BRIEFNOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 13220 132 Email: [email protected] Fax: 62-21-4719005 Issue 10, 2012 PENGATURAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL & LINGKUNGAN UNTUK PT Riza Primahendra Setelah cukup lama ditunggu dan sempat menimbulkan kebingungan, pengaturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau yang juga sering disebut Corporate Social Responsibility (CSR) untuk Perseroan Terbatas (Perseroan) akhirnya ditetapkan oleh Pemerin Pemerintah. tah. Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 tahun 2012 tertanggal 4 April 2012 merupakan turunan dari UU No. 40 tahun 2007 khususnya tentang TJSL. Secara keseluruhan, PP ini menegaskan beberapa hal yang penting. Pertama, TJSL menjadi wilayah dari Perseroan dan bukan pemerintah. Beberapa pemikiran yang sempat berkembang untuk mengumpulkan dana TJSL dalam bentuk trust fund, ataupun endowment fund oleh pemerintah ataupun forum lintas pelaku menjadi tidak tepat. Secara singkat dapat dikatakan TJSL ditetapkan dan dilaksanakan di oleh manajemen Perseroan. Kedua, PP No. 47 tahun 2012 menempatkan TJSL sebagai bagian dari rencana kerja tahunan yang harus mendapatkan persetujuan dan dilaporkan pelaksanaannya kepada Dewan Komisaris atau RUPS. TJSL tidak lagi memadai untuk di diperlakukan sebagai bagian dari fungsi public relation ataupun fungsi manajemen yang lain. TJSL adalah salah satu fungsi manajemen tersendiri yang sangat strategis. Ketiga, TJSL mencakup di dalam maupun di luar lingkungan Perseroan. TJSL di dalam lingkungan lingkun Perseroan misalnya adalah hubungan industrial sementara di luar lingkungan Perseroan dapat Issue 10, 2012 mengambil bentuk Community Development. PP ini mendorong Perseroan untuk memiliki perspektif internal dan eksternal dalam melaksanakan TJSL. Selain ketiga hal tersebut diatas, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian oleh para pengambil kebijakan dan manajemen Perseroan adalah soal kepatutan dan kewajaran dalam penyusunan TJSL. Didalam penjelasan PP No. 47 tahun 2012 dinyatakan “kepatutan dan kewajaran adalah kebijakan Perseroan, yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan Perseroan, dan potensi resiko yang mengakibatkan TSJL”. Rumusan yang normatif ini berpotensi menimpulkan interpretasi dan harapan yang berbeda dari para pemangku kepentingan. Hal lain yang diatur dalam PP adalah adanya pemberian penghargaan dan sanksi kepada Perseroan terkait dengan pelaksanaan TJSL. Ketiadaan indikator dan mekanisme yang jelas dari penghargaan dan sanksi tidak memberikan insentif maupun disinsentif bagi Perseroan serta membuka ruang bagi masalah dikemudian hari. Satu terobosan penting yang terdapat dalam peraturan TJSL ini adalah biaya yang timbul karena pelaksanaan kegiatan TJSL diperlakukan sebagai biaya. Hal ini membuat pelaksanaan TJSL tidak menimbulkan beban tambahan yang nyata pada Perseroan. Sebaliknya, biaya pelaksanaan TJSL akan mengurangi beban pajak. Kebijakan pengurangan pajak untuk kegiatan social dapat menjadi insentif bagi Perseroan. Kegiatan TJSL yang selama ini didominasi oleh perusahaan besar menjadi menarik untuk dilaksanakan oleh perusahaan dengan skalayang lebih kecil. Secara keseluruhan, PP ini menepis kekhawatiran banyak pelaku bisnis bahwa TJSL akan menjadi ‘pungutan’ tambahan yang akan membebani Perseroan dan menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif. Untuk itu apresiasi patut diberikan kepada Pemerintah. Pada sisi lain, PP No. 47 Tahun 2012 tidak akan berdampak nyata bila beberapa hal seperti ‘kepatutan dan kewajaran’ serta ‘penghargaan dan sanksi’ tidak segera diatur secara lebih detil. Apa yang kemudian perlu dilakukan Perseroan bertalian dengan PP ini? Langkah awal yang segera perlu dilaksanakan adalah melakukan sosialisasi terhadap pemangku kepentingan sehingga tercapai pemahaman bersama. Langkah berikutnya adalah penataan kelembagaan sehingga posisi dan peran dari fungsi TJSL ditempatkan secara tepat sesuai mandat PP. Langkah lebih lanjut adalah penempatan orang yang tepat atau dilakukan peningkatan kapasitas personil untuk dapat melaksanakan TJSL dengan baik. 2 Issue 10, 2012 Langkah terakhir adalah melaksanakan tinjauan dan perumusan ulang program TJSL termasuk didalamnya proses perencanaan dan pelaporan sesuai aturan dalam PP. Riza Primahendra adalah salah satu pendiri sekaligus konsultan pada AMERTA. Sejak 1999 terlibat dalam kegiatan CSR dan terlibat dalam beragam organisasi: LSM, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, perusahaan, pada beragam isu: keuangan mikro, pemberdayaan dan pendampingan, serta advokasi. Secara khusus menangani perencanaan strategis, social risk management, business and human rights, investasi sosial, ROSI (return on social investment), serta monitoring dan evaluasi CSR. Alamat kontak: [email protected] 3