BAHAN UNTUK BAB 2

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
A.
Kajian Pustaka
1.
Dividen
1.1 Pengertian Dividen
Tujuan utama sebuah perusahaan adalah memaksimumkan harga saham
dari perusahaan tersebut. Salah satu faktor yang menentukan harga saham adalah
kemampuan perusahaan dalam meningkatkan aliran kas kini dan pada masa yang
akan datang. Dengan demikian perusahaan selaku emiten mampu mengelola
usaha secara produktif guna memberikan keyakinan kepada para pemegang saham
untuk memperoleh pendapatan (dividen atau capital gain) di masa yang akan
datang. Setiap kebijakan dividen dapat menjadi bahan penilaian oleh investor
mengenai kinerja suatu perusahaan. Pengumuman dividen merupakan salah satu
informasi yang akan direspon oleh pasar. Pengumuman dividen dan pengumuman
laba pada periode sebelumnya adalah dua jenis pengumuman yang paling sering
digunakan oleh para manajer untuk menginformasikan prestasi dan prospek
perusahaan.
Menurut Hery (2013:7), dividen adalah pembayaran kepada pemilik
perusahaan yang diambil dari keuntungan perusahaan, baik dalam bentuk saham
maupun tunai. Penentuan pembagian dividen ditetapkan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Pendapat lainnya menurut Simatupang (2010:39),
15
16
dividen adalah keuntungan bersih setelah dikurangi pajak yang diberikan
perusahaan penerbit saham kepada para pemegang saham. Dividen dibagikan
kepada pemegang saham secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar saham
yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Dapat disimpulkan bahwa dividen
merupakan distribusi atas hasil kinerja operasional perusahaan dalam bentuk kas,
saham atau dalam bentuk lainnya kepada pemegang saham sebesar proporsi dari
jumlah saham yang dimilikinya.
1.2
Kebijakan Dividen
Menurut Hery (2013:14), kebijakan dividen merupakan suatu keputusan
pendanaan perusahaan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan
akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan. Semakin besar
laba yang ditahan, maka akan semakin kecil jumlah laba yang dialokasikan untuk
pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan
pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen. Pendapat
lainnya menurut Harjito, et al (2012:181), kebijakan dividen (dividend policy)
merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun
akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan
untuk menambah modal guna membiayai investasi di masa yang akan datang.
Dengan kata lain kebijakan dividen merupakan suatu keputusan pihak manajemen
yang menentukan apakah membayar return (perolehan) kepada pemegang saham
atau mempertahankan return tersebut untuk diinvestasikan kembali di dalam
perusahaan.
17
Menurut Hery (2013:16-21) menyebutkan ada beberapa teori-teori
tentang kebijakan dividen. Teori-teori tersebut adalah :
1. Dividend Irrelevance Theory
Kebijakan dividen tidak relevan atau tidak mempunyai pengaruh terhadap
harga saham (nilai perusahaan). Nilai perusahaan hanya ditentukan oleh risiko
bisnis dan kemampuannya dalam menghasilkan laba, bukan pada besar
kecilnya dividen yang dibagikan, sesuai teori Modigliani dan Miller (M-M).
2. The Bird-in-the-Hand Theory,
Teori ini diberikan oleh Bhattacharya sebagai tanggapan terhadap teori
Modigliani dan Miller. Teori ini menyatakan bahwa seekor burung ditangan
akan lebih berharga dari pada seribu burung di udara. Investor lebih menyukai
dividen karena dividen merupakan sesuatu yang pasti untuk didapatkan saat
ini, berbeda dengan keuntungan dari capital gain yang mengandung ketidak
pastian mengenai saat naiknya harga pasar saham di masa yang akan datang.
Teori ini juga berpendapat bahwa meningkatnya dividen akan meningkatkan
harga saham yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan nilai
perusahaan.
3. Tax Preference Theory
Investor menyukai perusahaan yang membayar dividen yang rendah untuk
alasan pajak. Besarnya tarif pajak untuk dividen adalah jauh lebih tinggi
dibanding tarif pajak untuk capital gain, sehingga investor menginginkan
perusahaan menahan labanya untuk menghindari pajak yang lebih tinggi.
4. Residual Dividend Theory
18
Dalam hal ini, dividen yang dibayarkan adalah sama dengan laba bersih
dikurangi dengan laba yang ditahan untuk membiayai investasi perusahaan.
Perusahaan akan membayar dividen hanya ketika menghasilkan keuntungan
yang tidak digunakan untuk investasi. Dividen residual ditentukan dengan
cara :
1. Mempertimbangkan kebutuhan atau peluang investasi perusahaan yang
menguntungkan.
2. Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan
besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi.
3. Memanfaatkan laba ditahan semaksimal mungkin untuk memenuhi
kebutuhan modal sendiri.
4. Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.
5. Signaling Hypothesis Theory
Perubahan dividen mengandung informasi mengenai perubahan prospek
perusahaan di masa mendatang. Dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
dapat digunakan oleh investor untuk memprediksi kondisi perusahaan di masa
mendatang, termasuk harga saham perusahaan. Peningkatan dividen yang
membuat pasar memiliki reaksi positif akan mendorong signaling theory.
Pasar akan cenderung menginterprestasikan peningkatan dividen sebagai
pertanda baik prospek perusahaan, dan sebaliknya bahwa pasar akan beraksi
negatif jika terjadi penurunan dividen yang dianggap sebagai pertanda tidak
baik mengenai prospek perusahaan di masa mendatang. Pengumuman
19
perusahaan untuk meningktakan pembayaran dividen dapat dijadikan sebagai
indikator bahwa perusahaan memiliki prospek masa depan yang baik.
6. Clientele Effect Theory
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang
berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen
perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan
pada saat ini dalam bentuk dividen, seperti contohnya pada individu yang
sudah pensiun, menghendaki perusahaan menetapkan dividend payout ratio
yang tinggi. Sebaliknya, kelompok pemegang saham yang tidak begitu
membutuhkan uang pada saat ini, lebih senang jika perusahaan menahan
sebagian besar laba bersih karena bagi mereka bahwa pembagian dividen
yang besar berarti pajak yang dibayarkan juga akan semakin besar.
Menurut Hery (2013:7-12), dividen yang dibayarkan kepada pemegang
saham ditinjau dari bentuknya ada 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Dividen Tunai (Cash Dividend)
Merupakan bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang
saham dalam bentuk cash (tunai). Dividen tunai adalah bentuk pembagian
keuntungan yang paling sering dilakukan. Ada tiga hal yang penting yang
membuat perusahaan dapat membayarkan dividen tunai, yaitu tersedianya laba
ditahan, cukup uang kas dan adanya tindakan resmi dari dewan direksi.
2. Dividen Saham (Stock Dividend)
Distribusi sebagian keuntungan perusahaan dalam bentuk saham kepada para
pemegang saham dinamakan sebagai dividen saham. Pada umumnya, dividen
20
saham dibagikan dalam bentuk saham biasa dan diterbitkan kepada pemegang
saham biasa.
3. Dividen Properti (Property Dividend)
Adalah dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas. Aktiva yang
dibagikan bisa berbentuk saham dari perusahaan lain yang dimiliki oleh
perusahaan, barang dagangan, atau aktiva-aktiva lainnya.
Pada prakteknya, perusahaan cenderung memberikan dividen dengan
jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Menurut Hery (2013:13),
kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa :
1. Investor melihat kenaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan
memiliki prospek yang cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat
perusahaan lebih senang mengambil jalan aman, yaitu tidak menurunkan
pembayaran dividen.
2. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi (stabil).
Pengumuman dividen merupakan salah satu informasi yang akan direspon
oleh pasar.
Menurut Hery (2013:13) ada beberapa tujuan pembagian dividen,yaitu :
1. Untuk memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang saham, karena
tinggi dan stabilnya dividen yang dibayarkan akan mempengaruhi harga
saham.
2. Untuk menunjukkan likuiditas perusahaan. Dengan dibayarkannya dividen,
diharapkan bahwa kinerja perusahaan di mata investor akan terlihat bagus.
3. Untuk menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi gejolak ekonomi
21
yang
terjadi,
serta
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memberikan hasil kepada investor.
4. Untuk menarik investor karena sebagian besar investor memandang risiko
dividen lebih rendah dibanding risiko capital gain.
5. Sebagai alat komunikasi antara manajer dan pemegang saham.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak faktor yang dapat
mempengaruhi penentuan besarnya dividen tunai yang dibagikan kepada
pemegang saham. Menurut Hery (2013, 1-2), kebijakan dividen suatu perusahaan
dapat dipengaruhi oleh tingkat likuiditas, kebutuhan dana untuk membayar utang,
peluang investasi atau potensi pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan,
posisi arus kas dan profitabilitas perusahaan.
1.3
Dividend Payout Ratio (DPR)
Dividend payout ratio (DPR), rasio ini mengukur berapa besar bagian
laba bersih setelah pajak yang dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang
saham (Sudana, 2011:24). DPR merupakan persentase dari pendapatan yang akan
dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai cash dividend (Riyanto,
2012:267). Dividend payout ratio (DPR) mengukur porsi penghasilan yang
dibayarkan dalam dividen. Rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio
(DPR) dapat dihitung dengan membagi dividen per lembar saham dengan
penghasilan per lembar saham. Menurut Rahardjo (2009:151), rasio pembayaran
dividen (dividend payout ratio) mengukur porsi penghasilan yang dibayarkan
dalam dividen.
22
Rasio pembayaran dividen (dividend payot ratio) menentukan jumlah
laba yang dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber
pendanaan. Rasio ini menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan
kepada pemegang saham yang berupa dividen kas. Apabila laba perusahaan yang
ditahan untuk keperluan operasional perusahaan dalam jumlah besar, berarti laba
yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Sebaliknya jika
perusahaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka hal
tersebut akan mengurangi porsi laba ditahan dan mengurangi sumber pendanaan
intern. Namun, dengan lebih memilih membagikan laba sebagai dividen tentu saja
akan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham, sehingga para pemegang
saham akan terus menanamkan sahamnya untuk perusahaan tersebut. Menurut
Rahardjo (2009:151), rumus rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio
(DPR) adalah sebagai berikut:
Dividen per Lembar Saham (DPS)
Dividend Payout Ratio (DPR)
=
Penghasilan per Lembar Saham (EPS)
Sumber: Rahardjo (2009:151)
Untuk mencari rumus dividend payout ratio (DPR) maka kita harus
mencari dahulu penghasilan per lembar saham atau earning per share (EPS) dan
dividen per lembar saham atau dividend per share (DPS). Menurut Sugiyono, et al
(2008:74) rumus penghasilan per lembar saham atau earning per share (EPS)
adalah sebagai berikut:
23
Laba Bersih
Earning Per Share (EPS)
=
Jumlah lembar Saham
Sumber: Sugiyono dan Edy Untung (2008:74)
Menurut Rahardjo (2009:102), dividen per lembar saham atau dividend
per share (DPS) adalah sebagai berikut:
Dividen untuk Saham Biasa
Dividend Per Share (DPS)
=
Jumlah Lembar Saham
Sumber: Rahardjo (2009:102)
2.
Pasar Modal yang Efisien
Pasar modal dikatakan efisiensi bila informasi dapat diperoleh dengan
mudah dan murah oleh pemakai modal, sehingga informasi yang relevan dan
terpercaya dan telah tercermin dalam harga-harga saham. Sebagian besar saham
dihargai dengan tepat dan pemodal dapat memperoleh imbalan normal dengan
memilih secara acak saham-saham dalam resiko tertentu. Karena penyampaian
informasi begitu sempurna, tidak mungkin bagi pemodal manapun untuk
memperoleh laba ekonomi (imbalan abnormal) dengan memanipulasi informasi
yang tersedia khusus baginya.
Ciri penting efisiensi pasar adalah gerakan acak (random walk) dari
harga pasar saham. Harga saham secara cepat bereaksi terhadap berita-berita baru
yang tidak terduga, sehingga arah gerakannya pun tidak bisa diduga. Sepanjang
24
suatu kejadian bisa diduga, kejadian itu sudah tercermin pada harga saham
(Anoraga, 2011:83). Jadi yang dimaksud dengan pasar modal yang efisien adalah
pasar dimana semua informasi yang tersedia secara luas dan murah untuk para
informasi dan investor yang relevan telah dicerminkan dalam harga-harga
sekuritas tersebut. Pasar modal efisien terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu
(Anoraga, 2011:85):
a.
Pasar efisien bentuk lemah (weakform)
Adalah suatu pasar modal dimana harga saham sekarang merefleksikan
semua informasi historis (seperti harga dan volume perdagangan dimasa lalu).
Lebih lanjut informasi masa lalu dihubungkan dengan harga saham untuk
membantu menentukan harga saham sekarang. Oleh karena itu, informasi
historis tersebut tidak bisa langsung digunakan untuk memprediksi perubahan
dimasa yang akan datang karena sudah tercermin pada harga saham saat ini.
Berbagai kecenderungan harga dapat ditemukan oleh analisis kecenderungan
informasi masa lalu. Jadi, pasar modal efisien bentuk lama, harga saham
mengikuti kecenderungan tersebut.
b.
Pasar efisien bentuk setengah kuat (semi strong)
Pasar efisien bentuk setengah kuat adalah pasar dimana harga saham pada
pasar modal menggambarkan semua informasi yang dipublikasikan (seperti
earning, dividen, pengumuman stock split, penerbitan saham baru dan
kesulitan keuangan yang dialami perusahaan) sampai ke masyarakat
keuangan. Tujuannya adalah untuk meminimalkan ketidaktahuan mengenai
operasi perusahaan dan dimaksudkan untuk menjelaskan dan menggambarkan
25
kebenaran nilai dari suatu efek yang telah dikeluarkan oleh suatu institusi.
Jadi semua informasi yang relevan dipublikasikan menggambarkan harga
saham yang relevan. Jadi dapat disimpulkan dalam pasar efisien bentuk
setengah kuat ini investor tidak dapat berharap akan mendapatkan abnormal
return jika strategi yang dilakukan hanya didasari oleh informasi yang telah
dipublikasikan.
c.
Pasar efisien bentuk kuat (strong form)
Pasar modal yang efisien dalam bentuk kuat merupakan tingkat efisien pasar
yang tertinggi (konsep pasar yang tertinggi). Konsep pasar efisien bentuk kuat
mengandung arti bahwa semua informasi direfleksikan dalam harga saham
baik informasi
yang dipublikasikan maupun informasi
yang tidak
dipublikasikan (private information), sehingga dalam pasar bentuk ini tidak
akan ada seorang investorpun yang bisa memperoleh abnormal return.
Private Information adalah informasi yang hanya diketahui oleh orang dalam
dan bersifat rahasia karena alasan strategi.
3.
Rasio Keuangan
3.1
Analisis Rasio Keuangan
Analisis laporan keuangan, menurut Harahap (2013:189-190), terdiri
dari dua kata yaitu Analisis dan Laporan Keuangan. Untuk menjelaskan
pengertian kata ini kita dapat menjelaskannya dari arti masing-masing kata. Kata
analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjkadi berbagai
unit terkecil. Sedangkan laporan keuangan adalah Neraca, Laba/Rugi dan Arus
26
Kas (dana). Kalau dua pengertian ini digabungkan, maka analisis laporan
keuangan berarti : “menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit
informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau
mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif
maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan
lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang
tepat”.
Mengadakan interprestasi atau analisa terhadap laporan keuangan suatu
perusahaan akan sangat bermanfaat bagi penganalisa untuk dapat mengetahui
keadaan dan perkembangan keuangan dari perusahaan yang bersangkutan.
Pimpinan perusahaan atau manajemen sangat berkepentingan terhadap laporan
keuangan dari perusahaan yang dipimpinnya. Dengan mengadakan analisa laporan
keuangan dari perusahaannya, manajer akan dapat mengetahui keadaan dan
perkembangan keuangan dari perusahaannya dan akan dapat diketahui hasil-hasil
keuangan yang telah dicapai di waktu-waktu yang lalu dan waktu yang sedang
berjalan. Dengan mengadakan analisa data keuangan dari tahun-tahun yang lalu
dapat diketahui kelemahan-kelemahan dari perusahaannya serta hasil-hasil yang
telah dianggap cukup baik. Hasil analisa historis tersebut sangat penting artinya
bagi perbaikan penyusunan rencana atau policy yang akan dilakukan diwaktu
yang akan datang.
Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan
keuangan perusahaan. Hal ini termasuk beban bunga dan kemampuan perusahaan
membayar kembali hutangnya yang dapat dievaluasi dengan membandingkan
27
setiap hutang perusahaan terhadap aktiva dan membandingkan bunga yang harus
dibayar terhadap laba yang tersedia untuk membayar bunga. Perbandingan seperti
ini dilakukan dengan menggunakan analisis rasio.
Untuk menganalisis rasio keuangan, diperlukan perhitungan rasio
keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio keuangan mungkin
dihitung berdasarkan atas angka-angka yang tercantum di neraca saja, di laporan
laba rugi saja, atau keduanya. Setiap analisis keuangan bisa saja merumuskan
rasio tertentu yang dianggap mencerminkan aspek tertentu. Agar rasio keuangan
bisa mencerminkan manfaat maka diperlukan standar-standar untuk perbandingan.
Salah satu pendekatannya adalah membandingkan rasio-rasio perusahaan dengan
pola untuk industri atau lini usaha perusahaan yang secara dominan beroperasi.
Pendekatan ini didasarkan pada premis bahwa beberapa kekuatan ekonomi dan
bisnis yang mendasar memaksa seluruh perusahaan dalam suatu industri untuk
berprilaku serupa. Namun demikian, tetap saja mungkin rasio keuangan
perusahaan kecil akan berbeda dari rasio keuangan perusahaan besar.
3.2
Manfaat Rasio Keuangan
Rasio keuangan digunakan untuk membandingkan risiko dan tingkat
imbal hasil dari berbagai perusahaan untuk membantu investor dan kreditor untuk
membuat keputusan investasi dan kredit yang baik. (White et al:2012:50).
Salah satu tujuan dan keunggulan dari rasio adalah dapat digunakan
untuk membandingkan hubungan return dan risiko dari perusahaan dengan
ukuran yang berbeda. Rasio juga dapat menunjukkan profil suatu perusahaan,
28
karakteristik ekonomi, strategi bersaing dan keunikan karakteristik operasi,
keuangan dan investasi.
Adapun manfaat yang bisa diambil dengan dipergunakannya rasio
keuangan, menurut Fahmi (2011:109), yaitu :
a. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat
menilai kinerja dan prestasi perusahaan.
b. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai
rujukan untuk membuat perencanaan.
c. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi
kondisi suatu perusahaan dari perspektif keuangan.
d. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan
untuk memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi di kaitkan dengan
adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok
pinjaman.
e. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak
stakeholder organisasi.
3.3
Current Ratio (CR)
Current ratio (CR) mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar seluruh kewajiban lancarnya dengan menggunakan seluruh aktiva
lancarnya. Menurut Rahardjo (2009:139), current ratio (CR) adalah perbandingan
antara aktiva lancar dengan kewajiban pendek (hutang lancar). Pendapat lainnya
menurut
Simatupang (2010:58),
current
ratio
(CR)
yaitu rasio
yang
29
menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya yang bersifat
jangka pendek yaitu dengan membandingkan antara aktiva lancar dengan utang
lancar. Selanjutnya menurut Sugiyono, et al (2008:61), current ratio (CR)
digunakan untuk mengetahui sejauh mana aktiva lancar perusahaan digunakan
untuk melunasi hutang (kewajiban) lancar yang akan jatuh tempo/segera dibayar.
Current ratio (CR) merupakan salah satu rasio yang paling umum
digunakan untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa menghadapi kesulitan. Semakin besar
current ratio (CR) menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk didalamnya kewajiban
membayar dividen kas yang terutang).
Unsur-unsur yang mempengaruhi nilai current ratio (CR) adalah aktiva
lancar dan utang jangka pendek. Dalam hal ini aktiva lancar terdiri dari uang kas
dan juga surat-surat berharga antara lain surat pengakuan hutang, wesel, saham,
obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan
lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan
dalam pasar uang dan pasar modal. Di lain pihak utang jangka pendek dapat
berupa utang pada pihak ketiga (bank atau kreditur lainnya). Menurut Rahardjo
(2009:139), rumus current ratio (CR) adalah sebagai berikut:
Jumlah Aktiva Lancar
Current Ratio (CR) =
Total Kewajiban Lancar
30
3.4
Total Asset Turnover (TATO) atau Perputaran Total Aset
Menurut Kasmir (2014:185), total asset turrnover (TATO) atau
perputaran total asset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah
penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Menurut Harahap (2013:309),
total asset turnover (TATO) menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari
volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva
menciptakan penjualan. Pendapat lainnya menurut Fahmi (2011:135), total asset
turnover (TATO), rasio ini melihat sejauh mana keseluruhan asset yang dimiliki
oleh perusahaan terjadi perputaran secara efektif.
Semakin besar rasio ini, maka semakin efisien penggunaan asset dan
semakin cepat pengembalian dana dalam bentuk kas. Apabila rasio rendah itu
merupakan indikasi bahwa perusahaan tidak beroperasi pada volume yang
memadai bagi kapasitas investasinya. Menurut Kasmir (2014:186), total asset
turnover (TATO), rumusnya adalah sebagai berikut :
Penjualan
Total Asset Turnover (TATO)
=
Total Aktiva
Sumber : Kasmir (2014:186)
3.5. Debt to Equity Ratio (DER)
Menurut Sugiyono, et al (2008:72), rasio leverage, rasio ini bertujuan
untuk menganalisa pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi hutang dan
31
modal serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap
lainnya. Faktor hutang mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam pembayaran
dividen pada share holder. Dalam penelitian ini leverage menggunakan debt to
equity ratio (DER). Menurut Harjito, et al (2012:59), debt to equity ratio (DER)
adalah rasio total hutang dengan modal sendiri merupakan perbandingan total
hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas).
Menurut Simatupang (2010:56) debt to equity ratio (DER), yaitu rasio
yang menggambarkan kemampuan perusahaan menutupi seluruh utangnya dengan
modal sendiri. Pendapat lainnya menurut Sutrisno (2013:224) rasio hutang dengan
modal sendiri (debt to equity ratio) merupakan imbangan antara hutang yang
dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal
sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaiknya
besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak
terlalu tinggi. Untuk pendekatan konservatif besarnya hutang maksimal sama
dengan modal sendiri, artinya debt to equity-nya maksimal seratus persen.
Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin besar kewajibannya dan
begitu juga sebaliknya. Peningkatan hutang ini akan mempengaruhi tingkat
pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya tingginya
kewajiban perusahaan akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan dalam
membayar dividen menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat solvabilitas
permodalan yang tinggi cenderung memiliki rasio pembayaran rendah untuk
mengurangi biaya yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan eksternal.
Menurut Simatupang (2010:56), rumus debt to equity ratio (DER) adalah sebagai
32
berikut:
Total Hutang
Debt to Equity Ratio (DER) =
Total Modal Sendiri
Sumber : Simatupang (2010:56)
3.6 Return on Equity (ROE)
Rasio profitabilitas atau keuntungan menurut Sutrisno (2013:228),
Rasio keuntungan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat
diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukkan
semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan. Rasio ini juga
memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini
ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.
Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.
Rasio yang lazim dan paling banyak dipakai para investor untuk
mengetahui profitabilitas atau keuntungan perusahaan adalah return on equity
(ROE). Rasio ini menunjukkan kemampuan dari modal sendiri untuk
menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham. Menurut Sutrisno (2013:228),
return on equity (ROE) ini sering disebut dengan rate of return on Net worth yaitu
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri
yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabilitas modal
sendiri. Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih setelah dipotong pajak atau
EAT. Return on equity (ROE). Menurut Sugiyono, et al (2008:72), rasio ini
33
mengukur tingkat penembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada. ROE
merupakan salah satu indikator yang digunakan pemegang saham untuk mengukur
keberhasilan bisnis yang dijalani.
Menurut Harjito, et al (2012:61) return on equity (ROE) atau sering
disebut rentabilitas modal sendiri dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak
keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. Pendapat lainnya menurut
Kasmir (2014:204), return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan
rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Return on
equity (ROE), yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dari modal sendiri yang dimiliki. Pada umumnya semakin
tinggi rasio ini semakin tinggi harga sahamnya,
Return on equity (ROE) merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas
pemilik perusahaan, dalam penelitian ini profitabilitas diukur dengan return on
equity (ROE). Semakin besar ROE menunjukkan kinerja perusahaan yang
semakin baik, karena tingkat pengembalian investasi (retrun) semakin besar.
Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa return yang diterima oleh investor dapat
berupa pendapatan dividen (dividend yield), dan capital gain. Menurut Sugiyono,
et al (2008:72), rumus return on equity (ROE) adalah sebagai berikut:
Laba Bersih
Return on Equity (ROE) =
Total Ekuitas
Sumber : Sugiyono, et al (2008:72)
34
3.7
Asset Growth atau Pertumbuhan Aset
Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional
perusahaan. Semakin besar aset diharapkan semakin besar hasil operasional yang
dihasilkan oleh perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil
operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan.
Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditor) terhadap perusahaan,
maka proporsi hutang semakin lebih besar daripada modal sendiri. Hal ini
didasarkan pada keyakinan kreditor atas dana yang ditanamkan ke dalam
perusahaan
dijamin
oleh
besarnya
aset
yang
dimiliki
perusahaan.
Menurut Saidi (2009:45), pertumbuhan aset adalah perubahan
(peningkatan atau penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu
tahun sebelumnya.
Rasio pertumbuhan aset menurut Harahap (2013:309-310), rasio ini
menunjukkan persentasi kenaikan aset tahun ini dibanding dengan tahun lalu.
Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik. Pertumbuhan aset adalah perubahan
aset pada laporan keuangan per tahun.
Rasio pertumbuhan aset menurut Fahmi (2011:137), yaitu rasio yang
mengukur seberapa besar kemampuan aset perusahaan dalam mempertahankan
posisinya di dalam industri dan dalam perkembangan ekonomi secara umum.
Rasio pertumbuhan aset bertujuan mengukur kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kedudukannya. Analisis pertumbuhan (growth analysis), kita
membandingkan pos yang sama dalam dua periode, di mana pos yang digunakan
35
sebagai pembanding itu ikut bergerak.
Perhitungan
pertumbuhan
aset
menurut
Prasetyo
(2011:110),
dirumuskan sebagai berikut :
Total Aset t – Total Aset (t-1)
Asset Growth (Pertumbuhan Aset) =
Total Aset (t-1)
Sumber : Prasetyo (2011:110)
3.8
Kepemilikkan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan proporsi saham yang dimiliki
oleh pihak institusi pada akhir tahun yang diukur dalam persentase (Listyani,
2003). Tingkat saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya
pengawasan yang lebih intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic
manager
yaitu
manager
melaporkan
laba
secara
opportunis
untuk
memaksimumkan kepentingan pribadinya (Scott, 2000).
Kepemilikan institusional memiliki kemampuan analisis yang lebih
baik dalam mengevaluasi kinerja perusahaan dibanding kepemilikan individu.
Selain itu, kepemilikan institusional memiliki kontrol yang lebih kuat dalam
mengendalikan dan memonitor para manajer sehingga lebih efisien menekan
terjadinya masalah agensi yang ada di perusahaan.
Sistem kepemilikan institusional pada sebuah perusahan berpengaruh
terhadap keputusan - keputusan yang diambil dalam tiap periode, karena bisa saja
keputusan yang diambil pihak perusahaan akan berdasarkan kemauan dari pihak
36
institusional yang mempunyai kepemilikan yang lebih besar. Jika kepemilikan
institusional dalam sebuah perusahaan jumlahnya besar, maka akan lebih memilih
untuk mengalokasikan keuntungan yang didapatkan perusahaan dalam bentuk
dividen serta dengan persentase yang lebih stabil.
Perhitungan kepemilikan institusional menurut Tarjo (2008:25),
dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah saham institusi
Kepemilikan Institusional =
Jumlah saham yang beredar
Sumber : Tarjo (2008:25)
4.
Pengaruh Antar Variabel Penelitian
4.1 Pengaruh Current Ratio terhadap Kebijakan Dividen
Current ratio merupakan salah satu rasio yang paling umum digunakan
untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek tanpa menghadapi kesulitan. Suatu perusahaan yang
mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi,
maka perusahaan tersebut dapat dikatakan likuid. Current ratio yang baik
mengindikasikan akan perusahaan tercukupi likuiditasnya dan tentunya akan
mengakibatkan keuntungan bagi perusahaan di masa yang akan datang. Semakin
besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya, termasuk di dalamnya kewajiban
membayar dividen kas yang terutang.
Makin tinggi dividen tunai yang dibayarkan, berarti semakin kuat posisi
37
likuiditas perusahaan, maka kemampuannya untuk membayar dividen akan
semakin besar pula (Riyanto, 2012:267). Adapun rasio likuiditas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah current ratio.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diajukan
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Current ratio (CR) berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen.
4.2 Pengaruh Total Asset Turnover (TATO) terhadap Kebijakan Dividen
Total asset turnover (TATO) merupakan rasio antara jumlah aktiva
yang digunakan dengan jumlah penjualan yang diperoleh selama periode tertentu.
Rasio total asset turnover (TATO) dipengaruhi oleh besar-kecilnya penjualan dan
total aktiva, baik lancar maupun aktiva tetap. Karena itu, total asset turnover
(TATO) dapat diperbesar dengan menambah aktiva pada satu sisi dan pada sisi lain
diusahakan agar penjualan dapat meningkat relatif lebih besar dari peningkatan
aktiva atau dengan mengurangi penjualan disertai dengan pengurangan relatif
terhadap aktiva. Semakin besar TATO akan semakin baik karena semakin efisien
seluruh aktiva yang digunakan untuk menunjang kegiatan penjualan, tentunya
juga akan menaikan laba perusahaan, akhirnya dividen yang dibagikan perusahaan
meningkat pula. Dengan demikian maka kenaikan atau penurunan total asset
turnover akan mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan dividen.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diajukan untuk
penelitian ini adalah sebagai berikut : H2 : Total asset turnover (TATO)
berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
38
4.3 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Kebijakan Dividen
Debt to equity ratio (DER), rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan menutupi seluruh utangnya dengan modal sendiri. Semakin kecil rasio
ini semakin baik dan semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang
semakin besar di banding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak
semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) dan akan
mengurangi pembayaran dividen kas yang akan diterima para investor, atau
dengan kata lain semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin besar
kewajibannya dan begitu juga sebaliknya. Peningkatan hutang ini akan
mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham,
artinya tingginya kewajiban perusahaan akan semakin menurunkan kemampuan
perusahaan dalam membayar dividen (Simatupang, 2010:56).
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diajukan untuk
penelitian ini adalah sebagai berikut : H3 : Debt to equity ratio (DER),
berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
4.4 Pengaruh Return on Equity terhadap Kebijakan Dividen
Return on equity (ROE) merupakan rasio yang menunjukkan
kemampuan dari total modal atau ekuitas untuk menghasilkan keuntungan bagi
pemegang saham. Return on equity mengukur persentase laba yang diperoleh atas
total modal atau ekuitas yang dilakukan pemegang saham, angka tersebut
menunjukkan seberapa baik manajemen memanfaatkan total modal atau ekuitas
para pemilik saham. Nilai return on equity yang semakin tinggi menunjukkan
39
suatu perusahaan mempunyai laba yang tinggi artinya semakin efisien dalam
memanfaatkan total modal atau ekuitas untuk memperoleh laba, sehingga nilai
perusahaan meningkat pula. Jadi semakin tinggi nilai ROE menunjukkan kinerja
keuangan perusahaan (nilai perusahaan) semakin baik. Seperti diuraikan
sebelumnya, bahwa return yang diterima oleh investor dapat berupa pendapatan
dividen (dividend yield) dan capital gain. Return on equity juga akan
mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan atau dengan kata lain
return on equity juga akan meningkatkan pendapatan dividen (terutama dividen
kas). Dengan demikian meningkatnya return on equity juga akan meningkatkan
pendapatan dividend payout ratio suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diajukan untuk
penelitian ini adalah sebagai berikut : H4 : Return on equity (ROE) berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen.
4.5 Pengaruh Asset Growth (AG) terhadap Kebijakan Dividen
Asset growth (pertumbuhan aset) adalah sebagai perubahan (tingkat
pertumbuhan) tahunan dari total aset. Pertumbuhan aset mencerminkan
manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai
prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Perusahaan dapat menggunakan
pertumbuhan aset untuk mendanai investasi-investasi yang menguntungkan,
sehingga terbuka prospek pertumbuhan earnings dan dividen yang bagus di masa
mendatang. Pertumbuhan aset tinggi, maka akan mencerminkan pendapatan akan
meningkat pula, sehingga kebijakan dividen yang tercermin pada rasio pembagian
40
(pembayaran) dividen suatu perusahaan atau dividend payout ratio (DPR) suatu
perusahaan tentunya akan cenderung meningkat pula.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diajukan
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : H5 : Asset growth berpengaruh positif
terhadap kebijakan dividen.
4.6 Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen
Sistem Kepemilikan Institusional pada sebuah perusahan berpengaruh
terhadap keputusan - keputusan yang diambil dalam tiap periode, karena bisa saja
keputusan yang diambil pihak perusahaan akan berdasarkan kemauan dari pihak
institusional yang mempunyai kepemilikan yang lebih besar. Jika kepemilikan
institusional dalam sebuah perusahaan jumlahnya besar, maka akan lebih memilih
untuk mengalokasikan keuntungan yang didapatkan perusahaan dalam bentuk
dividen serta dengan persentase yang lebih stabil.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi berdampak pada semakin
baiknya kinerja manajemen guna meningkatkan laba perusahaan karena diawasi
secara optimal oleh institutional ownership. Dengan peningkatan laba perusahaan,
berdampak langsung pada meningkatnya dividen payout ratio (DPR) yang juga
akan berdampak pada peningkatan kemakmuran dari pemegang saham
(Sampurno, et al:2012).
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis alternatif yang diajukan
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : H6 : Kepemilikan Institusional
berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
41
B. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Hanim, et al (2015), penelitian tersebut menggunakan beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh terhadap kebijakan pembayaran dividen atau
dividend payout ratio (DPR) atau kebijakan dividen yaitu : cash ratio, current
ratio, total asset turnover, return on equity, earning per share dan debt to equity
ratio. Secara parsial (sendiri-sendiri) dihasilkan cash ratio, current ratio, total
asset turnover dan debt to equity ratio berpengaruh secara signifikan terhadap
kebijakan pembayaran dividen atau dividend payout ratio (DPR). Secara simultan
(keseluruhan) dihasilkan cash ratio, current ratio, total asset turnover, return on
equity, earning per share dan debt to equity ratio berpengaruh secara signifikan
terhadap kebijakan pembayaran dividen atau dividend payout ratio (DPR).
Aisyah (2014), penelitian tersebut menggunakan beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen atau dividend payout
ratio (DPR) yaitu : earning per share, debt to equity ratio, return on investment,
price book value dan total asset turnover. Secara parsial (sendiri-sendiri) dan
simultan (keseluruhan) dihasilkan earning per share, debt to equity ratio, return
on investment, price book value dan total asset turnover berpengaruh secara
signifikan terhadap kebijakan dividen atau dividend payout ratio (DPR).
Rahayuningtyas, et al (2014), penelitian tersebut menggunakan
beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh terhadap dividend payout
ratio (DPR) atau kebijakan dividen yaitu : current ratio, return on equity, total
asset turnover,
debt to equity ratio dan price earning ratio. Secara parsial
(sendiri-sendiri) dihasilkan price earning ratio berpengaruh secara signifikan
42
terhadap dividend payout ratio (DPR) atau kebijakan dividen. Sedangkan untuk
variabel current ratio, total asset turn over, debt to equity ratio dan return on
equity tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio. Secara simultan
(keseluruhan) dihasilkan current ratio, return on equity, total asset turnover, debt
to equity ratio dan price earning ratio berpengaruh secara signifikan terhadap
dividend payout ratio (DPR) atau kebijakan dividen.
Rasyina (2014), penelitian tersebut menggunakan beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen atau dividend payout
ratio (DPR) yaitu : return on assets, current ratio, debt to equity ratio dan
pertumbuhan aset perusahaan. Secara simultan (keseluruhan) dihasilkan return on
assets, current ratio, debt to equity ratio dan pertumbuhan aset perusahaan
berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen atau dividend payout
ratio (DPR). Namun secara parsial, variabel current ratio, debt to equity ratio,
dan pertumbuhan aset tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR).
Asiah (2015), melakukan penelitian dengan menggunakan variabel
bebas current ratio (CR), quick ratio (QR), debt to equity ratio (DER), return on
equity (ROE) terhadap variabel terikat kebijakan dividen atau dividend payout
ratio (DPR). Variabel return on equity (ROE), current ratio (CR), quick ratio
(QR) tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen
atau dividend payout ratio (DPR),namun untuk debt to equity ratio (DER)
berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR).
Kartika, et al (2015), dalam penelitian nya menggunakan variabel bebas
return on assets (ROA), return on equity (ROE),dan asset growth (AG). Hasil
43
penelitiannya menunjukan bahwa untuk variabel tersebut secara parsial maupun
simultan berpengaruh terhadap dividen payout ratio (DPR).
Ibnu (2013), melakukan penelitian dengan menggunakan variabel bebas
debt to equity ratio (DER), return on asset (ROA), cash ratio, dan total asset turn
over (TATO) dan variabel terikatnya yaitu dividend policy. Hasil penelitian
tersebut menunjukan bahwa variabel debt to equity ratio (DER) dan return on
asset (ROA) berpengaruh terhadap dividend policy sedangkan untuk variabel
cash ratio dan total asset turnover tidak berpengaruh terhadap dividend policy.
Sumiadji
(2011),
meneliti
beberapa
variabel
keuangan
yang
mempengaruhi kebijakan dividend. Variabel keuangan tersebut adalah return on
asset (ROA), current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), earning per share
(EPS), dan total asset turnover (TATO). Hasil penelitiannya membuktikan
variabel current ratio (CR), earning per share (EPS), dan total asset turnover
(TATO) berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan variabel return on
asset (ROA), dan debt to equity ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap
kebijakan dividend. Secara simultan keseluruhan variabel bebas tersebut
mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen.
Laim, et al (2015), telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) dengan variabel bebas current
ratio (CR), debt to equity ratio (DER), return on asset (ROA), firm size (SIZE),
dan asset growth (AG). Penelitian tersebut menunjukan bahwa debt to equity
ratio (DER) berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR), Sedangkan
current ratio (CR), return on asset (ROA), firm size (SIZE), dan asset growth
44
(AG) tidak berpengaruh terhadap dividend payout ratio (DPR) sedangkan secara
simultan semua variabel tersebut berpengaruh terhadap dividend payout ratio
(DPR).
Sampurno, et al (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh cash
position, firm size, growth opportunity, ownership, dan return on asset terhadap
dividend payout ratio. Penelitian tersebut menyatakan bahwa variabel ownership
dan return on asset berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio,
sedangkan untuk variabel cash position, firm size, dan growth opportunity
berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio.
Dewi (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh kepemilikan
managerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang, profitabilitas dan ukuran
perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan
bahwa kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang,
profitabilitas dan ukuram perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan
dividen.
Santoso, et al (2012) melakukan penelitian mengenai analisis faktorfaktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Dalam penelitian tersebut
menyatakan hasil penelitian yang menyatakan bahwa variabel leverage, growth,
dan collateral asset tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan
untuk variabel kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan
dividen.
45
C. Rerangka Pemikiran
Teori kebijakan dividen yang optimal artinya rasio pembayaran dividen
yang ditetapkan dengan memperhatikan kesempatan untuk menginvestasikan dana
serta berbagai preferensi yang dimiliki para investor mengenai dividen daripada
capital gain. Kebijakan dividen tersebut juga dipandang untuk menciptakan
keseimbangan
dividen
saat
ini
dan
pertumbuhan
mendatang
sehingga
memaksimumkan harga saham.
Kebijakan
dividen
bersangkutan
dengan
penentuan
pembagian
pendapatan antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para
pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan,
yang
berarti
pendapatan
tersebut
harus
ditahan
dalam
perusahaan
(Riyanto,2012:265) atau dengan kata lain kebijakan dividen berkaitan dengan
penentuan berapa proporsi dari laba yang akan dibagikan sebagai dividen dan
berapa proporsi yang ditahan untuk diinvestasikan kembali. Pembayaran dividen
dalam bentuk tunai lebih banyak diinginkan investor daripada dalam bentuk lain,
karena pembayaran dividen kasi membantu mengurangi ketidakpastian investor
dalam melaksanakan investasinya di dalam perusahaan.
Penelitian bertujuan untuk memperoleh bukti mengenai current ratio,
total asset turnover, debt to equity ratio, return on equity, asset growth dan
kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen atau dividend payout ratio
(DPR) pada perusahaan sektor industri barang dan konsumsi yang terdaftar di
BEI. Dengan variabel dependennya ialah kebijakan dividen (Y), sedangkan
variabel independen ialah current ratio (X1), total asset turnover (X2), debt to
46
equity ratio (X3), return on equity (X4), asset growth (X5), dan kepemilikan
institusional (X6). Model Penelitian dalam penelitian ini adalah:
Current Ratio (X1)
(CR)
Total Asset Turnover (X2)
(TATO)
Debt to Equity Ratio (X3)
(DER)
Kebijakan Dividen (Y)
(DPR)
Return On Equity (X4)
(ROE)
Asset Growth (X5)
(AG)
Kepemilikan Institusional
(X6)
(KI)
Gambar 2.1
Model Penelitian
D. Hipotesis
Hipotesis
dari
penelitian
yang
akan
dilakukan
berdasarkan
permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai adalah :
Ha1: Current ratio (CR) berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Ha2: Total asset turnover (TATO) berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Ha3: Debt to equity ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
47
Ha4: Return on equity (ROE) berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Ha5: Asset growth (AG) berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Ha6: Kepemilikan Institusional (KI) berpengaruh positif terhadap kebijakan
dividen.
Download