164 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran strategi belajar yang dilakukan siswa kelas IX SMP di wilayah Kotamadya Yogyakarta serta menguji model trilogi belajar akademik dengan spirit mencari solusi atas kekurangan-kekurangan yang terdapat pada model belajar akademik yang sudah ada sebelumnya. Dari hasil pengujian-pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting sebagai berikut : 1. Tidak seperti dugaan mengenai rendahnya penggunaan strategi kognitif mendalam (deep learning) pada siswa di Indonesia, responden dalam penelitian ini ditemukan menggunakan strategi kognitif mendalam (deep learning) dalam mempelajari Matematika. Namun, rupanya bentuk evaluasi belajar yang digunakan tidak menuntut penggunaan strategi kognitif mendalam, sehingga dalam konteks penelitian ini, strategi kognitif mendalam tidak memediasi baik pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi matematika maupun pengaruh metakognisi terhadap prestasi matematika. Kebanyakan soal-soal yang disajikan bagi siswa, termasuk Tes Pendalaman Materi (TPM) Matematika yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan soal-soal repetisi yang terus muncul baik di sekolah maupun di luar sekolah (di kelas bimbingan belajar atau les privat). Soal-soal repetisi bukanlah tugas baru yang menuntut penggunaan berpikir kritis, sehingga tidak membutuhkan strategi kognitif mendalam. 2. Sebagian besar responden dalam penelitian ini mengikuti kegiatan les di luar sekolah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa siswa yang mengikuti les di 165 luar sekolah memiliki motivasi belajar, metakognisi, dan prestasi matematika yang lebih tinggi dibanding siswa yang tidak mengikuti les. Artinya kegiatan dan para mentor les telah berperan memberikan dukungan bagi perkembangan kognitif (scaffolding) responden di usia remaja ini. Dalam hal ini, sekolah yang seharusnya menjadi sarana pencetak agen pembelajar mandiri telah dikalahkan fungsinya dengan lembaga pendidikan di luar sekolah. 3. Model trilogi yang disusun pada awal penelitian ini mengalami pergeseran. Pergeseran model ini diawali dengan temuan mengenai hubungan positif yang sangat kuat antar variabel independen, yaitu motivasi belajar dan metakognisi. Eksplorasi lebih lanjut dilakukan terkait korelasi yang sangat kuat antara dua variabel yang secara teoritis memiliki perbedaan yang sangat jelas tersebut. Eksplorasi dilakukan melalui rekonfigurasi konstruk yaitu peleburan dua konstruk menjadi satu konstruk, yang diberi nama Pengelolaan Diri. Dari rekonfigurasi konstruk disusunlah model induktif. Model induktif yang ditemukan dalam penelitian ini menyebutkan bahwa pengelolaan diri berpengaruh terhadap prestasi matematika melalui strategi kognitif. Temuan model induktif ini, kendati secara keseluruhan sesuai dengan data empiris, tetapi secara parsial ditemukan hasil pengujian yang tidak signifikan. Sama halnya dengan hasil pengujian dalam model trilogi, strategi kognitif juga tidak teruji sebagai mediator dalam model induktif. Dengan demikian, dalam penelitian ini ditemukan perubahan dinamika penyumbang prestasi matematika dari trilogi yang terdiri dari motivasi belajar, metakognisi, dan strategi kognitif menjadi ekalogi yaitu pengelolaan diri. 166 4. Perubahan trilogi menjadi ekalogi sebagai penyumbang prestasi matematika terjadi dalam konteks di mana tugas yang dihadapi siswa adalah tugas-tugas yang sudah familiar atau bukan tugas baru. Jenis tugas seperti itu tidak membutuhkan pengolahan informasi secara mendalam seperti yang perlu dilakukan pada materi-materi atau tugas-tugas baru. Berdasarkan hal itu, maka pada tugas-tugas baru, model trilogi belajar akademik belum tentu mengalami pergeseran. 5. Kecerdasan berperan sebagai moderator bagi kuat lemahnya pengaruh metakognisi terhadap prestasi matematika B. Keterbatasan Penelitian 1. Terkait pengukuran metakognisi, dalam penelitian ini menggunakan metode paper and pencil. Kelemahan metode paper and pencil adalah pengukuran tidak berdasarkan perilaku metakognisi yang sedang berlangsung selama proses penyelesaian tugas, tetapi dilakukan sebelum atau sesudahnya 2. Pengambilan data yang dilakukan pada semester genap, yaitu menjelang pelaksanaan UN siswa SMP, sedianya diasumsikan mampu mengukur variabel-variabel dalam penelitian ini secara lebih tepat. Tetapi, jika melihat hasil penelitian ini, muncul dugaan bahwa dalam situasi normal tanpa tekanan menjelang UN kemungkinan hasil penelitian akan berbeda. Pada situasi menjelang UN, para siswa sudah memiliki bekal berbagai latihan soal hingga cukup akrab dengan soal-soal yang muncul dalam TPM beserta jawaban atas soal-soal tersebut. Dengan banyaknya latihan soal tersebut, strategi kognitif mendalam menjadi tidak terlihat fungsinya. 167 C. Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian serta keterbatasan penelitian yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut : 1. Rekomendasi untuk pengembangan ilmu a. Hasil analisis butir terhadap Tes Pendalaman Materi yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa butir-butir soal dalam TPM cukup memprihatinkan dan diragukan fungsinya sebagai alat ukur prestasi belajar yang digunakan secara serentak di seluruh wilayah kotamadya. Berdasarkan hal itu, kepada para peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti peran strategi kognitif dalam belajar dan menggunakan tes-tes serupa, disarankan untuk membuat sendiri soal-soal baru yang lebih menuntut tugas baru sehingga lebih mampu menjelaskan peran strategi kognitif. b. Terkait dengan kelemahan pengukuran metakognisi dengan metode paper and pencil, maka disarankan bagi peneliti berikutnya untuk menggunakan metode pengukuran lain yang lebih mampu mengukur penggunaan metakognisi responden secara langsung. 2. Rekomendasi yang bersifat praktis a. Terkait dengan tidak berperannya strategi kognitif mendalam akibat banyaknya repetisi soal-soal yang diberikan pada siswa, direkomendasikan kepada pihak sekolah agar evaluasi belajar yang diberikan hendaknya lebih mengungkap pemahaman mendalam siswa, dan bukan kemampuan menghafal jawaban. Bagi pembuat soal-soal ujian agar lebih banyak menuntut penggunaan deep learning, yakni dengan 168 menghadapkan masalah-masalah baru yang menuntut siswa untuk berpikir dengan lebih kritis. Cara yang dapat dilakukan adalah lebih banyak menyediakan soal-soal yang bersifat aplikatif, menuntut analisis, dan mengevaluasi sesuatu, tidak hanya menuntut kemampuan menghafal dan memahami dengan hanya meminta siswa memilih jawaban yang paling benar dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan. b. Latihan soal sebagai pengujian terhadap pemahaman materi memang perlu dilakukan, tetapi jika kegiatan tersebut mendominasi aktivitas di sekolah dan dilakukan secara berulang-ulang maka dapat berpotensi mengajarkan siswa melakukan hal-hal secara mekanis tanpa melakukan proses berpikir kritis. Dengan demikian disarankan pada sekolah untuk mengurangi kegiatan mekanis tersebut dengan lebih banyak menuntut siswa berpikir kritis. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi kegiatan repetisi latihan soal dan menyediakan jenis evaluasi yang lebih bervariasi. c. Dengan adanya fakta tentang banyaknya siswa yang mengikuti les atau bimbingan belajar yang terbukti mengalahkan peran sekolah sebagai pencetak agen pembelajar aktif, maka disarankan kepada pihak-pihak di sekolah, khususnya guru dan kepala sekolah, untuk melakukan refleksi dan peningkatan fungsi pendidikan sekolah sebagaimana tujuan yang semestinya, yaitu mencetak siswa-siswi yang siap menjadi pembelajar sepanjang masa dengan kemampuan berpikir yang kritis. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, metakognisi, strategi kognitif, dan prestasi belajar siswa. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah memberikan pelatihan kepada para guru mengenai cara memotivasi 169 belajar, meningkatkan keterampilan metakognisi, serta melatih penggunaan strategi kognitif siswa. Pelatihan hal-hal tersebut perlu dilakukan sesering mungkin sehingga terinternalisasi dalam diri siswa menjadi kebiasaan dalam belajar. Hal ini akan lebih efektif dilakukan bersamaan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga di dalam kelas tidak hanya terjadi transfer pengetahuan atau latihan soal-soal saja. d. Dengan terbuktinya peran kecerdasan dalam pengaruh metakognisi terhadap prestasi matematika, maka perlu diberikannya latihan-latihan untuk meningkatkan kesadaran metakognisi bagi siswa-siswa yang memiliki kecerdasan rendah.