Investments Strategy Performance Review by: Rangga Handika Adjunct Lecturer: Accounting and Finance Specialist Faculty of Economics University of Indonesia Email: [email protected] Beberapa jenis strategi dalam berinvestasi telah cukup dikenal. Bodie et al (2009) memaparkan 2 jenis strategi berinvestasi yang sangat mendasar adalah: • Passive investment strategy, yang percaya bahwa pasar adalah sangat efisien, sehingga cukup berupaya mencari imbal hasil dan resiko yang sama dengan pasar. • Active investment strategy, yang justru percaya bahwa dengan kemampuan yang dimilikinya akan dapat mengidentifikasi surat berharga yang mis-priced di pasar, sehingga akan dapat menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi daripada pasar. Nah, mana yang lebih baik? Pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab, karena dalam finance, tidak ada hal yang pasti dan mutlak sebagaimana lazimnya di teknis akuntansi. Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus melakukan telaah studi yang melakukan perbandingan kinerja passive vs active investment strategy. Fabozzi (1999) melakukan pengamatan terhadap kinerja strategi berinvestasi dan ternyata menyimpulkan bahwa kinerja strategi investasi aktif sulit untuk menghasilkan kinerja yang luar biasa secara konsisten. Dengan demikian, sulit untuk menjustifikasi biaya yang tinggi atas active managed fund sehingga passive investment strategy dirasa lebih tepat dalam jangka panjang. Akan tetapi, Minor (2001) justru menemukan hal yang sebaliknya. Dalam papernya yang menjawab hasil studi empiris Bogle, dalam rentang periode 1990-1994 justru active investment strategy memberikan imbal hasil yang lebih baik daripada passive investment strategy. Pertanyaan yang menggelitik selanjutnya akan timbul: Jika dalam jangka panjang kedua strategi berinvestasi tersebut bersifat indifference, lantas mengapa investor mau membayar lebih untuk melakukan active investment strategy? Berk memberikan jawabannya. Berk (2005) menemukan bahwa investor masih mau membayar mahal karena percaya atas skills manajer investasi yang dipilihnya. Jadi, agak sedikit berbeda, bahwa investor membayar lebih tinggi untuk active investment strategy karena percaya dengan skills manajer investasi yang dipilihnya yang kemudian dipercaya akan memberikan return yang lebih tinggi. Bahasa mudahnya begini, dalam entry level, perusahaan biasanya memberikan gaji yang lebih tinggi kepada karyawan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi bahwa apakah tingkat pendidikan yang tinggi tersebut pasti berkinerja baik, itu belum tentu. Jadi, premium yang dibayar adalah karena skillsnya, bukan karena kinerja-nya, yang mungkin saja banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti luck, timing, market condition, dll. Farrell (1997) menyebutkan bahwa kunci utama faktor keberhasilan melakukan active investment strategy adalah tingkat predictive ability manajer investasi. Semakin tinggi predictive ability manajer investasi yang bersangkutan, maka semakin tinggi pula imbal hasil kinerja investasinya, yang mana tentunya diharapkan oleh investor. sebuah fantasi! Lebih controversial lagi, dia menyebutkan bahwa finance professors juga berfantasi dengan teorema tersebut! Aneh bin ajaib kan? Namun, pernyataan ini besar kemungkinan benar. Karena finance models dan formulas yang dikembangkan ternyata malah melahirkan Model Risks. Inilah yang dijelaskan oleh Hull (2007) bahwa model keuangan tidaklah seakurat model fisika. Banyak variabelvariabel di pasar yang ternyata lebih didominasi oleh perliaku manusia, yang mana justru banyak tidak rasional. Dengan demikian, semakin sulit kita menentukan bahwa apakah kinerja active strategy berhasil karena ketepatan model yang digunakan atau keberuntungan semata . . . Referensi: Sifat kesimpulan yang diperoleh bahwa kinerja strategi investasi yang lebih baik adalah inconclusive. Kita tidak pernah bisa melakukan penarikan kesimpulan yang cukup kuat mana strategi investasi yang lebih baik. Ini membuktikan pula bahwa pasar ternyata memang efisien, dibuktikan dengan tidak adanya manajer investasi yang sukses melakukan kinerja superior secara konsisten. Hal ini semakin menambah puzzling dalam dunia finance. Masalah semakin kompleks bahwa ternyata perilaku pemain pasar juga secara signifikan mempengaruhi kinerja surat berharga di pasar saham. Hal inilah yang mendorong munculnya teori behavioral finance. Gejala-gejala yang mengindikasikan bahwa pelaku pasar ternyata tidak serasional yang diduga sebelumnya. Haugen (2004) secara keras bahkan menegaskan bahwa konsep yang menyatakan bahwa pasar terdiri dari rational-driven investors adalah Berk, J. Five Myths of Active Portfolio Management, Journal of Portfolio Management, Spring 2005, pp. 27-31. Bodie, Z., Kane, A. & Marcus, A. J. 2009, Investments 8th edition, McGraw-Hill, New York USA. Fabozzi, F. 1999. Investment Management 2nd edition, Prentice Hall USA. Farrell, J. 1997. Portfolio Management: Theory and Applications 2nd edition, McGraw-Hill, USA. Haugen, R. A. 2004, The New Finance: Overreaction, Complexity and Uniqueness 3rd edition, Pearson Prentice Hall, New Jersey USA. Hull, J., 2007. Risk Management and Financial Institutions, Pearson Education Inc., New Jersey USA. Minor, D., Summer 2001, ‘Beware of the Index Fund Fundamentalists’, Journal of Portfolio Management, Summer 2001, pp. 45-50.