7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori

advertisement
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Teori-Teori Dasar/Umum
2.1.1
Definisi Database
Menurut Connolly (2005, p15), database adalah kumpulan data yang brelasi
secara logikal, dan sebuah deskripsi data tersebut, yang didisain untuk memenuhi
kebutuhan organisasi.
Menurut O’Brien (2005, p141), database adalah suatu kumpulan files yang
terintegrasi dimana secara logika terhubung. Dua tujuan utama dari konsep database
adalah meminimalkan perulangan data (redudancy data) dan mencapai independensi
data.
Menurut McLeod (2007, p124), database adalah semua koleksi data yang
berbasiskan komputer pada suatu perusahaan.
Dari definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu database adalah
kumpulan/koleksi dari data yang terhubung secara logis yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan informasi perusahaan.
2.1.2
Data Warehouse
2.1.2.1 Definisi Data Warehouse
Menurut Inmon (2005, p29), “A data warehouse is a subject-oriented, integrated,
nonvolatile, and time-variant collection of data in support of management’s decisions”
atau artinya data warehouse adalah koleksi data yang berorientasi subjek, terintegrasi,
tidak mengalami perubahan, dan berdasarkan variasi waktu untuk mendukung keputusan
manajemen.
8
2.1.2.2 Karakteristik Data Warehouse
Berdasarkan definisi data warehouse menurut Inmon (2005, pp29-pp33), dapat
diketahui bahwa sebuah data warehouse memiliki karakteristik sebagai berikut :
•
Subject Oriented (Berorientasi Subjek)
Data warehouse dirancang untuk melakukan analisa data berdasarkan subjek-subjek
tertentu yang ada dalam organisasi, tidak berorientasi kepada proses atau aplikasi
fungsional tertentu.
•
Integrated (Terintegrasi)
Data warehouse menyimpan data-data yang berasal dari berbagai sumber yang
terpisah ke dalam format yang konsisten dan saling terintegrasi satu dengan yang
lainnya. Dengan demikian data tidak dapat dipisah-pisah karena data yang ada
merupakan suatu kesatuan yang menunjang keseluruhan konsep data warehouse itu
sendiri.
•
Time Variant (Variasi Waktu)
Data dalam data warehouse berhubungan dengan suatu titik dalam suatu periode
waktu tertentu, misalnya semester, kuartal, tahun fiskal, ataupun metode pembayaran.
Data tersebut merupakan data hasil ringkasan yang membantu dalam menentukan
performa query data warehouse serta dalam membentuk pengertian bisnis.
•
Nonvolatile (Tidak berubah)
Data warehouse bersifat read-only, user tidak dapat melakukan pengubahan data.
Ketika data sudah disimpan ke dalam data warehouse, data tersebut tidak boleh
berubah.
9
2.1.2.3 Arsitektur Data Warehouse
Arsitektur data warehouse didasarkan pada server RDBMS (Relational
Database Management System) yang berfungsi sebagai central repository untuk datadata informasional. Dalam arsitektur data warehouse, data operasional dan
pemrosesannya dipisahkan dari pemrosesan data warehouse.
Sumber data untuk data warehouse adalah aplikasi operasional. Pada saat
memasuki data warehouse, data tersebut akan ditransformasikan kedalam struktur dan
format yang terintegrasi. Proses transformasi tersebut dapat melibatkan proses konversi,
ringkasan, filtering, dan kondensasi data.
Gambar 2.1 Arsitektur Data Warehouse
(Sumber: Berson dan Smith , 2001, p19)
10
2.1.2.4 Manfaat dari Data Warehouse
Implementasi data warehouse dapat memberikan berbagai keuntungan bagi
organisasi (Connolly dan Begg, 2002, p1152) antara lain :
•
Potensi tingkat pengembalian atas investasi (ROI) yang tinggi
Sebuah organisasi harus mengeluarkan sumber daya yang besar untuk memastikan
keberhasilan implementasi data warehouse, dan besar biaya bervariasi bergantung
pada solusi teknis yang ada. Namun, rata-rata tingkat ROI yang akan didapatkan
perusahaan relatif lebih besar.
•
Keunggulan kompetitif
Tingkat pengembalian investasi yang tinggi bagi perusahaan yang sukses
mengimplementasikan data warehouse tersebut merupakan bukti dari keunggulan
kompetitif yang didapatkan perusahaan dari teknologi tersebut. Keunggulan
kompetitif diperoleh dengan memungkinkan para pembuat keputusan untuk dapat
mengakses data yang sebelumnya tidak tersedia, tidak diketahui, ataupun informasi
yang tidak tercatat.
•
Peningkatan produktifitas para pengambil keputusan perusahaan
Data warehouse meningkatkan produktifitas para pembuat keputusan dalam
perusahaan dengan cara menyediakan database yang terintegrasi dari data-data
historis yang berorientasi subjek dan konsisten. Data warehouse mengintegrasikan
data dari berbagai sistem yang terpisah menjadi suatu bentuk yang menyediakan satu
pandangan utuh mengenai organisasi. Melalui proses pengubahan data menjadi
informasi yang lebih berarti, data warehouse memungkinkan para manajer bisnis
untuk melakukan analisis yang lebih substansial, akurat, dan konsisten.
11
2.1.3
Data Mart
2.1.3.1 Definisi Data Mart
Menurut Imhoff, Galemmo, dan Geiger (2003, pp14-pp15), data mart
merupakan sebuah subset dari data warehouse, dimana hampir seluruh aktivitas analitik
dalam lingkungan business intelligent dilakukan. Data di dalam setiap data mart
biasanya disesuaikan untuk melakukan fungsi tertentu, misalnya digunakan untuk
product profitability analysis, KPI analysis, customer demographic analysis, dsb.
Sedangkan Inmon (2005, p494) mendefinisikan data mart sebagai data yang
dibentuk berdasarkan departemen, yang sumber datanya berasal dari data warehouse,
dimana proses denormalisasi dilakukan terhadap data berdasarkan kebutuhan informasi
departemen tersebut.
Ada beberapa karakteristik yang membedakan antara data mart dengan data
warehouse, yaitu (Connolly dan Begg, 2005, pp1171-pp1173) :
•
Data mart lebih berfokus kepada ketentuan maupun permintaan dari pengguna yang
berkaitan dengan sebuah departemen ataupun fungsi-fungsi bisnis organisasi.
•
Secara normal data mart tidak mencakup data operasional yang mendalam tidak
seperti halnya dengan data warehouse
•
Karena data mart memiliki jumlah data yang lebih sedikit dibandingkan dengan data
warehouse, data mart lebih mudah dimengerti dan diaplikasikan
2.1.3.2 Alasan Membangun Data Mart
Ada beberapa alasan untuk membangun sebuah data mart (Connolly dan Begg,
2005, p1173), diantaranya :
•
Memberi akses kepada user akan data yang diperlukan untuk melakukan analisis
12
•
Menyediakan data dalam bentuk yang disesuaikan dengan berbagai sudut pandang
atas data oleh sekelompok pemakai dalam sebuah departemen atau fungsi bisnis
•
Mengurangi waktu respon dari end-user, sehubungan dengan berkurangnya volum
data yang diakses
•
Menyediakan stuktur data yang sesuai dengan kebutuhan tools milik end-user,
seperti OLAP ataupun data mining. Tools tersebut mungkin membutuhkan struktur
basis data internal sendiri. Pada praktiknya, tools tersebut biasanya membentuk
desain data mart sendiri untuk mendukung fungsionalitas tertentu secara spesifik.
•
Data mart umumnya mengunakan data lebih sedikit sehingga berbagai proses seperti
cleansing, loading, transformasi dan integrasi menjadi jauh lebih mudah, oleh karena
itu pembuatan serta implementasi data mart menjadi lebih sederhana bila
dibandingkan dengan data warehouse.
•
Biaya implementasi data mart yang dibutuhkan umumnya jauh lebih kecil daripada
biaya implementasi sebuah data warehouse.
•
Para pengguna data mart yang potensial dapat didefinisikan dengan lebih jelas, serta
dengan mudah dapat ditetapkan sebagai sasaran untuk memperoleh dukungan
terhadap sebuah proyek data mart daripada sebuah proyek data warehouse
perusahaan.
2.1.3.3 Skema Bintang
Menurut Connolly dan Begg (2005, p1183), skema bintang (star schema) adalah
struktur logikal yang mempunyai sebuah tabel fakta berisi data faktual yang ditempatkan
di tengah, dikelilingi oleh tabel dimensi berisi data referensi (yang dapat
didenormalisasi). Skema bintang mengeksploitasi karakteristik dari data faktual di mana
13
fakta dibuat dari peristiwa yang muncul di masa lalu dan mustahil untuk berubah,
dengan mengabaikan bagaimana mereka dianalisis. Kebanyakan fakta yang digunakan
dalam tabel fakta adalah angka dan additive karena aplikasi data warehouse tidak
pernah diakses sebagai sebuah record tunggal, tetapi mereka diakses ratusan, ribuan
bahkan jutaan record pada suatu waktu dan hal yang paling berguna untuk dilakukan
dengan record yang begitu banyak tersebut adalah dengan mengagregasikan mereka.
Tabel dimensi, berisi deksripsi informasi berupa teks.
Skema bintang dapat digunakan untuk mempercepat kinerja query dengan
denormalisasi informasi ke dalam sebuah tabel dimensi. Denormalisasi tepat ketika
terdapat sejumlah entity yang berhubungan dengan tabel dimensi yang sering diakses,
menghindari overhead dari penggabungan tabel tambahan untuk mengakses atribut.
Denormalisasi tidak tepat di mana data tambahan tidak sering diakses, karena overhead
tabel dimensi yang diperluas tidak mungkin offset oleh berbagi perolehan dalam query.
Gambar 2.2 Star Schema
(Sumber: Connolly dan Begg, 2005, p1184)
14
2.1.4
Data Mining
2.1.4.1 Definisi Data Mining
Witten dan Frank (2005, p5) mendefinisikan data mining sebagai sebuah proses
untuk menemukan pola-pola dalam data. Proses yang dilakukan dapat berupa proses
otomatis ataupun semi-otomatis. Pola-pola yang ditemukan harus memiliki arti dan
memberikan manfaat tertentu, biasanya manfaat ekonomis.
Menurut Berry dan Linoff (2004, p7), data mining merupakan eksplorasi dan
analisa terhadap data yang berukuran besar untuk dapat menemukan pola-pola dan
aturan-aturan yang berarti. Data mining datang dalam dua bentuk, yaitu directed dan
undirected. Directed data mining mencoba menjelaskan atau mengkategorikan beberapa
target field tertentu, sedangkan undirected data mining mencoba menemukan pola-pola
atau persamaan antara kelompok-kelompok record tanpa penggunaan target field
tertentu atau kumpulan kelas-kelas yang sudah didefinisikan sebelumnya.
Tang dan MacLennan (2005, p2) mengemukakan bahwa data mining adalah
tentang analisa data dan menemukan pola-pola tersembunyi dengan menggunakan cara
otomatis ataupun semi-otomatis. Selama beberapa waktu, data yang besar telah
diakumulasikan dan dikumpulkan dalam database. Sebagian besar data ini berasal dari
aplikasi bisnis, seperti aplikasi finansial, ERP (Enterprise Resource Planning), CRM
(Customer Relationship Management), ataupun web log. Sebagai hasilnya adalah bahwa
organisasi telah menjadi kaya akan data tapi kurang akan pengetahuan. Dengan laju
pengumpulan data yang semakin cepat dan dengan volum data yang dikumpulkan
semakin besar, penggunaaan praktis atas data-data tersebut semakin terbatas. Untuk
itulah data mining digunakan untuk melakukan ekstraksi pola-pola dari data yang
15
dimiliki, meningkatkan intrinsic value dan melakukan transformasi dari data menjadi
pengetahuan.
2.1.4.2 Kategori dan Fokus Penelitian Data Mining
Teknik-teknik Data Mining berhubungan dengan proses penemuan dan
pembelajaran, dimana proses tersebut dapat dikategorikan ke dalam tiga metode utama,
yaitu supervised, unsupervised, serta reinforcement learning. (Berson, Smith, dan
Thearling, 2000, pp36-pp37).
•
Supervised learning
Metode ini melibatkan fase pembelajaran yang terjadi ketika data-data historis yang
karakteristiknya dipetakan ke hasil keluaran, diproses melalui algoritma data mining.
Proses tersebut akan melatih algoritma untuk mengenali variabel kunci dan nilainilai yang akan dijadikan sebagai dasar pembuatan prediksi.
•
Unsupervised learning
Metode ini tidak melibatkan tahap pembelajaran melainkan bergantung pada
penggunaan algoritma untuk mendeteksi pola-pola, seperti asosiasi, sequences, yang
ada pada data masukan berdasarkan kriteria penting yang telah ditentukan.
Pendekatan ini mengarah kepada pembuatan aturan-aturan yang menggambarkan
asosiasi, cluster, dan segmen yang telah ditemukan.
•
Reinforcement learning
Metode ini tidak banyak digunakan bila dibandingkan dengan metode yang lainnya,
namun memiliki penerapan dalam optimisasi berdasarkan waktu dan pengendalian
adaptif. Metode ini menyerupai realita, dimana pembelajaran didapatkan dari
konsekuensi tindakan yang telah dipilih sebelumnya, bukan berdasarkan aturan yang
16
secara eksplisit dinyatakan. Karena prosesnya yang tidak menyediakan tindakan
korektif secara seketika, maka metode ini dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan yang sangat sulit dan tidak bergantung pada waktu.
2.1.4.3 Tugas-Tugas Data Mining
Ada banyak permasalahan dalam bidang intelektual, ekonomi, dan bisnis yang
dapat diekspresikan dalam tugas-tugas data mining. Berry dan Linoff (2004, pp8-pp12)
mengemukakan beberapa tugas yang dapat diselesaikan menggunakan data mining,
antara lain :
•
Classification (Klasifikasi)
Merupakan salah satu tugas data mining yang paling umum. Klasifikasi melibatkan
proses pemeriksaan karakteristik suatu objek dan kemudian memasukkannya ke
dalam salah satu kelas yang sudah didefinisikan sebelumnya. Proses klasifikasi
biasanya melibatkan pendefinisian kelas-kelas dan data sampel yang berisi contoh
objek-objek yang sudah diklasifikasi sebelumnya. Tujuan dari tugas ini adalah untuk
membuat sebuah model yang dapat diaplikasikan pada data yang belum terklasifikasi.
Beberapa
contoh
tugas
klasifikasi
yang
ditujukan
untuk
menyelesaikan
permasalahan bisnis misalnya seperti klasifikasi tingkat resiko dari pihak yang
mengajukan kredit, memilih content yang akan ditampilkan pada sebuah halaman
web, mengetahui klaim asuransi yang palsu, dsb.
•
Estimation (Estimasi)
Estimasi berkaitan hasil keluaran yang berupa nilai kontinyu. Berangkat dari data
yang digunakan sebagai masukkan, proses estimasi akan menghasilkan sebuah nilai
untuk variabel kontinyu yang sebelumnya tidak diketahui nilainya. Estimasi juga
17
sering digunakan dalam melakukan tugas-tugas klasifikasi. Contoh permasalahan
yang melibatkan proses estimasi misalnya seperti memperkirakan jumlah anak dalam
sebuah keluarga, total pendapatan sebuah keluarga, atau lifetime value (nilai hidup)
seorang pelanggan, dsb.
•
Prediction (Prediksi)
Prediksi sama seperti tugas klasifikasi dan estimasi, hanya saja data diklasifikasikan
berdasarkan perilaku atau nilai yang diperkirakan pada masa yang akan datang.
Dalam proses prediksi, satu-satunya cara untuk memeriksa ketepatan hasil adalah
dengan menunggu dan memperhatikan. Teknik-teknik yang digunakan untuk
melakukan tugas klasifikasi dan estimasi dapat diadaptasikan dalam melakukan
prediksi dengan menggunakan data sampel dimana nilai dari variabel yang akan
diprediksikan sudah diketahui, begitu pula dengan data historis untuk data sampel
tersebut. Data historis digunakan untuk membuat sebuah model yang menjelaskan
perilaku yang sedang diamati. Apabila model ini diaplikasikan pada data masukan,
akan menghasilkan prediksi di masa yang akan datang. Contoh prediksi yang dapat
dilakukan dengan data mining misalnya memprediksikan pelanggan mana yang akan
beralih ke pesaing dalam waktu 6 bulan ke depan, pelanggan mana yang akan
memesan layanan atau produk tertentu, dsb.
•
Affinity grouping (Pengelompokan berdasarkan persamaan)
Tujuan affinity grouping adalah untuk menentukan hal-hal yang akan terjadi
bersamaan, misalnya perusahaan retail dapat melakukan market basket analysis,
yakni menentukan produk-produk apa saja yang dibeli oleh pelanggan secara
bersamaan. Affinity grouping dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi
18
kesempatan melakukan cross-selling atau untuk mengelompokan produk atau
layanan-layanan yang saling sesuai. Affinity grouping merupakan salah satu contoh
sederhana dalam menghasilkan aturan-aturan dari data.
•
Clustering (Pengelompokan)
Clustering adalah proses untuk melakukan segmentasi atas sebuah populasi yang
heterogen menjadi beberapa sub kelompok atau cluster yang homogen. Clustering
berbeda dengan proses klasifikasi, karena tidak bergantung pada kelas-kelas yang
sudah ditetapkan sebelumnya ataupun data sampel. Data-data akan dikelompokkan
berdasarkan kemiripan karakteristik. Clustering seringkali digunakan sebagai
langkah awal sebelum melakukan tugas data mining yang lainnya.
•
Description and profiling
Data mining dapat digunakan untuk menemukan dan mendeskripsikan apa yang ada
atau terjadi berdasarkan data yang dimiliki, sehingga meningkatkan pemahaman
tentang berbagai hal.
2.1.4.4 Teknik Data Mining
Secara umum, teknik data mining terbagi menjadi dua (Berson, Smith, dan
Thearling, 2000, pp124-pp200), yaitu teknik klasik (classical techniques) dan teknik
generasi berikut (next generation). Teknik klasik terdiri dari teknik statistik, nearest
neighbor, dan clustering, sedangkan teknik generasi berikut terdiri dari trees, networks,
dan rules.
2.1.4.4.1
•
Teknik Klasik
Statistik
19
Pada dasarnya teknik ini bukanlah data mining. Teknik ini telah banyak digunakan
pada banyak aplikasi bisnis lama sebelum data mining muncul. Bagaimanapun
teknik ini dipacu oleh data dan digunakan untuk menemukan pola dan membangun
model prediksi. Namun, pemakaian teknik ini telah banyak ditinggalkan karena
teknik data mining lainnya seperti CART, neural networks dan nearest neighbor
cenderung lebih powerfull bagi data-data bisnis yang kompleks dan mendukung
untuk digunakan oleh user yang kurang ahli dalam statistik.
•
Nearest Neighbor
Teknik clustering dan nearest neighbor merupakan teknik pertama yang digunakan
dalam data mining. Nearest neighbor adalah suatu teknik untuk prediksi yang
hampir mirip dengan clustering yaitu melakukan pengelompokkan record yang
sejenis. Dalam memprediksikan nilai prediksi pada sebuah record, melihat recordrecord lain yang memiliki kemiripan dengan nilai yang dijadikan nilai prediksi
(predictor) dalam basis data historis dan menggunakan nilai prediksi dari record
yang paling mendekati record yang tidak sejenis. Contoh penggunaannya adalah
dalam text retrieval, yang masalahnya adalah dalam pencarian dokumen yang mirip
atau sejenis dengan suatu dokumen atau jurnal tertentu. Teknik ini akan mencari
dokumen lain yang memiliki kemiripan karakteristik penting yang ditentukan
sebagai karakteristik yang paling menarik dan sangat penting untuk ditemukan.
•
Clustering
Teknik clustering adalah metode yang digunakan untuk mengelompokkan records
yang ada. Biasanya, hal ini dilakukan untuk memberikan pengguna akhir (end-user)
sebuah high-level view tentang apa yang terjadi dalam database. Clustering kadang
20
digunakan untuk membuat segmentasi, yang banyak digunakan oleh bagian
pemasaran sebagai birds-eye view dari bisnis.Algoritma nearest neighbor merupakan
peningkatan dari clustering, dalam hal mereka menggunakan distance untuk
membuat struktur dalam data atau prediksi. Algoritma nearest neighbor dikatakan
sebagai peningkatan karena algoritma ini menentukan bobot importance dari
prediktor dan bagaimana distance akan diukur, secara otomatis. Sedangkan, dalam
clustering setiap prediktor masih diperlakukan sama.
2.1.4.4.2
•
Teknik Generasi Berikutnya
Decision Tree
Decision tree merupakan model prediktif yang dapat direpresentasikan seperti
bentuk pohon. Setiap cabang dari pohon merupakan sebuah pertanyaan klasifikasi
dan akar dari pohon merupakan bagian dari dataset berdasarkan klasifikasinya
masing-masing.
•
Neural Networks
Neural Network merupakan teknik data mining yang paling umum. Teknik ini
mempelajari training set, kemudian membentuk suatu pola di dalamnya untuk
melakukan klasifikasi dan prediksi. Keuntungan utama dari neural network adalah
dapat diterapkan secara luas. Teknik ini sangat menarik karena dapat mendeteksi
pola data yang dapat dianalogikan seperti jalan pikiran manusia. Namun neural
network memiliki dua kekurangan utama. Pertama, sulit untuk memahami model
yang dihasilkan, karena model tersebut direpresentasikan dengan nilai numerik yang
berasal dari proses kalkulasi yang kompleks, dan hasil dari neural network tersebut
juga berupa numerik yang perlu dikonversikan apabila nilai prediksi yan diberikan
21
merupakan nilai kategori. Kedua, teknik ini sangat sensitif terhadap format data yang
masuk. Representasi data yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda pula,
sehingga penting sekali dilakukan pengaturan data sebelum menggunakannya.
•
Rule Induction atau Association Rule
Rule Induction merupakan salah satu bentuk utama dari data mining dan merupakan
bentuk paling umum mengenai proses penemuan pengetahuan dalam sistem
unsupervised learning. Teknik ini juga merupakan bentuk data mining yang paling
mendekati apa yang dipikirkan orang mengenai data mining, yaitu menambang emas
dari sebuah data yang besar. Yang menjadi emas adalah sebuah aturan yang menarik,
dan dapat memberikan suatu gambaran tentang data yang mungkin tidak diketahui
dan dapat dengan mudah dikemukakan.
Teknik rule induction melibatkan pemrosesan data secara besar-besaran, dimana
semua pola yang memungkinkan secara sistematis akan diambil dari data, kemudian
dilakukan pengukuran terhadap pola tersebut untuk mengetahui kemungkinan pola
tersebut muncul kembali. Untuk detilnya, teknik ini akan dijelaskan pada sub-bab
2.1.4.5.
2.1.4.5 Teknik Association Rule
Dalam menemukan association rule, yang digunakan adalah algoritma asosiasi
(association algorithm).
2.1.4.5.1
Konsep dalam Algoritma Asosiasi
Beberapa konsep dalam algoritma asosiasi:
•
Itemset
22
Itemset adalah sekumpulan item; Setiap item merupakan nilai atribut. Sebagai contoh,
dalam customer demographic exploration, sebuah itemset berisi sekumpulan nilainilai atribut, seperti {Jenis kelamin = ‘laki-laki’, pendidikan = ‘strata 1’}. Setiap
itemset mempuyai ukuran, yang merepresentasikan jumlah item yang ada. Ukuran
itemset contoh di atas adalah 2. Frequent itemsets adalah itemsets yang sering
muncul dalam sumber data. Popularitas itemset yang ditemukan, disebut support.
•
Support
Support itemset ditentukan dari jumlah transaksi yang mengandung item yang sama.
Support ({A, B}) = jumlahTransaksi (A, B)
Minimum_Support adalah sebuah parameter yang berfungsi sebagai persyaratan
(jumlah transaksi minimum) sebuah item untuk dikualifikasikan menjadi frequent
itemset. Parameter ini harus dispesifikasikan sebelum membuat model asosiasi.
•
Probability (confidence)
Probabiity merupakan properti association rule. Probabilitas dari rule A => B
dihitung dengan meggunakan support dari itemset {A, B} dibagi dngan support {A}.
Probabilitas ini disebut confidence dalam komunitas penelitian data mining.
Probability (A = > B) = Probability (B | A) = Support (A, B) / Support (A)
Minimum_Probability adalah parameter yang berfungsi sebagai penyaring (filter)
apabila pengguna menginginkan probabilitas rule yang muncul. Parameter ini perlu
dispesifikasikan sebelum algoritma ini dijalankan.
•
Importance
Importance merupakan sebuah variabel yang digunakan untuk menyatakan korelasi
antar-item.
23
Importance (A = > B) = log (p(B | A) / p(B | not A)
Apabila nilai importance = 1, A dan B merupakan item independen. Bila importance
< 1, A dan B mempunyai korelasi negatif. Kalau importance > 1, A dan B
brekorelasi positif; Jadi, hal ini berarti seorang pelanggan membeli barang A,
kemungkinan besar pelanggan tersebut membeli barang B.
Tabel 2.1 Perhitungan Korelasi untuk Donat dan Muffin
(Sumber: Tang dan MacLennan, 2005, p233)
Gambar 2.3 Contoh Hasil Perhitungan Support, Probability, dan Importance
(Sumber: Tang dan MacLennan, 2005, p234)
24
Dari contoh di atas, nilai importance dari tiemset {Donat, Muffin}bernilai negatif;
Jadi, ada keraguan bila seorang pelanggan membeli donat, akan membeli muffin.
2.1.4.5.2
Langkah-Langkah Algoritma Asosiasi
Ada dua langkah dalam proses algoritma asosiasi:
•
Menemukan frequent itemsets
Menemukan frequent itemsets merupakan bagian inti penggunaan algoritma asosiasi.
Untuk menemukan frequent itemsets, langkah-langkah yang ditempuh: (Tang dan
MacLennan, 2005, pp234-pp240):
–
Menspesifikasikan parameter minimum_support
–
Menemukan frequent itemsets yang berukuran satu dan mempunyai jumlah
support melebihi minimum_support yang dispesifikasikan terlebih dahulu (iterasi
pertama)
–
Menemukan frequent itemsets yang berukuran dua dan mempunyai jumlah
support melebihi minimum_support yang dispesifikasikan (iterasi kedua)
–
Melakukan terus iterasi untuk itemsets yang berukuran tiga, empat, lima, dan
seterusnya, sampai tidak ada itemset yang memenuhi kriteria minimum_support
Pseudocode untuk menemukan frequent itemsets terlihat pada gambar di bawah ini.
25
Gambar 2.4 Finding Frequent-Itemsets Pseudocode
(Sumber: Tang dan Maclennan, 2005, p235)
Gambar 2.5 Contoh Proses Menemukan Frequent Itemsets
(Sumber: Tang dan MacLennnan, 2005, p236)
26
•
Menghasilkan association rules
Prosedur (pseudocode) yang digunakan untuk menghasilkan association rules
terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.6 Generating Association Rules Pseudocode
(Sumber: Tang dan MacLennnan, 2005, p238)
2.1.4.5.3
Prediksi
Paket data mining komersial , pada umumnya, memiliki algoritma asosiasi
yang berhenti pada penemuan itemsets dan perumusan rules. Microsoft Association
Algorithm dapat melakukan prediksi dengan menggunakan rules yang sudah ada.
Sebagai contoh, sebuah rule menyatakan bahwa 65% pelanggan laki-laki yang membeli
bir, kemungkinan besar membeli popok dalam transaksi yang sama, dan 20% pelanggan
perempuan yang membeli popok akan membeli anggur (wine). Rules ini dapat
diaplikasikan untuk prediksi. Hasil prediksi ini menghasilkan rekomendasi untuk
menawarkan anggur (wine) kepada pelanggan laki-laki yang membeli bir dan popok,
walau tidak rule yang dihasilkan untuk itemsets {bir, popok, anggur}.
2.1.4.6 Metodologi Data Mining
Menurut Berry dan Linoff (2004, pp54-pp86), metodologi data mining terdiri
dari beberapa langkah, yaitu :
•
Menerjemahkan permasalahan bisnis menjadi permasalahan data mining
Pada langkah ini dilakukan penerjemahan permasalahan bisnis yang ada ke dalam
salah satu dari enam kategori tugas yang dapat diselesaikan melalui data mining,
27
yaitu classification, estimation, prediction, affinity grouping, clustering, serta
profiling. Penentuan kategori tugas data mining tersebut dipengaruhi oleh bagaimana
hasil dari proses data mining akan digunakan san disampaikan.
•
Memilih data yang tepat
Pada tahap ini dilakukan pemilihan data yang akan digunakan sebagai sumber data
mining.
•
Mengenal dan memahami data
Setelah data yang akan digunakan untuk proses data mining ditentukan, kemudian
akan dilakukan eksplorasi. Proses eksplorasi tersebut dilakukan untuk mendapatkan
pemahaman mengenai data yang akan digunakan, serta menemukan masalahmasalah yang ada pada data tersebut.
•
Membuat model set
Langkah ini bertujuan untuk membuat model set, yang berisi seluruh data yang akan
digunakan untuk proses pembuatan model. Model set yang sudah terbentuk dapat
dipartisi sesuai dengan kebutuhan menjadi beberapa bagian untuk proses pelatihan
(training), validasi, serta pengujian model data mining. Pembentukan model set
harus memperhatikan faktor-faktor seperti persebaran data dan batasan waktu (time
frame) untuk dapat menghasilkan model yang stabil, serta format data yang
dibutuhkan dalam pembentukan model.
•
Mengatasi permasalahan mengenai data
Pada langkah ini dilakukan perbaikan terhadap data yang akan digunakan untuk
proses pembuatan model. Beberapa permasalahan pada data yang harus diperbaiki
antara lain meliputi jumlah variabel pengelompokan yang terlalu banyak, variabel
28
numerik dengan distribusi yang terdistorsi, nilai yang hilang (missing value),
pengkodean data yang tidak konsisten, dsb.
•
Mentransformasikan data untuk membawa informasi ke permukaan
Setelah data yang akan digunakan diperbaiki, data tersebut masih harus dipersiapkan
sebelum digunakan dalam pembuatan model. Persiapan tersebut meliputi
penambahan field-field yang diperlukan, pengubahan tipe data, dsb.
•
Membangun model
Setelah data-data yang akan digunakan siap, pada langkah ini dilakukan pembuatan
model data mining sesuai dengan algoritma yang sudah dipilih untuk memecahkan
permasalahan.
•
Mengukur model
Setelah model tercipta, langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran terhadap
kualitas model tersebut. Pengukuran yang dilakukan berbeda-beda sesuai dengan
jenis algoritma data mining yang dipilih, antara lain :
–
Pengukuran directed model yang digunakan untuk tugas klasifikasi dan prediksi
dilakukan dengan mengukur tingkat kesalahan (error rate) dan persentase
kesalahan pengelompokan.
–
Pengukuran directed model yang digunakan untuk tugas estimasi, pengukuran
dilakukan dengan membandingkan nilai yang diprediksi dengan nilai aktual.
–
Pengukuran undirected model yang bersifat deskriptif dilakukan secara subjektif
dengan menilai tingkat ekspresi dan arti dari pola-pola yang dihasilkan.
•
Menerapkan model
29
Setelah dilakukan pengukuran terhadap model yang sudah terbentuk, pada langkah
ini model tersebut dapat digunakan untuk membantu menganalisa pola-ola yang
tersembunyi dari data yang ada.
•
Mengukur hasil
Pada tahap ini keuntungan perusahaan diukur untuk dibandingkan dengan biaya
investasi yang telah dikeluarkan untuk melaksanakan proyek perancangan data
mining.
Gambar 2.7 Data Mining Methodology
(Sumber: Berry dan Linoff, 2004, p55)
30
2.1.4.7 Perbedaan Data Mining dengan OLAP
Online Analytical Processing (OLAP) merupakan sebuah istilah untuk tool yang
terdiri dari basis data (database) dan antar-muka pengguna (user interface),
dimana pengguna dapat menavigasikan data. OLAP merupakan sebuah tool
untuk melihat dengan cepat “gunung” data yang dimiliki; Tapi, tidak dapat
membedakan mana yang bernilai dan mana yang tidak dalam “gunung” tersebut
(Berson, Smith, dan Thearling, 2000, p91). Kelemahan OLAP ini akan
dilaksanakan oleh data mining.
2.1.4.8 Perbedaan Data Mining dengan Statistik
Statisitik mempunyai penggunaan dan hasil yang sama dengan data mining.
Regresi sering digunakan dalam statistik untuk meciptakan model yang bersifat
prediktif. Model ini dibuat dari data historis yang juga berkarakter sama dengan
data yang digunakan oleh data mining. Perbedaan utama antara statistik dengan
data mining adalah data mining digunakan oleh pebisnis, bukan ahli statisitk.
Data mining mengotomatisasi proses statisitik, sehingga pengguna tidak
diharuskan untuk belajar statistik terlebih dahulu (Berson dan Smith, 1997,
pp336-pp337)
2.2
Teori-Teori Khusus yang Berhubungan dengan Topik yang Dibahas
2.2.1
CRM (Customer Relationship Management)
2.2.1.1 Pengertian CRM
Berikut ini adalah kutipan beberapa penjelasan tentang Customer Relationship
Management (CRM) :
31
•
CRM adalah sebuah proses yang mengelola interaksi antara
perusahaan dan
pelanggannya (Berson, 2000, p10).
•
CRM dimaksudkan untuk menciptakan dan mengatur lingkungan dinamis dalam
usaha meningkatkan hubungan dan interaksi perusahaan dengan pelanggan secara
continue. Tugas utamanya adalah mengenali karakter pelanggan (Beck dan Summer,
2001, pp1-pp2).
2.2.1.2 Tujuan Penerapan Konsep CRM
Tujuan dari CRM adalah untuk mengoptimasi profitabilitas perusahaan dengan
pelanggan, melalui pengenalan if, what dan how dari pelanggan yang berinteraksi
dengan perusahaan, sehingga dapat menemukan cara untuk memperoleh kesetiaan
pelanggan, yang nantinya diasosiasikan dengan meningkatnya profitabilitas yang
diperoleh perusahaan.
CRM memungkinkan perusahaan membedakan dengan lebih baik dan lebih
efisien dalam mengalokasikan sumber daya yang dikeluarkan untuk pelanggan yang
lebih profitable. Dengan demikian, maka perusahaan dapat melakukan pengelolaan
sumber daya dan mengembangkan relasi yang lebih berarti dengan para pelanggannya
(Berson, 2000, p44). Pendapat lain tentang tujuan diterapkannya konsep CRM adalah
(Seybold, 2002, p5) :
•
Mendapatkan pelanggan baru (Acquire)
Memulai hal baru merupakan pengalaman yang penting bagi pelanggan. Perusahaan
dapat melakukan promosi dengan memasang iklan pada beberapa media massa juga
pemberian potongan harga untuk menarik pelanggan baru.
•
Mempertahankan pelanggan untuk selamanya (Retain)
32
Fokus pada kemampuan untuk mengadaptasi pada pelayanan apa yang diperlukan
dan sesuai untuk pelanggan serta memberikan layanan yang bersifat one-stop-service
untuk semua hal yang berhubungan dengan pelanggan.
•
Meningkatkan nilai transaksi pelanggan (Enhance)
Tujuan pada enhance adalah pengembangan relasi ke arah peningkatan nilai
transaksi penjualan yang bersifat cross-selling (produk komplemen) maupun upselling (produk yang bermutu lebih baik).
2.2.1.3 Kunci Keberhasilan CRM
Kunci keberhasilan pelaksanaan CRM tergantung pada tiga hal yang harus saling
mendukung satu dengan yang lain, yaitu :
•
People (sumber daya manusia)
Adalah keseluruhan anggota perusahaan, dari manajemen sampai staf terendah.
–
Budaya kerja
Adanya kesamaan visi CRM, pemahaman konsep ‘customer-focused’ dalam
pelaksanaan praktek kerja, kerja sama dan kekompakan tim, antara pihak
manajemen dan staf. Hal ini dapat diperoleh dengan diadakannya pelatihan
(training) dan penanaman konsep CRM dan ‘customer-focused’ bagi staf dan
manajemen.
–
Keterampilan
Keterampilan staf dan pihak manajemen dalam menjalin hubungan dengan
pelanggan, dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan tentang pelanggan,
serta kemampuan menganalisis dan menarik kesimpulan dari keseluruhan
informasi pelanggan.
33
•
Process (proses bisnis yang dilakukan)
Adalah proses bisnis perusahaan yang berorientasi pada ‘customer-focuesd’, yang
lebih difokuskan pada sisi penjualan, pemasaran, dan pelayanan pelanggan.
•
Technology (teknologi informasi yang digunakan)
Adalah teknologi informasi yang digunakan sebagai piranti pembantu yang
mendukung unsur people dan process.
Kombinasi antara ketiganya disimbolkan dengan :
( People + Process ) Technology
artinya :
•
Jika (People + Process) < adequate (memadai), maka penggunaan teknologi
informasi akan memperbesar kesalahan pada inisiatif CRM.
•
Jika (People + Process) > adequate (memadai), maka penggunaan teknologi
informasi akan mempercepat kesuksesan dan memperbesar keuntungan yang dapat
diraih perusahaan.
2.2.1.4 Arsitektur dan Komponen CRM
Beberapa perusahaan menyimpan data-data yang berhubungan dengan pelanggan,
supplier dan rekan bisnisnya. Kemampuan untuk mentransformasi data-data tersebut
menjadi suatu bentuk pengetahuan memerlukan adanya pemrosesan tertentu dari
sejumlah basis data yang besar, yang hasilnya akan digunakan untuk mendatangkan
profit bagi perusahaan.
Dalam arsitektur CRM (gambar 2.8), dapat dilihat sejumlah customer touchpoints dan delivery channels yang menghasilkan dan menggunakan informasi. Yang
34
dimaksud dengan customer touch-points (Berson, 2000, p46) adalah points of contact
dimana perusahaan dapat berinteraksi dan "touch" pelanggan dan begitu pula sebaliknya.
Informasi ini perlu diintegrasikan dan dianalisis untuk mendapatkan sebuah gambaran
yang lengkap dan akurat tentang preferensi, kebutuhan, keluhan dan atribut lainnya dari
pelanggan yang dapat menjadikannya menjadi pelanggan jangka panjang sebagai
pelanggan produk atau jasa perusahaan.
Komponen-komponen yang menjadi bagian dari CRM tidak hanya data
warehouse dan data marts, tetapi juga meliputi data mining , reporting, OLAP engines
dan penyimpanan metadata.
Gambar 2.8 CRM Architecture
(Sumber: Berson, 2000, p45)
2.2.1.5 Jenis-Jenis CRM
Secara garis besar, CRM dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu (Berson,
2000, p45):
•
Operational CRM
35
Mencakup otomatisasi yang terintegrasi dari keseluruhan proses bisnis yang
terintegrasi, termasuk didalamnya customer touch-points dan customer channels dan
integrasi front office-back office. Operational CRM mengotomatisasi proses bisnis
yang berinteraksi secara langsung dengan pelanggannya (Beck dan Summer, 2001,
pp1-pp2). CRM memiliki berbagai macam aplikasi yang diterapkan dalam penjualan,
pemasaran dan pelayanan yang mendukung proses bisnis. Aplikasi proses bisnis
yang menerapkan hal diatas tergolong dalam aplikasi operasional. Aplikasi
operational CRM dibedakan menjadi dua, yaitu :
–
Customer-Facing Applications
Faktor utama dari aplikasi CRM Customer-Facing adalah contact center, Sales
Force Automation, dan field service . Disebut Customer-Facing karena pada
kenyataannya, aplikasi ini langsung berhubungan dengan pelanggannya.
–
Customer-Touching Applications
Faktor utama dari aplikasi CRM Customer-Touching Applications adalah
Campaign management, e-commerce, dan Self-Service Customer Support.
Disebut Customer-Touching karena pelanggan berhubungan langsung dengan
aplikasi sistem daripada berhubungan dengan perwakilan perusahaan.
Strategi operational CRM ini memfasilitasi tradisional CRM, yang berfokuskan
bagaimana membuat pelayanan, penjualan dan atau departemen pemasaran lebih
efisien dan meningkatkan profitabilitas perusahaan dan pelanggan. Sedangkan
infrastruktur dan servis dari Collaborative CRM membuat perusahaan dapat
berinteraksi dengan channelnya, yakni semua pihak yang memungkinkan
berhubungan dengan perusahaan.
36
•
Analytical CRM
Merupakan proses analisis dari data-data yang dihasilkan pada Operational CRM
•
Collaborative CRM
Aplikasi pelayanan yang terkolaborasi, seperti e-mail, personalized publishing, ecommunities, forum diskusi dan sarana lainnya yang dirancang untuk memfasilitasi
interaksi antara pelanggan dan pihak perusahaan.
CRM yang terdiri dari ketiga komponen diatas memiliki tujuan secara umum
yaitu untuk memaksimumkan keuntungan pelanggan sejalan dengan meningkatkan dan
memelihara kepuasan pelanggan.
Gambar 2.9 CRM Cycle
(Sumber : Beck dan Summer, 2001, p2)
Pada siklus CRM yang dapat dilihat pada gambar 2.9 di atas menjelaskan bahwa
masing-masing komponen saling bergantung pada komponen lainnya. Oleh karenanya
penerapan CRM yang ideal adalah penerapan secara keseluruhan komponen CRM yang
terintegrasi.
37
2.2.2
Analytical CRM
Tantangan bagi perusahaan sekarang ini adalah untuk mengerti apa yang menjadi
permintaan pelanggan dan memberikan respon, secara lebih baik, mengantisipasi
kebutuhan
mereka.
Namun,
banyak
perusahaan
hanya
berfokus
untuk
mengimplementasikan penggunaan CRM hanya sebatas untuk “mendengar” kebutuhan
dan keluhan dari pelanggan, yang pada praktisnya hanya terkonsentrasi pada komponen
operational dan collaborative CRM, sehingga analisis pemahaman dan pengenalan
terhadap pelanggan yang sebenarnya belum terjadi. Diperlukan komponen Analytical
CRM untuk mengoptimalisasi hubungan perusahaan dengan pelanggannya
Analytical CRM memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan suatu
pengetahuan akan pelanggan dan melakukan penaksiran atau estimasi terhadap
pelanggan berdasarkan data-data analisis yang dipakai. Pengetahuan yang didapat
perusahaan adalah tentang nilai pelanggan, yang dapat mendukung channel pelayanan
interaksi dengan lebih baik dan mendukung berbagai keputusan dalam mensinergi
penerapan operational dan atau collaborative CRM dalam proses penjualan dan
pemasaran produk, sehingga kedudukannya menjadi sangat esensial bagi komponen
CRM lainnya (Beck dan Summer , 2001, p2).
2.2.2.1 Pengertian Analytical CRM
Analytical CRM merupakan feedback loop antara interaksi pelanggan yang real
time yang terjadi pada front-end atau back–end scorecard untuk menganalisis apa yang
telah terjadi dan bagaimana meningkatkan cara perusahaan berinteraksi di kemudian hari.
Beck dan Summer (2001, p5) mengatakan bahwa analytical CRM adalah penggunaan
data pelanggan untuk analisis, pemodelan, dan evaluasi yang ditujukan untuk
mendukung perusahaan untuk membentuk suatu hubungan yang profitable antara
38
perusahaan dan pelanggannya. Analytical CRM terdiri dari semua programming yang
menganalisis data tentang pelanggan perusahaan, sehingga keputusan yang lebih cepat
dan lebih baik dapat dihasilkan (Anonim, 2001, pp1-pp2). Analytical CRM dapat
menyediakan hal-hal sebagai berikut :
•
Kelompok segmentasi pelanggan
•
Analisis profitabilitas, mengetahui pelanggan mana yang profitable selama kurun
waktu tertentu.
•
Personalisasi, kemampuan untuk memasarkan kepada pelanggan secara personal
berdasarkan data-data yang ada tentang pelanggan tersebut.
•
Event monitoring, yaitu segala aktivitas yang dilakukan pelanggan yang berkaitan
dengan perusahaan dan begitu pula sebaliknya tindakan perusahaan terhadap segala
yang berhubungan dengan pelanggannya, seperti promosi, transaksi, dsb.
Analytical CRM mampu melakukan segmentasi pelanggan, membedakan
pelanggan yang memiliki profitabilitas tinggi dengan tingkat akurasi yang lebih matang,
maka Return On Investment (ROI) akan suatu pelanggan dapat diprediksi dengan baik.
(Meta Group, 2000, p1). Dengan pengetahuan tersebut, penawaran yang tepat dan harga
yang tepat dapat ditawarkan pada saat yang tepat, kepada pelanggan yang memang
berpotensi untuk membelinya. Hal ini akan mengoptimaslkan pelanggan dan perusahaan.
Dengan kombinasi informasi tentang pelanggan dari semua sumber dan sarana informasi
vital lainnya yang berinteraksi dengan pelanggan, perusahaan dapat memperoleh
gambaran yang pasti tentang pelanggan dan perilakunya. Dengan demikian dukungan
perusahaan dalam melakukan personalisasi terhadap pelanggan dan menyesuaikan diri
39
seiring dengan kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi dari permintaan
pelanggan.
Analytical CRM digunakan juga sebagai alat untuk mengevaluasi profitabilitas
pelanggan, berdasarkan segmentasi dari hasil analisa yang kuat, dan meningkatkan ROI
dari pelanggan perusahaan. Dengan menganalisis profitabilitas pelanggan, perusahaan
dapat
melakukan segmentasi pelanggannya berdasarkan tingkat profitabilitasnya
sehingga dapat menetapkan target tingkat penjualannya terhadap masing-masing
pelanggan. Langkah selanjutnya adalah menindaklanjuti feedback loop dari hasil analisa
yang telah dilakukan untuk menentukan interaksi selanjutnya yang akan dibangun
dengan pelanggan (Meta Group, 2000, p2).
Gambar 2.10 Aliran Proses Feedback Loop Knowledge
(Sumber : Meta Group, 2000, p2)
2.2.2.2 Perbedaan Operational CRM dengan Analytical CRM
Tabel berikut ini menjelaskan perbedaan operational CRM dan analytical CRM.
40
Tabel 2.2 Perbedaaan Operational CRM dan Analytical CRM
(Sumber: http://www.ebizzasia.com/0217-2004/enterprise,0217,01.html)
OPERATIONAL CRM
•
•
•
•
•
•
•
•
Fokus
pada
transaksi
yang
menguntungkan
Menekankan pada akuisisi pelanggan
Mengukur nilai pelanggan dan
loyalitas
Terorganisasi berdasarkan fungsi dan
unit produk
Bergantung pada informasi dari
pelanggan
Interaksi proaktif dengan pelanggan
Dalam hal peningkatan, fokus ke
dalam perusahaan
Penerapan dan pembelajaran jangka
panjang (long-loop)
2.2.3
ANALYTICAL CRM
•
•
•
•
•
•
•
•
Fokus pada nilai jangka panjang
pelanggan
Menekankan pada mempertahankan
pelanggan
Mengukur kepuasan pelanggan
Terorganisasi beradasarkan
segmentasi pelanggan
Bergantung pada informasi mengenai
pelanggan
Interaksi personal seketika (real-time)
dengan pelanggan
Dalam hal peningkatan, fokus ke luar,
pelanggan
Penerapan dan pembelajaran jangka
pendek (short-loop)
Sistem Distribusi
2.2.3.1 Saluran Distribusi
Menurut David A. Revzan seperti yang dikutip oleh Royan (2004, p25), saluran
distribusi merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke
perantara dan akhirnya sampai kepada pemakai. Menurut The American Marketing
Association seperti yang dikutip oleh Royan (2004, p25), saluran distribusi diartikan
sebagai suatu struktur, yaitu organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang
terdiri atas agen, dealer, pedagang besar, dan pengecer, yang melaluinya sebuah
komoditi, produk, atau jasa yang dipasarkan. Betsy-Ann Toffler dan Jane Imber seperti
yang dikutip oleh Royan (2004, p25) menyebutkan bahwa saluran distribusi merupakan
sarana yang digunakan untuk memindahkan barang dagangan dari perusahaan
manufaktur ke pengguna akhir. Selanjutnya, C. Glenn Walters seperti yang dikutip oleh
Royan (2004, p25) menyebutkan bahwa saluran distribusi merupakan sekelompok
41
pedagang dan agen perusahaan yang mengombinasikan antara pemindahan fisik dan
nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu. Dari beberapa
definisi, saluran distribusi dapat didefinisikan sekelompok agen yang bekerja sama
untuk menyampaikan kebutuhan pasar ke pasar tujuan.
Adanya nilai ekonomis yang dimiliki oleh produk yang didistribusikan,
merupakan jawaban atas kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan (pemakai).
Keberadaan nilai ekonomis ini tidak lepas dari saluran distribusi. Nilai ekonomis yang
melekat pada suatu produk dapat dklasifikasikan menjadi empat faedah, yaitu:
•
Faedah bentuk (form utility)
Faedah muncul akibat perubahan bentuk yang dialami oleh suatu produk.
•
Faedah waktu (time utility)
Faedah muncul karena keberadaan produk yang sesuai dengan waktu kebutuhan,
keinginan, dan harapan pelanggan.
•
Faedah tempat (place utility)
Produk memiliki faedah tempat apabila produk tersebut berada pada tempat yang
tepat.
•
Faedah milik (possession utility)
Perubahan kepemilikan produk menjelaskan faedah ini. Kepemilikan produk dapat
dikatakan tepat apabila produk tersebut menciptakan kepuasan bagi pelanggannya.
Dari keempat faedah tersebut, tiga faedah, yaitu faedah waktu, tempat, dan
milik, dapat diciptakan melalui kegiatan pendistribusian produk. Pendistribusian produk
pada waktu yang tepat, ke tempat yang tepat, kepada pihak yang tepat, dapat
memberikan faedah-faedah tersebut.
42
Saluran-saluran distribusi dapat dibedakan berdasarkan:
•
Sifat produk
–
–
•
Produk industri
•
Produsen – pemakai
•
Produsen – distributor industri – pemakai
•
Produsen – agen – pemakai
•
Produsen – agen – distributor – pemakai
Produk konsumsi
•
Produsen – konsumen akhir
•
Produsen – pengecer dan konsumen akhir
•
Produsen – pedagang besar – pengecer dan konsumen akhir
•
Produsen – agen – pengecer dan konsumen akhir
•
Produsen – agen – pedagang besar – pengecer dan konsumen akhir
Kepemilikan
–
Saluran distribusi tunggal
–
Saluran distribusi spesial
–
Saluran distribusi campuran
Saluran distribusi pilihan dapat memakai beberapa outlet sebagai organisasi
yang terlibat dalam saluran distribusi tersebut. Mcacm-macam tipe outlet:
•
Retailer
•
Minimarket
•
Supermarket
•
Hypermarket
43
•
R2 (warung)
•
R3 (gerobak)
•
Insitusi (horeka)
•
Semi-grosir
•
Grosir
Tujuan saluran distibusi adalah menyampaikan produk kepada konsumen.
Tindakan konsumsi produk dapat dilakukan oleh konsumen apabila konsumen mampu
mendapatkan produk tersebut. Suatu produk tidak dapat sampai ke tangan konsumen
apabila produk tersebut tidak didistribusikan secara maksimal. Kunci pendistribusian
produk secara maksimal adalah spreading, coverage, dan penetration (SCP). SCP ini
juga menjadi salah satu kunci untuk mencapai loyalitas konsumen secara langsung
kepada produk yang dikonsumsi dan secara tidak langsung kepada agen distribusi
produk tersebut.
2.2.3.2 Konsep Spreading, Coverage, dan Penetration (SCP)
Menurut Royan (2004, pp63-pp65), dalam bisnis distribusi, ada komponenkomponen penting yang harus dipertimbangkan, antara lain :
•
Spreading (Penyebaran)
Distributor memetakan area berdasarkan parameter tertentu, misalnya keadaan
geografis, jumlah penduduk, jarak, jumlah outlet, dan lain-lain. Setelah pemetaan,
langkah selanjutnya dilakukan penempatan distribution point untuk melayani outlet
potensial yang berada di daerah yang akan dimasuki. Oleh sebab itu, ini kegiatan
spreading adalah memperluas area distribusi berdasarkan kekuatan produksi
produsen (principal) untuk memenuhi area distribusi yang telah dikembangkan.
44
•
Coverage (Cakupan)
Coverage yang luas berarti produk principal dapat memenuhi seluruh outlet yang
ada. Syarat pemenuhannya adalah produk dapat dijual di seluruh outlet yang ada,
dengan kunjungan rutin ke outlet dan pemberian informasi yang menyeluruh melalui
peliputan ke outlet tersebut. Peliputan outlet dapat dilakukan secara maksimal
dengan adanya armada penjualan yang memadai.
•
Penetration (Penetrasi)
Penetration merupakan aktivitas penembusan berbagai produk ke outlet yang ada.
Kegiatan ini bergantung pada kemampuan sales force menjual beraneka produk yang
ada ke outlet. Akan tetapi, berbagai produk yang ditawarkan tersebut sesuai dengan
kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan.
2.2.3.3 Hubungan Antara Spreading, Coverage, dan Penetration
Distribusi
tidak
saja
mengoptimalkan
spreading,
juga
memperhatikan
kemampuan coverage dan penetration produk kepada outlet. Spreading, coverage, dan
penetration adalah satu kesatuan yang membentuk suatu kesatuan yang membentuk
suatu kekuatan yang disebut network. Perluasan daerah distribusi tanpa melakukan
coverage dan penetration, spreading yang dilakukan akan menjadi sia-sia. Oleh karena
itu, SCP merupakan suatu kesatuan yang membantu mendistribusikan produk untuk
mencapai tingkat ketersediaan produk relatif lebih maksimal dan relatif mempersingkat
pencarian produk yang dilakukan oleh pelanggan.
2.2.4
Analisis Porter
45
Menurut Porter (1993, p4), model analisa pada gambar 2.11 merupakan model
lima kekuatan persaingan Porter untuk mengidentifikasi ancaman dari luar perusahaan,
sehingga perusahaan dapat mempersiapkan strategi untuk meminimalkan pengaruh
ancaman tersebut. Perusahaaan juga harus dapat mempertimbangkan perkembangan para
pesaingnya. Disamping itu, perusahaan harus dapat meminimalkan biaya yang harus
mereka keluarkan dan membuat dirinya lebih unik di mata pelanggan sehingga
perusahaan mereka memiliki perbedaan dengan para pesaingnya.
Gambar 2.11 Model Persaingan Porter
(Sumber: http://www.clubmoa.asso.fr/users_private/webmaster/RE05-DG-en1.gif)
2.2.4.1 Komponen-Komponen Analisis Porter
Komponen-komponen yang dianalisis dalam menggunakan model Porter sebagai
berikut :
•
Ancaman pendatang baru (new entrants)
Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri akan tergantung dari besar
atau kecilnya hambatan masuk yang ada. Jika hambatan itu besar, maka ancaman
masuknya pendatang baru akan rendah. Hambatan tersebut seperti membatasi harga
46
dan menentukan tingkat investasi yang dibutuhkan untuk merintangi masuknya
pendatang baru.
•
Kekuatan penawaran pembeli (buyer)
Pembeli bersaing dengan industri dengan cara memaksa harga turun, tawar menawar
untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai
pesaing satu sama lain. Pembeli akan mempunyai daya tawar – menawar yang tinggi
jika situasi berikut terjadi
–
Pembeli membeli dalam jumlah relatif besar terhadap penjualan pihak penjual
–
Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau pembelian
yang cukup besar dari pembeli
•
–
Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi
–
Pembeli menghadapi biaya pengalihan yang kecil
–
Pembeli mempunyai informasi lengkap
–
Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik.
Ancaman produk substitusi (subtitute product or service)
Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga
tertinggi (selling price) yang dapat diberikan oleh perusahaan dalam industri. Produk
pengganti yang perlu mendapatkan perhatian basar adalah produk – produk yang :
–
Harganya cenderung menjadi semakin murah dibandingkan dengan produk yang
dihasilkan oleh perusahaan
–
•
Dihasilkan oleh distribusi yang berskala besar dan sangat menguntungkan
Kekuatan penawaran pemasok (supplier)
47
Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar–menawar terhadap para peserta
industri dengan mengancam akan menaikkan harga atau menurunkan mutu produk
atau jasa yang dibeli. Para pemasok akan mempunyai daya tawar–menawar yang
tinggi apabila terdapat hal–hal berikut tsb:
–
Para pemasok didominasi untuk beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi
dibandingkan industri dimana mereka mensual.
•
–
Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri.
–
Industri tidak mempunyai pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok.
–
Produk pemasok merupakan input penting bagi industri.
–
Produk kelompok pemasok terdiferensiasi.
Persaingan industri (competitor)
Tingginya tingkat persaingan antar pesaing di dalam suatu industri merupkan akibat
dari beberapa fakor seperti jumlah pesaing yang banyak atau seimbang, pertumbuhan
industri yang lamaban, biaya tetap yang tinggi, tidak adanya diferensiasi,
penambahan kapasitas dalam jumlah besar, dan pesaing yang beragam.
2.2.4.2 Tujuan Analisis Porter
Tujuan dari Analisis Porter adalah sebagai berikut :
•
Mengetahui posisi perusahaan
•
Mengetahui pesaing–pesaing atau hambatan–hambatan yang harus dihadapi
perusahaan
•
Mengetahui keadaan eksternal yang harus dihadapi perusahaan
2.2.5
Analisis SWOT
2.2.5.1 Pengertian Analisis SWOT
48
Analisis SWOT menurut Rangkuti (2006, pp18-pp19) adalah identifikasi
berbagai faktor strategi secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan
berdasarkan logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang
(opportunities), namun secara bersaman dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses)
dan ancaman (threats).
2.2.5.2 Matrik SWOT
Matrik SWOT menurut Rangkuti (2006, pp31-pp32) adalah alat yang dipakai
untuk menyusun faktor-faktor strategi perusahaan. Matrik ini dapat menggambarkan
secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimilikinya. Matrik ini dapat
menghasilkan empat kemungkinan strategi, antara lain :
•
Strategi SO
Strategi yang memanfaatkan kekuatan perusahaan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang sebesar-besarnya.
•
Strategi ST
Strategi yang memanfaatkan kekuatan perusahaan untuk mengatasi ancaman.
•
Strategi WO
Strategi yang memanfaatkan peluang perusahaan dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada.
•
Strategi WT
Strategi yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan perusahaan
serta menghindari ancaman.
49
Tabel 2.3 Matriks SWOT
(Sumber: Rangkuti 2006, p31)
IFAS
EFAS
OPPORTUNITIES (O)
- Tentukan faktor peluang
eksternal
TREATHS (T)
- Tentukan faktor ancaman
eksternal
STRENGTH (S)
- Tentukan faktor-faktor
kekuatan internal
WEAKNESSESS (W)
- Tentukan faktor-faktor
kelemahan internal
STRATEGI SO
- Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
STRATEGI WO
- Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan
peluang
STRATEGI ST
- Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT
- Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman
2.2.5.3 Matrik Faktor Strategi Eksternal (EFAS-External Strategic Analysis
Summary)
Sebelum membuat penilaian EFAS, faktor strategi eksternal perlu diketahui
terlebih dahulu. Berikut ini adalah cara–cara penentuan faktor strategi ekstenal
(EFAS ) (Rangkuti, 2006, pp22-pp23) :
•
Susunlah peluang dan ancaman dalam kolom satu
•
Beri bobot masing–masing faktor dalam kolom dua, mulai dari 1,0 (sangat
penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor – faktor tersebut kemungkinan
dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis
•
Hitung rating (dalam kolom tiga) untuk masing–masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari empat (outstanding) sampai dengan satu (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi yang bersangkutan.
Pemberian nilai rating untuk faktr peluang bersifat positif (peluang yang semakin
besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil , diberi rating +1). Pemberian
50
nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya
sangat besar, rating-nya adalah satu. sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit
rating-nya empat
•
Kalikan bobot pada kolom dua dengan rating pada kolom tiga, untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom empat. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk
masing–masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)
sampai dengan 1,0 (poor)
•
Gunakan kolom lima untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor–
faktor tertentu dipilih dan bagaimana nilai pembobotannya dihitung
•
Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom empat), untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor – faktor strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan
ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
Tabel 2.4 Tabel Penilaian EFAS
(Sumber: Rangkuti, 2006, p24)
FAKTOR-FAKTOR
STRATEGI EKSTERNAL
PELUANG:
1. Peluang satu
2. Peluang dua
TOTAL
BOBOT
RATING
BOBOT X
RATING
51
ANCAMAN:
1. Ancaman satu
2. Ancaman dua
TOTAL
2.2.5.4 Matrik Faktor Strategi Internal (IFAS-Internal Strategic Analysis Summary)
Sebelum membuat penilaian IFAS, faktor strategi internal perlu diketahui
terlebih dahulu. Berikut ini adalah cara – cara penentuan faktor strategi internal (IFAS)
(Rangkuti, 2003, pp24-pp26) :
•
Tentukan faktor – faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam
kolom satu
•
Beri bobot masing – masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling
penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor–faktor tersebut
terhadap posisi strategis perusahaan. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh
melebihi skor total 1,00 )
•
Hitung rating (dalam kolom tiga) untuk masing–masing faktor dengan memberikan
skala mulai dari empat (outstanding) sampai dengan satu
(poor), berdasarkan
pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perubahan yang bersangkutan. Variabel
yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai +1
sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata–rata
industri atau dengan pesaing utama, sedangkan variabel yang bersifat negatif,
kebalikannya.
52
Tabel 2.5 Tabel Penilaian IFAS
(Sumber: Rangkuti, 2006, p25)
FAKTOR-FAKTOR
STRATEGI INTERNAL
BOBOT
RATING
BOBOT X
RATING
KEKUATAN:
1. Kekuatan satu
2. Kekuatan dua
TOTAL
KELEMAHAN :
1. Kelemahan satu
2. Kelemahan dua
TOTAL
2.2.5.5 Penilaian EFAS dan IFAS
Setelah melakukan perhitungan EFAS dan IFAS, posisi perusahaan dalam
diagram analisis SWOT dapat ditentukan. Diagram ini (gambar 2.12) memiliki
beberapa kuadran, yaitu:
•
Kuadran satu
Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki
peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif (growth-oriented strategy).
•
Kuadran dua
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki
kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
53
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi produk atau pasar.
•
Kuadran tiga
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia
menghadapai beberapa kendala/kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran
tiga ini mirip dengan Question Mark pada BCG matrik. Fokus strategi perusahaan
ini adalah meminimalkan masalah–masalah internal perusahaan sehingga dapat
merebut peluang pasar yang lebih baik
•
Kuadran empat
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut
menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Gambar 2.12 Diagram Analisis SWOT
(Sumber: Rangkuti, 2006, p19)
54
2.2.6
Critical Succes Factor (CSF)
2.2.6.1 Pengertian CSF
Critical Success Factor (CSF) adalah beberapa area kritis di dalam perusahaan
yang harus berjalan dengan baik sehingga perusahaan dapat berkembang. Faktor – faktor
ini menjadi penentu bagi perusahaan dalam mencapai tujuan yang dilakukannya ( Tozer,
1996, p41). Sedangkan menurut Martin, Critical Success Factor (CSF) adalah sejumlah
area terbatas dimana hasil yang memuaskan akan menjamin peforma yang kompetitif
untuk suatu individu , departemen atau suatu organisasi. (Martin, 1990, p89)
2.2.6.2 Pengaruh dari CSF
Analisis Critical Success Factor memiliki dua pengaruh bagi eksekutif. Pertama,
membantu untuk fokus pada aktifitas–aktifitas yang paling penting. Kedua, membantu
para eksekutif untuk berpikir jenis informasi yang mereka butuhkan. Hal itu membantu
perencanaan sistem informasi untuk mengidentifikasi informasi kritis dan mendapatkan
informasi tersebut untuk para eksekutif yang membutuhkannya dengan decision- support
tools dan sumber daya–sumber daya.
2.2.7
Use Case Diagram
Use case adalah sebuah pola interaksi antara sistem dan actor dalam application
domain (Mathiassen, L., Munk-Madsen, A., Nielsen, P. A., dan Stage, J., 2000, p120).
Aktor (actor) adalah abstraksi pengguna (users) atau sistem lain yang
berinteraksi dengan sistem tujuan (Mathiassen, L., Munk-Madsen, A., Nielsen, P. A.,
dan Stage, J., 2000, p119).
Asosiasi (associations) antara aktor dan use case digambarkan dengan garis
penuh. Asosiasi digunakan ketika aktor terlibat dalam sebuah interaksi yang
dideskripsikan oleh use case yang terkait. (Ambler, S. W., 2006, p1).
55
System boundary boxes berbentuk kotak, digunakan untuk mengindikasikan
cakupan sistem. Hal-hal yang berada dalam kotak melambangkan fungsionalitas yang
berada dalam cakupan, sedangkan yang tidak berada dalam kotak bukan merupakan
cakupan sistem (Ambler, S. W., 2006, p1).
Use case diagram merupakan diagram perilaku yang digunakan oleh Unified
Modeling Language (UML). Tujuan diagram ini adalah menggambarkan fungsionalitas
sistem, dalam konteks aktor, tujuan aktor, yang diwakili oleh use cases, dan
tergantungan antara use cases tersebut (Ambler, S. W., 2006, p1).
Gambar 2.13 Contoh Use Case Diagram
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Use_case_diagram)
56
2.2.8
Sequence Diagram
Teknik penggambaran urutan pesan (message) telah dimasukkan dalam diagram
UML dengan nama sequence diagram. Sequence diagram memperlihatkan garis vertical
parallel yang melambangkan aktivasi objek, dan garis horizontal yang menggambarkan
pertukaran pesan di antara objek (Wikimedia Foundation, Inc., 2008, p1).
Sequence diagram memperlihatkan interaksi antara objek, yang diatur dalam
sebuah urutan waktu. Sequence diagram dapat digambarkan pada tingkatan detil yang
berbeda dan memenuhi tujuan yang berbeda pada tahap daur hidup pengembangan yang
berbeda. Aplikasi yang paling umum dari sequence diagram adalah merepresentasikan
interaksi objek secara detil yang terjadi untuk satu use case atau untuk satu operasi.
(Bennett, S., McRobb, S., dan Farmer, R., 2002, p234).
Untuk menggambarkan interaksi, pesan digunakan. Garis horizontal dengan
nama pesan tertulis di atasnya melambangkan pesan. Activation boxes, atau method-call
boxes, adalah kotak yang digambarkan di atas lifelines, untuk merepresentasikan proses
sedang dilakukan dalam merespon pesan (Wikimedia Foundation, Inc., 2008, p1).
Ketika objek dihancurkan (destroyed – dihilangkan dari memory) tanda ‘X’
digambarkan di atas ujung lifelines. Penghancuran ini merupakan hasil dari pesan, atau
dari objek itu sendiri (Wikimedia Foundation, Inc., 2008, p1).
57
Gambar 2.14 Contoh Sequence Diagram
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Sequence_diagram)
Download