En Coup de Sabre - Journal | Unair

advertisement
En Coup de Sabre
Eddy Tjahyono, Suhartono, Asih Budiastuti, Meilien Himbawani
Bagian/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang
ABSTRAK
Latar Belakang: En coup de sabre merupakan suatu bentuk skleroderma lokalisata (SL) linier yaitu kelainan jaringan ikat yang
tidak diketahui penyebabnya, ditandai alur atrofik tunggal berwarna putih atau garis coklat keunguan yang terletak secara
vertikal pada dahi. Mengenai semua usia dengan puncak insidensi antara 20–40 tahun, dengan perbandingan antara wanita dan
pria adalah 3:1. Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah tes antibodi antinuklear. Tujuan: Mengetahui
manifestasi klinik dan penatalaksanaan en coup de sabre. Kasus: Seorang wanita 25 tahun sejak 2 tahun mengeluh timbul bercak
kecoklatan pada dahi sebelah kanan yang meluas ke kulit kepala. Gambaran klinik didapatkan makula hiperpigmentasi dan
atrofi pada dahi dan kulit kepala bagian frontal. Gambaran histopatologik menunjukkan epidermis dengan bagian atrofi dan
pada dermis terdapat penambahan jaringan ikat dan atrofi adneksa kulit. Penatalaksanaan: Penderita diterapi dengan tablet
metotreksat 3 × 2,5 mg secara oral dan kortikosteroid topikal. Diperoleh perbaikan dan diperlukan pengamatan lebih lanjut.
Kesimpulan: Terapi spesifik pada en coup de sabre belum ada yang memuaskan.
Kata kunci: En coup de sabre, metotreksat
ABSTRACT
Background: En coup de sabre, a form of linear localized scleroderma is linear connective tissue disorder of unknown cause, which
characterized by a single streak of white or purplish-brown atrophic line which lies vertically on the forehead. It can afflict all
ages with a peak incidence between 20–40 years, and the ratio between women and men is 3:1. The most often laboratory test
performed is antinuclear antibody test. Purpose: To reveal the clinical manifestation and management of en coup de sabre. Case:
A 25 year-old woman came with brown spots on the right forehead that extended onto the scalp since 25 years previously. The
clinical manifestation was macular hyperpigmentation and atrophy on the forehead and frontal scalp. Histopathologic finding
showed atrophy of the epidermis and the dermis showed addition of the connective tissue and atrophy of the skin appendages. Case
Management: The patient was treated with methotrexate tablets 3 × 2.5 mg orally and topical corticosteroid. There was clinical
improvement but it needed further observation. Conclusion: Spesific treatments of en coup de sabre remain unsatisfactory.
Key words: En coup de sabre, methotrexate
Alamat korespondensi: Eddy Tjahyono, Bagian/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, Jl. Dr Sutomo No. 16 Semarang. email: [email protected]
PENDAHULUAN
Skleroderma lokalisata (SL) memiliki tiga varian
utama yang meliputi morfea, morfea generalisata dan
skleroderma linier. Skleroderma linier yang ditandai
alur atrofik tunggal berwarna putih atau garis vertikal
coklat keunguan pada dahi dikenal sebagai en coup de
sabre.1 Alur ini juga dapat terjadi secara parasagital
pada bagian depan kulit kepala.2
Kelainan ini jarang dijumpai dan dapat terjadi
pada semua usia namun jarang pada anak-anak.
Puncak insidensi terjadi pada usia antara 20–40
tahun, dengan perbandingan antara wanita dan pria
adalah 3:1.3,4 ����������
Insidensi en coup de sabre ��������������
di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang
Pengarang Utama 2 SKP. Pengarang Pembantu 1 SKP
(SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)
80
pada tahun 2010 didapatkan 1 kasus di
����������
antara
10 kasus baru skleroderma lokalisata.
Etiologinya belum diketahui dengan pasti.1,5
Morfea pernah dilaporkan terjadi setelah infeksi
campak, varisela dan Borelia burdogferi. Pencetus
morfea lainnya meliputi trauma, vaksinasi BCG (Bacille
Calmette-Guerin), injeksi vitamin B, terapi radiasi,
penisilamin dan bromokriptin. Akan tetapi tidak
terdapat etiologi langsung yang dapat dibuktikan.1
Gambaran klinik en coup de sabre berupa alur
atrofi linier yang tampak pada daerah frontoparietal
dengan hiper atau hipopigmentasi yang dapat meluas
sampai ke kulit kepala sehingga menyebabkan alopesia
permanen.1–5
Laporan Kasus
Pemeriksaan laboratorium pada penderita (SL)
meliputi antibodi antinuklear, eosinofil darah tepi,
imunoglobulin G, faktor rematoid dan laju endap
darah. Hasil serum otoantibodi pada penderita SL
sangat beragam.1
Hasil pemeriksaan histopatologik berbagai jenis
SL tidak dapat dibedakan. Pada stadium inflamasi
dini didapatkan serabut kolagen dermis retikularis
yang menebal terutama disertai infiltrasi limfosit
dan sel plasma perivaskuler. Pada stadium skerotik
lanjut, infiltrasi peradangan hampir menghilang
seluruhnya kecuali pada daerah subkutan. Epidermis
menunjukkan normal, sedangkan serabut kolagen
pada dermis retikularis menebal, tersusun padat,
hiposeluler dan hipereosinofilik, kelenjar ekrin
atrofik, pembuluh darah terlihat di antara kolagen
yang sklerotik dengan dinding yang fibrotik dan
lumen yang menyempit serta tidak dijumpai folikel
rambut dan kelenjar sebasea.1,6
Terapi spesifik untuk penderita SL belum ada
yang memuaskan.2,5 Terapi ditujukan pada komponen
inflamasi, pelepasan dan aktivasi sitokin serta deposisi
kolagen.1
En Coup De Sabre
Gambar 2. Setelah 3 bulan pengobatan lesi tampak
melunak dan menipis
LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 25 tahun sejak dua tahun
yang lalu mengeluh timbul bercak kecoklatan pada
dahi sebelah kanan yang meluas ke kulit kepala. Bercak
Gambar 3. Pemeriksaan histopatologik dengan
pengecatan Hematoksilin-Eosin
menunjukkan epidermis dengan
bagian atrofi dan pada dermis terdapat
penambahan jaringan ikat dan atrofi
adneksa kulit
Gambar 1. Lesi berupa plakat hiperpigmentasi,
depresi dan atrofi berbentuk linier
pada paramedian dahi dan kulit kepala
kanan. Tampak alopesia pada kulit kepala
frontal di daerah plakat. Pada perabaan
didapatkan lesi yang agak mengeras dan
kaku
tersebut tidak terasa gatal maupun nyeri. Kemudian
penderita berobat ke dokter kulit dan kelamin, diberi
tablet dan salep namun tetap tidak terdapat perubahan.
Sejak 2 minggu yang lalu bercak tersebut terasa kaku
dan tidak rata (dekok). Penderita berobat ke dokter
saraf namun tetap tidak ada perubahan. Penderita
baru pertama kali sakit seperti ini dan tidak dijumpai
riwayat sakit yang sama dalam keluarga. Riwayat
mendapatkan trauma, terapi radiasi, infeksi cacar
air dan campak disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan
42 kg, tinggi badan 158 cm. Lesi kulit berupa plakat
hiperpigmentasi, depresi dan atrofi berbentuk linier
81
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
pada paramedian dahi dan kulit kepala kanan. Tampak
alopesia pada kulit kepala frontal di area plakat. Pada
perabaan didapatkan lesi yang agak mengeras dan
kaku. Wajah normal dan simetrik.
Kelainan ini dapat didiagnosis banding dengan
en coup de sabre, morfea generalisata dan fasilitis
eosinofilik.
Hasil pemeriksaan penunjang serum otoantibodi
didapatkan tes antibodi antinuklear (–) dan faktor
rematoid (–). Pemeriksaan hematologik didapatkan
Hb 12,6 g/dL; lekosit 6860/mm3; trombosit 275.000/
mm3; hematokrit 35,9%; eritrosit 4.960.000/mm3;
hitung jenis: eosinofil 3/basofil 0/batang 1/segmen
61/limfosit 32/monosit 3%, laju endap darah 1 jam
8,0 mm dan 2 jam 21 mm. Pemeriksaan kimia klinik SGOT
12 u/l dan SGPT 29 u/l dan pemeriksaan fungsi ginjal
ureum 18 mg/dl dan kreatinin 0,87 mg/dl.
Pemeriksaan histopatologik menunjukkan
epidermis dengan bagian atrofi dan pada dermis
terdapat penambahan jaringan ikat dan atrofi adneksa
kulit.
Penderita diterapi dengan tablet metotreksat
3 × 2,5 mg secara oral dengan interval 12 jam
setiap 1 minggu, tablet asam folat 1 × 1 mg dan
krim kortikosteroid (mometason furoat 0,1%) dua
kali sehari selama 3 bulan. Kelainan kulit penderita
secara perlahan-lahan melunak dan hiperpigmentasi
berkurang serta tidak ditemukan lesi baru.
PEMBAHASAN
En coup de sabre banyak mengenai wanita daripada
pria dengan perbandingan 3:1 dengan puncak
insidensi antara umur 20–40 tahun.3,4 Timbulnya
lesi kulit pada penderita ini secara spontan dan tidak
diketahui dengan jelas faktor-faktor yang diduga
sebagai pencetus seperti paska infeksi varisela, campak
dan Borelia burdogferi, trauma, injeksi vitamin B, terapi
radiasi, penisilamin dan bromokriptin.1 Dari kasus ini
didapatkan seorang wanita 25 tahun dengan keluhan
sejak 2 tahun yang lalu timbul bercak kecoklatan
pada dahi sebelah kanan yang meluas ke kulit kepala.
Bercak tersebut tidak terasa gatal maupun nyeri.
Patogenesis dari penyakit ini diduga karena
peranan transforming growth factor-b (TGF-b).
TGF-b merangsang fibroblas untuk memproduksi
glikosaminoglikan, fibronektin dan kolagen.1,7,8
TGF-b telah ditemukan meningkat pada lesi
skleroderma lokalisata pada kulit dan pada paru
yang mengalami fibrotik pada penderita sklerosis
sistemik.1
82
Vol. 23 No. 1 April 2011
Penyakit ini ditandai dengan alur atrofi linier
yang tampak pada daerah frontoparietal dengan hiper
atau hipopigmentasi yang dapat meluas sampai ke kulit
kepala sehingga menyebabkan alopesia permanen.1-5,7
Pada fasiitis eosinofilik (FE) biasanya ditemukan
pada usia paruh baya, lesi ditandai dengan awitan
yang cepat. Fasiitis eosinofilik biasanya memberikan
gejala nyeri, eritem, edema dan indurasi yang simetris
pada ekstremitas. Lesi cenderung menyerang fasia
dan jaringan subkutan. Dalam beberapa minggu
lesi mengalami indurasi sehingga menimbulkan
kontraktur. 1,9 Pada sindroma Parry-Romberg
ditemukan keterlibatan jaringan subkutan, otot dan
terkadang otot terutama pada ektremitas bawah.
Kelainan ini menunjukkan atrofi hemifasial yang
progresif tetapi tanpa sklerosis pada distribusi saraf
trigeminal, termasuk mata dan lidah. Sindroma ini
dikaitkan dengan kelainan neurologik yang meliputi
kejang, nyeri kepala dan miopati pada otot-otot mata.1,7
Pada pemeriksaan pada penderita ini ditemukan plakat
hiperpigmentasi, depresi dan atrofi berbentuk linier
pada paramedian dahi dan kulit kepala kanan. Tampak
alopesia pada kulit kepala frontal di area plakat. Pada
perabaan didapatkan lesi yang agak mengeras dan
kaku. Wajah normal dan simetrik.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
tes antibodi antinuklear adalah positif pada 46-80%
kasus skleroderma lokalisata dan terdapat eosinofilia
yang berhubungan dengan aktivitas penyakit.1,7
Pemeriksaan faktor rematoid positif pada 26% kasus
dan laju endap darah meningkat pada 25% kasus.1
Pada kasus ini didapatkan tes antibodi antinuklear
(–), tes faktor rematoid (–), laju endap darah dan
hitung jenis dalam batas normal.
Pemeriksaan histopatologik pada en coup de sabre
sangat bervariasi, tergantung pada stadiumnya, dimana
pada satdium dini terdapat inflamasi, dermis terlihat
padat dengan serat kolagen yang menebal disertai
sebukan sel radang terutama limfosit perivaskuler di
antara serabut kolagen. Pada stadium sklerotik lanjut,
sebukan sel radang hampir sepenuhnya menghilang
kecuali di daerah subkutan. Epidermis dan adneksa
kulit mengalami atrofi. Terjadi fibrosis dan sklerosis
di jaringan subkutan.1,6 Sedangkan hasil pemeriksaan
histopatologik dengan pewarnaan hematoksilin-eosin
pada kasus ini sesuai dengan skleroderma dimana
menunjukkan epidermis dengan bagian atrofi dan
pada dermis terdapat penambahan jaringan ikat dan
atrofi adneksa kulit.
Terapi pada en coup de sabre belum ada yang
memuaskan. Terapi pada penyakit ini ditujukan
Laporan Kasus
untuk komponen inflamasi, pelepasan dan aktivasi
sitokin serta deposisi kolagen.1 Metotreksat sistemik
memiliki mekanisme kerja secara kompetitif
dan ireversibel mengikat dihidrofolat reduktase
sehingga mencegah konversi dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat, di mana tetrahidrofolat merupakan
ko-faktor yang diperlukan untuk produksi nukleotida
timidilat dan purin pada sintesis RNA dan DNA.7,10
Metotreksat dapat memberikan efek imunosupresif
dan anti-inflamasi.10 Pemberian tablet asam folat
1× 1 mg ditujukan untuk menghambat efek simpang
metotreksat pada gastrointestinal dan mengurangi
risiko pansitopenia.7,10 Terapi topikal dengan krim
kortikosteroid berguna sebagai anti-inflamasi.10 Pada
kasus ini penderita diberikan terapi sistemik dan
topikal. Terapi sistemik diberikan tablet metotreksat
3 × 2,5 mg dengan interval 12 jam selama 3 bulan
disertai tablet asam folat 1 × 1 mg selama 3 bulan.
Terapi topikal menggunakan krim mometason furoat
0,1% dioleskan 2 kali sehari.
Perjalanan penyakit ini tidak dapat diramalkan
dan berlangsung selama beberapa dekade. Hal ini
disebabkan skleroderma lokalisata merupakan proses
kronik dengan aktivitas yang rendah selama beberapa
tahun. Lesi ini akan meninggalkan sedikit atrofi
dengan atau tanpa hiperpigmentasi yang menetap.1,5
Kelainan kulit penderita secara perlahan-lahan
melunak dan plakat hiperpigmentasi berkurang,
menipis serta tidak ditemukan lesi baru.
Walaupun terapi yang diberikan pada penderita
ini cukup menggembirakan, tetapi terapi spesifik pada
en coup de sabre belum ada yang memuaskan.
En Coup De Sabre
KEPUSTAKAAN
1. Falanga V, Killoran CE. Morphea. In: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Inc; 2008.
p. 543–6.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Scleroderma.
Andrews’ diseases of the skin. Clinical dermatology.
10th ed. Ottawa: Elsevier Inc; 2006.
3. Kaplan MJ. Localized fibrosing disorders - linear
scleroderma, morphea, and regional fibrosis. [cited:
December 3, 2008]. Available from URL: http://
emedicine.medscape.com/article/334939-overview.
4. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Localize
morphoea. In: Champion RH, Burton JL, Burns
DA, Breath Nach SM, editors. Rook’s textbook of
dermatology. 8 th ed. London: Wiley-Blackwell
Publication; 2010. p. 51.64–75.
5. Weller R PJB, Hunter JAA, Savin JA, Dahl MV. Clinical
dermatology. 4th ed. Victoria: Blacwell Publishing Asia
Pty Ltd; 2008.
6. Elder DE, Elenitsas R, Johnson BL, Ioffreda MD,
Miller J, Miller OF. Atlas and synopsis of Lever’s
histopathology of the skin. 2nd edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2007.
7. Docrat ME. Morfea (localized scleroderma). Available
from URL: http://www.allergysa.org/journals/2006/
nov/skin-focus-morphea.pdf
8. Bergstrom KG. Morphea. [cited: August 3, 2009].
Available from URL: http://www.emedicine.medscape.
com/article/2009/aug/1065782-overview
9. Leiferman KM, Peters MS. Eosinophils cutaneous
diseases. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 7th ed. New York:
McGraw-Hill Inc; 2008. p. 307–17.
10. Callen JP, Kulp-Shorten CL, Wolverton SE.
Comprehensive dermatologic drug therapy 2nd ed.
Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.
83
Download