1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan penatakelolaan pemerintahan yang baik (good government governance). Pada sektor publik tujuan utama organisasi adalah pemberian pelayanan publik (public service). Fenomena yang diamati dalam perkembangan sektor publik adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik seperti : pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah, unit-unit kerja pemerintah, departemen dan lembaga-lembaga negara. Organisasi sektor publik dituntut untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial, serta dampak negatif atas aktifitas yang dilakukan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Perubahan pada sektor publik ditandai dengan terbitnya Undang-Udang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara serta Peraturan 2 Pemerintah No. 24 Tahun 2005 yang kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. “Mardiasmo (2002) menyatakan tiga aspek utama yang mendukung terciptanya pemerintahan yang baik (good governance) antara lain; pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Ketiga aspek tersebut pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya.” Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar eksekutif untuk turut mengawasi kinerja pemerintah. Pengendalian memberikan gambaran tentang metode dan prosedur yang digunakan oleh organisasi untuk mengendalikan kinerjanya. Sedangkan mekanisme pemeriksaan merupakan sebuah mekanisme yang dapat menggerakkan makna akuntabilitas dalam pengelolaan sektor pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau instasi pengelola aktiva negara lainnya. Undang-undang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai sistem pengendalian intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008. 3 Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Pengawasan intern dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Aparat pengawasan intern pemerintah melakukan pengawasan intern melalui: audit; reviu; evaluasi; pemantauan; dan kegiatan pengawasan lainnya. Aparat pengawasan intern pemerintah terdiri atas: BPKP; Inspektorat Jenderal; Inspektorat Provinsi; dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Mengacu pada pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK RI atas laporan keuangan pemerintah provinsi papua barat TA 2011, yang laporannya telah disampaikan kepada BPK oleh gubernur papua barat pada tanggal 14 Juni 2012 (unaudited), BPK menyimpulkan “tidak memberikan pendapat” (disclaimer). Pemberian opini “tidak memberikan pendapat” (disclaimer), karena BPK tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan dan lingkup pemeriksaan BPK tidak cukup untuk memungkinkan BPK menyatakan pendapat. Hal ini berarti bahwa pemerintah provinsi papua barat masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menjalankan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dengan baik. Atas beberapa permasalahan yang menjadi temuan tersebut, sesuai ketentuan pasal 20 4 UU No. 15 Tahun 2004, pejabat pemerintah provinsi papua barat dalam hal ini gubernur, memiliki kewajiban untuk menindak lanjuti hasil pemeriksaan BPK. Dari permasalan dimaskud maka dapat disimpulkan bahwa diperlukan adanya pengawasan intern yang baik agar dapat mendorong terwujudnya good governance dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Karena pengawasan intern merupakan seluruh proses dari kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Aparat pengawasan intern pemerintah dalam melaksanakan tugasnya diharapkan agar menjaga independen dan obyektif dalam memberikan penilaiaan. Auditor internal pemerintah yang bertugas melakukan pemeriksaan atas lembaga pemerintah dituntut untuk bertindak secara profesional. Auditor internal pemerintah diharapkan memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukan. Auditor yang independen adalah seorang yang dapat mengungkap semua kesalahan dan penglihatan yang dapat ditentukan dan hal ini tidak mempengaruhi persepsi dari laporan yang diberikan. “Sikap seorang auditor terhadap pekerjaan yang ditekuninya, secara potensial juga dipengaruhi oleh bagaimana persepsi auditor tersebut terhadap pekerjaannya, (Satria dan Agusta [2009])”. Dalam kondisi tertentu, pengimplementasian tersebut 5 akan menghadapkan auditor pada situasi dilema etika. “Situasi dilema etika dapat digambarkan sebagai pertanyaan bagaimana seharusnya menyingkapi suatu keadaan untuk menetapkan apakah suatu tindakan merupakan perbuatan etis atau tidak etis, (BPKP, [2008]).” Pemahaman auditor atas kode etik dapat disebut sebagai persepsi auditor atas kode etik. Pelaksanaan audit intern dilingkungan instansi pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada gubernur/bupati/walikota adalah Inspektorat. Tugas dari inspektorat adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan didaerah provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan didaerah kabupaten/kota. Untuk menjaga perilaku pejabat yang berwenang maka disusun suatu peraturan yang mengatur tentang kode etik aparat pengawasan intern pemerintah. Peraturan yang mengatur tentang Norma Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawasan Pemerintah tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2007. Norma pemeriksaan satuan pengawas intern dimaksud agar pejabat pengawas (auditor) dapat bersikap dan bertindak secara profesional dalam melaksanakan pekerjaannya. Untuk menjaga mutu hasil audit yang dilaksanakan oleh aparat pengawasan intern pemerintah, disusun standar audit. Standar audit aparat pengawasan internal pemerintah diatur dengan Peraturan Menteri Negara 6 Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Adanya norma pengawasan, kode etik dan standar, diharapkan agar publik dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan dengan memahami standar dan menaati kode etik profesi, agar pelaksanaan kinerja profesional dapat sesuai dengan tujuan penugasan sehingga kinerja optimal dapat tercapai. “Rai (2008) berpendapat bahwa pengukuran kinerja diperlukan untuk menilai tingkat besarnya terjadi penyimpangan antara kinerja aktual dan kinerja yang diharapkan. Dengan mengetahui penyimpangan tersebut, dapat dilakukan upaya perbaikan dan peningkatan kinerja”. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Pengukuran kinerja berfungsi untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan. Agar organisasi dapat mencapai good governance, harus menunjukkan kinerja terbaik. Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi tersebut mampu melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Hasil pemeriksaan yang kurang efektif dapat terjadi sebagai akibat dari masih relatifnya kinerja pengawas. Kinerja pengawas yang lemah akan membantu peluang terjadinya ketidak efisienan penggunaan dana dan daya. Oleh karena itu efektivitas dalam pemeriksaan juga sangat penting untuk dilakukan agar terciptanya pembangunan pemerintah yang baik. 7 Dari pembahasan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Independensi, Profesionalisme, Kompleksitas Tugas dan Tekanan Anggaran Waktu terhadap Efektivitas Pemeriksaan.” 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah independensi auditor inspektorat papua barat berpengaruh terhadap efektivitas pemeriksaan? 2. Apakah profesionalisme auditor inspektorat papua barat berpengaruh terhadap efektivitas pemeriksaan? 3. Apakah kompleksitas tugas auditor inspektorat papua barat berpengaruh terhadap efektivitas pemeriksaan? 4. Apakah tekanan anggaran waktu auditor inspektorat papua barat berpengaruh terhadap efektivitas pemeriksaan? 1.3. Batasan Masalah Penelitian hanya terbatas pada pengaruh independensi, profesionalisme, kompleksitas tugas dan tekanan anggaran waktu auditor inspektorat papua barat terhadap efektivitas pemeriksaan. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian: untuk mengetahui, menganalisis dan membuktikan pengaruh independensi, profesionalisme, kompeksitas tugas dan tekanan anggaran waktu auditor inspektorat papua barat terhadap efektivitas pemeriksaan. 8 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota papua barat khususnya inspektorat. Diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna untuk pengembangan kualitas mengenai pemahaman dan ketaatan terhadap kode etik dalam rangka optimal kerja aparat pemerintah terkait dengan independensi, profesionalisme, kompeksitas tugas dan tekanan anggaran waktu pegawai dalam bekerja sehingga kinerja aparat pemerintah seperti yang diharapkan dapat tercapai dan pada akhirnya pencapaian dari good governance dapat terwujud. 2. Auditor. Diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka menjalankan tugas profesinya, khususnya pada saat memberikan penilaian terhadap kualitas audit yang dihasilkan. 3. Akademisi. Diharapkan dapat menambah wawasan serta memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian tentang akuntansi dalam bidang pengauditan, khususnya mengenai internal audit dan masukan mengenai penelitian yang sejenis dan sebagai mengembangkan penelitian selanjutnya. dasar referensi untuk