Anestesi pada Ventrikel Septal Defek

advertisement
Anestesi pada Ventrikel Septal Defek
Akhyar H. Nasution
Departemen/SMF Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran USU
RSUP H. Adam Malik Medan
Abstrak: Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan jantung bawaan yang sering
ditemukan, jumlahnya lebih dari 25 – 35% dari penyakit jantung bawaan. Defek tersebut sering
pada pars membranous septum interventrikuler (membranous atau infracristal VSD) pada bagian
posterior dan anterior dari lembaran septum dari katup trikuspidal. Muskularis VSD terjadi lebih
sedikit dan lokasinya pada bagian tengah dan apical dari septum interventrikuler, dimana dapat
merupakan defek yang tunggal atau dapat berupa lubang yang multiple (resembling Swiss
cheese). Defek pada septum subpulmonal (supracristal) sering berhubungan dengan adanya aortic
regurgitation sebab ujung arteri koronaria kanan dapat prolaps kedalam VSD.
Kata kunci: Ventricular Septal Defect (VSD), Pars membranous septum interventrikuler, Shunt
left-to-right
Abstract: Ventricular Septal Defect (VSD) is the most common Congenital heart disease,it was
more than 25-30% of congenital heart disease.Most common defect is at pars membranous
septum interventrikuler (membranous or infracristal VSD) at posterior and anterior from the
septum of tricuspidal valve.VSD musculans happen less often and its location is at middle and
apical of interventriculer septum,where the defect single or multiple (resembling Swiss
cheese).Defect at subpulmonal septum (supracristal) often related to aortic regurgitation because
of the end of right coronaria can prolaps to the VSD.
Keywords: Ventricular Septal Defect (VSD), Pars membranous septum interventrikuler, Shunt
left-to-right
PENDAHULUAN
Besarnya ukuran VSD dan derajat
beratnya hipertensi pulmonal menentukan
perjalanan pasien dengan VSD. Ventrikel
septal defek pada sebagian besar pasien
dewasa biasanya kecil, dengan gejala minimal
left-to-right shunt, pulmonary hypertension
yang tidak terlalu besar dan tanpa gejala.
Kehamilan dengan keadaan seperti ini
biasanya tidak banyak ditemukan, yang lebih
jarang lagi adalah ditemukannya komplikasi
berupa bacterial endocarditis atau dapat
1,2
berupa gagal jantung kongestif.
Beberapa pasien dengan VSD yang besar
tidak terkoreksi biasanya mengalami gangguan
pertumbuhan, infeksi pernafasan berulang,
hipertenis pulmonal, dan gangguan ventrikel
kanan dan kiri. Komplikasi yang utama adalah
kegagalan ventrikel kanan yang berat dengan
terjadinya
shunting
yang
reversal
1,2
(Eisenmenger’s syndrome)
133
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008
Akhyar H. Nasution
Patofisiologi
Shunt left-to-right berhubungan dengan
VSD yang kecil yang awalnya meningkatkan
aliran darah pulmonal dan secara sekunder
menurunkan tahanan vaskuler pulmonal,
sehingga
menyebabkan
tekanan
arteri
pulmonal yang normal. Peningkatan volume
kerja ventrikel kiri masih dapat ditoleransi.
Dengan adanya VSD yang lebih besar, terjadi
shunting left-to-right yang lebih besar yang
menyebabkan peningkatan aliran darah
pulmonal, tetapi tahan vaskuler pulmonal
tidak dapat mengkompensasi peningkatan
aliran ini sehingga terjadi hipertensi pulmonal.
Peningkatan volume kerja ventrikel kiri
menyebabkan
disfungsi
ventrikel
kiri,
peningkatan
tekanan
PCW,
dan
memburuknya
hipertensi
pulmonal.
Kemudian terjadi kegagalan ventrikel kanan,
yang akhirnya terjadi keseimbangan tekanan
antara ventrikel kanan dan kiri, dan diikuti
dengan shunting yang bidirectional atau
1,2
reverse sehingga terjadi sianosis perifer.
Anestesi pada Ventrikel Septal Defek
Manifestasi Klinik
Ventrikel septal defek yang kecil akan
menimbulkan bising pansistolik yang ringan
pada intercostals ke 4 dan ke 5 kiri, foto toraks
yang normal dan gambaran elektrokardiogram
right bundle branch. Tekanan intrakardial
masih normal dengan shunting left-to-right
yang minimal. Ventrikel septal defek yang
sedang sampai besar menimbulkan murmur
pansistolik yang keras dengan expiratory
splitting pada suara jantung kedua dan adanya
pembesaran jantung kiri, akhirnya bisa juga
terjadi pembesaran jantung kanan. Saturasi
oksigen pada ventrikel kanan meningkat
sebagai akibat adanya left-to-right shunt.
Tekanan end diastolic ventrikel kanan,
tekanan arteri pulmonal dan tekanan end
diastolic ventrikel kiri juga meningkat.
Ventrikel septal defek yang sedang biasanya
menyebabkan penurunan tahanan vascular
pulmonal, sedangkan VSD yang besar
menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler
pulmonal tersebut. Peningkatan tahanan
vaskuler pulmonal yang berlangsung lama
menyebabkan shunting yang biridectional dan
akhirnya right-to-left shunt yang disertai
1,2
dengan sianosis dan clubbing.
Gambar EKG pada VSD
PROSEDUR ANESTESI DAN PERAWATAN
OPERATIF
Panduan dalam premedikasi, monitoring,
induksi, dan penatalaksanaan intraoperatif
dapat diaplikasikan untuk seluruh tipe defek
3
septum.
Problem khusus pada pasien defek septum
ventrikel diantaranya adalah: peningkatan
PBF, CHF, dan penurunan fungsi ventrikuler.
Pada pasien dengan defek septrum ventrikel
supracristal, insufisiensi aorta merupakan
problem tambahan. Pada defek septum
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008
134
Tinjauan Pustaka
ventrikel kecil akan membebani ventrikel kiri,
sedangkan defek septum ventrikel besar akan
4
membebani kedua ventrikel.
Premedikasi
Tujuan premedikasi pada pasien dengan
defek septum tidak berbeda dengan prosedur
premedikasi pada pasien yang menjalani
operasi lain baik operasi umum ataupun
operasi jantung, yaitu pasien yang tersedasi
secara adekuat dan kooperatif, disertai dengan
rumatan stabilitas kardiovaskular dan respirasi.
Preparat oral, rektal, ataupun intramuskular
dapat digunakan, bergantung pada kondisi,
pilihan, dan tingkat kooperatif pasien; serta
prosedur
operatif
yang
direncanakan.
Pemberian pentobarbital 2 – 4 mg/kg per oral
atau per rektum 2 jam sebelum operasi,
ditambah dengan meperidine 2 mg/kg atau
morfin 0,1 mg/kg, dan scopolamine 0,1 mg
intramuskular 1 jam sebelum operasi akan
menghasilkan tingkat sedasi dan hipnosis yang
adekuat. Pada pasien berusia kurang dari 1
tahun, dan pada pasien dengan derajat
kegagalan jantung yang signifikan, serta pada
pasien dengan curah jantung yang rendah,
maka dosis yang dipergunakan dapat
diturunkan, atau kadang dapat dihilangkan.
Sianosis pada pasien dengan defek septum
murni mengindikasikan terjadinya “shunt
reversal”, bentuk stadium lanjut dari penyakit
ini dimana merupakan lesi yang relatif tidak
dapat diterapi dengan prosedur pembedahan
dan membutuhkan perhatian khusus dalam
4
premedikasi.
Teknik Induksi
Sebagian besar pasien dengan defek
septum mengalami pintasan kiri-ke-kanan
yang akan cenderung menurunkan waktu
induksi pada penggunaan agen inhalasi yang
relative soluble, seperti misalnya halothane.
Karena darah yang melewati pintasan
kemudian mengalami resirkulasi melalui paru,
sebagian akan mengalami saturasi oleh agen
anestesi, oleh sebab itu konsentrasi alveolar
akan meningkat dengan lebih cepat, akibatnya
induksi anestesi akan terjadi lebih cepat.
Konsentrasi agen insoluble misalnya nitrous
oksida relatif lebih tidak terpengaruh oleh
mekanisme ini, sehingga tidak terjadi
akselerasi induksi. Agen intravena dikatakan
memiliki efek onset yang lebih lambat, karena
135
terjadinya dilusi tambahan oleh darah yang
mengalami resirkulasi. Anestesiolog dapat
mengkompensai dampak adanya pintasan
dengan meningkatkan konsentrasi agen intra
vena; meskipun terdapat risiko overdosis.
Faktor–faktor tersebut, meskipun nyata,
namun memiliki aspek kepentingan klinis
yang
kecil
dalam
induksi
anestesi
dibandingkan dengan faktor lain, seperti
misalnya
kecukupan
premedikasi
dan
mempertahankan volume ventilasi yang
4,5
adekuat.
Teknik induksi pada pasien dengan
pintasan kiri-ke-kanan bukanlah hal yang
bersifat kritis dan dapat disesuaikan menurut
keinginan pasien, tingkat kooperativitas, atau
ada-tidaknya jalur infus intravena pre-induksi.
Pasien yang telah terpasang infus ataupun
menginginkan induksi intravena dapat dengan
aman
diinduksi
dengan
menggunakan
thiopental 2 – 4 mg/kg atau preparat induksi
intravena lainnya, diikuti dengan pemberian
suksinilkolin atau pancuronium sebagai agen
blokade neuromuscular sebelum dilakukan
intubasi. Pada pasien dengan penyakit yang
lebih parah (hipertensi pulmoner dengan gagal
jantung kanan) dapat diberikan fentanyl 5 –
10 μg/kg atau ketamin 1 – 2 mg/kg untuk
menggantikan thiopental sebagai agen induksi
intravena.
Setelah
dilakukan
induksi,
kemudian ditambahkan agen inhalasi sesuai
4,5
dengan kebutuhan situasi klinis.
Anak
yang
lebih
kecil
biasanya
membutuhkan tindakan induksi inhalasi.
Premedikasi yang adekuat pada pasien
tersebut akan menghasilkan induksi tanpa
perlawanan. Setelah induksi, dapat dimulai
pemberian
infus
intravena,
kemudian
diberikan pelumpuh otot sebelum dilakukan
intubasi endotrakeal. Pilihan pelumpuh otot
sering kali tetap pada pancuronium karena
durasi kerja yang panjang, dan efek vagolitik,
mengakibatkan
takikardia,
yang
sering
menguntungkan bagi neonatus dan bayi yang
bergantung pada denyut jantung yang adekuat
cardiac
output.
untuk
mempertahankan
Rocuronium, agen penghambat neuromuskular
nondepolarisasi dengan onset yang relatif
cepat, telah menunjukkan efektivitasnya jika
diberikan intramuskuler dengan dosis 2
mg/kg, dengan kondisi intubasi yang sangat
baik dapat dicapai dalam 2,5 sampai 3 menit
pada bayi dan anak–anak ini merupakan
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008
Akhyar H. Nasution
pilihan baru yang penting pada pasien tanpa
akses intravena induksi, pada mereka yang
dengan suksinilkolin intramuskuler adalah
4,5
kontraindikasi atau tidak diinginkan.
Pada bayi, anestesi juga dilakukan dengan
teknik inhalasi, jika pasien stabil. Namun,
sebagian besar pasien bayi yang menjalani
operasi koreksi, mengalami gagal jantung
derajat sedang dan telah memiliki jalur
intravena pre-operatif, sehingga digunakan
teknik induksi intravena. Diantara agen–agen
indukai intravena, ketamin dan etomidat
adalah agen pilihan bagi pasien dengan fungsi
ventrikuler yang lemah atau yang sebaliknya
memiliki risiko hemodinamik yang berbahaya
dengan induksi anestesi. Harus dicatat bahwa
pada pasien yang ketergantungan terhadap
katekolamin tinggi, misalnya pasein pratransplantasi jantung yang mendapatkan agen
inotropik dalam jangka panjang, ketamin
dapat bekerja langsung sebagai depresan
miokardial
dan
menyebabkan
bahaya
hemodinamik pada saat induksi. Etomidat
tampaknya jauh lebih dapat ditoleransi pada
pasien–pasien tersebut, dan oleh karena itu,
menjadi agen pilihan untuk banyak keadaan
seperti ini. Propofol dan thiopental akan
menyebabkan hipotensi, dan/atau depresi
miokardial dan bradikardia, dan tidak boleh
digunakan pada semua pasien CHD dengan
fungsi ventrikel yang baik dan hemodinamik
4,5
yang stabil kecuali yang paling “sehat”.
Teknik inhalasi dengan agen yang poten
secara teoritis memiliki kelemahan, yaitu
menurunkan curah jantung dan resistensi
vaskular sistemik; serta memiliki potensi
membalik arah pintasan kiri-ke-kanan. Shunt
reversal biasanya tidak terjadi jika tidak
didapatkan hipertensi pulmoner dan hipertrofi
ventrikel kanan yang nyata. Dengan memandang
agen–agen anestesi inhalasi, penelitian in vitro
mengenai efek–efek pada kontraktilitas,
mengindikasikan
bahwa
susunan
efek
depresan kontraktilitas miokard langsung
adalah halothane >> sevoluran = isofluran =
desfluran. Perbedaan diantara agen–agen
tersebut terjadi karena efek yang berbeda
++
dalam aliran kalsium melalui saluran Ca tipeL,
keduanya
transarkolema
(melalui
membrane plasma), dan dalam retikulum
sarkoplasmik. Halothane menurunkan aliran
++
melalui sarkolema lebih banyak
Ca
dibandingkan isofluran, dengan hasil bersih
++
yaitu kurangnya Ca intraseluler yang akan
Anestesi pada Ventrikel Septal Defek
berikatan dengan kompleks troponin-aktinmiosin yang akan menghasilkan kontraksi
miosit. Mekanisme lain adalah halothane,
tetapi bukan isofluran, secara langsung
++
retikulum
mengaktivasi
saluran
Ca
sarkoplasmik (RS) sensitive-ryanodin, dengan
++
demikian menurunkan cadangan Ca di dalam
++
RS dan mengakibatkan berkurangnya Ca
untuk dilepaskan selama kontraksi. Detail dari
++
efek sevofluran dan desfluran pada aliran Ca
tidak banyak diteliti, tetapi diantisipasi bahwa
5
mereka mirip dengan halothane.
Penggunaan dukungan inotropik, inhibitor
fosfodiesterase, yang paling baru milrinone
dan enoxsimone, telah diteliti dan digunakan
lebih sering pada bayi dan anak – anak.
Penelitian–penelitian yang telah dipublikasikan
dan pengalaman klinis dengan milrinone
menunjukkan bahwa agen tersebut secara
rutin meningkatkan CO sebesar 30 - 50%, dan
menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan
pulmonal sebesar 30 – 40% dengan perubahan
minimal pada HR. Juga dilaporkan bahwa
milrinone memiliki insiden trombositopenia
yang lebih rendah dibandingkan dengan amrinone,
yang penggunaannya pada pasien pediatri telah
dibatasi. Hipotensi sistemik sering terjadi jika
5
dosis loading diinfus terlalu cepat.
Pemantauan
Pemantauan dasar untuk perbaikan ASD
atau VSD adalah sama dengan sebagian besar
prosedur operasi kardiovaskuler: EKG,
tekanan darah (invasif dan non-invasif),
oksimetri nadi, kapnografi, tekanan vena
sentral/CVP, temperatur, produksi urin,
pemeriksaan laboratoris berupa analisis gas
darh dan elektrolit. CVP merupakan panduan
yang baik untuk memberikan terapi cairan.
Namun, hasilnya dapat meragukan paling
tidak dalam 2 situasi berikut:
1. Segera setelah ventrikulotomi, tekanan
jantung kanan akan cenderung tinggi
sebagai akibat dari penurunan fungsi
jantung kanan, sedangkan fungsi jantung
kiri normal.
2. Setelah penutupan ASD, tekanan atrium
kiri untuk sementara waktu akan lebih
tinggi dibandingkan tekanan atrial kanan.
Pemasangan kanula pada atrium kiri bias
jadi berguna pada beberapa kasus, namun
tidak diperlukan secara rutin.
Kateter arteri pulmonalis yang dipasang
dengan tujuan untuk mengukur tekanan atau
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008
136
Tinjauan Pustaka
curah jantung digunakan pada beberapa
sentra, namun hingga saat ini belum diterima
secara luas karena adanya penyulit berupa
insersi pada anak kecil, perubahan letak yang
terjadi saat kanulasi atau perbaikan,
kemungkinan menembus defek septum, biaya
yang harus dikeluarkan, dan sejauh mana
perannya dalam mempengaruhi outcome
4,6
penderita belumlah diketahui.
Popularitas penggunaan echokardiografi intra
operatif semakin meningkat akhir–akhir ini dan
merupakan prosedur rutin yang dilakukan pada
beberapa sentra untuk operasi spesifik.
Ditempatkan kedua probe baik transofageal
ataupun epikardial. Tujuan utamanya dalam
perbaikan defek septum adalah untuk
mendeteksi pintasan residual yang signifikan,
dan juga untuk mengukur fungsi ventrikular
4,6
dan/atau valvular.
Penatalaksanaan pada Bypass Kardiopulmoner
Pertimbangan sirkulasi pre-bypass dan
ekstrakorporeal pada pasien dengan defek
septum tidak berbeda dengan pasien yang
menjalani operasi perbaikan untuk defek
kongenital jantung lainnya. Pada bayi atau
anak kecil, ahli bedah dapat mempersiapkan
untuk menggunakan hipotermia dalam dengan
penghentian sirkulasi untuk memperbaiki
kanal AV atau VSD yang besar. Persiapan
untuk hipotermia dalam dan penghentian
sirkulasi melibatkan persiapan farmakologis
4
ekstra dan peralatan untuk pendinginan.
Emboli Udara
Pada pasien dengan hubungan abnormal
antara jantung kanan dan kiri, selalu terdapat
risiko terjadinya emboli, khususnya emboli
udara, yang mencapai jantung kiri dan
kemudian diedarkan ke sirkulasi sistemik,
khususnya sirkulasi serebral. Karena jumlah
volume udara yang dibutuhkan untuk
menyebabkan terjadinya infark serebri belum
diketahui hingga sekarang, maka upaya untuk
4
menghindari udara apapun harus dilakukan.
Sumber tersering udara adalah selang
intravena, termasuk side pots, tubing
connections, dan stopcocks. Gelembung udara
cenderung untuk menempel pada area dimana
terjadi perubahan diameter lumen. Sebelum
memulai pemberian infus, selang harus
diperiksa ulang oleh karena gelembung udara
yang kecil dapat keluar dari larutan dan akan
saling bergabung saat tidak terjadi aliran,
khususnya pada kamar operasi yang hangat
137
untuk pasien pediatrik. Perawatan yang
cermat dapat mencegah masuknya gelembung
udara saat menyambung selang ke kateter dan
4
saat injeksi obat.
Potensi kedua sumber emboli udara
adalah kanulasi atrium kanan untuk bypass
kardiopalmuner. Jika CVP rendah, udara
dapat terperangkap dalam atrium saat insersi
kanula vena. Tekanan udara positif selama
insersi
dapat
membantu
mencegah
terperangkapnya udara. Setelah kanula vena
terpasang, terisi darah, dan terhubung dengan
aliran vena, udara dapat nampak pada
konektor “Y”. sebelum bypass, udara ini dapat
mengalir balik ke pasien jika kanula caval
tidak diklem. Jika asisten bedah yang
berpengalaman melepas klem caval sementara
jalur vena masih diklem, maka udara akan
terhisap kembali ke atrium kanan jika CVP
rendah dan dapat terjadi emboli aradoxical”.
Pengawasan ketat selama kanulasi pembuluh
darh besar oleh anestesiolog dan tim bedah
4
akan mencegah komplikasi pembedahan.
Udara selalu ada dalam ruang jantung jika
ruang jantung manapun telah dibuka untuk
pembedahan
perbaikan
defek
septum.
Berbagai
metode
dipergunakan
untuk
menghilangkan udara tersebut, sebelum
sirkulasi alami dijalankan kembali, namun
tidak ada metode yang mempu menghilangkan
4
keseluruhan udara yang ada.
Perawatan Post Operatif
Komplikasi post-operatif terbesar pada
tindakan perbaikan VSD adalah terjadinya
blokade jantung yang diakibatkan oleh trauma
pada jaringan konduksi. Baik nodus AV atau
Bundel His dapat mengalami trauma,
bergantung pada lokasi defek. Blokade
sementara yang disebabkan oleh terjadinya
edema karena penjahitan, dapat muncul
belakangan di ICU; pada semua pasien
sebaiknya dipasang ventricular pacing electrode.
Pada
pasien
yang
dilakukan
prosedur
ventrikulotomi, dibutuhkan pemberian terapi
penunjang
berupa
pemberian
preparat
5
inotropik post-operatif.
Pintasan residual yang memiliki dampak
signifikan terhadap hemodinamik terjadi pada
sekitar 6 – 10% pasien dan dapat diakibatkan
oleh adanya defek tambahan yang tidak
terdiagnosis sebelumnya, khususnya pada
septum muskularis; atau adanya kebocoran
pada jahitan. Kejadian ini dapat didiagnosis
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008
Akhyar H. Nasution
dengan menggunakan color flow Doppler atau
4
echokardiografi dengan zat kontras.
Pada sebagian besar anak dengan
uncomplicated VSD, ekstubasi endotrakel
dapat dilakukan di dalam kamar operasi atau
segera setelah pasien tiba di ICU. Pada pasien
dengan defek septum yang lebih berat atau
pada pasien dengan hipertensi pulmoner,
sebaiknya tidak dengan segera dilakukan
ekstubasi. Sebagian besar pasien–pasien ini
membutuhkan preparat vasoaktif untuk terapi
kegagalan ventrikel kanan atau defek
konduksi. Preparat isoprotenol, sodium
nitroprusside, nitrogliserin, atau preparat
vasodilator
lainnya
digunakan
untuk
menurunkan tekanan arteri pulmonalis dan
untuk mengurangi terjadinya regurgitasi mitral
setelah perbaikan celah pada katup mitral.
Isopretenol intravena juga berguna untuk
memperbaiki blokade jantung yang terjadi
setelah bypass, menjadi ritme sinus atau
4
atrial.
DAFTAR PUSTAKA
1. Crowder, CM & Evers, AS. General
Anesthetics .In: The Pharmacological
Basis
of
Therapeutic,
tenth
edition.Editors; Joel G. Hardman, Lee E.
Limbird & Alferd Goodman Gilman. The
McGraw-Hill Companies, New York.
2001, p352
Anestesi pada Ventrikel Septal Defek
2.
Morgan, GE, Mikhail, MS & Murray, MJ
(editors): Anesthesia for Patients With
Cardiovascular Disease. In: Clinical
Anesthesiology, third edition, McGrawHill Companies, New York. 2002, p4245
3.
Michael V, Charles B, Bertrand R, Daniel
S, Ventricular septal defect. (On Line):
URL.
http://www.chkd.com/cardiology/vsd.20
04
4.
Cooper JR. Setal and endocardial cushion
defects. In: Pediatric Cardiac Anesthesia.
nd
Lake CL, 2 edition Connecticut :
Appleton & Lange; 1993, p235-6
5.
Dean B, Andropoulus. Update in
pediatric anesthesia. Texas Children’s
Hospital. Baylor College of Medicine.
(On
Line)
:
URL.http://anesnet.bcm.tmc.edu/tchv/ht
m.2003
6.
Chang AC, Jacobs J. Ventricular Septal
Defect. In: Pediatric Cardiac Intensive
Care. Philadelphia: Williams & Wilkins;
1998, p212-16.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 y No. 2 y Juni 2008
138
Download