i. pendahuluan

advertisement
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Potensi sumberdaya perikanan di suatu perairan selalu dikaitkan dengan
produksi, hasil tangkapan per unit usaha dalam kegiatan perikanan tangkap. Perikanan
tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan
atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas (Ditjen Perikanan
Tangkap, 2013).
Hendrik (2010) menyatakan bahwa perlu adanya kebijakan yang mengatur
tentang keberadaan sumberdaya serta pemanfataan sumberdaya (produksi) ikan terkait
dengan kelestarian sumberdaya perikanan agar dalam pemanfaatannya berlangsung
dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketentuan Umum dalam UU No. 45 Tahun 2009
tentang Perikanan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan adalah semua upaya
termasuk kebijakan dan non-kebijakan yang bertujuan agar sumberdaya dapat
dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung secara terus-menerus.
Overfishing merupakan masalah yang sudah mencapai titik rawan di wilayah
perairan Indonesia yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor
penangkapan berlebihan, tidak ada upaya memperbaharui sumberdaya ikan yang
jumlahnya semakin berkurang. Semakin lama jumlah armada semakin bertambah
menjadi dua sampai tiga kali lipat dibandingkan 10 tahun yang lalu dengan peralatan
teknologi yang semakin canggih tanpa memperhatikan jumlah ketersediaan ikan.
Penangkapan berlebihan telah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di
dunia. Organisasi pangan dunia (FAO) memperkirakan banyak sumberdaya perikanan
laut dunia sudah tereksploitasi penuh bahkan telah terjadi penangkapan berlebihan.
Myers and Worm (2003) menyatakan bahwa lebih dari 90% ikan predator besar telah
hilang di perairan global dan diperkirakan pada tahun 2048, semua spesies ikan
komersil akan punah.
Beberapa sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami over
exploitation. Beberapa kawasan perairan jumlah stok sumberdaya ikan telah mengalami
kondisi tangkap lebih (overfishing). Kondisi overfishing ini tidak hanya disebabkan
karena tingkat penangkapan yang melampaui potensi lestari sumberdaya perikanan,
tetapi juga disebabkan karena kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan
mengalami penurunan atau kerusakan akibat pencemaran dan terjadinya degradasi fisik
ekosistem perairan sebagai tempat pemijahan, asuhan (nursery ground), dan mencari
makan bagi sebagian besar biota laut tropis.
Banyaknya jumlah nelayan yang melebihi kapasitas wilayah tangkapan ikan
dapat memicu potensi tangkap lebih (overfishing). Jangkauan wilayah penangkapan
nelayan kecil atau tradisional yang terbatas tidak sebanding dengan wilayah
penangkapan akan memunculkan permasalahan semakin meningkatnya perebutan
sumberdaya ikan. Kondisi tersebut disatu sisi juga dapat memicu timbulnya konflik
antar nelayan karena perebutan wilayah penangkapan sehingga sebagian besar
melakukan migrasi. Disisi lain, nelayan juga akan berupaya untuk bergabung dengan
unit penangkapan yang ada di daerah tujuan yang sedang musim ikan.
Migrasi yang dilakukan nelayan adalah untuk memperoleh penghasilan yang
tinggi, agar pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya terjamin. Dalam waktu-waktu
tertentu, penghasilan yang diperoleh akan dibawa pulang kampung untuk diserahkan
kepada isteri. Selama musim ikan nelayan tidak pulang ke rumah sehingga penghasilan
yang diterima akan dititipkan kepada teman-temannya yang sedang pulang ke kampung
halamannya (Kusnadi, 2006).
Migrasi musiman yang dilakukan oleh para nelayan pada dasarnya adalah
mobilitas non permanen yakni suatu perpindahan penduduk atau mobilitas penduduk
dari daerah asal ke daerah tujuan. Selama menangkap ikan nelayan memiliki batas
waktu tertentu atau selama musim ikan nelayan akan tetap di daerah tujuan dan akan
kembali ke daerah asal setelah musim musim paceklik sudah reda. Salah satunya
migrasi musiman yang dilakukan oleh nelayan Bugis Makassar karena faktor
kelimpahan ikan yang sangat banyak di daerah tujuan (Made, 2012). Dengan adanya
kelangkaan sumberdaya perikanan seperti pola musim ikan dan masa paceklik akan
meningkatkan kegiatan migrasi (andon). Nelayan andon adalah nelayan yang mencari
ikan dari satu wilayah perairan ke wilayah lain untuk memperoleh hasil tangkapan yang
layak (Kusnadi, 2003).
Kusnadi (2006) menyatakan bahwa sebagian nelayan pesisir memandang curiga
atas kehadiran nelayan andon. Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya,
kecurigaan itu berkaitan dengan kemungkinan adanya perilaku negatif nelayan andon,
seperti mencuri peralatan tangkap nelayan pesisir atau menganggu perempuan setempat.
Bagi nelayan andon yang sudah memiliki hubungan baik dengan penduduk setempat,
kemungkinan perilaku negatif demikian tidak akan terjadi.
Wahyuningrum et al. (2012) menyatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta
memiliki potensi perikanan yang cukup besar dengan garis pantai sepanjang 113 km
dan potensi tersebut dapat dikembangkan. Salah satu daerah yang memiliki potensi
perikanan tangkap yang perlu dikembangkan adalah Kabupaten Gunungkidul. Kegiatan
perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul dimulai sejak tahun 1980-an. Salah satu
sentra perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul adalah Sadeng. Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Sadeng merupakan Pelabuhan Perikanan bertipe C dan
penunjang pengembangan perikanan laut di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Budiono (2010) menyatakan bahwa Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng
berkembang menjadi menjadi suatu pemukiman masyarakat pesisir penduduk asli
sekitar Teluk Sadeng dan nelayan-nelayan andon dari berbagai daerah yang berpadu
menjadi sebuah perkampungan nelayan. Komunitas masyarakat nelayan Sadeng tumbuh
dan berkembang seiring dengan keberadaan PPP Sadeng, kedatangan nelayan dari luar
daerah dan kepindahan penduduk asli dari dusun-dusun sekitar Sadeng yang bermata
pencaharian sebagai nelayan.
Potensi kawasan pesisir Selatan D.I.Yogyakarta dinilai cukup besar, khususnya
potensi sumberdaya perikanan lautnya yang melimpah dengan posisi yang menghadap
langsung ke perairan Samudera menjadikan PPP Sadeng memiliki kesempatan
pemanfaatan sumberdaya terutama ikan pelagis besar seperti ikan tuna (Thunnus sp.)
dan udang barong (lobster) yang memiliki nilai ekonomis tinggi di pasaran dunia
(Budiono, 2010). Dari uraian diatas, maka rumusan masalah yang menjadi pertanyaan
dalam penelitian ini adalah bagaimana profil nelayan andon di PPP Sadeng? Bagaimana
kehidupan sosial ekonomi dan budaya nelayan andon? Faktor apa saja yang menjadi
faktor pendorong dan penarik nelayan andon bermigrasi ke PPP Sadeng?
2. Tujuan
2.1 Mengetahui profil nelayan andon yang berada di PPP Sadeng Kabupaten
Gunungkidul.
2.2 Mengetahui kehidupan sosial, ekonomi dan budaya nelayan andon di PPP
Sadeng.
2.3 Mengetahui faktor pendorong dan penarik nelayan andon bermigrasi ke PPP
Sadeng.
3. Kegunaan
Hasil penelitian tentang analisis migrasi nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai
Sadeng Kabupaten Gunungkidul diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
profil nelayan andon, kehidupan sosial ekonomi dan budaya nelayan andon, serta faktor
pendorong dan penarik nelayan andon bermigrasi ke Pelabuhan Perikanan Pantai
Sadeng Kabupaten Gunungkidul.
Download