BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponenkomponen (subsistem) yang saling berkaitan atau saling tergantung (inter dependence) satu sama lain dan dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974).1 Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang buruk, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Namun selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen 1 John M Ivancevich & Robert Konopaske & Michael T Matterson. Perilaku Dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga. 2006. H. 11 1 2 organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain. Di dalam suatu perusahaan, adanya pembagian struktur organisasi merupakan hal yang sangat penting untuk membagi peran masing-masing divisi dalam kegiatan operasional. Dengan adanya pembagian struktur organisasi, setiap divisi mengetahui peran, fungsi dan kewajiban masingmasing dalam kegiatan operasional. Masing-masing divisi terdiri dari beberapa sumber daya manusia yang merupakan aset penting dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang ada, guna mencapai tujuan perusahaan. Dengan adanya peran, fungsi dan kewajiban yang berbeda di dalam suatu perusahaan, maka seringkali terjadi benturan dalam menjalankan peran masing-masing. Setiap divisi memiliki posisi yang sama dalam perusahaan, tidak ada salah satu divisi yang lebih baik atau lebih diutamakan perusahaan dibandingkan dengan divisi lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya konflik antar divisi, yaitu apabila salah satu divisi melakukan suatu hal yang melewati koridor atau batasan yang menjadi tanggung jawab divisi lain, dimana pekerjaan mereka saling terkait satu dengan yang lainnya. Konflik antar divisi di dalam perusahaan tidak dapat dihindari, tetapi dapat dimanfaatkan ke arah produktif bila dikelola secara baik untuk mencapai tujuan bersama. Munculnya konflik dalam sebuah perusahaan tidak selalu bersifat negatif. Pengelolaan konflik bisa dijadikan alasan 3 untuk mengadakan perubahan dalam suatu perusahaan. Perubahan ini dapat terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat konflik merancang sebuah manajemen konflik dalam proses penyelesaian permasalahan yang terjadi. Manajemen konflik ini dapat membantu menyelesaikan permasalahan dengan mengambil jalan tengah sehingga keputusan yang muncul merupakan hasil yang terbaik bagi pihak-pihak yang berkonflik menuju kepada kepentingan perusahaan. Jalan tengah tersebut merupakan usaha penyelesaian konflik dengan masing-masing pihak mencoba untuk mengkomunikasikan apa yang sebaiknya dilakukan dengan mau mendengarkan dan menghargai kepentingan satu sama lain, juga bersedia mendengarkan masukan dari pihak ketiga (penengah) pada situasi dimana kedua pihak yang berkonflik tidak menemukan titik terang terhadap usaha penyelesaian masalah yang dihadapi. Pihak ketiga (disini) merupakan pihak yang menggunakan fungsi Kehumasan (Public Relations) dalam menjalankan tugasnya, yaitu pihak yang dapat dengan jeli mengetahui semua persoalan-persoalan yang terjadi di perusahaan dengan menjadi juru bicara atau komunikator yang efektif untuk membangun dan mempertahankan hubungan baik antar pihak yang berkonflik, juga menjalankan fungsi Kehumasan (Public Relations) dengan mencari fakta, merencanakan, mengkomunikasikan, hingga mengevaluasi hasil akhir dalam proses manajemen konflik tersebut. Manajemen konflik ini, tentunya akan menimbulkan dampak positif bagi perusahaan apabila dijadikan bahan evaluasi untuk dapat 4 mengatasi masalah serupa kedepannya. Akan tetapi, apabila timbulnya konflik menyebabkan adanya diskusi panjang tanpa menemukan kata sepakat antara pihak yang berkonflik dan tidak menempatkan kepentingaan perusahaan yang menjadi prioritas, maka konflik berdampak negatif terhadap perusahaan. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya proses pengambilan keputusan dan berdampak negatif terhadap proses bisnis perusahaan secara keseluruhan. Hal tersebut yang tentunya harus dihindari, karena mengingat kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan perusahaan, maka pemilihan manajemen konflik menjadi perhatian utama. Tidak ada gaya manajemen konflik yang dapat digunakan dalam segala situasi, karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dan karena perbedaan, pertentangan serta perubahan merupakan merupakan suatu dinamika yang harus dijalani di dalam suatu perusahaan. Untuk mengetahui bagaimana manajemen konflik dalam menyelesaikan suatu permasalahan antar divisi dalam suatu perusahaan, peneliti melakukan penelitian pada salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perantara perdagangan efek yaitu PT. Panin Sekuritas, Tbk. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PT. Panin Sekuritas, Tbk memiliki beberapa divisi yang memiliki tanggung jawab, tugas, serta fungsi yang berbeda-beda. Peneliti tertarik mengambil penelitian di kantor pusat PT. Panin Sekuritas, Tbk pada dua divisi yang berbeda yaitu Divisi Equity dan 5 Divisi Risk Management. Kedua divisi tersebut memiliki dua kepentingan dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan uraian kerja (job description) yang tertuang dalam prosedur standar operasional milik perusahaan. Divisi Equity merupakan suatu divisi yang terdiri dari sekumpulan Equity Sales yang telah memperoleh ijin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki fungsi dan tugas menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan, sebagai Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) dan menjalankan perannya di bidang pemasaran (jual – beli efek). Divisi ini memiliki peran dan tanggung jawab dalam melayani nasabah bertransaksi efek, sehingga tujuan utamanya adalah meningkatkan nilai penjualan. Divisi ini mendapatkan komisi berdasarkan nilai transaksi dalam suatu periode, semakin banyak nilai transaksi yang dihasilkan, maka makin besar nilai komisi yang didapat. Sehingga visi dan misinya adalah mendapatkan transaksi yang sebesarbesarnya terlepas dari kemampuan nasabah dalam melunasi kewajibannya saat melakukan transaksi beli efek. Divisi Risk Management (Manajemen Resiko) merupakan divisi yang memiliki peran dalam mengelola dan mengendalikan resiko yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional utamanya, yaitu perantara pedagang efek. Divisi ini bertanggung jawab dalam 6 menganalisa resiko yang dihadapi perusahaan, terutama mengenai limit/ batas transaksi jual–beli efek. Semakin besar transaksi yang dilakukan suatu nasabah melalui Equity Sales, maka semakin besar pula resiko yang dihadapi perusahaan. Resiko tersebut adalah resiko nasabah tidak membayar kewajibannya saat jatuh tempo (wan prestasi), resiko melanggar ketentuan batas pemberian limit transaksi yang telah ditentukan oleh Otoritas jasa Keuangan (OJK), serta resiko lainnya yang dihadapi perusahaan dalam mentaati kebijakan serta ketentuan perundang-undangan yang mengikat industri pasar modal di Indonesia. Secara konkrit, konflik terjadi ketika Equity Sales mengajukan permohonan kepada Risk Management agar menggunakan otoritas mereka untuk memberikan approval mengenai pengajuan tambahan pembiayaan limit trading harian nasabah bernama EJF yang semula adalah Rp. 8.000.000.000,- menjadi Rp. 20.000.000.000,-. Equity Sales tersebut mengajukan permohonan penambahan limit agar nasabah tersebut dapat tetap bertransaksi pada hari itu, meskipun ratio marginnya sudah melebihi batas yang telah ditetapkan. Tetapi setelah melakukan analisa terhadap nasabah bersangkutan, serta mengenai resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan, Risk Management menolak permintaan tersebut. Pengajuan dan penolakan atas hal tersebut disampaikan melalui tulisan (surat). Merasa tidak terima atas keputusan dari Risk Management, Equity Sales melaporkan penolakan atas permohonan mereka kepada direktur yang membawahi mereka, yaitu Direktur Marketing. Equity Sales merasa bahwa 7 Risk Management menghalang-halangi mereka dalam melaksanakan fungsi dan tugas di dalam pekerjaannya, yaitu untuk melayani dan memberikan kemudahan bagi nasabah mereka untuk bertransaksi efek. Tetapi, Risk Management tetap pada keputusannya untuk tidak memberikan approve atas dasar kepatuhan terhadap peraturan perusahaan dan juga meminimalisir resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan. Melihat dari respon Equity Sales yang langsung melaporkan kejadian kepada direktur yang membawahinya, Risk Management juga melakukan hal serupa, yaitu melaporkan permasalahan tersebut langsung kepada Direktur Utama dimana merupakan direktur yang langsung membawahi divisi tersebut. Ketika hal tersebut sudah sampai kepada atasan masing-masing, maka dapat dikatakan konflik terjadi. Dengan adanya perbedaan fungsi, tugas dan tanggung jawab antara Divisi Equity dan Divisi Risk Management, dimana salah satu bertujuan untuk meningkatkan nilai penjualan dan bertanggung jawab terhadap kepuasan dan kemudahan nasabah, dan disalah satu pihak memberikan batasan transaksi nasabah berdasarkan analisa resiko yang dihadapi, maka konflik tidak dapat dihindari. Perusahaan harus dapat mengelola dengan baik konflik yang terjadi dan bagaimana menjalankan manajemen konflik dalam proses penyelesaiannya agar permasalahan yang timbul dapat teratasi tanpa 8 menghambat tujuan dari perusahaan, juga mengganggu iklim kerja dari masing-masing divisi yang terlibat konflik. Hal yang menjadi daya tarik dari penelitian ini adalah bagaimana peneliti mencoba mengangkat kasus dan permasalahan lain yang terjadi di dalam sebuah Perusahaan Sekuritas. Secara umum, penelitian yang dilakukan dalam sebuah perusahaan yang bergerak di industri pasar modal dan memiliki izin sebagai perantara pedagang efek serta penjamin emisi efek lebih banyak membahas mengenai kegiatan operasional. Dimana dalam kegiatan operasional tersebut, peneliti membahas mengenai proses transaksi jual-beli efek, analisa fundamental dan teknikal yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan para investor dan pengaruh laporan keuangan terhadap harga saham, serta jasa lainnya yang disediakan oleh perusahaan. Tetapi dalam penelitian kali ini, peneliti justru mengangkat suatu kasus dan permasalahan dalam sudut pandang lain dan berbeda yang berkaitan dengan bagaimana manajemen konflik dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi antar Divisi Equity dan Risk Management di kantor pusat PT. Panin Sekuritas, Tbk. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan di atas, maka perumusan masalah yang di ajukan dalam proposal penelitian ini adalah “Bagaimana Manajemen Konflik Dalam Menyelesaikan Permasalahan 9 Antar Divisi Pada Kantor Pusat PT. Panin Sekuritas, Tbk?”. (Studi Kasus Pada Divisi Equity Dan Risk Management Periode Januari – Juni 2013). 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan manajemen konflik dalam menyelesaikan permasalahan antara Divisi Equity dan Divisi Risk Management pada kantor pusat PT. Panin Sekuritas, Tbk. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan bahan evaluasi perusahaan untuk mengetahui dan lebih memahami seberapa pentinganya suatu manajemen konflik dalam menyelesaikan permasalahan yang ada antar divisi di dalam perusahaan. 2. Manfaat Praktis Sebagai tambahan literature kepustakaan universitas di bidang penelitian tentang penerapan teori manajemen konflik di dalam satu perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan di lingkup 10 pekerjaan, juga sebagai bahan referensi bagi pihak lain yang ingin mengadakan penelitian sejenis pada masa yang akan datang.