BAB II PEMAHAMAN TERHADAP GEDUNG PERTUNJUKAN TEATER MODERN Menguraikan mengenai hal-hal yang terkait dengan gedung pertunjukan serta teater itu sendiri, yaitu pengertian, batasan, teori, klasifikasi, kajian proyek sejenis, serta spesifikasi umum proyek. 2.1 Pengertian Dalam hal ini, akan dijabarkan secara umum mengenai pengertian gedung pertunjukan serta teater itu sendiri secara umum, serta keterkaitan antara keduanya terkait dengan teori-teori serta klasifikasi yang harus dijadikan sebagai tolak ukur dalam proses pengadaannya. 2.1.1 Pengertian Gedung Pertunjukan Gedung merupakan suatu bangunan yang biasanya berukuran besar dan bersifat masif seperti perkantoran, pusat perbelanjaan serta fasilitas umum lainnya Berbicara mengenai gedung pertunjukan, kita tidak bisa terlepas dari membahas teater serta auditorium. Santosa dkk. (2008:1) dalam bukunya mengutarakan pendekatan 7 dalam menyimpulkan pengertian tentang teater yaitu “teater berasal dari kata Yunani theatron (Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan.” Sementara dari pengertian auditorium, dijelaskan memiliki beberapa makna, yaitu: “1) merupakan aula, 2) bagian pada bangunan Romawi kuno tempat para penyair, orator dan kritikus membacakan puisi atau pidatonya, 3) bagian dari teater, sekolah atau bangunan umum (publik), yang disediakan untuk warga (hadirin) yang ingin menyaksikan atau sekedar mendengarkan, dan 4) suatu ruangan besar untuk pertunjukan musik dan sandiwara, ruang kuliah dan lain-lain.” (Wardhono,2009:17). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gedung pertunjukan merupakan sebuah bangunan berukuran besar yang digunakan untuk menonton suatu pertunjukan. Desain gedung pertunjukan sendiri terus mengalami perkembangan tergantung pada kebutuhan serta perkembangan gaya (style) pada saat ini, adapula yang mengambil kembali bentuk-bentuk pada masa sejarah yang bersifat tradisional berdasarkan budaya yang berkembang pada masa itu. Sekarang ini, kiblat perkembangannya lebih mengarah pada struktur yang fungsional dan mampu memenuhi kebutuhan akan ruang serbaguna yang flexibel, dengan artian mulai meninggalkan tampilan yang sifatnya dekoratif. Flexibel yang dimaksud di sini meliputi penataan tempat duduk penonton, alih fungsi panggung (backstage), kemampuan untuk menambah daya tampung penonton serta penataan terhadap akustik yang mungkin dapat mempengaruhi pementasan. Hal ini dimaksudkan agar gedung pertunjukan dapat menampung segala jenis kegiatan baik yang sifatnya ringan ataupun yang bentuknya kompleks sekalipun. Tetapi dewasa ini, dengan dipengaruhi oleh sifat melankolis seorang manusia, desain gedung pertunjukan juga menampilkan bentuk-bentuk dekoratif yang disesuaikan dengan budaya serta kearifan lokal, dimana bangunan tersebut didirikan. 2.1.2 Pengertian Teater Berbicara mengenai pengertian teater, tidak terlepas dari perkembangan makna kata teater yang terus berkembang. “Kata teater dalam perkembangannya sangat identik dengan kata drama yang berasal dari bahasa Yunani Kuno draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan drame yang berasal dari bahasa Perancis yang dikemukakan oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah.” (Santosa, dkk. 2008:1) 8 Dengan demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teater berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan (lihat Gambar 2.1). Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Gambar 2.1 Peta Kedudukan Teater dan Drama Sumber: Santosa, dkk. (2008:2) Teori-teori mengenai awal mula lahirnya teater seperti yang diutarakan oleh Eko Santosa dkk, dalam bukunya seni teater, menerangkan bahwa pada dasarnya teater itu berawal dari suatu kepercayaan terhadap pemujaan atau pujian baik kepada tuhan ataupun pahlawan yang dimana dikemas dalam bentuk suatu cerita yang kemudian dipertunjukkan dalam bentuk gerak pada suatu panggung Apapun teori lahirnya teater, selama perkembangannya hingga saat ini, terdapat 5 hal utama sebagai bagian dari unsur pembentuk teater yang dikemukakan oleh Santosa, dkk. (2008:44), yaitu: 1. Naskah Lakon Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh. Akan tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Naskah pentas dengan naskah untuk bacaan berbeda, “Dengan begitu dapat dimengerti bahwa penekanan closet drama (roman) pada sastranya, sedangkan penekanan drama pentas pada pertunjukannya.”(Atmaja, 2009:133) 2. Sutradara Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul. 9 3. Pemain Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh. Sebagai alat, pemain mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya. 4. Penonton Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton. Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu respons melingkar, antara penonton dengan pementasan. 5. Tata Artistik Unsur artistik disini meliputi tata panggung, tata busana, tata cahaya, tata rias, tata suara, tata musik yang dapat membantu pementasan menjadi sempurna sebagai pertunjukan. a. Tata panggung adalah pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan berlangsung b. Tata cahaya atau lampu adalah pengaturan pencahayaan di daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan permainan’ c. Tata musik adalah pengaturan musik yang mengiringi pementasan teater yang berguna untuk memberi penekanan pada suasana permainan dan mengiringi pergantian babak dan adegan. d. Tata suara adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dan musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni. e. Tata rias dan tata busana adalah pengaturan rias dan busana yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton. 2.1.3 Perbedaan Teater Modern dan Teater Tradisional Membahas mengenai perbedaan antara teater modern dan tradisional, di Bali khususnya Denpasar tidak terlepas dari perkembangan yang berkesinambungan antara bentuk teater tradisional menjadi bentuk teater modern seperti yang kita kenal saat ini. Menurut Prof. Bandem, perkembangan teater sudah berawal dari abad sekitar abad ke14 berawal dari sistem kerajaan yang sangat kental di bali pada masa itu, yang dikenal dengan seni Gambuh. Suasthi Widjaja salah satu dosen ISI Denpasar mengungkapkan, Gambuh yang terbentuk di Bali menjadi sumber yang mempengaruhi bentuk-bentuk seni lain yang muncul kemudian. 10 Dalam perkembangan selanjutnya, kita dapat mengelompokkan jenis teater menjadi 2, seperti yang dikemukakan oleh Eko Santosa dkk., dalam bukunya seni teater, yaitu: 1. Teater Tradisional Suatu bentuk teater yang bersumber dari tradisi serta budaya daerah setempat, sesuai adat serta kebiasaan di daerah tersebut seperti misalnya pemilihan jenis alat musik pengiring (ilustrasi), jenis bahasa yang digunakan serta kisah atau cerita yang diangkat. Hal ini menyebabkan bentuk pementasannya akan berbeda - beda di setiap daerah. Di Bali, Gambuh merupakan dasar dari perkembangan seni yang ada setelahnya, yang kemudian berkembang menjadi bentuk arja, drama gong, bondres dan sendratari¸ dimana ketiga jenis pementasan ini sudah memiliki alur cerita serta plot kejadian seperti drama yang menggunakan sebuah naskah, tetapi masih terikat oleh pakem budaya. Bentuk-bentuk pertunjukan inilah yang kemudian akan bertransisi menjadi bentuk teater baru 2. Teater Modern Perkembangan teater modern sampai saat ini, telah mengalami beberapa kali transformasi bentuk. Penjabaran perkembangan teater modern, sebagai berikut: a. Teater Transisi Kelompok teater ini merupakan kelompok teater tradisional dengan model garapan yang mulai memasukkan unsur-unsur teknik teater Barat. Perubahan tersebut terletak pada cerita yang sudah mulai ditulis, meskipun masih dalam wujud cerita ringkas atau outline story (garis besar cerita per adegan). b. Teater Konvensional Berawal dari Angkatan Pujangga Baru (1920-an), Masa Penjajahan Jepang (1940-an), Masa Awal Kemerdekaan (1950-an), Masa Akulturasi Etnis dengan Budaya Barat (1970-an) serta Masa Orde Baru (1980-1990). Dari sisnilah kita mengenal bentuk baku drama modern seperti yang kita kenal saat ini. c. Teater Kontemporer Gerakan ini terus berkembang sejak tahun 80-an sampai saat ini. Konsep dan gaya baru saling bermunculan. Semangat kolaboratif yang terkandung dalam seni teater dimanfaatkan secara optimal dengan menggandeng beragam unsur pertunjukan yang lain. Dengan demikian, wilayah jelajah ekspresi menjadi semakin luas dan kemungkinan bentuk garapan semakin banyak. 11 Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan mendasar dari sebuah pertunjukan teater modern dan tradisional adalah pada pola penyampaian serta materi pementasan itu sendiri. Pada pementasan teater tradisional, ada beberapa pakem yang merupakan esensi dari suatu pementasan yang harus dipenuhi, sementara pementasan teater modern lebih flexibel, walaupun memiliki bentuk bakunya sendiri, tetapi dapat dimodifikasi sesuai dengan tuntutan serta kreatifitas dari pelaku pementasan tersebut, yang disesuaikan dengan kebutuhan dari pertunjukan tersebut. Penataan panggung untuk pertunjukan teater modern dan teater tradisional, secara prinsip adalah sama, yakni memiliki panggung (stage) serta tempat menonton (auditorium). Yang membedakan adalah latar yang digunakan oleh para pemain drama ketika memasuki atau keluar dari panggung menuju ke backstage. Pada panggung teater tradisional latar penari atau seniman identik dengan penggunaan langse (tirai bermotif hiasan Bali) dan candi bentar, sementara pada panggung pertunjukan teater modern hanya berupa latar yang datar, yang biasanya ditutupi oleh kain ataupun wallpaper yang mendukung suasana yang dipentasakan (lihat gambar 2.2). Gambar 2.2 Latar Panggung Teater Tradisional dan Teater Modern Mengenai tata lampu, tata suara ataupun instrumen pengiring, kedua jenis pertunjukan teater ini memerlukan penataan lampu, mic & sound yang sudah disesuaikan dengan blocking (penempatan pemain) untuk lebih mengoptimalkan fungsi dari penataan artistik tersebut. Tata lampu dalam pementasan teater modern lebih bersifat dinamis dan atraktif, sementara untuk pementasan tradisional cenderung konstan, dalam artian tidak menggunakan jenis-jenis lampu tertentu seperti pada pementasan teater modern. Penggunaan tata lampu pada teater tradisional pada dasarnya lebih bertujuan untuk memberikan pencahayaan secara menyeluruh yang cukup agar penonton dapat melihat pementasan yang ditampilkan. 12 Penataan musik (instrumen) pengiring, pada teater tradisional identik dengan penggunaan gamelan, sedangkan teater modern lebih pada musik orkestra yang terdiri dari instrumen musik modern seperti gitar, biola, drum serta instrumen musik orkestra lainnya. Pada kedua jenis pementasan, pengiring musik memiliki ruang serta tempatnya sendiri pada bagian panggung, hal ini dimaksudkan untuk mengamati alur pementasan agar musik yang dimainkan sesuai dengan gerakan serta pengalihan peran yang terjadi dalam suatu pementasan. 2.1.4 Jenis-Jenis Pementasan Teater Modern Teater modern memiliki bentuk-bentuk pertunjukan yang beraneka ragam. Berawal dari sejak Jaman Kuno sampai saat ini yang sifatnya kontemporer. Namun bentuk pertunjukan yang biasa kita jumpai adalah pementasan realisme dan surealisme. Perbedaan yang paling mendasar antara kedua bentuk pementasan ini adalah pada bentuk garapan pementasannya, dimana realisme menghadirkan segala macam bentuk setting (perlengkapan panggung) yang mendukung ilusi pementasan secara riil (nyata) sementara surealisme merupakan kebalikannya, dimana sebagaian besar pementasannya menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menggambarkan suatu bentuk ataupun makna yang ingin disampaikan kepada penonton. Bentuk pementasan teater modern dapat berupa: 1. Teater Boneka Boneka sering dipakai untuk menceritakan legenda atau kisah-kisah religius. Secara pertunjukkan dapat dikatakan sama dengan wayang dalam teater tradisional, hanya saja isi dan bentuk yang disajikan, berbeda, dimana teater boneka menggunakan boneka sebagai pemerannya, yang tentunya diiringi oleh instrumen modern seperti piano dan alat musik sejenis (lihat Gambar 2.3). Gambar 2.3 Teater Boneka Sumber: http://www.antarafoto.com (Oktober 2014) 13 2. Drama Musikal Merupakan pertunjukan teater yang menggabungkan seni menyanyi, menari, dan akting. Drama musikal mengedepankan unsur musik, nyanyi, dan gerak daripada dialog para pemainnya. Di panggung dunia pementasan seperti ini lebih kita kenal dengan sebutan opera (lihat Gambar 2.4). Gambar 2.4 Pentas Drama Musikal Sumber:www.djarumfoundation.org (Oktober 2014) 3. Teater Gerak Teater gerak merupakan pertunjukan teater yang unsur utamanya adalah gerak dan ekspresi wajah serta tubuh pemainnya. Penggunaan dialog sangat dibatasi atau bahkan dihilangkan seperti dalam pertunjukan pantomim klasik. Makna pesan sebuah lakon yang hendak disampaikan semua ditampilkan dalam bentuk gerak (lihat Gambar 2.5). Gambar 2.5 Teater Gerak Sumber: www.antarafoto.com(Oktober 2014) 14 4. Teater Dramatik Bentuk teater yang menggunakan naskah drama sebagai patokannya. Dimana dalam pementasan ini yang ditekankan adalah acting atau penokohan karakter dalam penyampaian isi naskah tersebut, yang bisa bersumber darimana saja, seperti kehidupan sehari-hari ataupun mengangkat cerita klasik jaman dulu (lihat Gambar 2.6). Gambar 2.6 Pentas Drama Sumber: http://halimbahriz.blogspot.com (Oktober 2014) 5. Teatrikalisasi Puisi Pertunjukan teater yang dibuat berdasarkan karya sastra puisi. Karya puisi yang biasanya hanya dibacakan dicoba untuk diperankan di atas pentas. Karena bahan dasarnya adalah puisi maka teatrikalisasi puisi lebih mengedepankan estetika puitik di atas pentas. Teatrikalisasi puisi memberikan wilayah kreatif bagi sang seniman karena mencoba menerjemahkan makna puisi ke dalam tampilan laku aksi dan tata artistik di atas pentas, sesuai dengan pandangannya terhadap pengertian dari puisi tersebut, yang tidak jarang termasuk ke dalam bentuk multitafsir (lihat Gambar 2.7). Gambar 2.7 Teatrikalisasi Puisi Sumber: http://www.antarafoto.com (Oktober 2014) 15 2.1.5 Jenis-Jenis Panggung Setelah mengetahui jenis-jenis pertunjukan yang tergolong ke dalam teater modern, tentunya kita juga harus mengetahui jenis-jenis panggung, yang merupakan tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan dimana interaksi antara kerja penulis lakon, sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan penonton. Dalam suatu gedung pertunjukan, yang menjadi inti (core) adalah panggung pertunjukannya, yang lebih dikenal dengan istilah tata panggung dilihat dari segi elemen pembentuk teater. Ada tiga jenis panggung yang biasa digunakan dalam suatu pertunjukan, ketiga jenis panggung ini dibedakan dari bentuk serta penataan tempat duduknya seperti yang dijelaskan dalam buku karya Eko Santosa dkk, seni teater jilid 1 halaman 387391, yaitu: 1. Panggung Arena Panggung arena adalah panggung yang penontonnya melingkar atau duduk mengelilingi panggung. Panggung arena biasanya dibuat secara terbuka (tanpa atap) dan tertutup. Inti dari pangung arena baik terbuka atau tertutup adalah mendekatkan penonton dengan pemain. Kedekatan jarak ini membawa konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain dan (terutama) tata panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang diletakkan di atas panggung harus benar-benar sempurna sebab jika tidak maka cacat sedikit saja akan nampak (lihat Gambar 2.8). Gambar 2.8 Panggung Arena Sumber: Santosa, dkk. (2008:389) 16 Kedekatan jarak antara pemain dan penonton dimanfaatkan untuk melakukan komunikasi langsung di tengah-tengah pementasan yang menjadi ciri khas teater tersebut. Aspek kedekatan inilah yang dieksplorasi untuk menimbulkan daya tarik penonton. Kemungkinan berkomunikasi secara langsung atau bahkan bermain di tengah-tengah penonton ini menjadi tantangan kreatif bagi teater modern. 2. Panggung Proscenium Panggung proscenium bisa juga disebut sebagai panggung bingkai karena penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui sebuah bingkai atau lengkung proscenium (proscenium arch). Bingkai yang dipasangi layar atau gorden inilah yang memisahkan wilayah akting pemain dengan penonton yang menyaksikan pertunjukan dari satu arah. Dengan pemisahan ini maka pergantian tata panggung dapat dilakukan tanpa sepengetahuan penonton (lihat Gambar 2.9). Gambar 2.9 Panggung Proscenium Sumber: Santosa, dkk. (2008:390) Tata panggung pun sangat diuntungkan dengan adanya jarak dan pandangan satu arah dari penonton. Perspektif dapat ditampilkan dengan memanfaatkan kedalaman panggung (luas panggung ke belakang). Gambar dekorasi dan perabot tidak begitu menuntut kejelasan detil sampai hal-hal terkecil. Bentangan jarak dapat menciptkan bayangan arstisitk tersendiri yang mampu menghadirkan kesan. Kesan inilah yang diolah penata panggung untuk mewujudkan kreasinya di atas 17 panggung proscenium. Seperti sebuah lukisan, bingkai proscenium menjadi batas tepinya. Penonton disuguhi gambaran melalui bingkai tersebut, guna membangun suasana serta karakter para pemain yang bermain di atas panggung. Panggung ini secara tidak langsung juga mengajak para penonton untuk fokus pada panggung pertunjukkan dengan sisi pengindraan yang sama antar penonton. 3. Panggung Thrust Panggung thrust seperti panggung proscenium tetapi dua per tiga bagian depannya menjorok ke arah penonton. Pada bagian depan yang menjorok ini penonton dapat duduk di sisi kanan dan kiri panggung. Panggung thrust nampak seperti gabungan antara panggung arena dan proscenium (lihat Gambar 2.10). Gambar 2.10 Panggung Thrust Sumber: Santosa, dkk. (2008:391) Untuk penataan panggung, bagian depan diperlakukan seolah panggung Arena sehingga tidak ada bangunan tertutup vertikal yang dipasang. Sedangkan panggung belakang diperlakukan seolah panggung proscenium yang dapat menampilan kedalaman objek atau pemandangan secara perspektif. Dari ketiga bentuk panggung pertunjukan tersebut, secara umum panggung teater modern memiliki bagian-bagian atau ruang-ruang yang secara mendasar dibagi menjadi tiga, yaitu bagian panggung, auditorium (tempat penonton), dan ruang depan. 18 Bagian yang paling kompleks dan memiliki fungsi artistik pendukung pertunjukan adalah bagian panggung. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri. Seorang penata panggung harus mengenal bagian-bagian panggung secara mendetil. Pada gambar berikut ini (lihat Gambar 2.11) oleh Santosa dkk. (2008 : 392-394), akan menerangkan bagian-bagian panggung yang meliputi : Gambar 2.11 Bagian-Bagian Panggung Sumber: Santosa, dkk. (2008:392) A. Border. Pembatas yang terbuat dari kain. Dapat dinaikkan dan diturunkan. Fungsinya untuk memberikan batasan area permaianan yang digunakan. B. Backdrop. Layar paling belakang. Kain yang dapat digulung atau diturun-naikkan dan membentuk latar belakang panggung. C. Batten. Disebut juga kakuan. Perlengkapan panggung yang dapat digunakan untuk meletakkan atau menggantung benda dan dapat dipindahkan secara fleksibel. D. Penutup/flies. Bagian atas rumah panggung yang dapat digunakan untuk menggantung set dekor serta menangani peralatan tata cahaya. E. Rumah panggung (stage house). Seluruh ruang panggung yang meliputi latar dan area untuk tampil 19 F. Catwalk (jalan sempit). Permukaan, papan atau jembatan yang dibuat di atas panggung yang dapat menghubungkan sisi satu ke sisi lain sehingga memudahkan pekerja dalam memasang dan menata peralatan. G. Tirai besi. Satu tirai khsusus yang dibuat dari logam untuk memisahkan bagian panggung dan kursi penonton. Digunakan bila terjadi kebakaran di atas panggung. Tirai ini diturunkan sehingga api tidak menjalar keluar dan penonton bisa segera dievakuasi. H. Latar panggung atas. Bagian latar paling belakang yang biasanya digunakan untuk memperluas area pementasan dengan meletakkan gambar perspektif. I. Sayap (side wing). Bagian kanan dan kiri panggung yang tersembunyi dari penonton, biasanya digunakan para actor menunggu giliran sesaat sebelum tampil. J. Layar panggung. Tirai kain yang memisahkan panggung dan ruang penonton. Digunakan (dibuka) untuk menandai dimulainya pertunjukan. Ditutup untuk mengakhiri pertunjukan. Digunakan juga dalam waktu jeda penataan set dekor antara babak satu dengan lainnya. K. Trap jungkit. Area permainan atau panggung yang biasanya bisa dibuka dan ditutup untuk keluar-masuk pemain dari bawah panggung. L. Tangga. Digunakan untuk naik ke bagian atas panggung secara cepat. Tangga lain, biasanya diletakkan di belakang atau samping panggung sebelah luar. M. Apron. Daerah yang terletak di depan layar atau persis di depan bingkai proscenium. N. Bawah panggung. Digunakan untuk menyimpan peralatan set. Terkadang di bagian bawah ini juga terdapat kamar ganti pemain. O. Panggung. Tempat pertunjukan dilangsungkan. P. Orchestra Pit. Tempat para musisi orkestra bermain. Dalam beberapa panggung proscenium, orchestra pit tidak disediakan. Q. FOH (Front Of House) Bar. Baris lampu yang dipasang di atas penonton. Digunakan untuk lampu spot. R. Langit-langit akustik. Terbuat dari bahan yang dapat memproyeksikan suara dan tidak menghasilkan gema. S. Ruang pengendali. Ruang untuk mengendalikan cahaya dan suara (sound system). T. Bar. Tempat menjual makan dan minum untuk penonton selama menunggu pertunjukan dimulai. U. Foyer. Ruang tunggu penonton sebelum pertunjukan dimulai atau saat istirahat. 20 V. Tangga. Digunakan untuk naik dan turun dari ruang lantai satu ke ruang lantai lain. W. Auditorium (house). Ruang tempat duduk penonton di panggung proscenium. Istilah auditorium sering juga digunakan sebagai pengganti panggung proscenium itu sendiri. X. Ruang ganti pemain. Ruang ini bisa juga terletak di bagian bawah belakang panggung. 2.1.6 Penataan Auditorium Setelah mengetahui bagian-bagian panggung, terdapat beberapa standar yang harus dipenuhi dalam pembuatan gedung pertunjukan khususnya yang mengatur bagian auditorium serta penataan kursi (seating) pada suatu gedung pertunjukan agar hasilnya optimal. Berikut ini gambar dari beberapa standar acuan dalam penaatan auditorium, Littlefield (2008 : 33-1), menerangkan: 1. Seating Seating di sini merupakan standar pengaturan tempat duduk yang meliputi ukuran, jarak serta penempatan posisi kursi itu sendiri (lihat Gambar 2.12). Gambar 2.12 Standar Ukuran Kursi penonton Sumber: Littlefield (2008, 33-I) Gambar di atas merupakan tampak atas serta samping dari desain kursi penonton dalam suatu auditorium. Berikut merupakan tabel penjelasan mengenai gambar tersebut (lihat Tabel 2.1): 21 Tabel 2.1 Dimensi Kursi penonton Sumber: Littlefield (2008, 33-I) Setelah mengetahui batasan dimensi dalam penentuan sebuah kursi penonton, berikut ini merupakan beberapa bentuk kursi penonton yang dapat digunakan pada suatu gedung pertunjukan (lihat Gambar 2.13), yaitu: Gambar 2.13 Desain Bentuk Kursi penonton Sumber: Littlefield (2008, 33-2) 2. Stage & Auditorium Berbicara mengenai seating, tentunya tidak terlepas dengan penataan auditorium secara keseluruhan, dengan maksud agar kenyamanan serta suasana yang diharapkan dapat tercapai, dan tentunya juga agar pertunjukan bisa dinikmati dengan baik (lihat Gambar 2.14). 22 Gambar 2.14 Denah Auditorium dan Stage Sumber: Littlefield (2008, 33-I) Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penataan auditorium yang paling utama adalah kebutuhan serta penataan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, secara singkat dapat diartikan sebagai berikut: 1. Kebutuhan Penonton Kebutuhan penonton di sini, terkait dengan situasi yang seharusnya didapatkan oleh penonton seperti penyampaian suara yang baik, jarak pandang yang baik serta kejelasan dalam hal tidak ada suara bising dari peralatan elektronik yang mengganggu jalannya suatu pertunjukan. 2. Penataan seating Setelah mengetahui batasan dimensi yang baik agar kenyamanan penonton optimal, untuk selanjutnya diperlukan penataan tempat duduk penonton agar kebutuhan penonton dapat terpenuhi. Beberapa gambar berikut (lihat Gambar 2.15 & 2.16). akan menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tampilan untuk penataan auditorium, yaitu: Gambar 2.15 Bentuk Penataan Auditorium 1 Sumber: Littlefield (2008, 33-5) 23 , Gambar 2.16 Bentuk Penataan Auditorium 2 Sumber: Littlefield (2008, 33-5) Gambar di atas merupakan penataan auditorium dengan satu level penataan tempat duduk. Selain penataan tempat duduk 1 level, kita juga memiliki opsi panataan auditorium dengan beberapa level tempat duduk (lihat Gambar 2.17 & 2.18). Gambar 2.17 Bentuk Penataan Auditorium 3 Sumber: Littlefield (2008, 33-5) Gambar 2.18 Tampak Penataan Auditorium dengan Balkon Sumber: Pickard (2002, 371) 24 Pemilihan bentuk, serta tingkatan untuk auditorium sangat dipengaruhi oleh tingkat kapasitas serta kelas gedung pertunjukan mulai dari yang sederhana sampai dengan jenis gedung yang tergolong kompleks. Penataan seating ini juga mempengaruhi kenyamanan serta jarak pandang penonton kearah panggung. Begitu pula dengan sirkulasi penonton serta staff, saat pementasan berakhir, hal hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut (lihat Gambar 2.19): Gambar 2.19 Standar Penataan Auditorium Sumber: Littlefield (2008, 33-8) Dalam gambar tersebut, terdapat penataan tempat duduk agar jarak pandang penonton tidak terhalang oleh penonton yang lain. Terdapat pula gangway yang merupakan jalur lalu lalang yang disiapkan, untuk keperluan tertentu. Biasanya gangway ini digunakan oleh staff apabila ada keperluan yang harus dilakukan terkait dengan pementasan yang sedang berlangsung. Bahkan pada beberapa pementasan kontemporer, tak jarang digunakan sebagai bagian dari panggung untuk para pemain melakukan pementasan. 2.1.7 Utilitas Gedung Pertunjukan Teater Terkait dengan utilitas gedung pertunjukan teater meliputi, pencahayaan, akustik, penghawaan serta pengamanan, baik itu pengamanan terhadap bahaya kebakaran serta keamanan terhadap tindak kejahatan. 1. Pencahayaan Berbicara mengenai panggung teater, tidak akan terlepas dari membicarakan mengenai tata lampu, dimana pusat tata lampu terletak pada ruang lontrol yang dikenal dengan istilah ruang dimmer. Ruangan ini biasanya terletak di bagian belakang auditorium, sebagai ruang untuk mengontrol tata pencahayaan untuk panggung pementasan serta auditorium secara keseluruhan. Ruang ini memiliki 25 beberapa persyaratan yang harus dipenuhi guna menjaga kinerja operator, yang tentunya akan mempengaruhi, pentas yang sedang berlangsung di panggung. Berikut ini merupakan bagan dari ruang dimmer, dengan persyaratan yang harus dipenuhi (lihat Gambar 2.20), yaitu: Gambar 2.20 Standar Acuan Ruang Dimmer Sumber: Strong (2010) Sementara untuk jenis penggunaan lampunya, khususnya sebagai penunjang untuk kegiatan pentas, dapat dilihat pada gambar (lihat Gambar 2.21). berikut: A B C D Gambar 2.21 Penempatan Tata Lampu Sumber: Strong (2010) 26 A. Lampu Overstage, merupakan lampu yang berada pada bagian atas panggung, yang merupakan pencahayaan utama dari suatu panggung pementasan. B. Lampu Ladder, merupakan lampu yang terletak di bagian sisi panggung yang dipasang secara menggantung, dan dapat digeser sesuai kebutuhan pementasan sesuai jalur atau track tempat lampu tersebut dipasang C. Lampu Boom, merupakan lampu yang terletak di bagaian sisi panggung seperti lampu ladder, hanya saja posisisnya tidak menggantung, dan biasanya terpasang pada rangka besi yang dapat di geser sesuai kebutuhan D. Lampu Perch, merupakan lampu yang terletak pada bagian belakang bingkai panggung, yang menyorot langsung ke arah pemain, guna memberikan efek pencahayaan 2. Akustik Berbicara teater, selain pencahayaan tentunya faktor akustik memiliki pengaruhnya tersendiri dalam suatu pementasan. Mulai dari suara pemain, efek yang ingin ditimbulkan, serta permainan instrumental yang mengiringi suatu pementasan. Seperti halnya ruang dimmer, ruang sound juga memiliki ruang sendiri, yang terdapat pada satu area yang sama dengan ruang kontrol yang lain, “in this case an open room preferably at rear of the auditorium adjacent to the lighting control room, minimum size 2m-3.5 m. Here the amplified sound from one or more speakers can be mixed and balanced. The sound control desk may alternatively be situated within the auditorium.”(Littlefield,2008:33-31) Adapun untuk standar tertentu yang mengatur tata letak sound pada panggung, yaitu (lihat Gambar 2.22): Gambar 2.22 Penempatan Sound System Sumber: Strong (2010) 27 3. Penghawaan Penghawaaan di sini meliputi penghawaan untuk kenyamanan para penonton yang menonton serta pengaturan suhu pada ruang kontrol untuk menjaga suhu alat-alat elektronik serta kenyaman bagi operator yang bertugas. Kita mengenal 2 jenis penghawaan yaitu alami dan non-alami. Untuk penghawaan alami kita mengenal teknik ventilasi silang (cross ventilation),yang dapat ditempatkan di ruang tertentu untuk mengurangi dampak penggunaan penghawaan buatan (lihat Gambar 2.23). Gambar 2.23 Alur Angin Ventilasi silang Sumber: Soepadi (1997, 41) Sementara untuk penggunaan penghawaan buatan, “This system is used where the air condition can be the same throughout the various parts of a building. It is also known as an all air system and may be categorised as low velocity for use in buildingswith large open spaces, e.g. supermarkets, theatres, factories, assembly halls, etc.(Hall & Greeno, 2009:233). Berikut merupakan bagan penyaluran ac central (lihat Gambar 2.24): Gambar 2.24 Bagan Sistem AC Central Sumber: Hall & Roger (2009, 233) 28 4. Pengamanan Pengamanan gedung meliputi pengamanan terhadap kemungkinan resiko kebakaran dan sambaran petir, serta pengamanan terhadap tindak kejahatan dan sistem komunikasi. Sistem penangkal petir berfungsi untuk menghantarkan aliran listrik ke tanah sehingga tidak mengenai civitas di luar bangunan. Sistem penangkal petir yang dikenal ada tiga jenis yaitu sistem Franklin, Faraday dan Radioaktif. Untuk penanganan terhadap kebakaran, terdapat dua jenis cara yaitu secara pasif serta secara aktif. Adapun penanganan secara pasif yaitu dengan penggunaan sprinkler (lihat Gambar 2.25). Knight (2004:309) mengungkapkan “The systems are designed to detect automatically and control or extinguisha fire in itsearly stage.” Dengan kata lain apabila kebakaran telah melewati tahap awal dan bertambah besar, perlu dilakukan tindakan aktif, yaitu dengan “memerangi” api dengan menggunakan hydrant atau fire extinguisher (lihat Gambar 2.26). Gambar 2.25 Alat Sprinkler Sumber: http://alatpemadamapi.biz (Oktober 2014) Terdapat 2 jenis hydant yaitu indoor dan outdoor, dimana jarak antar hydrant tidak boleh melebihi 150m (british standard). Sementara untuk fire extinguisher, kita mengenal 2 jenis kandungan yaitu yang menggunakan air dan karbondioksida. Dimana untuk yang menggunakan karbondioksida lebih difokuskan pada penanganan peralatan elektronik, agar tidak merusak komponen yang ada. Gambar 2.26 Unit Fire Extinguisher dan Hydrant Sumber: http://en.wikipedia.org (Oktober 2014) 29 2.2 Teori Arsitektur Berdasarkan tata aturan yang berlaku mengenai tampilan bangunan arsitektur di Bali, serta Denpasar pada khususnya seperti tertuang pada Perwali No. 25 Tahun 2010, mengenai Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung di Kota Denpasar, menyatakan bahwa ”…perlu dilakukan standarisasi sebagai pedoman bagi pelaksana pembangunan guna menampilkan wujud arsitektur bangunan gedung menyesuaikan dengan perkembangan Arsitektur Tradisional Bali….”. Berikut beberapa teori dasar yang dapat digunakan dalam penerapan Arsitektur bali yang terdapat pada buku karya Dwijendra (2008) , seperti : 1. Konsepsi Tri Hita Karana Konsep dari ajaran ini sangat berkaitan antara alam semesta (makrokosmos) serta penghuninya (mikrokosmos). Yang intinya menekankan sinergitas antara Tuhan (Parahyangan), manusia (Pawongan) dan lingkungan (Pelemahan). Diharapkan nantinya dengan penerapan konsep ini akan mendatangkan kebaikan pada diri kita sebagai penghuni alam semesta. Perwujudan dalam arsitekturalnya berupa penempatan fungsi spiritual kita kepada tuhan, fungsi komunikasi kita antar manusia dan fungsi keseimbangan antara manusia dengan lingkungannya. 2. Konsepsi Tri Mandala Konsep ini berkaitan dengan penentuan zoning atau pendaerahan, dimana secara umum tri mandala dibagi dalam 3 zona, yaitu nista, madya dan utama. Dalam penerapnnya pada arsitektur bali, nista mandala biasa difungsikan sebagai fungsi servis. Secara spiritual, dipergunakan sebagai tempat untuk membuang hal-hal buruk serta menangkal hal buruk agar tidak masuk ke dalam rumah. Madya mandala difungsikan sebagai ruang utama sebagai tempat interaksi antar sesama manusia dan dengan alam atau lingkungannya. Utama mandala merupakan daerah yang diperuntukan untuk fungsi spiritual antara manusia dengan Tuhan. 3. Konsepsi Tri Angga Konsep ini merupakan penalaran dari proses memanusiakan bangunan, dimana dalam tubuh manusia memiliki kepala, badan dan kaki, hal inilah yang juga diterapkan dalam bangunan, selayaknya manusia, fasad bangunan seharusnya memiliki kaki (bagian bawah bangunan), badan (bagian tengah bangunan) dan kepala (bagian atas bangunan). 30 Konsep penataan interior khususnya panggung pertunjukan dengan auditorium tempat menonton, harus mempertimbangkan kenyamanan serta kemampuan penyampaian audiovisual yang baik, agar penonton yang terletak di bagian paling belakang dari kursi penonton dapat melihat pementasan dengan baik, serta mendengar suara yang datang dari arah panggung dengan baik juga, tanpa adanya gangguan seperti gaung ataupun penurunan kualitas suara. Opsi pemilihan bentuk interior panggung secara keseluruhan dapat menggunakan bentuk seperti berikut (lihat gambar 2.27): Gambar 2.27 Penataan Bentuk Interior Panggung Pertunjukan Sumber: Doelle (1990) Keuntungan dari penggunaan bentuk interior ruang pementasan tersebut (lihat gambar 2.27) antara lain: 1. Langit-langit yang tidak teratur menimbulkan pemantulan bunyi yang menguntungkan dalam akustik ruang, waktu tunda pendek, dan menghindari pemusatan bunyi karena bunyi terdifusi dengan baik. 2. Lantai miring yang disesuaikan dengan garis pandang dan pemantulan bunyi dari langit-langit menimbulkan distribusi bunyi yang merata dan menguntungkan dalam segi akustik. Kemudian untuk penataan tempat duduk selain dibuat bertingkat, akan lebih efisien apabila ditata dengan bentuk selang-seling antara barisan kursi yang satu dengan lainnya. Dalam artian antara baris atas dengan bawah, posisi kursi digeser, sehingga kepala penonton tidak langsung berhadapan dengan kepala penonton yang ada di depannya (lihat gambar 2.28): Gambar 2.28 Penataan Kursi Penonton 31 2.3 Teori Kebutuhan Manusia Teori kebutuhan manusia merupakan sebuah landasan mengenai aspek kehidupan manusia berdasarkan kebutuhan yang diperlukan dalam menjalani kehidupannya sebagai kelompok makhluk sosial. Teori yang dipergunakan di sini adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh seorang ahli psikologi humanisitik yaitu Abraham Maslow. Teori yang dikemukakan dikenal dengan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, yang terdiri dari : 1. Kebutuhan Fisiologis 2. Kebutuhan Akan Rasa Aman 3. Kebutuhan Akan Rasa Memiliki dan Rasa Kasih Sayang 4. Kebutuhan Akan Penghargaan, dan 5. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri Kaitan teori hierarki kebutuhan ini, dengan gedung pertunjukan terkait dengan fungsi utama dari gedung pertunjukan adalah sebagai tempat untuk rekreasi. Dalam teori hierarki disebutkan adanya kebutuhan akan aktualisasi diri yang berarti kebutuhan seseorang untuk melakukan sesuatu terhadap kegelisahan yang ada. Kegelisahan ini tentunya hadir setelah keempat pin awal terpenuhi. Kegelisahan ini bukan berarti lahir dari kekurangan, dalam artian seseorang membutuhkan sesuatu untuk dilakukan dalam menanggulangi kegelisahan yang terjadi akibat rutinitas yang monoton serta kebosanan. Seperti misalnya dengan cara bermain, berkumpul bersama orang – orang terdekat serta berekreasi. Kebutuhan Rekreasi ini merupakan salah satu pertimbangan dalam pengadaan gedung pertunjukan ini. 2.4 Kajian Fasilitas Sejenis Untuk mendukung proses desain gedung pertunjukan teater modern ini, ada beberapa objek kajian yang dijadikan objek studi banding sebagai perbandingan. Objek studi banding ini merupakan gedung serta arena pementasan yang terdapat di Denpasar serta di daerah lain sebagai pembanding dari konsep tampilannya. Adapun objek kajian yang diambil adalah Taman Budaya Art Center Denpasar, Arena Kecak Catur Eka Budhi Kesiman dan Bali Nusa Dua Theater. Sebagian besar dari objek kajian tersebut merupakan tempat pertunjukan yang identik denngan pertunjukan teater tradisional yang memang merupakan akar budaya dari seni yang lahir dari daerah tersebut. 32 2.4.1 Taman Budaya Art Center Denpasar Gambar 2.29 Gedung Ksirarnawa Nama ksirarnawa berasal dari bahasa sansekerta yang berarti lautan susu. Simbol itu diambil dari cerita pemutaran gunung Mandhara Giri. Gedung Ksirarnawa (lihat Gambar 2.29) merupakan sebuah gedung yang berfungsi sebagai gedung pertunjukan atau panggung kesenian yang bersifat tertutup. Gedung ini merupakan salah satu bagian dari komplek tempat kesenian Taman Werdhi Budaya Art Center, yang merupakan rancangan arsitek Ida Bagus Tugur, dengan luas mencapai 5500m2. Gambar 2.30 Interior Gedung Ksirarnawa 33 Interior gedung ksirarnawa mengambil konsep tampilan Bali, dengan atap yang terekspos, semakin menguatkan nuansa Bali dari interior gedung ini (lihat Gambar 2.30). Gambar 2.31 Gedung Wantilan Baru Gedung baru ini, sebelumnya dikenal sebagai Wantilan Art Center. Gedung ini biasa digunakan untuk pentas tari-tarian serta dharma santhi ketika Pesta Kesenian Bali (PKB). Dengan luas sekitar 900 m2, gedung ini dapat menampung sekitar 500 orang penonton, ketika pementsan sedang berlangsung (lihat Gambar 2.31). Gambar 2.32 Interior Gedung Wantilan Baru 34 Wantilan ini merupakan tempat yang biasanya digunakan oleh teater-teater SMA untuk menggelar lomba serta pertunjukan. Selayaknya wantilan pada umumnya, gedung wantilan ini juga menggunakan atap bertumpang seperti biasa, tetapi dikelilingi oleh tembok (lihat Gambar 2.32). 2.4.2 Arena Kecak Catur Eka Budhi Kesiman Arena Kecak Catur Eka Budhi terletak di Jalan Waribang Kesiman, tepatnya di samping kuburan (setra) Desa Pakraman Kesiman (lihat Gambar 2.33). Arena Kecak ini biasa mementaskan tarian Barong dan Keris setiap hari Minggu. Penonton utamanya adalah wisatawan luar negeri yang berkunjung ke Bali. Gambar 2.33 Interior 1 Arena Kecak Luasannya yang tidak begitu besar ± 800 m2 membuat suasana pertunjukannya menjadi lebih kompak, dalam artian penonton dapat merasakan spirit atau taksu dari tarian yang dibawakan secara dekat (lihat Gambar 2.34). Gambar 2.34 Interior 2 Arena Kecak 35 Meskipun panggung tempat pertunjukannya tergolong kecil, namun fasilitas pendukung yang terdapat pada Arena Kecak ini terbilang cukup lengkap. Mulai dari money changer, kantin, lounge serta stand baju Bali yang tentunya dapat menarik minat para pengunjung yang menonton pentas tari Kecak dan Barong. Untuk parkirnya, memanfaatkan badan jalan pada area sekitar gedung pertunjukan, walaupun pada saat pementasan tidak menyebabkan kemacetan, tetapi ketika selesai pementasan sekitar pukul 10.30, tepatnya saat penonton keluar dari gedung menuju ke kendaraan yang mengangkut mereka, baru terasa kemacetannya. 2.4.3 Bali Nusa Dua Theater Bali Nusa Dua Theater adalah gedung pertunjukan yang mampu menampilkan atraksi teatrikal kontemporer, sebagai fasilitas atraksi dari kawasan wisata international BTDC Nusa Dua. Pertunjukan andalan dari gedung ini adalah pertunjukan yang bertajuk Devdan. Kata Devdan berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “Pemberian dari Tuhan”. Fasilitas yang terdapat di kawasan gedumg pertunjukan teater ini meliputi restauran, hotel, area parkir, dan lain sebagainya yang tergolong ke dalam fungsi service, dengan luas hampir 1Ha, dapat menampung sekitar 700 penonton (lihat Gambar 2.35). Gambar 2.35 Eksterior Gedung Bali Nusa Dua Theater Tampilan interior yang elegan serta mewah, membuat kesan tersendiri bagi para penonton yang datang kemari (lihat Gambar 2.36). Dengan ditunjang berbagai macam spesifikasi untuk pertunjukan modern, gedung ini dapat menyajikan ilusi panggung serta efek-efek tertentu terkait dengan keperluan pementasan. 36 Gambar 2.36 Interior Gedung Bali Nusa Dua Theater Sumber: http://www.pinterest.com (Oktober 2014) 2.4.4 Tabel Hasil Studi Banding Dari ketiga objek kajian tersebut, dari yang terbilang kecil sampai tergolong besar, semuanya memiliki spesifikasinya masing-masing. Berikut ini adalah tabel perbandingan antara ketiga objek studi banding tersebut (lihat Tabel 2.2) : Tabel 2.2 Kajian Studi Banding No Kriteria Klasifikasi 1 Lokasi 2 3 4 Arena Kecak Catur Eka Budhi Arena Pertunjukan Jalan Waribang, Kesiman, Denpasar Fungsi dan Tempat Peranan pergelaran Tari Barong dan Kecak Fasilitas 1. Panggung Berhubungan Pertunjukan dengan 2. Auditorium Proyek 3. R. Gamelan 4. Money Changer 5. Kantin 6. Lounge Taman Budaya (Arts Center) Bali Nusa Dua Theater Pusat Kebudayaan Denpasar Gedung Pertunjukan Teater Kontemporer BTDC – Nusa Dua, Badung Jalan Nusa Indah, Denpasar Tempat pergelaran Kesenian a. Gedung Ksirarnawa Lt.1 1. Kantor 2. Ruang Pameran Lt.2 Tempat pertunjukan Devdan Show 1. Panggung Pertunjukan 2. Auditorium 3. Parkir 4. Loading Dock 5. Porte (Drop Off) 6. Loket Tiket 37 7. Toko Souvenir Eksterior 5 7 b. Wantilan Baru 1. Panggung Pertunjukan 2. Auditorium Menggunakan Menggunakan tampilan tampilan arsitektur arsitektur Bali Bali yang yang didominasi oleh didominasi kombinasi batu bata oleh merah dan batu penggunaan paras Bata Merah Interior Berkonsep arena dengan penataan seating satu arah, gedung pertunjukan semi terbuka, karena pada satu sisi tidak tertutup dinding Konsep Penggunaan Khusus untuk pentas Tari Barong dan Kecak, serta untuk pementasan lain terkait dengan piodalan di Pura yang terletak di samping arena pertunjukan 6 1. Panggung Pertunjukan 2. Auditorium 3. Resepsionis Gedung Ksirarnawa berkonsep tertutup untuk mengoptimalkan performa akustik dengan mengekspos struktur atap Wantilan baru memiliki konsep arena dengan penataan seating setengah lingkaran yang terletak di depan panggung pertunjukan Gedung Serbaguna 7. Lounge 8. Lobi 9. Ruang genzet Menggunakan tampilan arsitektur modern yang dikombinasi dengan sentuhan bali pada atap serta pemilihan material alam Konsep interior bangunan, terbilang elegan dengan penggunaan kursi lipat dengan bantalan yang empuk, dengan dominasi warna merah. Gedung pertunjukan drama teater, dengan pementasan utama bertajuk Devdan Show 38 Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa, bagian terpenting dari gedung pertunjukan adalah panggung dan auditorium. Dimana panggung merupakan tempat para pelakon (penari) menunjukkan aksinya sementara auditorium adalah tempat bagi penonton untuk menonton pertunjukan tersebut. Tentunya dalam hal ini tetap didukung oleh beberapa fasilitas pendukung untuk mendukung kenyamanan penonton serta pemain ketika menggunakan gedung tersebut yang dapat difungsikan sebagai gedung serbaguna. Penggunaan panggung teater tradisional, dalam beberapa pertunjukan juga dapat dialih fungsikan menjadi panggung pertunjukan teater modern, tetapi kualitas pertunjukannya menjadi kurang optimal karena pada beberapa poin belum memenuhi standar pengadaan penggung pertunjukan teater modern, seperti tata lampu dan tata suara (akustik), serta musik instrumennya. Berbeda dengan gedung pertunjukan Bali Nusa Dua Theater, yang menampilkan pementasan khusus bertajuk Devdan Show sebagai pertunjukan eksklusif, terkait dengan fungsi dari atraksi dari daerah wisata BTDC – Nusa Dua. Sehingga tidak memungkinkan bagi pertunjukan lain untuk menggunakan gedung pertunjukan ini. Berikut merupakan poin pertimbangan yang perlu dipertimbangakan dalam pengadaan gedung pertunjukan teater modern, terkait dengan hasil kajian fasilitas sejenis, yaitu (lihat tabel 2.3): Tabel 2.3 Poin Pertimbangan Gedung Ksirarnawa Wantilan Art Arena Kecak Catur Center Eka Budhi 1. Kurang terjangkau 1. Pengaturan Tata 1.Tata lampu & akustik bagi komunitas lampu & tata kurang optimal untuk teater pelajar dan suara serta akustik pementasan teater komunitas kecil kurang optimal modern, karena lainnya serta 2. Kenyamanan memang didesain kelompok kurang dari segi khusus untuk masyarakat penghawaan & panggung pertunjukan menengah yang tata panggung teater tradisional berminat menonton (auditorium) 2.Kenyamanan pertunjukan teater 3. Tidak penonton kurang, 2. Pementasan teater memungkinkan terkait dengan pada gedung ini, untuk penataan auditorium sebagian besar menampilkan dan penghawaan. berbentuk pertunjukan 3.Dukungan kompetisi yang dengan kapasitas soundsystem masih didanai oleh pemain yang kurang, untuk sponsor yang banyak seperti pementasan berskala terbilang besar drama musikal besar Bali Nusa Dua Theater 1. Eksklusif untuk pertunjukan Devdan Show, sehingga tidak dapat diakses secara bebas oleh seniman teater lain. 2. Merupakan gedung yang berfungsi sebagai tempat atraksi yang dikelola khusus oleh pihak BTDC, sebagai fungsi wisata atraksi di kawasan BTDC 39 Berdasarkan poin pertimbangan di atas (lihat tabel 2.3), dapat dikatakan gedung pertunjukan yang sudah ada kurang optimal dalam pementasan teater modern, maka diperlukan sebuah gedung pertunjukan yang memang mengakomodasi segala persyaratan serta kebutuhan dari sebuah pertunjukan teater modern. 2.5 Spesifikasi Umum Proyek Gedung Pertunjukan Teater Pada spesifikasi Umum Proyek yang disusun berdasarkan teori dan studi banding fasilitas sejenis yang didapatkan antara lain mengenai definisi, fungsi, tujuan, sistem pengelolaan, fasilitas dan lokasi dari Gedung Pertunjukan Teater Modern. 2.5.1 Definisi Gedung Pertunjukan Teater Modern yang dimaksudkan di sini, adalah sebuah bangunan berukuran besar yang digunakan untuk menonton suatu pertunjukan dalam hal ini, segala jenis serta bentuk pertunjukan yang tergolong ke dalam pementasan teater modern serta pengembangannya sebagai fungsi utama dan berbagai jenis pertunjukan lain yang dapat diakomodasi di dalamnya. tertentu yang memiliki keterkaitan dengan bidang kesenian. 2.5.2 Fungsi & Tujuan Fungsi dan tujuan dari Gedung Pertunjukan Teater Modern ini selain, sebagai tempat untuk rekreasi juga bertujuan untuk : 1. Mengaktifkan dan memberikan kesempatan kepada seniman-seniman khususnya para penggiat teater serta para seniman. 2. Memberikan edukasi dalam hal ini melalui pementasan serta fasilitas pendukung lainnya yang bersifat edukatif kepada para penonton serta pengunjung gedung pertunjukan. 2.5.3 Sistem Pengelolaan Prinsip umum sistem pengelolaan yaitu kerjasama antara pihak swasta sebagai pemilik proyek yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dengan kebudayaan serta pendidikan dalam memberikan edukasi serta hiburan kepada para pengunjung, dengan batasan tetap mengikuti tata aturan yang ditentukan oleh pemerintah terkait dengan fungsi bangunan komersil. 40 2.5.4 Jenis Pementasan Secara umum, pementasan yang diakomodasi dalam gedung pertunjukan ini meliputi segala jenis bentuk pertunjukan teater modern serta pengembangannya dan pertunjukan lainnya yang dapat diakomodasi dalam gedung ini. 2.5.5 Fasilitas Secara Umum Fasilitas gedung pertunjukan sangat terkait dengan jenis kegitan yang terdapat dalam gedung tersebut, seperti: 1. Kegiatan Utama yaitu menonton pertunjukan dan melakukan pertunjukan, jadi fasilitas utama yang diperlukan adalah tempat untuk melakukan pertunjukan dan tempat untuk menonton pertunjukan. Untuk mengakomodasi kegiatan utama tersebut, yang diperlukan adalah panggung (stage) dan tempat penonton (auditorium) 2. Kegiatan Penunjang meliputi kegiatan diluar menonton pementasan seperti kegiatan edukasi berupa pengumpulan infrormasi terkait pertunjukan teater serta kegiatan niaga lainnya seperti pembelian makanan dan merchandise, jadi fasilitas yang diperlukan meliputi restoran atau bar, perpustakaan dan retail merchandise 2.5.6 Persyaratan Lokasi Prinsip umum dalam penentuan lokasi dalam hal ini tentunya yang sesuai dengan tata aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam hal ini Pemkot Denpasar, dalam kaitannya pada pengadaan bangunan gedung yang bersifat komersial. Selain itu juga pilihan lokasi sebaiknya memikirkan kemudahan akses, memiliki nilai bila dilihat dari segi pariwisata, kemudian keadaan eksisting yang sudah dilengkapi oleh sarana dan prasarana serta utilitas yang baik. 41