dan ijuk, sebagai penyaring agar tidak terjadi kebuntuan (Gambar 6). Penampungan Air Hujan (PAH) atau bak pemanenan air hujan ini didesain dengan volume 10 s.d. 12 m3, dilengkapi dengan sistem penyaringan yang berupa saringan pasir dan kerikil dan flotasi. Sistem penyaringan ini diharapkan mampu menyaring daun-daun, debu atau pasir yang jatuh di atap genting, sehingga tidak masuk kedalam PAH. Jika hujan yang jatuh cukup lebat, maka PAH sudah penuh, airnya akan mengalir kedalam sumur resapan (Gambar 7). PAH kontruksinya terbuat dari beton, bentuk kotak, panjang 500 cm, dalam 235 cm dan lebar 110 cm dilengkapi dengan pompa dan filter untuk pemanfaatan air yang telah ditampung (Gambar 8). Air yang sudah tertampung kedalam tangki PAH dapat dimanfaatkan sebagai air bersih yang dapat digunakan untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK) (Gambar 9). Untuk itu dilengkapi dengan pompa sedot, filter dan kontrol panel. Filter digunakan untuk menyaring air dari kotoran dan bau (Gambar 10). Kontrol panel berfungsi untuk mengatur jalannya pompa, memberikan tanda kepada operator apakah dalam tangki PAH ada air atau kosong. Indikasi adanya air dalam tangki PAH ditandai dengan lampu yang menyala hijau. 3.4. Pengujian Sumur Resapan Pengujian sumur dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan sumur resapan memasukan air dalam satuan waktu tertentu dan mengetahui kemampuan tanah dalam meresapkan air. Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu cara langsung dan tidak langsung. Pengujian langsung dengan cara memasukkan air PDAM dengan mobil tangki ke dalam sumur resapan (Gambar 11). Ketinggian posisi awal air diukur, kemudian secara berkala dengan selang waktu 5 menit diukur besarnya penurunan air di dalam sumur resapan. Pengukuran dilakukan sampai air di dalam sumur resapan habis. Dengan menggunakan peralatan yang dinamakan “ring infiltrator”. Alat yang digunakan untuk Tabel 2. Volume sumur resapan pada kondisi tanah permeabilitas rendah (2) NO LUAS KAVLING (M2) VOLUME RESAPAN ADA SALURAN DRAINASE SEBAGAI PELIMPAHAN = V1 (M3) VOLUME SUMUR RESAPAN TANPA ADA SALURAN DRAINASE SEBAGAI PELIMPAHAN =V2 (M3) 2,1 - 4 1. 50 1,3 - 2,1 2. 100 2,6 - 4,1 4,1 - 7,9 3. 150 3,9 - 6,2 6,2 - 11,9 4. 200 5,2 - 8,2 8,2 - 15,8 5. 300 7,8 - 12,3 12,3 - 23,4 6. 400 10,4 - 16,4 16,4 - 31,6 7. 500 13 - 20,5 20,5 - 39,6 8. 600 15,6 - 24,6 24,6 - 47,4 9. 700 18,2 - 28,7 28,7 - 55,3 10. 800 20,8 - 32,8 32,8 - 63,2 11. 900 23,4 - 36,8 36,8 - 71,1 12. 1.000 26 - 41 41 - 79 Pengembangan Pemanenan Air Hujan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 101 - 113 109 Gambar 4. Kombinasi pemanenan air hujan dan sumur resapan. Gambar 7. Kegiatan pembangunan bak pemanenan dan sumur resapan Gambar 8. Bak penyaring, bak penampungan air hujan Gambar 5. Lokasi kegiatan di SMA N 4 Depok Gambar 9. Air produk digunakan untuk siram tanaman dan cuci-cuci Gambar 6. Pemasangan sumur resapan 110 Gambar 10. Filter air dari bak penampungan air hujan Indriatmoko, R.H dan S. Yudo, 2012 mengukur infiltrasi adalah sebagai berikut: Ring Infiltrometer sebanyak dua buah dengan dimensi diameter ring besar 60 cm dan ring kecil 20 cm. Tinggi ring adalah 25 cm. 1. Alat ukur panjang dengan ketelitian sampai 0,1 mm. 2. Kayu Balok, Pemukul. 3.Stopwatch. 4. Ember berisi air untuk diisikan di dalam ring infiltrometer. 5. A l a t t u l i s u n t u k m e n c a t a t d a n perlengkapan dokumentasi. Gambar 11. Pengujian memasukkan air PAM ke bak penampungan air hujan Cara pengukuran infiltrasi dilakukan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Pemilihan lokasi pengukuran meliputi kesesuaian lokasi, tujuan pengukuran, aksesibilitas (mudah/sukarnya untuk di jangkau) dan kondisi yang mewakili lokasi. 2. Pasang kedua ring dengan kedalaman 10 cm dengan cara memukul /atau menancapkan ring kedalam tanah. Untuk melingdungi ring dari kerusakan pemukulan maka kedua ring di alasi dengan kayu balok. 3. Setelah ring terpasang rapikan dengan kedudukan vertikal. 4. Pastikan bahwa kedua ring tertancap dengan baik dan dan tidak ada kebocoran air antar kedua ring. 5. Pasang alat ukur ketinggian air. 6. Isi dengan air sampai kedalaman yang 7. 8. 9. telah ditentukan terlebih dahulu. Ini dimaksudkan agar dapat diukur waktu pengukuran (start) dengan tepat. Untuk diperhatikan bahwa setelah air diisikan didalam kedua ring, maka tidak terjadi kebocoran antar ring dan air dari ring luar tidak bocor keluar dari ring luar. Catat dengan interval waktu tertentu, ukur posisi muka air dengan alat ukur ketinggian. Interval waktu untuk setiap pengukuran dicatat setiap 5 menit. Lakukan analisa dengan menggunakan data hasil pengukuran tersebut untuk mengetahui laju peresapan air disetiapsumur resapan dan atau lahan disekitar sumur resapan. Hasil Pengujian di SMAN 4 Depok, a d a l a h s e b a g a i b e r i k u t : Vo l u m e Penampungan Air Hujan (PAH) adalah 10 m3, dapat penuh dalam waktu 1 – 2 kali hujan dengan intensitas sedang (15 – 20 mm/jam), Pompa Air untuk pemanfaatan air PAH mempunyai kasistas 25 – 30 liter/menit, air dapat digunakan untuk keperluan MCK dan siram-siram tanaman. Hasil pengujian peresapan menunjukkan kemampuan inlfiltrasi sumur resapan adalah tertinggi sekitar 12 mm/menit dan rekatif stabil (steady) pada menit ke 140 (2 mm/menit). Satu Sumur Resapan mampu meresapkan air 450 liter dalam waktu 140 menit. Gambar 12. Alat ukur infiltometer sederhana yang digunakan untuk mengukur laju peresapan, pada tanah di sekitar sumur resapan. Data pengukuran infiltrasi tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan informasi tentang laju infiltrasi dalam ring-infiltrometer dan sumur resapan. Pengolahan data dilakukan dengan tahap sebagai berikut: Pengembangan Pemanenan Air Hujan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 101 - 113 111 1. Catat data penurunan muka air pada setiap waktu interval 5 (lima) menit. 2. Buat grafik hubungan antara komulatif dari waktu pengukuran (menit) dengan komulatif penurunan muka air (cm atau mm). Akumulasi infiltrasi adalah total jumlah air yang masuk kedalam tanah pada selang waktu tertentu. Rumus dari akumulasi infiltrasi adalah: F =k t n 3. Dengan menggunakan Software Microsoft Excel lakukan analisis trendline untuk mendapatkan rumus persamaan dan koefisien regresinya dengan menggunakan tool Trend / Regression Type dan sajikan rumus persamaam dan koefisien regresinya kedalam grafik. 4. Untuk menghitung besarnya laju infiltrasi maka persamaan laju infiltrasi dideferensialkan, sehingga rumus persamaan menjadi I = dF/dt = knt n-1. 5. Rumus laju infiltrasi yang sudah didapat dari deferensial dari dF/dt digunakan membuat tabel hubungan antara kumulatif waktu (t) dengan I. 6. Buat grafik hubungan antara t dengan I, kemudian tarik garis laju infiltrasi pada garis konstan untuk mendapatkan besarnya laju infiltrasi pada percobaan menggunakan ring infiltrometer (mm/ menit) atau laju volume peresapan pada sumur resapan (liter/menit). 7. H a s i l a n a l i s i s d e n g a n m e t o d e perhitungan Kostiakov (7) terhadap Tabel 3. Hasil analisis sumur resapan dan percobaan laju infiltrasi di lokasi penelitian No L o k a s i Metode Penelitian Gambar 13. Perkembangan laju infiltrasi pada sumur resapan di SMA 4, Depok. Gambar 14. Kumulatif infiltrasi air yang meresap kedalam satu sumur resapan di SMA 4, Depok. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1.Kesimpulan 1. L a j u L a j u Infiltrasi Volume mm/mnt (ltr/mnt) 1. SMA N4 Depok S u m u r 2,4 (Air hujan) Resapan Perc-1 1,88 2. SMA N4 Depok S u m u r 2,7 (Air Bersih) Resapan Perc-2 2,12 112 laju infiltrasi di lahan disekitar sumur resapan dan Laju volume peresapan pada Sumur resapan, dapat dilihat pada Tabel 3. Perkembangan laju infiltrasi dan Kumulatif infiltrasinya dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14. 2. 3. Pemanenan Air Hujan (PAH) yang dibangun dengan kapasitas 10 - 12 m3, dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari, seperti cuci tangan, mengisi bak kamae mandi dan menyiram tanaman, sehingga pemakaian air berlangganan dari PDAM bisa dihemat. Jika sumur resapan telah penuh, maka limpasannya (overflow) dialirkan kedalam sumur resapan. Hasil pengujian resapan yang dilakukan Indriatmoko, R.H dan S. Yudo, 2012 untuk karakterisasi sumur resapan di SMAN 4, Depok, adalah sebagai berikut : a. Kecepatan permeabilitas tanah rata-rata setempat 2,4 – 2,7 mm/ menit. b. Kegiatan ini secara nyata telah mengurangi genangan air yang terjadi di halaman sekolah dan sekitarnya serta luapan saluran air didepan kelas. c. Air hasil penampungan bermanfaat untuk keperluan kamar mandi dan penyiraman tanaman. d. Kegiatan ini memberi edukasi positif kepada para siswa dan orang tua murid dengan harapan mereka melakukan replikasi dan diseminasi teknologi secara mandiri. 4.2.Saran Perlu diadakan sosialisasi secara intensif dan melibatkan sebanyak mungkin unsur pemerintah, swasta dan masyarakat Disetiap gedung perkantoran dan gedung gedung yang mengokupasi lahan dan dengan tutupan lahan yang menghalangi meresapnya air kedalam tanah diwajibkan membuat sumur resapan yang dilengkapi dengan pemanenan air hujan Program konservasi air tanah pada khususnya dan konservasi sumberdaya air pada umumnya perlu dijadikan bagian dari kurikulum disekolah dari seluruh tingkatan agar setiap murid dapat memahami perlunya mengelola sumberdaya air sesuai dengan tingkatan kemampuannya. Dengan demikian pada gilirannya, pengetahuan ini akan dibawa ke lingkungan sekitar tempat tinggalnya dan diharapkan berbuat sesuatu untuk mengkonservasi sumberdaya air DAFTAR PUSTAKA 1. Cordery, I.1976. Evaluation And Impprovement of Quality Characteristics of Urban Stormwater. New South Wales, Australia, The University of New South Wales School of Civil Engineering. 2. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Brosur, Sumur Resapan Buatan Air Hujan. Jakarta. Dinas Pertambangan DKI. 3. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor 4. Sri Harto, 1993. Analisis Hidrologi, Gramedia, 1993. 5. Makoto Murase, 2008, Panduan Praktis Pemanfaatan Air Hujan, Environmental Service Program, USAID, 2008. 6. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 115 Tahun 2001 Tentang Pembuatan Sumur Resapan. Chow, V.T, 1988, Applied Hidrology, McGrow Hill, New York, 1988. 7. Pengembangan Pemanenan Air Hujan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 101 - 113 113