III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan antara nilem hijau, serta populasi ikan nilem were. Perbedaan fenotipe morfometrik yang dinyatakan dalam koefisien keragaman (CV) dari 21 karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were digambarkan menggunakan grafik batang (Gambar 3) dan disajikan dalam tabel distribusi fenotipe morfometrik (Lampiran 2a dan 2b). Koefisien keragaman fenotipe morfometrik pada ikan nilem berkisar antara 0,06-0,27 (nilem hijau) dan 0,03-0,49 (nilem were). Pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) menunjukkan koefisien keragaman yang paling tinggi pada nilem were sebesar 0,49. Sebaliknya, karakter A2 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik di ujung mulut) merupakan fenotipe morfometrik yang menunjukkan koefisien keragaman paling rendah, yaitu 0,03 pada nilem were. Koefisien keragaman fenotipe morfometrik yang paling tinggi pada ikan nilem hijau ditunjukkan oleh karakter B1 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik awal sirip anal) sebesar 0,27, dan yang paling rendah adalah karakter B6 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip perut) sebesar 0,06. Karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) pada ikan nilem were dan nilem hijau memiliki nilai yang sama, yaitu 0,07 untuk A5 dan 0,09 untuk C3. Koefisien keragaman fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetis, lingkungan, dan interaksi genetis dengan lingkungan (Tave 1999). 0.49 0.6 0.17 0.1 0.18 0.14 0.11 0.13 0.13 0.17 0.11 0.12 0.26 0.08 0.07 0.13 0.18 0.09 0.09 0.14 0.15 0.06 0.09 0.1 0.07 0.08 0.07 0.27 0.18 0.12 0.13 0.18 0.15 0.13 0.06 0.1 0.07 0.07 0.03 0.2 0.11 0.3 0.15 0.12 CV 0.4 0.21 0.27 0.5 0 A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B3 B4 B5 B6 C1 C3 C4 C5 C6 D1 D3 D4 D5 D6 Karakter morfometrik nilem hijau nilem were Gambar 3 Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were. 3.1.2 Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau yang digambarkan dalam bentuk dendogram menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar 4). Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan truebreed nilem hijau (HH) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Secara genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. (Lampiran 3a). Similarity (%) 2 6 .3 7 5 0 .9 1 7 5 .4 6 1 0 0 .0 0 1 3 2 Ik a n Keterangan : 1 = Induk nilem hijau, 2 = Induk nilem were, 3 = truebreed nilem hijau Gambar 4 Hubungan interpopulasi nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik. 9 Berdasarkan hubungan 21 karakter morfometrik populasional menunjukkan pemisahan dalam 2 cluster, yaitu kelompok 1 dan kelompok 2. Karakter kelompok 1 (A1-B4-C5-C3) memiliki kemiripan berkisar antara 81,0999,99% dan kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6) memiliki kemiripan berkisar antara 93,19-99,99% (Gambar 5). Berdasarkan uji MANOVA (Levene’s Test) karakter C6 dan A6 berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakter lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6 dan A6 serta berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi pada ikan nilem (Lampiran 3b). Similarity (%) 7 0 .3 6 8 0 .2 4 9 0 .1 2 1 0 0 .0 0 A 1 B4 C5 C3 A 2 D6 A 5 D3 C1 A 6 D5 B3 B5 B6 C4 A 3 B1 D1 D4 A 4 C6 k a r a k te r Gambar 5 Hubungan interpopulasi tiap karakter fenotipe morfometrik nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik. 3.1.3 Heritabilitas Pendugaan nilai heritabilitas 21 karakter morfometrik dihitung berdasarkan regresi anak terhadap tetua pada ikan nilem hijau (Gambar 6), yaitu berkisar antara 0,02-6,79%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman ukuran karakter morfometrik pada ikan nilem hijau yang dipengaruhi oleh faktor genetik adalah 0,02-6,79%, selebihnya disebabkan oleh faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang terendah adalah karakter C5 (jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal sirip punggung) sebesar 0,02%, sedangkan yang terbesar adalah 10 karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) sebesar 6,79% (Lampiran 4 dan 2c). 6.79 8.00 2.05 2.44 1.45 0.02 0.88 1.85 2.91 3.95 3.31 2.50 4.10 2.39 1.63 2.00 1.27 1.40 3.00 2.38 4.00 1.89 5.00 1.00 5.11 5.49 6.00 0.03 heritabilitas (%) 7.00 0.00 A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B3 B4 B5 B6 C1 C3 C4 C5 C6 D1 D3 D4 D5 D6 Karakter morfometrik Gambar 6 Nilai heritabilitas karakter morfometrik pada ikan nilem hijau. 3.1.4 Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati pada pemeliharaan larva ikan nilem meliputi pH, suhu, Dissolved Oxygen (DO), dan Total Ammonia Nitrogen (TAN) (Tabel 1). Pada umumnya kualitas air tidak bervariasi pada pemeliharaan larva nilem dan berada pada kisaran yang dapat ditoleransi ikan air tawar. Dalam hal ini, pH berkisar antara 7,02-7,86, suhu berkisar antara 25-27, DO berkisar antara 4,1-5 mg/L, dan TAN berkisar antara 0,041-0,13 mg/L. Tabel 1 Kualitas air pada pemeliharaan larva ikan nilem Parameter Truebreed nilem hijau (HH) pH 7,02-7,5 Suhu (oC) 25-27 DO (mg/L) 4,1-5 TAN (mg/L) 0,041-0,10 Mulyasari (2010) 6-9,5 21-35 3-10,02 0-0,1 11 3.2 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan fenotipe morfometrik antara nilem hijau dan nilem were pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem were dibandingkan nilem hijau sebesar 0,49 pada nilem were versus 0,26 pada nilem hijau dan karakter A6 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem hijau dibandingkan nilem were sebesar 0,13 pada nilem hijau versus 0,06 pada nilem were. Dua karakter ini diduga menjadi pembeda dari ikan nilem were dengan ikan nilem hijau. Sedangkan dua karakter morfometrik menunjukkan kemiripan distribusi pada kedua jenis ikan nilem yaitu pada karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) dan diduga merupakan penciri jenis ikan nilem yang umum dimasyarakat. Secara umum nilai koefisien variasi suatu karakter mengindikasikan tingkat variabilitas karakter yang bersangkutan pada suatu populasi. Tingkat variabilitas suatu karakter fenotipe mencerminkan variabilitas genotip populasi tersebut yang menggambarkan variabilitas genetiknya (Ariyanto dan Subagyo 2004). Nilai variabilitas genetik berhubungan dengan proporsi gen-gen yang homozigot dan heterozigot. Semakin banyak proporsi gen yang homozigot berarti variabilitas genetiknya semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin banyak proporsi gen yang heterozigot, variabilitas genetiknya akan semakin tinggi. Koefisien keragaman pada kedua populasi menghasilkan kisaran nilai keragaman fenotipe morfometrik yang lebih tinggi pada nilem were, yaitu 0,030,49 versus 0,06-0,27 pada nilem hijau. Nilai keragaman fenotipe morfometrik nilem were yang lebih tinggi dibandingkan nilem hijau mengindikasikan bahwa ikan nilem were memiliki keragaman genetik yang lebih baik dibandingkan nilem hijau. Akan tetapi, perubahan fenotipe ini tidak berarti adanya perubahan genetik dari suatu populasi sehingga adanya perbedaan fenotipe diantara populasi tidak dapat dikatakan sebagai adanya perbedaan genetik (Mulyasari 2010). 12 Karakter fenotipe kedua populasi ikan nilem berdasarkan nilai koefisien keragaman menunjukkan nilai yang relatif rendah. Rendahnya keragaman tersebut diduga karena nilem telah lama dibudidayakan secara luas oleh masyarakat dan diakibatkan oleh faktor lingkungan selama kedua populasi hidup. Pola budidaya yang dilakukan untuk memelihara kedua populasi ini adalah polikultur, baik di wilayah Tasikmalaya maupun Bogor. Menurut Mulyasari (2010), sumber induk yang digunakan untuk pembenihan di daerah Tasikmalaya berasal dari beberapa lokasi budidaya ikan nilem yang ada di Tasikmalaya, sedangkan untuk lokasi di Bogor sumber induk hanya berasal dari Tasikmalaya. Selain itu, koefisien keragaman yang rendah juga diduga akibat pemeliharaan ikan nilem yang dilakukan bersamaan dengan ikan lainnya. Dalam riset Senanan et al. (2004) menjelaskan bahwa keragaman genetik ikan Clarias macrocephalus diduga dipengaruhi oleh adanya input genetik dari ikan Trichogaster pectoralis yang dipelihara dalam satu wadah pemeliharaan. Leary et al. (1995) dalam Wuwungan (2009) menyatakan bahwa genotip dengan tingkat keragaman yang tinggi menunjukkan fitness yang lebih baik, diantaranya meliputi laju pertumbuhan, fekunditas, viabilitas, serta daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan stres. Keragaman genetik yang rendah dari ikan nilem hijau juga kemungkinan disebabkan oleh proses seleksi maupun inbreeding pada jumlah populasi yang terbatas tanpa pola rekrutmen yang terarah. Sedangkan faktor yang dapat meningkatkan keragaman genetik adalah munculnya gen baru hasil mutasi dan introduksi gen dari proses migrasi populasi. Namun demikian, menurut Soewardi (2007) dalam Mulyasari (2010), laju mutasi yang terjadi di alam berlangsung lambat, sedangkan proses migrasi pada populasi ikan air tawar sangat terbatas, meskipun keduanya berpeluang menyediakan cukup keragaman genetik bagi populasi. Sebagaimana dilaporkan pada hasil riset terdahulu bahwa keragaman genetik ikan nilem hijau tidak cukup tinggi dibandingkan dengan ikan nilem were (Mulyasari 2010). Semakin beragam sumberdaya genetik suatu populasi, akan semakin tinggi kemampuan populasi tersebut untuk bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama dan semakin tinggi pula daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitar. Sebaliknya, kurangnya variasi genetik atau terlalu tinggi 13 homozigositas dapat menurunkan ketahanan hidup dan fitness suatu individu atau populasi. Menurut Dunham (2004), keragaman genetik penting untuk mempertahankan keberlangsungan suatu spesies dalam jangka waktu yang lama karena keragaman genetik memberikan keunggulan terhadap kebugaran suatu populasi atau spesies dengan cara memberikan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. Frekuensi alel dalam genotip populasi di alam tidak selalu tercermin dalam populasi hatchery atau laboratorium. Menurut Li et al. (2004), perubahan acak dalam frekuensi alel dapat disebabkan oleh kesalahan sampling atau perkawinan dalam memproduksi keturunan. Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar 4). Kemiripan karakter dari nilem hijau dan truebreed nilem hijau (HH) sebesar 43,25%. Hal ini menunjukkan bahwa secara genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyasari (2010) bahwa truss morfometrik sangat dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan genotip tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Adanya pengaruh lingkungan sesuai dengan pendapat Turan dan Basusta (2001) yang mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan ketersediaan makanan berpengaruh pada perbedaan fenotipe ikan herring. Menurut Kirpichnikov (1981) dalam Amrullah (2001), tampilan morfologi berdasarkan pengukuran morfometrik dan meristik merupakan refleksi dari kekuatan pewarisan karakter dari sumber gamet serta kondisi lingkungan yang mendukungnya pada saat pembelahan sel berlangsung. Menurut Tave (1999), keragaman fenotipe berasal dari penjumlahan keragaman genetik, keragaman lingkungan, dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Pada kondisi lingkungan yang optimal, kemampuan tumbuh organisme akan optimal dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, kualitas air media pemeliharaan larva masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan nilem. Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat 2 kelompok dalam hubungan 21 karakter morfometrik. Karakter C6 dan A6 yang berada pada kelompok 2 berbeda 14 nyata terhadap karakter lainnya. Faktor genetis mengontrol kedua karakter ini dan berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi yang terdapat pada kelompok 2. Pada saat mengalami perubahan genetis pada salah satu atau beberapa karakter pada kelompok 2 maka secara langsung karakter lainnya dalam kelompok 2 akan mengikuti perubahan tersebut. Apabila ditinjau dari koefisien keragaman, karakter C6 pada nilem were memiliki keragaman paling tinggi diantara karakter lainnya. Hal ini menguatkan dugaan di atas bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6. Sedangkan karakter A6 menunjukkan nilai koefisien keragaman 0,13 (nilem hijau) dan 0,06 (nilem were). Meskipun memiliki koefisien keragaman yang rendah, karakter A6 berada pada kelompok 2 sehingga diduga akan mengikuti perkembangan karakter lainnya dalam kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6). Berdasarkan angka pewarisan karakter morfometrik yang dihitung pada nilem hijau menunjukkan heritabilitas yang relatif rendah (0,02-6,79 %). Hal ini menegaskan bahwa tingkat kemiripan genetik kedua tetua pada truebreeding cukup tinggi. Sedangkan hubungan interpopulasi nilem hijau dengan nilem were menunjukkan tingkat keragaman yang lebih tinggi seperti digambarkan melalui dendrogram (Gambar 8). Menurut Fujaya (1999), nilai heritabilitas dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungan dan umur ikan pada saat fenotipe diukur. Hetzel et. al (2000) menjelaskan bahwa variasi fenotipe seperti heritabilitas bisa mengalami penurunan akibat perubahan genetik. Nilai heritabilitas yang rendah juga diakibatkan oleh perbedaan lingkungan dari induk dan keturunan. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat kondisi lingkungan di alam sangat berbeda dengan kondisi lingkungan dalam laboratorium. Pernyataan ini diperkuat oleh Vandeputte et al. (2004) bahwa nilai heritabilitas yang rendah dipengaruhi oleh lingkungan ataupun jumlah induk yang digunakan dalam pemijahan. Ada hal penting yang perlu diperhatikan sebelum pembudidaya memulai program pemuliaan seperti hibridisasi, salah satunya adalah mengetahui hubungan kekerabatan. Filogenetik sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu persilangan karena dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya perkawinan antar populasi. Berdasarkan hasil penelitian, metode pengukuran fenotipe morfometrik cukup untuk menggambarkan kekerabatan interpopulasi ikan nilem.. 15 Hasil penelitian menunjukkan informasi yang penting dalam mengambil keputusan untuk program pemuliaan yang akan dijalankan oleh pembudidaya. Langkah awal yang perlu dilakukan untuk ikan nilem were adalah pembentukan populasi dasar. Pembentukan populasi dasar membutuhkan stok induk yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga mampu menyediakan alel-alel yang beragam yang berhubungan dengan produktivitas seperti laju pertumbuhan yang tinggi, efisiensi pakan tinggi, atau tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu diperlukan perbaikan sistem rekrutmen dengan menambah jumlah pasang induk yang akan digunakan dalam pemijahan. Selain itu dapat pula dilakukan seleksi untuk meningkatkan nilai variabilitas genetik dan heritabilitas karakter pertumbuhan. Menurut Tave (1993), Gjedrem (1993) serta Falconer dan Mackey (1996) dalam Ariyanto dan Subagyo (2004) aktivitas seleksi pada suatu generasi mampu memperbaiki kualitas genetik sebesar 10%-20% pada setiap generasi selanjutnya. Perbaikan genetik ikan nilem hijau dapat dilakukan melalui program persilangan. Penentuan ini berdasarkan pada nilai koefisien keragaman yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan dapat dilakukan dengan spesies ikan yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan ini dapat dilakukan secara interspesifik, intraspesifik, maupun intergenerik. Apabila ditinjau dari nilai heritabilitas ikan nilem hijau, maka dapat pula dilakukan seleksi famili pada populasi ikan nilem hijau. Seleksi famili dapat diterapkan untuk ikan yang memiliki nilai heritabilitas lebih kecil atau sama dengan 0,15 (Tave 1999). Program selective breeding, salah satunya melalui seleksi famili dilakukan untuk memperbaiki karakter fenotipe terutama laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan yang tinggi pada populasi ikan budidaya akan meningkatkan produksi ikan yang dibudidayakan. Dengan produktivitas yang tinggi dalam budidaya maka keuntungan para pembudidaya ikan diharapkan dapat meningkat. 16