BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penelitian Terdahulu Tuhumen (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kepuasan dan Loyalitas Terhadap Niat Berperilaku Pasien Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap pada rumah sakit umum daerah (RSUD) Jayapura dengan responden 300 pasien, diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Analisis data kuantitatif menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan bantuan program Analysis Moment Structures (AMOS) dan analisis data kualitatif menggunakan model interaktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien, (2) kualitas layanan secara langsung dan tidak langsung melalui kepuasan pasien berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pasien, (3) kualitas layanan secara langsung dan tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku, secara tidak langsung melalui kepuasan pasien dan loyalitas pasien berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pasien, (4) kepuasan pasien berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pasien, (5) kepuasan pasien secara langsung dan secara tidak langsung melalui loyalitas berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku pasien, (6) loyalitas pasien berpengaruh signifikan terhadap niat berprilaku pasien. 11 Universitas Sumatera Utara Tarigan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan terhadap Pasien Partikulir dan Hubungannya dengan Loyalitas terhadap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pertikulir yang dirawat inap di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Metode sampel yang digunakan Sample Random Sampling dengan jumlah 66 orang pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh persepsi pasien partikulir terhadap mutu pelayanan dan hubungannya dengan loyalitas pasien. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dan korelasi. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa keandalan (reability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empaty) berpengaruh terhadap kepuasan pasien partikukir dan terdapat hubungan kepuasan pasien terhadap loyalitas pasien partikulir di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi, sedangkan bukti fisik (tangible) tidak mempengaruhi kepuasan pasien partikulir di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. II.2. Teori tentang Pelayanan dan Kualitas Pelayanan II.2.1. Pengertian Pelayanan Menurut Kotler dalam Laksana (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yanga dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan Gronroos dalam Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan bahwa pelayanan Universitas Sumatera Utara merupakan proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasa (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan, jasa dan sumber daya, fisik atau barang, dan sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan. Sementara itu, menurut Lovelock, Petterson & Walker dalam Tjiptono (2005) mengemukakan perspektif pelayanan sebagai sebuah sistem, dimana setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasai jasa; dan (2) penyampaian jasa. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu diberikan kepada orang lain, dalam hal ini, kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan dengan tingkat persepsi mereka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya pelayanan yaitu: a. Adanya rasa cinta dan kasih sayang Cinta dan kasih sayang membuat manusia bersedia mengorbankan apa yang ada padanya sesuai kemampuaanya, diwujudkan menjadi layanan dan pengorbanan dalam batas ajaran agama, norma, sopan satun, dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat. b. Adanya keyakinan untuk saling tolong menolong sesamanya Rasa tolong menolong merupakan gerak naluri yang sudah melekat pada manusia. Apa yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain karena diminta oleh orang yang membutuhkan pertolongan hakikatnya adalah pelayanan, Universitas Sumatera Utara disamping ada unsur pengorbanan, namun kata pelayanan tidak pernah digunakan dalam hubungan ini. c. Adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu bentuk amal. Inisiatif berbuat baik timbul dari orang yang bukan berkepentingan untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan, proses ini disebut pelayanan. Keinginan berbuat baik timbul dari orang lain yang membutuhkan pertolongan, ini disebut bantuan. Menurut Payne (2000) mengatakan bahwa layanan pelanggan terdapat pengertian: 1. Segala kegiatan yang dibutuhkan untuk menerima, memproses, menyampaikan dan memenuhi pesanan pelanggan dan untuk menindak lanjuti setiap kegiatan yang mengandung kekeliruan. 2. Ketepatan waktu dan reabilitas penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan sesuai dengan harapan mereka. 3. Serangkaian kegiatan yang meliputi semua bidang bisnis yang terpadu untuk menyampaikkan produk dan jasa tersebut sedemikian rupa sehingga dipersepsikan memuaskan oleh pelanggan dan yang merealisasikan pencapaian tujuan-tujuan perusahaan. 4. Total pesanan yang masuk dan seluruh komunikasi dengan pelanggan. 5. Penyampaian produk kepada pelanggan tepat waktu dan akurat dengan tidak lanjut tanggapan keterangan yang akurat. Disamping itu adanya suatu sistem pelayanan yang baik terdiri dari tiga elemen, yakni: Universitas Sumatera Utara a. Strategi pelayanan, suatu strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik mungkin kepada para pelanggan. b. Sumber daya manusia yang memberikan layanan. c. Sistem pelayanan, prosedur atau tata cara untuk memberikan layanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang memiliki dan seluruh sumber daya manusia yang ada. Dalam penetapan sistem pelayanan mencakup strategi yang dilakukan, dimana pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dapat merasakan langsung, agar tidak terjadai distorsi tentang suatu kepuasan yang akan mereka terima. Sementara secara spesifik adanya peranan pelayanan yang diberikan secara nyata akan memberikan pengaruh bagi semua pihak terhadap manfaat yang dirasakan pelanggan. II.2.2. Pengertian Kualitas Pelayanan Bagi perusahaan yang memberikan pelayanan perlu diperhatikan mutu atau kualitas yang dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Menurut Lovelock dalam Laksana (2008), “Kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen.” Dengan demikian, kualitas merupakan faktor kunci sukses bagi suatu organisasi atau perusahaan, seperti yang dimukakan oleh Welch dalam Kotler (2001), “Kualitas merupakan jaminan terbaik kita atas kesetiaan pelanggan, pertahanan terkuat kita dalam menghadapi persaingan asing, dan satu-satunya jalan menuju pertumbuhan dan pendapatan yang langgeng.” Universitas Sumatera Utara Menurut Zeithaml et. al dalam Laksana (2008), “Kualitas pelayanan yang diterima konsumen dinyatakan besarnya perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan tingkat persepsi mereka”. Sedangkan menurut Payne (2000) “Kualitas pelayanan berkaitan dengan kemampauan suatu organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan”. Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi harapan pelanggannya. Kualitas pelayanan lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan yang diberikan oleh perusahaan yang menawari jasa. Keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak di sektor jasa tergantung kualitas pelayanan yang ditawarkan. II.2.3. Dimensi Kualitas Pelayanan Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, yang memenuhi keinginan pelanggan, dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk. Berarti kualitas harus sesuai dengan standar hal ini seperti yang dikemukankan oleh ISO 8402 Gaspersz dalam Laksana (2008), “Bahwa kualitas merupakan totalitas dari suatu karakteristik pelayanan yang sesuai dengan persyaratan atau standar”. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan kebutuhan pelanggan berarti perusahaan harus memberikan pelayanan berkualitas (service quality) kepada pelanggan. Menurut Lewis dan Booms dalam Tjiptono dan Chandra Universitas Sumatera Utara (2005) mendefinisikan “Kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan”. Berdasarkan definisi ini, kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya utnuk mengimbangi harapan pelanggan. Sedangkan menurut Parasuraman di dalam Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yakni pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dirasakan/dipersepsikan (perceived service). Apabila pelayanan yang dirasakan sesuai dengan pelayanan yang diharapkan, maka kualitas layanan bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif. Jika pelayanan yang dirasakan melebihi pelayanan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih buruk dibandingkan pelayanan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen/pelanggan yang diberikan oleh suatu organisasi. Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka perusahaan harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanan. Banyaknya para ahli mengungkapkan dimensi-dimensi kualitas pelayanan, namun dalam penelitian Zeithaml dalam Tjiptono dan Chandra, (2005) Universitas Sumatera Utara menyatakan adanya overlapping di antara beberapa dimensi. Oleh sebab itu, para peneliti menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi yang disebut dimensi SERVQUAL, yakni: 1. Bukti Fisik (tangibles) Berkenaan dengan daya fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. 2. Keandalan (reability) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 3. Daya Tanggap (responsiveness) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kepada jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. 4. Jaminan (assurance) Yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan biasa menciptakan rasa aman bagi para pelanggan. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertayaan atau masalah pelanggan. 5. Empati (empaty) Universitas Sumatera Utara Perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Selanjutnya menurut Palmer dalam Sari (2008) mengemukakan ada lima dimensi mutu pelayanan yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Reliability (Keandalan) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan dipercaya, misalnya: a. Pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan yang tepat. b. Jadwal pelayanan dijalankan secara tepat. c. Prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit. 2. Responsiveness (Ketanggapan) yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau tanggap, misalnya: a. Kemampuan dr/drg/perawat/bidan untuk tanggap menyelesaiakan keluhan pasien. b. Petugas memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti. c. Tindakan cepat pada saat pasien membutuhkan. 3. Assurance (Jaminan) yaitu pengetahuan dan kesopanan petugas serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan/ assurance. a. Pengetahuan dan kemampuan medis menetapkan diagnosis. b. Keterampilan medis/ para medis dalam bekerja. c. Pelayanan yang sopan dan ramah. d. Jaminan keamanan, kepercayaan status sosial, dll. Universitas Sumatera Utara 4. Empathy (Empati) merupakan syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi kepada pelanggan, misalnya: a. Memberi perhatian khusus kepada setiap pelanggan. b. Kepedulian terhadap keluhan pelanggan. c. Pelayanan kepada semua pelanggan tanpa memandang status, dll. 5. Tangibles (Keberwujudan) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi, misalnya: a. Kebersihan, kerapihan dan kenyamana ruangan. b. Penataan interior dan eksterior ruangan. c. Kelengkapan, persiapan dan kebersihan alat. d. Penampilan, kebersihan penampilan petugas. II.2.4. Analisis Kesenjangan Kualitas Pelayanan Dimensi-dimensi yang telah disebut terdahulu, haruslah direncanakan dan diaplikasi dengan baik. Dimensi SERVQUAL harus berdasarkan asumsi pelanggan bahwa kinerja pelayanan pada atribut-atribut relevan dengan standar ideal/sempurna untuk masing-masing atribut pelayanan. Bila kinerja sesuai dengan atau melebihi standar, maka persepsi atas kualitas pelayanan keseluruhan akan positif dan sebaliknya. Dengan demikian, dimensi ini menganalisis gap (kesenjangan) antara dua variabel pokok, yakni jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceid service). Harapan pelanggan terhadap layanan yang dijabarkan kedalam lima dimensi kualitas layanan harus bisa dipahami oleh perusahaan dan diupayakan untuk dapat Universitas Sumatera Utara diwujudkan atau dilaksanakan. Tentunya hal ini merupakan tugas berat bagi perusahaan, sehingga dalam kenyataannya sering muncul keluhan yang dilontarkan pelanggan karena layanan yang diterima tidak sesuai dengan layanan yang mereka harapkan. Menurut Tjiptono dan Chandra (2005), yang disebut dengan gap (kesenjangan) kualitas pelayanan sebagaimana yang disajikan dalam Gambar berikut: Komunikasi dar i mulut ke mulut Kebutuhan pribadi Pengalaman masa lalu Jasa yang diharapkan Kesenjangan 5 Jasa yang diterima Pelanggan Penyampaian jasa Komunikasi eksternal dengan konsumen Pemasar Kesenjangan 1 Kesenjangan 3 Kesenjangan 2 Perubahan dari persepsi menjadi spesifikasi kualitas jasa Kesenjangan 4 Persepsi manajemen tentang harapan konsumen Universitas Sumatera Utara Sumber: Tjiptono dan Gregorius Chandra, (2005) Gambar II.1. Model Kualitas Pelayanan Dalam gambar tersebut diidentifikasi lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa yaitu: 1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap). Pada kenyataannaya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang dinginkan para pelangan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen. 2. Gap antara persepsi manajeman konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Dimana kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini dikarenakan tiga faktor, yaitu kurangnya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumberdaya, atau karena kelebihan permintaan. 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya, beban kerja melampauin batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Universitas Sumatera Utara 4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. 5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsistensi negatif, seperti kualitas buruk yang akan menyebabkan kehilangan pelanggan. II.3. Teori tentang Kepuasan Pelanggan II.3.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin, yang terdiri dari kata satis yang artinya cukup baik atau memadai. Kata yang kedua adalah faction yang artinya melakukan atau membuat. Menurut Kotler (2003), “Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk/jasa yang diterima dan yang diharapkan. Menurut Garpesz dalam Laksana (2008), “Kepuasan pelanggan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan dan keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk/jasa yang dikonsumsi”. Universitas Sumatera Utara Kepuasan merupakan komponen harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan, yang pada umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang diterimanya apabila pelanggan membeli atau mengkonsumsi suatu produk maupun jasa, sedangkan kinerja atau hasil yang dirasakan merupakan persepsi penggunan terhadap apa yang pelanggaran terima setelah mengkonsumsi produk yang pelanggan beli. Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen Tjiptono dan Chandra (2005). Pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan Assauri (2003). Kepuasan pelanggan dapat membentuk persepsi dan selanjutnya dapat memposisikan produk perusahaan di mata pelanggannya. Kepuasan merupakan evaluasi spesifik terhadap keseluruhan pelayanan yang diberikan pemberi jasa, sehingga kepuasan pelanggan hanya dapat dinilai berdasarkan pengalaman yang pernah dialami saat proses pemberian pelayanan. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan merasa kecewa, apabila kinerja sesuai dengan harapan maka pelanggan puas, dan apabila kinerja melebihi harapan maka pelanggan sangat puas, senang, atau gembira dan bisa menciptakan loyalitas kepada pelanggannya. Apabila kepuasan pelanggan boleh dinyatakan sebagai rasio/perbandingan, maka kita dapat merumuskan persamaan kepuasan pelanggan sebagai berikut: Z = X / Universitas Sumatera Utara Y, dimana Z adalah kepuasan pelanggan, X adalah kualitas yang dirasakan pelanggan, dan Y adalah kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Dari penjelasan di atas, peneliti kita dapat memahami jika Z>1 maka kepuasan pelanggan akan menjadi tinggi, hal ini karena pelanggan merasakan bahwa kualitas dari produk melebihi harapan pelanggan. Sedangkan Z<1, berarti kepuasan pelanggan menjadi rendah, karena pelanggan merasakan kualitas produk lebih kecil dari kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Harapan pelanggan pelanggan dapat dipahami jika diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Kurtz dan Clow dalam Laksana (2008) ada tiga faktor utama yang mempengaruhi harapan pelanggan, yaitu faktor internal yang meliputi kebutuhan individu konsumen dan pengalaman masa lalu, faktor eksternal yang meliputi faktor sosial dan pembicaraan diantara konsumen dan yang terakhir faktor dari produk layanan yang ditawarkan, yaitu meliputi masalah tarif pelayanan, promosi, dan komunikasi. Ketiga faktor tersebut akan membentuk harapan dari konsumen, yang nantinya akan selalu dibandingkan dengan kualitas pelayanan yang dirasakan atau diterima oleh pelanggan, jika harapan konsumen sama dengan kenyataannya atau kenyataan pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan melebihi dari harapannya maka pelanggan akan merasa puas. II.3.2. Cara Pengukuran Kepuasan Pelanggan Universitas Sumatera Utara Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Kotler (2004) mengidentifikasikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yakni: 1. Sistem Keluhan dan Saran Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran, keluhan dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan cara menyediakan kotak saran. Setiap saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian bagi perusahaan, sebab saran dan keluhan itu pada umumnya dilandasi oleh pengalaman mereka, dan hal ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap perusahaan. 2. Survey pelanggan Survey pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan misalnya, melalui surat pos, telepon, atau wawancara secara langsung. 3. Panel pelanggan Perusahaan mengundang pelanggan yang setia terhadap produk dan mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah menjadi pelanggan perusahaan lain. Dari pelanggan yang setia akan diperoleh informasi tingkat kepuasan yang mereka rasakan dan dari pelanggan yang telah berhenti membeli, perusahaan akan memperoleh informasi mengapa hal itu dapat terjadi. Apabila pelanggan yang telah berhenti membeli (customer loss rate) ini meningkat hal ini menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan. Universitas Sumatera Utara 4. Ghost Shopping Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Implikasi dari pengukuran kepuasan pelanggan tersebut adalah pelanggan dilibatkan dalam pemgembangan produk atau jasa dengan cara mengidentifikasi apa yang dibutuhkan pelanggan. Tujuan untuk melibatkan pelanggan dalam pengembangan produk dan jasa adalah agar perusahaan dapat memenuhi harapan pelanggan, bahkan jika mungkin melebihi harapan pelanggan. Menurut Zeithamal dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006) menyatakan faktor utama penentu kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Sedangkan menurut Hasan (2009), mengemukakan kepuasan terbentuk: 1. Kepuasan terjadi bila rasio hasil dan input dalam pertukarang kurang lebih sama. 2. Ketidakpuasan terjadi jika pelanggan meyakini bahwa rasio hasil dan inputnya lebih jelek daripada perusahaan/penyedia jasa. 3. Kepuasan pelanggan terhadap transaksi tertentu dipengaruhi oleh perbandingan terhadap rasio hasil dan input pelanggan lain. 4. Evaluasi terhadap keadilan keseluruhan (overall equity) dalam transaksi pembelian produk berpengaruh terhadap kepuasan/ketidakpuasan pelanggan. Selanjutnya Tjiptono dan Chandra (2005) mengemukakan kepuasan pelanggan juga berpotensi memberikan sejumlah manfaat spesifik, di antaranya: 1. Berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan. Universitas Sumatera Utara 2. Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama melalui pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling. 3. Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, terutama biaya komunikasi pemasaran, penjualan, dan layanan pelanggan. 4. Menekan resiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan. 5. Meningkatkan toleransi harga, terutama kesediaan pelanggan untuk membayar harga premium dan pelanggan cenderung tidak mudah tergoda untuk beralih pemasok. 6. Menumbuhkan rekomendasi getok tular positif. 7. Pelanggan cendrung lebih reseptif terhadap product-line extensions, brand extensions dan new add-on services yang ditawarkan perusahaan. 8. Meningkatkan bargaining power relatif perusahan terhadap jaringan pemasok, mitra bisnis dan saluran distribusi. II.4. Teori tentang Loyalitas II.4.1 Pengertian Loyalitas Pada umumnya perusahaan yang melakukan program kualitas pelayanan untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Pelanggan yang memperoleh kepuasan terhadap pelayanan merupakan modal dasar bagi perusahaan dalam menciptakan loyalitas pelanggan. Menurut Sheth dan Mittal dalam Tjiptono dan Chandra (2005), loyalitas pelanggan adalah komitmen konsumen terhadap suatu merek, toko, atau pemasok (perusahaan), berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam Universitas Sumatera Utara pembelian ulang yang konsisten. Sedangkan menurut Dick dan Basu dalam Umar (2009), loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek dan pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang. Pelanggan yang loyal merupakan harapan semua perusahaan, karena mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja perusahaan, dan banyak perusahaan menganggap sebagai sumber yang sangat penting terhadap keunggulan bersaing bagi perusahaan lain. Loyalitas mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membeli. Menurut Engel, et. al, dalam Hasan (2009) mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan kebiasaan perilaku pengulangan pembelian, keterkaitan dan keterlibatan yang tinggi pada pilihannya, dan bercirikan dengan pencarian informasi eksternal dan evaluasi alternatif. Selanjutnya Ajzen dalam Hasan (2009) mengemukakan bahwa loyalitas merupakan kondisi Psikologis (attitudinal dan behavioral) yang berkaitan dengan sikap terhadap produk, konsumen akan membentuk keyakinan, menetapkan suka atau tidak suka, dan memutuskan apakah mereka ingin membeli produk. Loyalitas secara harfiah dapat diartikan sebagai kesetiaan yakni kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Dengan demikian berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan merupakan komitmen pelanggan dalam pembelian barang atau jasa dimana pembelian ulang secara konsisten. Universitas Sumatera Utara Hasan (2009) mengemukakan beberapa manfaat loyalitas pelanggan bagi perusahaan, yakni: 1. Menguranggi biaya pemasaran Pelanggan setia dapat mengurangai biaya pemasaran. Beberapa peneliti menunjukan bahwa biaya untuk mendapatkan pelanggan baru enam kali lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang ada. Biaya iklan dan bentuk-bentuk promosi lain dikeluarkan dalam jumlah yang besar, belum tentu dapat menarik pelanggan baru, karena tidak gampang untuk membentuk sikap positif terhadap merek. 2. Trade Leverage Loyalitas terhadap merek menyediakan trade leverage bagi perusahaan. Sebuah produk yang memiliki pelanggan setia akan menarik para distributor untuk memberikan ruang yang lebih besar dibandingkan dengan merek lain di kota yang sama. Merek yang lain citra kualitas yang tinggi, akan memaksa konsumen membeli secara berulang-ulang merek yang sama bahkan mengajak konsumen lain untuk membeli produk tersebut. 3. Menarik pelanggan baru Menarik pelanggan baru merek yang dibelinya dapat mempengaruhi konsumen lain. Pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan ketidak puasannya kepada 8 hingga 10 orang. Sebaliknya, bila puas akan mencerminkan bahkan Universitas Sumatera Utara merekomendasikan kepada orang lain untuk memilih produk yang telah memberikan kepuasan. 4. Merespon ancaman pesaing Loyalitas terhadap merek memungkinkan perusahaan memiliki waktu untuk merespon tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pesaing. Jika pesaing mengembangkan produk yang lebih superior, perusahaan memiliki kesempatan untuk membuat produk yang lebih baik dalam jangka waktu tertentu, karena bagi pesaing relatif sulit untuk mempengaruhi pelanggan-pelanggan yang setia. Mereka membutuhkan waktu yang lebih lama, karena pentingnya loyalitas pelanggan, maka loyalitas terhadap merek dianggap sebagai asset perusahaan dan berdampak besar terhadap pangsa pasar serta profitabilitas perusahaan. 5. Nilai kumulatif bisnis berkelanjutan Upaya mempertahankan (retensi) pelanggan dan loyal pada produk perusahaan sepanjang lifetime value, dengan cara menyediakan produk yang konstan dibutuhkan secara teratur dengan harga perunit yang lebih rendah. Cara ini akan mengakibatkan: a. Perusahaan dapat berbisnis dengan pelanggan tertentu utuk perperiode yang lebih panjang. b. Pelanggan tetap setia lebih lama. c. Pelanggan membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk-produk yang ada. Universitas Sumatera Utara d. Memberi perhatian yang lebih sedikit kepada merek-merek dan iklan-iklan pesaing serta peka terhadap harga. e. Biaya pelayanan yang lebih dibandingkan biaya pelayanan pelanggan baru, karena transaksi yang sudah rutin. Kondisi itulah yang dapat menghasilakan laba yang jauh lebih besar dari pada pembelian individual. 6. Word of mouth communication Pelanggan yang memiliki loyalitas terhadap produk akan bersedia bercerita halhal baik (positive word of mount) tentang perusahaan dan produknya kepada orang lain, teman dan keluarga yang jauh lebih persuasif daripada iklan. II.4.2. Konsep Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan secara umum dapat dipahami sebagai konsep yang menekankan pada runtutan pembelian. Konsep loyalitas pelanggan dalam konteks pemasaran jasa didefinisikan oleh Bendapudi dan Berry dalam Tjiptono (2000) sebagai kontinuitas relasi, dan biasanya tercermin dalam pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi maupun kendala pragmatis. Menurut Griffin (2003), loyalitas konsumen lebih banyak dikaitkan dengan perilaku (behavior) dari pada dengan sikap. Bila seseorang merupakan pelanggan yang loyal, pelanggan menunjukkan perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai Universitas Sumatera Utara pembelian non-random yang diungkapkan dari waktu kewaktu oleh beberapa unit pengambilan keputusan. Menurut Bramson (2005), loyalitas konsumen merupakan suatu konsep yang mencakup lima faktor: 1. Pengalaman konsumen dengan kepuasan utuh ketika melakukan transaksi dengan anda. 2. Kesediaan untuk mengembangkan hubungan dengan anda dan dengan perusahaan anda 3. Kesediaan untuk menjadi pembeli setia. 4. Kesediaan untuk merekomendasikan anda kepada orang lain. 5. Penolakan untuk berpindah pada pesaing. II.4.3. Jenis-jenis Loyalitas Pelanggan Kualitas pelayanan dipilih untuk menjadi sumber utama untuk membentuk kepuasan pelanggan, kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan akan membentuk sifat loyalitas kepada pelanggan. Menurut Griffin (2002) membagi loyalitas dalam empat jenis yaitu: 1. Tanpa loyalitas Yaitu beberapa konsumen tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu karena beranggapan tidak ada perbedaan tempat penyedia barang atau jasa tertentu. Universitas Sumatera Utara 2. Loyalitas lemah Yaitu keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Konsumen ini membeli karena kebiasaan. 3. Loyalitas tersembunyi Yaitu tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah. Menunjukkan loyalitas tersembunyi (Latent loyalty). 4. Loyalitas Premium Yaitu terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. II.4.4. Tahapan-tahapan Loyalitas Pelanggan Dalam membangun startegi loyalitas konsumen harus melalui beberapa tahapan dengan memperhatikan masing-masing setiap tahapan dalam memenuhi kebutuhan palanggan, setiap perusahaan memiliki peluang besar dalam membentuk calon pembeli menjadi konsumen yang loyal terhadap perusahaan. Menurut Griffin (2002) tahapan loyalitas terbagi enam tahapan, yakni: 1. Tersangka dan Prospek Tersangka adalah orang yang mungkin membeli jasa atau produk. Disebut tersangka karena penjual percaya, atau “menyangka”, mereka akan membeli, tapi penjual belum cukup yakin. Prospek adalah orang yang membutuhkan produk dan jasa, dan memiliki kemampuan untuk membeli. Penyedia jasa atau produk harus Universitas Sumatera Utara dapat mengatasi rasa takut Suspect/Prospec dengan langkah-langkah tindakan sebagai berikut: a. Memproyeksikan citra kepemimpinan. b. Dengarlah atau mencari ketakutan pembeli. c. Mengatasi rasa takut pembeli baru dengan: empati atau dorongan, “kisah keberhasilan” klien, tawaran konsultasi gratis dan garansi produk atau jasa. 2. Konsumen pertama kali Konsumen pertama kali adalah orang yang telah membeli satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan konsumen sendiri dan sekaligus konsumen pesaing untuk itulah fokus utama pada konsumen pertama kali dengan memenuhi atau melampaui harapan konsumen. Dengan langkah-langkah tindakan, yaitu: a. Melampaui harapan konsumen baru. b. Membangun visi untuk kunjungan ulang. c. Mengucapkan terima kasih atas bisnis dari konsumen. d. Mengundang konsumen untuk kembali. 3. Konsumen berulang Konsumen berulang adalah orang yang telah membeli dua kali atau lebih. Mereka mungkin telah membeli produk yang sama dua kali atau membeli produk dan jasa yang berbeda pada dua kesempatan atau lebih. Fokus utama pada konsumen ini yaitu dengan memberikan manfaat bernilai tambah atas masing-masing pembelian ulang. Dengan langkah-langkah tindakan, yaitu: Universitas Sumatera Utara a. Menemukan atau memenuhi kebutuhan konsumen, dengan menggunakan kunjungan bernilai tambah perangkat cross-selling. b. Menjual produk dan jasa pembentuk loyalitas. c. Menganalisis pembelian kepada pesaing atas peralihan tetap atau perpindahan sementara. d. Mintalah umpan balik dari konsumen secara teratur. 4. Klien Klien yaitu konsumen yang membeli apapun yang di jual dan yang dapat ia gunakan serta membelinya secara teratur, memiliki hubungan yang kuat dan berlanjut, yang menjadikan kebal terhadap tarikan pesaing. Fokus utama untuk konsumen ini yaitu menyesuaikan jasa dengan kebutuhan klien tertentu. Dengan langkah-langkah tindakan, yaitu: a. Mempraktekkan pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Mencari untuk membantu konsumen “menemukan kembali“ diri mereka sendiri. b. Jangan menganggap bisnis dari konsumen akan terjadi dengan sendirinya. c. Membuat klien mengetahui bahwa berbisnis dengan anda merupakan hal yang cerdas. d. Mencari input dan umpan balik secara kontiniu. 5. Penganjur Penganjur yaitu pendukung yang membeli produk serta membelinya secara teratur, tetapi penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli, ia membicarakan produsen, melakukan pemasaran, dan membawakan konsumen Universitas Sumatera Utara pada produsen. Fokus utama yaitu membuat banyak klien. Untuk melakukan penjualan untuk produsen. Langkah- langkah tindakan, yaitu: a. Membuat anjuran melalui surat anjuran atau persetujuan dari klien yang dipublikasikan, pengakuan atas pemberian referensi, dan imbalan dari merekomendasikan seorang teman. b. Mengembangkan secara teratur berkomunikasi dengan jaringan klien, serta pemberi pengaruh bisnis lainnya. 6. Konsumen atau klien yang hilang Konsumen atau klien yang hilang yaitu seseorang yang pernah jadi konsumen atau klien tetapi belum membeli kembali sedikitnya dalam satu siklus pembelian yang normal. Bila konsumen atau klien yang hilang aktif kembali, ia dianggap sebagai konsumen atau klien yang dapat kembali (regained customer or client). Konsumen dianggap berbahaya bila tinggi kemungkinannya untuk beralih. Fokus utama yaitu dengan mengembangkan rencana “rebut kembali” berdasarkan diagnosis ketidakaktifan. Dengan langkah-langkah tindakan sebagai berikut: a. Mendeteksi keaktifan sedini mungkin dan memberitahu konsumen bahwa ia dirindukan. b. Mengaktifkan kembali tawaran komunikasi pembelian khusus, untuk membujuk konsumen kembali. c. Bersabar dengan konsumen tidak aktif dan tetap mengadakan hubungan. Ada beberapa tahapan dalam pengembangan loyalitas. Menurut Hasan (2009), loyalitas berkembang berdasarkan emapat tahapan, yakni: Universitas Sumatera Utara 1. Tahap pertama, Loyalitas Kognitif Konsumen yang memiliki loyalitas tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang memaksa pada satu merek atas merek lainnya, loyalitasnya hanya didasarkan pada aspek kognisi saja. 2. Tahap kedua, Loyalitas Afektif Loyalitas tahap kedua didasarkan pada aspek afektif pelanggan. Sikap merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal pembelian (masa konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus diperiode berikutnya (masa pasca konsumsi). 3. Tahap ketiga, Loyalitas Konatif Dimensi konatif (niat melakukan) yang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan afektif terhadap merek. Konatif menunjukan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu kearah tujuan tertentu. Niat merupakan fungsi dari nait sebelumnya (pada masa prakonsumsi) dan sikap pada masa pasca konsumsi. Maka loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. 4. Tahap keempat, Loyalitas Tindakan Meskipun pembelian ulang adalah suatu hal yang sangat penting bagi pemasaran, penginterpretasian loyalitas hanya pada pembelian ulang saja tidak cukup, karena pelanggan yang membeli ulang belum tentu mempunyai sikap positif terhadap barang dan jasa yang dibeli. Pembelian ulang bukan dilakukan karena puas, melaikan karena terpaksa atau faktor lainnya, ini termasuk dimensi loyal. Oleh Universitas Sumatera Utara karena itu, untuk mengenali perilaku loyalitas dilihat dari dimensi ini ialah dari komitmen pembelian ulang yang ditunjukan pada suatu produk dalam kurun waktu tertentu secara teratur. Pelanggan yang loyal tercipta dari kepuasan yang diterimanya, dan berpikiran positif terhadap perusahaan, kemudian mau melakukan pembelian ulang kembeli dan tidak ingin berpindah ke perusahaan lain. II.4.5. Faktor–faktor Pembentuk Loyalitas Jika pelanggan telah merasa puas maka akan menjadi pelanggan yang loyal. Menurut Griffin (2002) langkah pertama dalam membangun sistem loyalitas pelanggan adalah berusaha mengenal terminologi dan variabel yang menentukan serta mendorong loyalitas. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Basis klien merupakan seluruh jumlah konsumen dan klien yang aktif, hal ini dapat dihitung dengan menjumlahkan konsumen pertama kali, konsumen berulang, dan klien. 2. Tingkat retensi konsumen baru adalah persentase konsumen pertama kali yang melakukan pembelian kedua dalam periode waktu tertentu, periode waktu diatur oleh siklus pembelian berulang konsumen anda yang biasa. 3. Tingkat retensi klien adalah persentase konsumen yang telah memenuhi sejumlah khusus pembelian berulang selama periode waktu tertentu. 4. Pangsa konsumen (share of customer) adalah persentase jumlah pembelian konsumen atas kategori produk dan jasa tertentu yang dibelanjakan ke perusahaan. Universitas Sumatera Utara 5. Jumlah rata-rata konsumen baru perbulan adalah rata-rata jumlah konsumen pertama kali yang membeli dari perusahaan anda tiap bulannya. 6. Frekuensi pembelian adalah frekuensi rata-rata seorang konsumen atau klien membeli dari anda setiap tahunnya. 7. Jumlah pembelian rata-rata adalah jumlah rata-rata yang dibayar atas produk dan jasa setiap pembelian. 8. Tingkat peralihan adalah persentase tahunan rata-rata konsumen yang hilang atau menjadi tidak aktif karena suatu alasan termasuk ketidakpuasan dan pindah lokasi. Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2001) pelanggan yang loyal akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: a. Repeat: Apabila konsumen membutuhkan produk atau jasa akan membeli produk tersebut pada perusahaan tersebut. b. Retention: Konsumen tidak terpengaruh kepada pelayanan yang ditawarkan oleh pihak lain c. Refferal: Jika produk atau jasa baik, konsumen akan mempromosikan kepada orang lain, dan jika buruk konsumen diam dan memberitahukannya pada pihak perusahaan. II.5. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Pelanggan Banyak penelitian menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah melakukan segala sesuatu secara benar sejak awal. Bila itu tercapai maka akan mewujudkan Universitas Sumatera Utara loyalitas pelanggan. Kualitas pelayanan mempunyai hubungan erat dengan loyalitas pelanggan .Menurut Bloemer dalam Laksana (2008) terdapat hubungan erat diantara keseluruhan dimensi dari kualitas pelayanan dengan loyalitas pelanggan dari beberapa perusahaan. Menurut Tjiptono dan Chandra (2005) mengemukakan kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Menurut Tjiptono dan Chandra (2005) mengemukakan berdasarkan manfaatmanfaat spesifik kepuasan pelanggan meliputi keterkaitan positif dengan loyalitas pelanggan, menjadi sumber pendapatan masa depan (pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling). Selanjutnya, kepuasan pelanggan berkontribusi pada tercapainya rintangan beralih (switching barriers), biaya beralih (switching costs), dan loyalitas. Universitas Sumatera Utara