104 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisa dalam bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perkawinan pada Masyarakat Hukum Adat Dayak Kanayant ada yang dilakukan di Gereja (Kristen) dan menurut Hukum Adat. Perkawinan menurut Hukum Adat melalui beberapa tahap, yaitu pelamaran, penyampaian syarat-syarat hantaran, menanyakan keturunan/keluarga calon suami atau isteri, pelaksanaan perkawinan. Masyarakat Adat Dayak Kanayant mempercayai Ketua Adat sebagai penentu sah atau tidaknya perkawinan sehingga Masyarakat Hukum Adat Dayak merasa tidak penting mencatatkan perkawinan mereka secara Hukum. Masyarakat Hukum Adat Dayak Kanayant ada yang tidak melaksanakan perkawinan menurut Agama (Kristen), mereka melaksanakan perkawinan secara adat istiadat turuntemurun dilaksanakan tanpa dilandasi agama. Perkawinan tersebut tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil sehingga tidak memiliki Akta Perkawinan. 2. Perkawinan merupakan salah satu perbuatan hukum. Sebagai perbuatan hukum maka perbuatan tersebut mempunyai akibat hukum. Perkawinan dalam Masyarakat Adat Dayak Kanayant dilaksanakan berdasarkan Hukum 105 Adat Dayak Kanayant. Oleh karenanya perkawinan yang dilakukan menurut Hukum Adat Dayak Kanayant adalah sah. Dengan demikian, keturunan (anak) yang lahir dari perkawinan yang demikian ini merupakan anak yang sah karena anak tersebut lahir dari perkawinan yang sah dari kedua orangtuanya, sehingga ia (anak) mempunyai hubungan keperdataan dengan kedua orangtuanya tersebut dan mempunyai hak mewaris dari kedua orangtuanya. Terhadap anak yang lahir dari orang tua yang tidak menikah atau anak luar kawin, anak tersebut hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu kandungnya. Namun dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, maka anak tersebut tetap mempunyai hubungan keperdataan dengan kedua orang tuanya sepanjang hal itu dapat dibuktikan secara ilmiah, misalnya dengan tes DNA. Berkaitan dengan akta kelahiran, meskipun dalam Masyarakat Adat Dayak Kanayant ada perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil, sehingga tidak mempunyai akta perkawinan, namun anak yang lahir dari perkawinan tersebut tetap mempunyai hak untuk memperoleh akta kelahiran. Begitu pula dengan anak yang lahir di luar perkawinan. Dalam praktek, baik anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil maupun di luar perkawinan tetap dapat mempunyai akta kelahiran, namun dalam akta kelahiran yang tercantum hanyalah nama dari ibu kandungnya. 3. Pelaksanaan pembagian warisan dalam Masyarakat Hukum Adat Dayak Kanayant ada 2 (dua) model, yaitu pewarisan ketika pewaris masih hidup, 106 yaitu pewarisan dengan penunjukan, dan pewarisan ketika pewaris sudah meninggal dunia. Sewaktu pewaris masih hidup dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pewaris melakukan pembagian harta warisan dengan cara penunjukkan kepada masing-masing ahli waris untuk mendapatkan bagiannya, dan dengan cara wasiat (pesan), yaitu pewaris membuat wasiat yang berisi pesan kepada ahli warisnya terkait siapa yang berhak mendapat rumah pangkalant dan siapa saja yang berhak mendapatkan harta pusaka. Sewaktu pewaris sudah meninggal, pewarisan dapat dilakukan pada malam pertama maupun pada malam ketiga setelah pewaris dikebumikan, pembagian ini dilaksanakan dengan musyawarah dan penuh rasa kekeluargaan serta menjunjung tinggi hak para ahli waris. Pembagian Pewarisan pada Masyarakat Adat Dayak Kanayant tidak membedakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, karena antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dalam hal mewaris dan mendapatkan harta warisan baik dari ayah maupun ibunya, kecuali penunggu pangkalant, bagiannya lebih besar karena anak pangkalant ditunjuk oleh pewaris untuk mengurus (merawat) orantuanya semasa hidupnya sampai pewaris meninggal dunia. Anak penunggu pangkalant adalah anak yang mendiami rumah pangkalant (rumah orangtuanya bisa anak sulung,anak tengah atau pun anak bungsu,) bisa laki-laki atau pun perempuan. 107 B. Saran Berkaitan dengan permasalahan-permasalahan mengenai perkawinan dan pewarisan pada masyarakat Adat Dayak Kanayant Kecamatan Kuala Behe kabupaten Landak Kalimantan Barat, ada beberapa saran : 1. Perkawinan pada Masyarakat Adat Dayak Kanayant masih melakukan Perkawinan secara Adat istiadat, tetapi ada juga yang melakukan di Gereja (Agama Kristen). Perlu diadakan Penyuluhan Hukum dan pembinaan dari pemerintah dalam masalah Pernikahan agar Perkawinan dapat dianggap sah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menentukan syarat sahnya Perkawinan. dan penyuluhan tentang pentingnya pencatatan perkawinan dicatatan sipil agar status anak bisa menjadi anak yang sah secara Hukum. 2. Pewarisan harta Peninggalan pada Masyarakat Adat Kanayant sampai saat ini masih dilakukan menurut Hukum Adat. Oleh karena itu kepada Pemerintah Daerah dapat membantu untuk melestarikan dan melakukan pengawasan terhadap jalannya Pewarisan melalui Perangkat Pemerintah yang ada. Hal ini lebih efektif bila dilakukan oleh Perangkat Pemerintah kecamatan (camat), karena selain sebagai kepala kecamatan, camat juga dapat bertindak sebagai PPAT sementara yang berkaitan erat dengan objek PewarisanHarta Peninggalan berupa Rumah dan Tanah.