BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai penguatan Komisi Yudisial melalui civil society ini menggunakan beberapa kerangka teori dari penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa ahli. Mengacu pada latar belakang pembentukan, proses pembentukan, dan perjalanan Komisi Yudisial maka peneliti menganggap tepat jika penelitian ini menggunakan kerangka teori jaringan kerja yang dihubungkan dengan keberadaan Komisi Yudisial sebagai lembaga publik atau organisasi publik. Perspektif jaringan kerja untuk melihat sejauhmana perubahan yang terjadi dalam Komisi Yudisial terutama terkait peran pengawasan hakim. Jaringan kerja merupakan paradigma yang sesuai untuk melihat upaya-upaya yang dilakukan untuk memperkuat Komisi Yudisial dalam peran pengawaan hakim. Perspektif organisasi selain menggunakan kerangka organisasi mekanistik dan organismik juga mengacu pada pendekatan New Public Management yang akan diuraikan dalam bagian di bawah ini. 2.1. Perspektif Sosiologis Mengenai Jaringan Kerja (Networking) Hubungan kerja antar agen atau lembaga adalah salah satu mode tertua yang dikodifikasikan dan paling umum dari interaksi sosial (Ross, 1973). Sebuah hubungan keagenan hadir ketika satu pihak (agen/ lembaga) tergantung pada pihak lain (jaringan kerja) untuk melakukan beberapa tindakan atas nama salah satu pihak (Bergen dkk, 1992). Sebagai tambahan, "ketika wewenang pengambilan keputusan didelegasikan dari satu agen ke yang lain, kontrak pengaturan sering digunakan untuk mengalokasikan sumber daya dan output" (Harris dan Raviv, 1978, hal 20). Dalam ekonomi formal dan teori keuangan, lembaga berkaitan dengan isu-isu dan masalah moral hazard, risiko atas Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. pembagian yang tidak merata, dan konflik tujuan (Arrow, 1971). Potensi ditemukan agen yang beroperasi atas kepentingan diri sendiri dengan cara-cara mengarah ke oportunisme merupakan beberapa asumsi utama yang dibahas dalam teori keagenan tradisional, dan akan banyak varian atau hal lain yang muncul terkait agen dalam jaringan. Dalam pandangan tradisional, lembaga mempunyai fokus dalam menentukan kontrak yang paling efisien untuk mengatur hubungan tertentu mengingat karakteristik pihak yang terlibat dan fakta bahwa ketidakpastian lingkungan dan biaya untuk memperoleh informasi membuat tidak mungkin untuk salah satu agen dalam memantau agen yang lain secara sepenuhnya (Bergen dkk, 1992). Pandangan sempit agen didukung oleh perspektif Jensen dan Meckling (1976) bahwa organisasi adalah hubungan kontrak, yang tertulis dan tidak tertulis, antara pemilik faktor produksi dan pelanggan. Namun, bukannya hubungan agen muncul hanya melalui perspektif ketat kontrak, namun akan lebih berguna untuk melihat hubungan manusia dalam organisasi sebagai penghubung dari dependensi (Nilakant dan Rao, 1994). Sebuah perspektif yang lebih realistis adalah untuk melihat organisasi sebagai sebuah jaringan saling peran (Thompson, 1967) atau saling ketergantungan serta perhubungan kontrak. Atau dengan kata lain, ketergantungan konteks sosial menjadi sangat penting. Jaringan ada dalam konteks sosial, dan konteks sosial memiliki peran penting dalam menentukan komposisi, dinamika, dan fungsi jaringan, interaksi mereka, dan hasil mereka. Sementara mengelola agen dengan cara tertentu adalah tujuan dari banyak pengelola atau agen, yang membenarkan bahwa tujuan seringkali tidak tercapai seperti yang diharapkan. Hal ini penting bagi akademisi dan praktisi untuk mengetahui apa yang hasil seseorang dapat mengharapkan dan mengapa, berdasarkan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika jaringan. Dalam konteks sosial yang luas, atau variabel sosiologis yang mempengaruhi keutuhan jaringan dan berbagi tujuan adalah kepentingan pribadi, kelas sosial, perbedaan budaya, hubungan simetris, kekuasaan posisi, dan saling ketergantungan. Demi penghematan itu tidak akan mungkin di ruang ini kertas singkat untuk menguji dampak dari variabel-variabel kontekstual secara detail, tetapi untuk membuat pembaca menyadari bahwa lingkungan sosial memainkan peran penting dalam Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. kegiatan jaringan. Penting perlu diingat bahwa variabel-variabel kontekstual, baik secara tunggal dan dalam kombinasi, mempengaruhi jaringan dinamika. Analisis jaringan kadang-kadang mengabaikan aspek kelembagaan atau pelaku jaringan. Mengacu pada Stevenson dan Greenberg (2000), beberapa peneliti jaringan beroperasi dari seperangkat asumsi yang telah menyebabkan mereka mengabaikan kemungkinan keagenan. Dalam konteks yang sama para peneliti di bidang keuangan dan ekonomi cenderung mengabaikan kemungkinan jaringan atau kelompok. Keagenan adalah kemampuan aktor untuk "berinovasi” pada kategori budaya diterima dan kondisi tindakan sesuai dengan pribadi dan kolektif mereka, berdasarkan kepentingan cita-cita dan komitmen" (Emirbayer dan Goodwin, 1994, hal 1442). Namun, analisis jaringan tidak mengakui bahwa jaringan beroperasi sebagai ketegangan sosial terhadap tindakan (Stevenson dan Greenberg, 2000). Wellman (1983) juga menyebutkan para peneliti mengenai jaringan untuk mempelajari bagaimana struktur jaringan dapat menghambat perilaku sosial dan perubahan sosial. Jaringan ikatan juga digambarkan sebagai pola stabil yang membatasi perilaku (Brass dan Burkhardt, 1993). Apakah sebenarnya jaringan kerja (selanjutnya disebut jaringan saja) dan bagaimana beroperasi, komposisi dan struktur, telah diulas oleh para peneliti. Menurut Gargiulo dan Benassi (2000) dalam Mukherji, dkk, (2007), jaringan melayani dua tujuan penting. Pertama, jaringan dapat memfasilitasi akses terhadap informasi, sumber daya, dan kesempatan (Burt, 1992; Granovetter, 1974; Podolny dan Baron, 1997). Kedua, jaringan membantu para anggota mengkoordinasikan ketergantungan tugas kritis dan mengatasi masalah kerjasama dan kolektif tindakan (Blau, 1955; Pfeffer dan Salancik, 1978; Gulati dan Gargiulo, 1999). Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. Bagan 1 Variabel Kontekstual, Jaringan Dinamis, dan Capaian Kepentingan diri Kohesi di dalam agen utama Kelas Sosial Perbedaan budaya Capaian yang saling berhubungan Pengembangan tujuan bersama Kohesi antar jaringan Hubungan yang asimetris Pemenuhan (pencapaian) tujuan organisasi Kohesi di dalam agen jaringan Posisi Kekuasaan Saling Ketergantungan Ruang lingkup model yang diteorikan Variabel kontekstual Variabel Kontekstual, Jaringan Dinamis, dan Capaian (A. Mukherji et al., The Journal of Socio-Economics 36 (2007) 949–964) Selanjutnya ada dimensi kunci dalam memahami bagaimana jaringan berhubungan satu sama lain yaitu melalui tujuan bersama. Sebaliknya, konflik tujuan adalah kunci membangun yang sangat berdampak pada fungsi jaringan. Terdapat sebuah bangunan literatur yang besar dan digunakan mengenai tujuan dan konflik tujuan, dan banyak penelitian (Mukherji, Wright, dan Mukherji, 2007) yang menunjukkan bahwa konflik tujuan adalah penting untuk memahami banyak organisasi dan kehidupan organisasi (Aquino dan Reed, 1998; Barringer, 1998; Gomez-Mejia, 2001; Hitt, 1998; Lovelace, 2001). Dalam kasus jaringan, agenagen yang bekerjasama, adanya kesenjangan atau perbedaan tujuan bersama atau konflik tujuan mengakibatkan tujuan organisasi tidak terpenuhi. Tujuan bersama Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. atau tujuan yang menjadi titik temu dari masing-masing tujuan tergantung pada derajat terpenuhinya tujuan organisasi. Pertanyaannya adalah, sejauh mana ada pembagian (sharing) tujuan antar agen, Macneil (1980) mencatat bahwa ketika kepentingan masing-masing pihak menjadi kepentingan pihak lain, persatuan dapat terjadi meskipun tingkat konflik cukup tinggi dan terdapat bentuk-bentuk antagonisme. Bentuk kesatuan antara dua pihak juga disebut sebagai mutualitas (Achrol, 1997). Dua unsur penting mendasari norma mutualitas menurut Achrol adalah: pertama, bertindak dalam kepentingan bersama; kedua, pembagian yang adil dari manfaat bersama (tujuan jaringan) dan beban. Heide dan John (1992) juga menyebutkan pentingnya solidaritas dan norma-norma yang menciptakan persatuan, kekompakan, dan kebersamaan antara dua pihak, dan bahwa norma-norma bersama mengarah ke tujuan keselarasan. Menurut Achrol (1997), para pihak yang terlibat dalam pertukaran karena mereka membayangkan penciptaan surplus pertukaran. Dalam pertukaran manfaat jangka panjang, beban, dan masing-masing pihak berkontribusi untuk mengikuti atuan keadaan yang berlaku, dan karenanya kinerja masing-masing transaksi individu tidak jelas ditentukan atau dipantau, dan aturan untuk pembagian yang adil manfaat tidak dapat ditentukan secara tepat di muka, sebelum dilakukan kerja bersama hingga diperoleh tujuan bersama pula. Kaufmann dan Dant (1992) menyebutkan bahwa penafsiran definisi dari norma mutualitas adalah sebagai sejauh mana pemantauan terhadap kontrak yang didukung oleh tingkat kepercayaan yang tinggi. Jelas bahwa hubungan antara kehidupan asosiasi dan integrasi sosial dipengaruhi oleh cara di mana asosiasi berhubungan satu sama lain dan oleh struktur hubungan inter-organisasional yang mereka hasilkan. Tapi jika hal ini terjadi, maka mengeksplorasi kontribusi individu dan asosiasi untuk kehidupan demokrasi dengan berfokus pada partisipasi individu (Paxton 1999; Putnam 2000) atau pada sifat-sifat organisasi tertentu (Minkoff 1997; Powell dan Clemens 1998; 2003 Skocpol, Warren 2001) mungkin tidak cukup. Satu juga perlu melihat sifat-sifat jaringan yang terhubung organisasi untuk satu sama lain dan dengan demikian memfasilitasi atau membatasi mereka lintas sektoral dan menjembatani fungsi, serta mereka secara keseluruhan kontribusi terhadap integrasi sosial. Masalah sentral dari agen adalah Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. hal yang berkaitan dengan moral hazard, berbagi risiko yang tidak sama, dan tujuan konflik (Arrow, 1971). Namun tidak semua hubungan antar pihak perlu terpengaruh oleh masalah, dan dalam keadaan banyak masalah moral hazard sehingga risiko, dan tujuan antara prinsipal dan agen dapat diminimalkan (tidak terjadi konflik) Ada hal-hal baru yang jelas-jelas menekankan saling ketergantungan dalam jaringan organisasi sipil. Namun, saling ketergantungan organisasi dapat mengambil berbagai bentuk, dan jaringan interorganisasional dapat menampilkan berbagai struktur (Powell, 1990). Untuk memahami dinamika tindakan kolektif dan strategi organisasi, pertimbangan sederhana bahwa organisasi masyarakat yang "berhubungan dengan" satu sama lain tidaklah cukup. Kita perlu untuk merekonstruksi bagaimana hubungan interorganisasional bergabung dalam kompleks pola struktural. Untuk melakukannya kita bisa memanfaatkan beberapa literatur mengenai organisasi termasuk studi masyarakat, hubungan interorganisasional, dan gerakan sosial. Analis jaringan masyarakat dan kebijakan tersebut mempunyai berada di antara beberapa menerapkan analisis jaringan untuk hubungan antara politik organisasi (Laumann dan Knoke 1987; Kenis dan Schneider 1991; 2001 Knoke). Sebaliknya, kebanyakan studi koalisi politik pada kelompok partisipatif dan asosiasi telah difokuskan pada kualitatif akuntansi analisis logika untuk perilaku aktor koalisi bukan pada sifat formal dari koalisi (misalnya, Staggenborg 1986; Lichterman 1995; Rochon dan Meyer 1997). Alice Moseley dan Oliver James (2009) 1 membahas bahwa tata pemerintahan dapat didukung dan dikembangkan oleh jaringan kerja yang dibangun atau dimiliki agen tersebut. Jaringan kerja ini dibangun mulai dari level lokal. Beberapa penelitian memusatkan perhatian pada otonomi dan kontrol dari atau oleh civil society (Laegreid, Verhoest, dan Jann, 2008). Relasi antara civil society dan organisasi otonomi publik merupakan faktor utama dari organisasi publik 1 Temuan Alice Moseley dan Oliver James berdasarkan penelitian yang menekankan pada kolaborasi dan kemitraan dalam sebuah proyek pembangunan untuk meningkatkan pelayanan lokal di Inggris. Setiap kerjasama bertujuan untuk mendukung kolaborasi dan interaksi antara profesi dalam satu set jasa tertentu (misalnya, untuk orang tua yang rentan atau anak-anak cacat) melalui pertukaran yang efektif dan tepat informasi. Tulisan mereka mengkaji literatur tentang kemitraan dan kolaborasi dalam pelayanan publik dalam rangka untuk mengontekstualisasikan dan menerapkan kemitraan multi-lembaga. Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. atau agen yang merupakan bagian dari negara. Berkenaan dengan jaringan kerja, mengutip Carpenter (2001) menyatakan bahwa otonomi birokratik (bureaucratic autonomy) memerlukan legitimasi dari jaringan. Carpenter menyampaikan 3 (tiga) kondisi penting dari otonomi birokratik yaitu: diferensiasi politik, kapasitas organisasional yang khas, dan legitimasi politik (dalam d’Ameida dan Klingner, 2008). Otonomi birokratik (adalah diferensiasi secara politis dari aktor (pelaku) yang mengontrol mereka, dimana mempunyai kecenderungan, kepentingan, dan ideologi yang berbeda dengan politisi dan kepentingan-kepentingan yang terorganisasi. Otonomi birokratis ini menyerupai agen atau organisasi yang menjadi bagian dari atau identik dengan negara. Agen ini memerlukan pengembangan organisasi yang unik untuk analisa, menciptakan programprogram baru, menyelesaikan masalah, merencanakan, mengelola program dengan efisien, dan memberantas korupsi. Tak kalah penting dari eksistensi otonomi birokratis adalah perlunya legitimasi politik dan reputasi kelembagaan yang kuat dalam bingkai kekuasaan independensi serta dasar (hukum) yang kuat. Tabel 1 Otonomi Birokrasi menurut Carpenter Kondisi Political Diffrentiation (Diferensiasi politik) Unique Organizational Capacities (Kapasitas organisasional yang khas) Network Legitimacy (legitimasi jaringan kerja) Aspek yang mendasari Diferensiasi secara politis, kecenderungan yang spesifik, kepentingan yang spesifik, dan ideologi yang jelas Kapasitas organisasi yang khas, kemampuan untuk bertindak berdasarkan kecenderungan dan kepentingan yang khas, inovasi, kemampuan birokrasi Legitimasi politik, reputasi kelembagaan yang kuat, kapasitas yang ditunjukkan, independensi dan dasar hukum yang kuat, jaringan kerja yang beragam, koaliasi atau kerjasama program Sumber: Carpenter (2001) Beberapa sarjana menaruh perhatian pada keuntungan dan perlunya pembentukan jaringan (Dore, 1983; Powell, 1990; Uzzi, 1997; Hamel, 1991). Jaringan kerja Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. memelihara dan menyampaikan informasi yang lebih kaya dan mendalam dibanding masyarakat luas dan pasar. Seperti diungkapkan Powell (1990: 304) bahwa informasi yang berguna (bagi organisasi) adalah dari bawah, bukan dari garis komando organisasi. Lebih banyak diperoleh informasi dari seseorang atau mereka yang mempunyai ikatan (perjanjian) sehingga dapat dipercaya. Ada 2 (dua) hal yang mendasari perlunya pembentukan jaringan kerja yaitu menggali dan menyampaikan informasi dengan lebih cepat, dan fasilitasi proses memperoleh dan transfer informasi dari bawah (Powel dan Brantley, 1992). Stuart dan Podolny (1996, 1997) berusaha membangun keterkaitan antara jaringan kerja dan pengetahuan mengilustrasikan bahwa (dari agen/ hubungan organisasi). dengan Stuart jaringan dan Podolny kerja mampu mengembangkan kemampuan dan pengetahuan agen yaitu dengan menggunakan teknologi dan memperluas hubungan atau kerja sama. Adapun fungsi dari Pembentukan jaringan kerja pada organisasi (Podolny dan Page, 1998) memusatkan pada pembelajaran (Learning), Pengakuan dan Status (Legitimation and Statu)s, Keuntungan Ekonomis (Economic Benefit), dan keuntungan lain. 2.2. Agen dan Kohesivitas dalam Jaringan Teori agen telah menjadi perhatian utama dalam ilmu sosial, baik dalam penelitian bisnis maupun dalam teori-teori sosiologi. Menurut Archer (1988), masalah keagenan jelas dilihat sebagai masalah yang paling mendasar dalam teori sosial modern. Memang, permasalahan dari agensi terutama agen manusia adalah persoalan penulisan analisis sejarah secara sosiologis (Dawe, 1978). Misalnya dalam dunia bisnis, dan tentu saja dalam penelitian bisnis, fokus pada pemahaman hubungan antara agen (principal – agent) diambil sebagian besar dari paradigma ekonomi klasik -dari perspektif orang ekonomi atau kapitalisme. Apa yang diabaikan meliputi perspektif sosiologis dimana manusia tidak hanya mencari keuntungan tetapi juga merupakan pencari status 2 (Wrong, 1961). 2 Status dalam arti luas bisa diartikan sebagai eksistensi dan legitimasi dari agen maupun pelaku dalam agen Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. Mukherji, Wright, dan Mukherji (2007) berpendapat bahwa konteks sosial merupakan penentu kunci dari hubungan antara pelaku (agen) dalam jaringan, dan memiliki peran penting dalam mempengaruhi keutuhan dan mutualitas tujuan. Bergantung pada tingkat kohesivitas dalam dan di antara jaringan, dan sejauh mana tujuan tersebut bersama atau berada dalam konflik. 3 Jaringan beroperasi dalam konteks sosial yang penting yang mencakup kepentingan pribadi, kelas sosial, budaya perbedaan, hubungan asimetris, posisi kekuasaan dan saling ketergantungan. Variabel kontekstual ini, pada gilirannya, mempengaruhi tingkat kohesivitas dalam dan di jaringan, dan tingkat tujuan bersama antara jaringan. Kohesivitas dan tujuan merupakan dasar yang dikonfigurasikan dalam jaringan dan menentukan berbagai hasil seperti kolaborasi, kerjasama, dominasi, eksploitasi, dan sebagainya. Dalam konteks ini, Wrong mempertanyakan beberapa hal yang sangat relevan untuk diajukan yaitu: Bagaimana agen atau orang mampu bersatu untuk membuat kelompok tetap bertahan? Apakah sumber dari kohesi sosial? Dan bagaimana dengan kemungkinan dari tatanan sosial? Kohesi, ketika itu terjadi, adalah karena internalisasi norma-norma sosial sebagai keinginan untuk mencapai citra positif diri dengan memenangkan penerimaan atau status di sudut pandang orang lain (Wrong 1961: 185). Selanjutnya dalam mempelajari hubungan keagenan dalam jaringan, penelitian Mukherji, Wright, dan Mukherji (2007) menemukan hasil lain seperti konflik dan kerjasama. Penjelasan yang menarik mengenai hasil dari jaringan yang diikuti pemenuhan tujuan organisasi diperoleh dari tingkat kohesivitas baik di dalam maupun di luar antar agen jaringan, dan tujuan bersama antara mereka dalam menjalin kerjasama. Mukherji, Wright, dan Mukherji (2007) menunjukkan pentingnya dari konteks sosial yang lebih luas, yang pada gilirannya mempengaruhi keutuhan dan tujuan (jaringan) bersama. Hal ini menanggapi terkait beberapa kritik bahwa para peneliti di jaringan sosial dan hubungan antar organisasi cenderung mengabaikan konteks sosial (Stevenson dan Greenberg, 2000). Karena penekanan yang kuat pada perspektif keuangan dan ekonomi tradisional, maka capaian dari dinamika 3 kohesivitas secara sempit dapat diartikan sebagai kekompakan atau kepaduan Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. antar lembaga belum sepenuhnya dieksplorasi atau dijelaskan. Hal ini berguna untuk diingat bahwa hubungan agen yang tidak hanya terpaku apa yang tertera dalam kontrak namun juga memperhatikan tujuan bersama yang dipengaruhi oleh kohesi dalam dan di jaringan. Peran kohesivitas dalam jaringan sangat penting dalam menjelaskan bagaimana sebuah jaringan berperilaku. Jaringan yang sangat kohesif yang seharusnya memiliki jaringan yang rapi, yang menekankan peran kohesif hubungan dalam membina lingkungan normatif yang memfasilitasi kerjasama (Coleman, 1988). Dalam keadaan tertentu, anggota jaringan diasumsikan agar berkembang menjadi bagian utama dan menghubungkan antar aktor utama dalam upaya mengendalikan sumber daya (Knoke dan Rogers, 1979). Kohesivitas ini jaringan dipengaruhi oleh tindakan individu terhubung dalam posisi mereka dalam jaringan (Emirbayer dan Goodwin, 1994; Galaskiewicz, 1985). Hal ini merupakan dasar mengapa banyak analis jaringan menyarankan determinisme struktural, dalam bahwa begitu posisi diketahui, maka jelas yang kuat akan mempengaruhi situasi tertentu (Stevenson dan Greenberg, 2000). Di sisi lain, sosial teori-teori gerakan menunjukkan persoalan determinisme struktural dengan menekankan tindakan mereka yang memiliki sedikit kekuasaan awalnya untuk merangkul anggota lain secara bersama untuk meningkatkan persaingan mereka dalam menghadapi oposisi untuk mencapai tujuan mereka (McCarthy dan Zald, 1977; Stevenson dan Greenberg, 2000). Selanjutnya kohesivitas jaringan ini dipengaruhi oleh mikro politik dari lingkungan dimana organisasi berada. Sebagai contoh, kesempatan struktur secara politis (Joppke, 1993), menggeser dari keberpihakan politik (Tarrow, 1994), dan pergeseran aliansi politik atau perpecahan di antara elit (Gamson dan Meyer, 1996) juga mempengaruhi keutuhan jaringan. Elit memiliki peran utama dalam menciptakan koalisi politik keberpihakan. Sementara dukungan elit dapat membuat pembentukan koalisi mudah, konflik antar elit dapat mengakibatkan terbentuknya kelompok oposisi dan dapat mendorong oposisi terhadap inisiatif (Stevenson dan Greenberg, 2000). Argumen umum yang kita buat adalah bahwa sejumlah faktor kunci, termasuk konteks sosial, mempengaruhi keutuhan jaringan, dan mereka hubungan kohesif menumbuhkan lingkungan normatif yang Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. memfasilitasi kerjasama (Coleman, 1988). Sebaliknya, kurangnya kekompakan sebagai akibat tingkat kerjaasam yang memang rendah baik kerjasama secara internal maupun keseluruhan jaringan. Politik mempengaruhi fungsi agen dengan membuat efektif manajemen dan pencapaian tujuan menjadi sulit. Salah satu sudut pandang dalam organisasi dan jaringan adalah entitas politik yang ada, yang biasanya terdiri dari koalisi kepentingan dan tuntutan yang berasal baik dari dalam maupun luar organisasi (Mintzberg, 1978; Thompson, 1967). Argumen ini sangat diperdebatkan terkait hubungan antara jaringan. Berbeda dengan kepentingan dan tuntutan muncul karena organisasi dan jaringan secara longgar digabungkan (Weick, 1969), sumber daya yang terbatas (Pfeffer dan Salancik, 1978), dan dengan berbagai hubungan (yang berbeda) dari lingkungan mereka (Lawrence dan Lorsch, 1967). Sentralisasi kekuasaan, dominasi, keinginan untuk mengontrol, dan konflik di antara aktor-aktor kunci menjadi penyebab politik organisasi (Eisenhardt, 1988). Telah banyak penelitian mengenai lingkungan dan politik organisasi serta alokasi sumber daya. Pfeffer dan Salancik (1974) menemukan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses politik ketika organisasi harus menangani berbagai kebutuhan dan saling bertentangan antar unit yang berbeda. Menurut Jay (1967), politik mengganggu terhadap manajemen yang efektif, yang ini sejalan dengan penjelasan kita mengenai beberapa tujuan dan tujuan konflik dari dua jaringan yang tidak dapat dengan mudah selaras atau diatur, meskipun demikian tujuan organisasi tetap terpenuhi. 2.3. Organisasi Sektor Publik Roness dkk (2008) menyebutkan terdapat beragam deskripsi secara internasional dari agen atau yang berfungsi sebagai organisasi atau lembaga sektor publik, organisasi hibrida, quangos, 4 badan sampiran, lembaga quasi pemerintah, dan tata 4 Quango atau qango is sebuah akronim dari (dengan beragam pengucapan) sebagai quasi nongovernmental organisation, quasi-autonomous non-governmental organisation, atau quasiautonomous national government organisation) yang digunakan di Inggris, Irlandia dan beberapa tempat untuk memberi julukan sebuah organisasi yang oleh pemerintah didelegasikan kekuasaan tertentu yang cukup kuat. Di Inggris terminologi yang resmi sebagai nondepartmental public body (NDPB) (Wettenhall, 2003, 229; Scott, 2008: 4). Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. pemerintahan yang disebar (Wettenhall, 2005; Christensen dan Lagreid, 2006; Roness, 2007; Scott, 2008). Bagaimana agen didefinisikan, dan apa yang dilakukannya, bervariasi tergantung pada budaya nasional dan organisasi, sistem hukum, dan sistem politik (Smullen, 2004). Perdebatan tentang agen atau organisasi ini memperoleh fokus baru dengan perkembangan yang terjadi selama tahun 1980-an dari teori New Public Management (NPM) dengan konsepsi tentang pemisahan antara departemen pembuatan kebijakan dan lembaga eksekutif yang menyampaikan kebijakan yang dipisahkan dari organisasi/ badan inti (Hood dkk, 1999). Sejak tahun 1980-an, manajerial atau tata kelola dan gerakan reformasi mulai berorientasi pasar yang disebut dengan NPM 5 dimana lahir di masa resesi ekonomi (Bovaird and Löffler (2001: 5) sehingga mendorong perkembangan dari apa yang telah menjadi dikenal sebagai tata kelola pasar. ”Pasar” dalam hal ini hanyalah metafora, yang merujuk pada mekanisme pasar dan berpikir pasar, sehingga tidak tertukar dengan terminologi dalam pasar ekonomi. Pemerintahan yang berorientasikan pasar adalah gaya pemerintahan yang berorientasi pada publik, 'tata kelola pasar' sedangkan akan berarti pemerintahan pemain aktif di pasar. Tata kelola ini adalah cara berpikir dan bertindak yang digunakan baik di sektor publik dan swasta, dan organisasi hibrida. Munculnya NPM harus dilihat terhadap latar belakang substansial masalah keuangan bahwa yang harus dihadapi pemerintah pada 1980-an. Insentif lain adalah skandal politik yang timbul dari masalah rumit antara pemerintah dan beberapa sektor usaha, seperti usaha pelayaran di Belanda. Skandal ini melemahkan hubungan antara pemerintah dan sektor swasta. NPM karenanya mempunyai dua fokus: pada layanan (bagaimana berpikir pasar) dan akuntabilitas (berpikir hirarkis). 6 Dasar dari kepercayaan yang utama dari NPM adalah bahwa dengan memasukkan prinsip-prinsip efisiensi, prosedur dan langkah-langkah dari sektor swasta, dan mekanisme pasar 5 Fakta bahwa New Public Management mendorong pemikiran manajemen dalam sektor publik namun ketika NPM mulai berpengaruh maka teknik-teknik manajemen mulai mendominasi kempetensi yang lain dalam pengembangan pelayanan masyarakat. 6 Hernes (2005: 5): Four ideal-type organizational responses to New Public Management reforms and some consequences. Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. menyebabkan kinerja yang lebih baik dari administrasi publik. 7 Orientasi publik adalah karakteristik lain yang penting dari teori NPM. 8 Namun jika kita mempertimbangkan struktur kelembagaan didefinisikan dalam hal tingkat otonomi dari pemerintah pusat yang dinikmati oleh lembaga atau organisasi, kita harus memperhatikan sejauhmana lebih luas dari bentuk-bentuk organisasi tersebut. Sebagai gambaraan, kita dapat mengidentifikasi sebuah kontinum, dengan organisasi departemen di salah satu ujungnya, kemudian berbagai badan non departemen, melanjutkan ke arah organisasi masyarakat nonpemerintah atau sipil di ujung lain, banyak yang pada gilirannya dapat bermain berperan dalam melahirkan kebijakan di bawah kekuasaan yang dilimpahkan, atau melalui kontrak atau dalam pertukaran untuk hibah keuangan (Hood 1986; Wettenhall, 2003: 229). Memang, definisi ini mulai membawa organisasi swasta menjadi fokus juga, karena tidak hanya di Selandia Baru, dalam pengamatan Roger Wettenhall, kita dapat melihat organisasi swasta ini dan masyarakat memberikan pelayanan di bawah kontrak dengan salah satu lembaga atau institusi pemerintah utama (Wettenhall 2003: 232). 2.4. Perkembangan Organisasi Sektor Publik Max Weber mengembangkan sebuah teori fungsional dan formal dari organisasi. (Lawson, Jones, dan Moores, 2000: 108). Teori ini dikembangkan dari konsep tipe ideal. Tipe ideal ini pada dasarnya membicarakan mengenai cita-cita moral. Weber menggunakan metode ini untuk membentuk sebuah birokrasi yang ideal dengan tipe berikut: hierarki, impersonalitas, aturan tertulis dari perilaku, promosi berdasarkan prestasi, pembagian kerja atau divisi khusus tenaga kerja, dan efisiensi. Weber mendefinisikan birokrasi sebagai tujuan organisasi yang merupakan orientasi sejak awal dan dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip rasional dalam rangka mencapai tujuan mereka agar efisien secara menyeluruh (verstehen). Weber melihat banyak keuntungan dalam birokrasi tetapi ia juga melihat bahwa kadang-kadang kekuasaan bergeser hanya untuk mereka yang 7 Levy (2003): Critical success factors in public management reform: the case of the European Commission. 8 Kickert (2001: 136): Public management of hybrid organizations. Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. berada di atas sehingga menghasilkan sebuah oligarki. Kemudian nampak birokrasi bergeser dari organisasi yang paling efisien dari pengelolaan administrasi menuju organisasi yang mempunyai potensial kelemahan terutama apabila dikuasai unit atau pihak tertentu untuk mencapai tujuan sendiri (Max Weber, 1947). Salah seorang penganut Weber, seorang sosiolog Tom Burns bersama dengan G.M. Stalker seorang psikolog pada tahun 1961 menulis The Management of Innovation 9 yang menguji hubungan antara organisasi dan lingkungan mereka. Fokus mereka adalah pada perusahaan elektronik Skotlandia yang beroperasi di pasar teknologi yang semakin kompetitif dan inovatif. Ada sejumlah analisis sosiologis dari pengamatan Burns dan Stalker. Salah satunya adalah tipe ideal Weber yang disebut dengan organisasi mekanistik dan organismik. Mekanistik berkaitan dengan konsep Weber mengenai birokrasi dan kewenangan yang sangat rasional-formal. Dalam penelitian itu Burns dan Stalker membedakan organisasi dalam dua bentuk yaitu mekanistik dan organismik. Dalam organisasi mekanistik ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1. Adanya penyesuaian dengan kondisi yang relatif stabil; 2. Terdapat pembagian kerja dan sangat terstruktur, para pelaku telah didefinisikan dengan baku, deskripsi pekerjaan formal atau peran, dan posisi yang tepat vis a vis pihak lain; 3. Arah dari atas - ke bawah melalui hirarki. Komunikasi juga sama menggunakan jalur vertikal. 4. Organisasi bersikeras pada loyalitas dan kesesuaian dari anggota satu sama lain, untuk manajer dan organisasi itu sendiri dalam kaitannya dengan kebijakan dan metode; 5. Anggota memerlukan kemampuan pejabat atau pemimpin yang cukup untuk beroperasi dalam batasan organisasi. Sedangkan dalam organisasi organismik ditemukan hal-hal sebagai berikut: 9 edisi baru dari buku ini diterbitkan tahun 1994 Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. 1. Tepat diterapkan untuk organisasi dengan kondisi tidak stabil, bergolak dan berubah; 2. Organisasi organismik mencoba untuk kembali membentuk diri untuk mengatasi masalah-masalah baru dan mengatasi contingency tak terduga; 3. Struktur tidak kaku, desain organisasi cair untuk memfasilitasi fleksibilitas, adaptasi, redefinisi pekerjaan, dan tantangan yang dihadapi; 4. Unit kerja, bagian dan tim dibentuk dan direformasi. Komunikasi lateral maupun vertikal - dengan penekanan pada jaringan kerja (networking) daripada hierarki; 5. Anggota organisasi secara pribadi dan secara aktif komitmen pada hal-hal yang pada dasarnya diperlukan secara operasional atau fungsional. Pada umumnya organisasi yang berinovasi, berubah dari mekanistik ke organismik akan menemui kendala sebagai berikut: 1. Kreativitas organisasi dan usaha yang hanya fokus pada masalah internal saja - sistem dan prosedur; 2. Biaya operasional dan overhead administrasi yang berat - prosedur internal mengkonsumsi daya yang lebih bagi operasional yang berfokus pada pihak eksternal; 3. Lamban dalam menanggapi perubahan eksternal, tidak fleksibel sehingga bisa kehilangan hubungan dengan pihak eksternal; 4. Kepicikan atau pikiran yang tidak terbuka, mempertahankan sistem dan budaya lama yang ada. Anggota organisasi tidak dapat mengembangkan atau membantu karana mindset masih belum terbuka terutama berhadapan dengan pihak eksternal. Pekerjaan dan batas-batas unite kerja dapat menyebabkan organisasi sangat rasional, struktural dan formal sehingga hubungan atau koordinasi menjadi macet dan berbelit (memakan waktu lama); 5. Mempertahankan status daripada berubah untuk memenuhi keadaan baru. Berada dalam zona nyaman sehingga tidak mau berubah. Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011. Dari hasil temuannya Burns dan Stalker (1961: 103) menekankan pada perubahan lingkungan di sekitar yang berpengaruh pada organisasi. Dari penemuan Burns dan Stalker ini kental sekali nuansa sosiologi Parsonian yang menekankan sistem fungsional dengan adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan pemeliharaan pola (Haralambos, Holborn, 1995, 873), dengan fungsi manifes dan laten – yang nampak (sebenarnya), tidak nampak (motivasi) - dalam hal orang yang menggunakan kajian mewujudkan sistem kontrol formal yang jelas sementara operasi laten dengan motivasi lain (Merton, 1949, dalam Coser, Rosenberg, 1976, 528). Satu organisasi kemudian menyesuaikan keberhasilan dengan sistem yang stabil, dan satu ke sistem dalam kondisi berubah (dinamis). Penguatan peran..., Aris Purnomo, FISIP UI, 2011.