dampak surat edaran bank indonesia nomor 15/40

advertisement
DAMPAK SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/40/DKMP
TAHUN 2013 TERHADAP PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
ANA FIANDANI SOFYANA
NIM: 1110046100019
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 11 September 2014
Ana Fiandani Sofyana
ii
ABSTRAKSI
Ana Fiandani Sofyana, 1110046100019, “Dampak Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/40/DKMP Terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada PT.
Bank Syariah Mandiri”, Program Strata I, Program Studi Muamalat, Konsentrasi
Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014.
Dalam perkembangan pembiayaan kendaraan bermotor di bank syariah yang
semakin meningkat akhir-akhir ini bisa berpotensi menimbulkan berbagai risiko
sehingga bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan
kendaraan bermotor. Dalam hal ini, Bank Indonesia kemudian mengelarkan kebijakan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP yang mengatur kenaikan
DP minimum yang harus dibayar nasabah saat mengajukan pembiayaan. Tujuan
penelitian yaitu (1) Untuk menganalisis dampak-dampak yang terjadi pada
pembiayaan kendaraan bermotor di Bank Syariah Mandiri pasca dikeluarkannya
SEBI No. 15/40/DKMP; (2) Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap
pembiayaan kendaraan bermotor; (3) untuk menganalisis pengaruh BI rate terhadap
pembiayaan kendaraan bermotor; (4) Untuk menganalisis strategi yang dilakukan
Bank syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SEBI No. 15/40/DKMP tahun 2013.
Pengumpulan data dilakukan melalui data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak BSM, sedangkan data sekunder
diperoleh dari web yang berkaitan dengan penelitian, serta analisis kuantitatif Regresi
dengan Variabel Dummy dengan Regresi Linear Berganda menggunakan Software
SPSS versi 21,0 for Windows. Dalam upaya mengetahui dampak kebijakan tersebut,
peneliti menggunakan variabel bebas Dummy DP, inflasi, dan BI rate terhadap
pembiayaan kendaraan bermotor di BSM.
Dari hasil uji regresi linear berganda, variabel (X) berpengaruh secara
keseluruhan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor (49,6%) dan uji F
menunjukkan pengaruh nyata secara keseluruhan. Sedangkan secara parsial ketiga
variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan karena nilai t hitung ketiga
variabel bebas tersebut lebih besar dari taraf alpha 0,05. Hal ini dikarenakan BSM
telah melakukan strategi khusus guna mengantisipasi kebijakan tersebut yaitu dengan
adanya program COP (Car Ownership Program), sehingga pembiayaan kendaraan
bermotor di BSM setelah adanya kebijakan DP tersebut relatif stabil dan cenderung
meningkat tiap bulannya.
Kata Kunci: Pembiayaan Kendaraan Bermotor, Dummy DP, Inflasi, BI rate.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa
jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan
juga ummatnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak
kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun,
berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Phil. J.M. Muslimin, MA. sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Ketua Prodi Muamalat
(Ekonomi Islam) dan Abdurrauf, MA., sebagai Sekretaris Prodi Muamalat
(Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. M. Zainul Arifin sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis.
4. M. Nur Rianto Al Arif, SE, M. Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis
yang telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
5. Segenap pihak Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Slipi yang telah
bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini.
iv
6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai,
hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Orang tua tercinta Ahmad Sofyan Sauri dan Dwi Wuryani Esti yang selalu
membimbing dan mendukung penulis baik moril maupun materiil tanpa
pernah mengeluh dan berputus asa tetap memberikan motivasi kepada penulis
dalam kondisi senang maupun susah. Serta adik satu-satunya Muhammad
Hasan Syifa yang turut memberikan motivasi dan doanya bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada bapak Hadi Wajaya Arifin selaku Mortgage Alliance Departement
Head Consumer Banking Division Bank Syariah Mandiri, serta bapak Aep
Saeful Bahri yang telah membantu memberikan data-data yang dibutuhkan
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Nur Kurota Ayun yang selalu bersama sejak
awal masuk kuliah. Titin Nurasiah yang selalu memotivasi dan bersama-sama
berjuang dari awal pengerjaan skripsi ini. Devita Octaviani, Ika Kartika,
Mahrun Nisa Ali yang sama-sama berjuang selama masa perkuliahan hingga
akhir.
11. Teman-teman Mahasiswa jurusan Perbankan Syariah kelas A angkatan 2010,
yang selalu membantu dan menemani penulis selama masa perkuliahan
v
berlangsung. Menjalani susah senang bersama menanggung beban bersama
seperti keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap
teguh mencapai cita-cita kita.
12. Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Perbankan Syariah yang masih banyak lagi yang penulis tidak bisa
sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua dukungan dan bantuannya
dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian
skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga
segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT
serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.
Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para
pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar
skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat
seluruhnya.
Jakarta, 11 September 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
ii
ABSTRAKSI ........................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
x
BAB I:
BAB II:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................
8
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ..............................................
9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
10
E. Sistematika Penulisan ..................................................................
12
TINJAUAN TEORITIS
A. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah ...................................
13
B. Uang Muka (Down Payment) ......................................................
29
C. Uraian Singkat SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 .................
30
D. Teori Inflasi ..................................................................................
33
E. Teori Suku Bunga ........................................................................
37
F. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu) ..................................
40
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian .........................................................................
43
B. Hipotesis ......................................................................................
51
C. Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................
52
vii
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum PT. Bank Syariah Mandiri ............................
53
B. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada Bank Syariah Mandiri ..
56
C. Dampak SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 pada Pembiayaan
Kendaraan Bermotor Bank Syariah Mandiri ...............................
59
D. Uji Asumsi Klasik ........................................................................
63
E. Uji Regresi Linier Berganda .........................................................
68
F. Pembahasan...................................................................................
73
G. Strategi Khusus Sebagai Respon BSM Akibat Dikeluarkannya
SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 ...........................................
BAB V:
76
PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................
78
B. Saran..............................................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Perkembangan Pembiayaan KPR & KKB BSM .............................
Tabel 4.1
Porsi Pembiayaan Konsumer Untuk PKB dan Multifinance
6
BSM 2012-2013 .............................................................................. 58
Tabel 4.2
Perbandingan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM ................. 60
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas ........................................................................ 63
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas .............................................................. 65
Tabel 4.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 66
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi ..................................................................... 67
Tabel 4.7
Hasil Uji Regresi Linier Berganda .................................................. 68
Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................... 70
Tabel 4.9
Uji t-Hitung .................................................................................... 71
Tabel 4.10
Uji F-Hitung ................................................................................... 71
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Skema Bai’ al-Murabahah ............................................................... 20
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................... 52
Gambar 4.1
Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri ........................ 56
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tingginya permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor membuat
perbankan syariah makin bergairah memberikan pembiayaan kendaraan bermotor
(kepemilikan kendaraan bermotor syariah atau KKB iB), hal itu terlihat dari
bertambahnya kapasitas produksi oleh produsen kendaraan bermotor.1 Penjualan
mobil dari distributor ke dealer (wholesale) pada 2012 berdasarkan laporan dari
salah satu anggota GAIKINDO mencapai 1,161 juta unit atau naik 24,8% dari
tahun sebelumnya 894,164 unit.2 Sedangkan untuk penjualan sepeda motor 2012
turun 11,2% dibandingkan tahun sebelumnya 8,034 juta unit menjadi 7,141 juta
unit.3 Banyaknya permintaan masyarakat dalam mengajukan pembiayaan
kendaraan bermotor ini membuat lembaga-lembaga keuangan berlomba untuk
memberikan pembiayaan yang terbaik yang sesuai dengan minat konsumen.
Seiring dengan meningkatnya pembiayaan kendaraan bermotor yang
sangat signifikan, hal ini berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi perusahaan
1
Info Bank News, “KKB iB Makin Gencar di Pasar Otomotif”, artikel ini diakses pada
tanggal 24 Desember 2013 dari www.infobanknews.com/2010/09/kkb-ib-syariah-makin-gencar-dipasar-otomotif/
2
Kompas Otomotif, “Rekor Baru Penjualan Mobil di Indonesia, 1,161 Juta Unit”, artikel ini
diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/11/6126/2012.
Rekor.Baru.Penjualan.Mobil.di.Indonesia.1.161.Juta.Unit
3
Kompas Otomotif, “Penjualan Sepeda Motor Nasional 2012 Turun 11,2 Persen”, artikel ini
diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/08/6066/
Penjualan.Sepeda.Motor.Nasional
1
2
pembiyaan dan juga dalam rangka meningkatkan prinsip kehati-hatian perusahaan
pembiayaan dalam menyalurkan pembiayaan kendaraan bermotor. Berdasarkan
hal itu, maka pada tanggal 15 Maret 2012 dikeluarkannya Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 14/10/DPNP Perihal Penetapan Manajemen Risiko Pada Bank
Yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan
Bermotor. Dalam ketentuan tersebut, ditetapkan DP bagi KKB untuk roda dua
minimal sebesar 25%, roda empat minimal 30%, dan roda empat atau lebih untuk
keperluan produktif minimam DP 20%.4 Ketentuan tersebut hanya berlaku bagi
kredit kendaraan bermotor konvensional saja, sedangkan pembiayaan kendaraan
bermotor syariah belum dikenai ketentuan DP minimum tersebut.
Dampak
dikeluarkannya
peraturan
tersebut
adalah
menurunnya
pembiayaan konvensional yang mana di sisi lain meningkatkan pembiayaan
syariah. Menurut data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK), sebelum aturan DP bagi multifinance konvensional diberlakukan,
porsi pembiayaan baru melalui jalur syariah hanya sekitar 2%. Namun, begitu
aturan DP tersebut diberlakukan, pembiayaan syariah tumbuh hingga kisaran 13%
atau Rp 14 triliun per Oktober 2012.5 Meningkatnya pembiayaan syariah ini
menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih uang muka atau DP yang rendah
dalam pembiayaannya.
4
Okezon, “BI: Uang Muka Kredit Mobil Minimal 30%, Motor 20%”, artikel ini diakses pada
tanggal 24 Desember dari m.okezon.com/read/2012/03/16/20/594330/bi-uang-muka-kredit-mobilminimal-30-motor-20
5
Info Bank News, “Efek Samping Kenaikan DP Pembiayaan Syariah”, artikel ini diakses
pada tanggal 24 Desember 2013 dari www.infobanknews.com/2013/03/efek-samping-kenaikan-dppembiayaan-syariah/
3
Bank syariah atau lembaga pembiayaan syariah yang melakukan
penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor telah menjadi alternatif ampuh
konsumen dalam menghindari uang muka yang tinggi bagi pembiayaan
konvensional. Banyak konsumen yang setelah diberlakukannya DP minimum
tersebut beralih mengajukan pembiayaan di multifinance syariah. Hal ini
dikarenakan tingginya uang muka yang harus dibayarkan di pembiayaan
konvensional.
Namun, di sisi lain, Bank Indonesia mengkhawatirkan risiko-risiko yang
akan dihadapi bank syariah atau multifinance syariah yang kebanjiran konsumen
untuk mengajukan pembiayaan kendaraan bermotor. Risiko itu di antaranya
adalah gagal bayar atau kredit macet. Selain risiko yang harus dihadapi, bank
syariah atau multifinance syariah juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian
dalam menyalurkan pembiayaan. Oleh karena itu, pada tanggal 27 November
2012 Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 14/33/DPbS
tentang Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah atau KPR
dan Kendaraan Bermotor Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Surat edaran tersebut bertujuan untuk meminimalisir risiko kredit bagi
bank syariah yang memiliki eksposur pembiayaan properti besar. BI juga
memperketat pembiayaan kendaraan bermotor syariah yang terlampau ekspansif
dan dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank. Aturan minimal uang muka ini
menjadi salah satu manajemen risiko pembiayaan, mengingat bahwa kegiatan
suatu lembaga dalam menyalurkan pembiayaan berpotensi terhadap suatu risiko.
4
Kebijakan tentang uang muka minimum yang harus dibayar yang tertuang
dalam Surat Edaran BI Nomor 14/10/DPNP dan Surat Edaran BI Nomor
14/33/DPbS sudah tidak berlaku lagi seiring dengan diterbitkannya ketentuan
baru yang menyempurnakan ketentuan sebelumnya yaitu dengan dikeluarkannya
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP pada tanggal 24 September
2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan
Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan
Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.6
Ketentuan tersebut mulai berlaku pada tanggal 30 September 2013 serentak untuk
bank konvensional, bank syariah, dan unit usaha syariah. 7 Peraturan tersebut
bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan
perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Aturan minimal uang
muka ini menjadi salah satu manajemen risiko pembiayaan, mengingat bahwa
kegiatan suatu lembaga dalam menyalurkan pembiayaan berpotensi terhadap
suatu risiko.
PT. Bank Syariah Mandiri (selanjutnya disebut BSM) yang berdiri pada
tanggal 25 Okober 1999, sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto,
SH, No. 23 tanggal 8 September 1999. Ini merupakan bank syariah yang berdiri
atas konversi dari PT. Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank
6
Kompas, “BI Terbitkan Surat Edaran Penyempurnaan Ketentuan LTV”, artikel ini diakses
pada tanggal 6 Januari 2014 dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/25 /1507017/BI.
Terbitkan.Surat.Edaran.Penyempurnaan.Ketentuan.LTV
7
Ibid.
5
syariah. Ini merupakan respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang
memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking
system). Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan
oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999,
25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama
menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal
tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin
tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.8
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP salah satu
fokus tujuannya yaitu mengatur tentang adanya kenaikan DP minimum syariah
yang harus dibayarkan oleh nasabah. Sebagai salah satu bank syariah di
Indonesia, PT. Bank Syariah Mandiri juga termasuk salah satu bank syariah yang
terkena dampak dari kenaikan Down Payment (DP) minimum syariah pada
pembiayaan kendaraan bermotor tersebut. Dengan naiknya uang muka yang harus
dibayar oleh konsumen tersebut bisa jadi membuat para pelanggan enggan untuk
mengajukan pembiayaan dikarenakan tingginya uang muka yang harus dibayar.
Besarnya uang muka yang harus dibayarkan konsumen sebelum diberlakukannya
ketentuan ini adalah berkisar antara 10-15%, sedangkan setelah diberlakukannya
ketentuan ini, maka uang muka yang harus dibayarkan adalah berkisar antara 2025%.
8
Profil Bank Syariah Mandiri, Artikel ini diakses pada tanggal 23 Juni 2014 dari
http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/profil-perusahaan/sejarah/
6
Tabel 1.1
Perkembangan Pembiayaan KPR & KKB BSM
Jenis
2011
2012
2013
Pembiayaan
Outstanding
Porsi
Outstanding
Porsi
Outstanding
Porsi
KPR
Rp 2,14 T
13,32%
Rp 4.208,31 M
21,44%
Rp 77,07 T
41,20%
Kendaraan
Rp 3,58 T
1,01%
Rp 258,57 M
1,32%
Rp 265,96 M
1,55%
Sumber: laporan tahunan Bank Syariah Mandiri
Perkembangan pembiayaan konsumer di Bank Syariah Mandiri 3 tahun
terakhir ini terbilang fluktuatif. Pada tahun 2011 pembiayaan KPR sebesar Rp
2,14 Triliun atau 13,32% dari total pembiayaan konsumer. Namun pembiayaan
KPR tersebut turun di tahun 2012 menjadi Rp 4.208,31 Miliar atau 21,44% dari
total pembiayaan konsumer. Sedangkan pada tahun 2013, pembiayaan KPR BSM
kembali meningkat yaitu menjadi Rp 77,07 Triliun atau 41,20% dari total
pembiayaan konsumer. Begitupun dengan pembiayaan kendaraan bermotor di
BSM, pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 3,58 Triliun atau 1,01% dari total
pembiayaan konsumer. Sama halnya dengan pembiayaan KPR yang mengalami
penurunan di tahun 2012, pembiayaan kendaraan bermotor pun menurun menjadi
Rp 258,57 Miliar atau 1,32% dari total pembiayaan konsumer. Dan meningkat
kembali pada tahun 2013 yaitu menjadi Rp 265,96 Miliar atau 1,55% dari total
pembiayaan konsumer.
7
Penurunan tingkat pembiayaan konsumer di Bank Syariah Mandiri yang
terjadi pada tahun 2012 yaitu diindikasikan karena adanya kebijakan
pembentukan Unit Usaha Syariah bagi Multifinance yang menerima dana dari
perbankan syariah, kebijakan Loan to Value/Finance to Value, serta kebijakan
pemasangan fidusia. Melihat data-data pembiayaan konsumer pada Bank Syariah
Mandiri tersebut, dampak kebijakan LTV atau DP bagi pembiayaan kendaraan
bermotor cukup berpengaruh dalam kegiatan pembiayaan yang diberikan oleh
BSM. Walaupun pembiayaan kendaraan bermotor bukan merupakan pembiayaan
utama di BSM yang porsinya jauh lebih kecil dibanding pembiayaan KPR, namun
kebijakan kenaikan DP tersebut juga mendapat perhatian khusus dan Bank
Syariah Mandiri diharuskan untuk menyusun strategi khusus agar dapat terus
mengembangkan pembiayaannya serta mengatasi dampak yang terjadi akibat
kenaikan DP pembiayaan kendaraan bermotor tersebut, dan tetap menjaga
kredibilitas dan stabilitas keuangan perusahaan yang baik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirasa perlu untuk menggali dan
menganalisa lebih lanjut mengenai strategi apa yang digunakan oleh bank syariah
dalam memberikan pembiayaan kendaraan bermotor pasca kenaikan DP
minimum syariah, dengan demikian maka penulis ingin membahas lebih lanjut
dalam bentuk skripsi dengan judul: “Dampak Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 Terhadap Pembiayaan Kendaraan
Bermotor Pada PT. Bank Syariah Mandiri”
8
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diidentifikasikan masalahmasalah sebagai berikut:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tahun 2012 menurunkan
tingkat pembiayaan konvensional namun meningkatkan pertumbuhan
pembiayaan syariah.
2. Dampak dari dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/33/DPbS tahun 2012 diprediksi akan mempengaruhi tingkat pembiayaan
kendaraan bermotor pada lembaga pembiayaan.
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tahun 2012 dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS tahun 2012 sudah tidak
diberlakukan lagi dan dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/40/DKMP sebagai penyempurna kebijakan tersebut.
4. Dengan diberlakukannya aturan DP minimum syariah pada pembiayaan
kendaraan bermotor ini akan membuat masyarakat sulit dalam mendapatkan
pembiayaan karena terbentur uang muka yang tinggi.
5. Dengan berlakunya DP minimum syariah ini akan berdampak pada strategi
pemasaran yang dilakukan lembaga pembiayaan dalam menyalurkan
pembiayaannya.
9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, agar penelitian dalam
skripsi ini terfokus pada permasalahan yang ingin dibahas, maka penulis
membatasi masalah yang akan dikaji sebagai berikut:
a. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah dampak SE BI No.
15/40/DKMP Tahun 2013 terhadap pembiayaan kendaraan bermotor pada
bank syariah serta strategi yang digunakan dalam mengatasi dampak
tersebut.
b. Objek penelitian ini hanya dilakukan pada PT. Bank Syariah Mandiri yang
dilakukan pada tahun 2014.
c. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan outstanding
pembiayaan kendaraan bermotor PT. Bank Syariah Mandiri dari periode
Januari 2012 – Juni 2014.
d. Inflasi dan BI Rate adalah sebagai variabel kontrol di mana keduanya juga
erat kaitannya dengan pembiayaan-pembiayaan di bank syariah.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, agar mempermudah penulis
menyusun skripsi ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 terhadap
pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri?
10
b. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap pembiayaan kendaraan bermotor
pada PT. Bank Syariah Mandiri?
c. Bagaimana pengaruh BI Rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor
pada PT. Bank Syariah Mandiri?
d. Bagaimana strategi yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri dalam
mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis dampak-dampak yang terjadi pada pembiayaan
kendaraan bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri pasca dikeluarkannya
SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
b. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri.
c. Untuk menganalisis pengaruh BI Rate terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri.
d. Untuk menganalisis strategi yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri
dalam mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
11
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
Mendapat pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai strategi
yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak
dikeluarkannya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
b. Bagi Bank Syariah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dalam
pengambilan strategi dalam mengatasi dampak dikeluarkannya SE BI No.
15/40/DKMP Tahun 2013.
c. Bagi Program Studi Muamalat/ Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah khazanah ilmu
pengetahuan, melengkapi dan memberikan informasi yang berharga
mengenai dampak dan strategi bank syariah dalam mengatasi dampak
dikeluarkannya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
d. Bagi Masyarakat Umum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
memilih pembiayaan yang cocok dengan keinginan dan kriteria yang
dimiliki.
12
E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi
terdahulu, dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan disampaikan teori terkait akad murabahah dan apa saja
yang terkait di dalamnya, penjelasan mengenai pembiayaan kendaraan bermotor
syariah serta apa saja yang terkait di dalamnya, penjelasan mengenai uang muka,
fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai uang muka, uraian singkat mengenai
ketentuan yang membahas tentang kenaikan DP minimum syariah yaitu SE BI
No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijabarkan mengenai kerangka pemikiran penelitian,
ruang lingkup penelitian, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
pengumpulan data, serta pengolahan dan analisis data.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini memuat pembahasan hasil analisis dan interpretasi terhadap
temuan penelitian dengan cara mengolah data dari alat uji yang disesuaikan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan
permasalahan yang telah dibahas sebelumnya dan saran.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah
1. Pengertian Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah
Pembiayaan kendaraan bermotor yang selanjutnya disebut KKB iB
adalah pemberian pembiayaan kepada nasabah dalam rangka kepemilikan
kendaraan bermotor dengan menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah.1
Dalam bank syariah, pembiayaan kendaraan bermotor tersebut menggunakan
akad murabahah.
2. Akad Pembiayaan Kendaraan Bermotor
a. Pengertian Murabahah
Menurut para fuqaha, Murabahah didefinisikan sebagai penjualan
barang seharga biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah markup atau margin keuntungan yang disepakati. Karakteristik murabahah
adalah bahwa penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga
pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan
pada biaya (cost) tersebut.
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah
Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah
menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli
1
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012
13
14
dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Sedangkan dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah
paragraf 52 dijelaskan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Dasar Hukum Murabahah
1) Al-Quran
...
“...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS AlBaqarah: 275)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Riba adalah mengambil kelebihan di atas
modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya. Para
pemakan riba itulah yang dikecam oleh ayat ini, apalagi praktik ini dikenal
luas di kalangan masyarakat Allah.2
2) Al-Hadits
“Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal
yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh,
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 715
15
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gamdum dengan tepung
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)
Hadits lain terkait jual beli yaitu mengatakan bahwa jual beli
hanya sah apabila antara kedua belah pihak suka sama suka.
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. AlBaihaqi dan Ibnu Majah, serta dinilai Sahih oleh Ibnu Hibban).
Para ulama telah mengemukakan kehalalan murabahah karena
keumuman dalil yang menjelaskan tentang dibolehkannya jual beli dalam
skala umum. Ijma kaum muslimin menjadi landasan kebolehan
murabahah ini, karena jual beli ini juga dilakukan di berbagai negeri dan
setiap masa. Orang yang tidak memiliki keterampilan jual beli dapat
bergantung kepada orang lain dan hatinya tetap merasa tenang. Ia bisa
membeli barang dan menjualnya dengan keuntungan yang logis sesuai
kesepakatan.
Dari dalil-dalil di atas dapat diketahui mengapa jual beli dengan
menggunakan akad murabahah diperbolehkan, karena dalam Al-Quran
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Oleh sebab
itu, murabahah diperbolehkan karena murabahah merupakan salah satu
model transaksi dalam akad jual beli. Hadits di atas juga menegaskan
16
bahwa jual beli secara murabahah atau jual beli secara tangguh
diperbolehkan.
c.
Rukun dan Syarat Murabahah
1. Rukun Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah secara umum adalah:
a) Pelaku akad, yaitu ba‟i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang
untuk
dijual,
dan musytari
(pembeli) adalah pihak
yang
memerlukan dan akan membeli barang.
b) Objek akad, yaitu mabi‟ (barang dagangan) dan tsaman (harga).
c) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
2. Syarat pembiayaan kendaraan bermotor dengan mengacu pada skema
bai‟ al-Murabahah:
a) Penjual atau pihak lembaga pembiayaan memberi tahu biaya modal
pembelian kendaraan bermotor kepada nasabah
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c) Kontrak harus bebas dari riba
d) Penjual atau pihak lembaga pembiayaan harus menjelaskan kepada
pembeli tentang kendaraan bermotor yang dijadikan objek transaksi
bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), dan (5) tidak dipenuhi,
maka pembeli memiliki pilihan:
17
1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya
2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas
barang yang dijual
3) Membatalkan kontrak
d.
Akad Pembiayaan Kendaraan Bermotor di Bank Syariah Mandiri
Sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 14/
33/ DPbS, bahwa pemberian pembiayaan kendaraan bermotor ini harus
memenuhi atau menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah. Akad yang
digunakan dalam pembiayaan kendaraan bermotor tersebut adalah akad
murabahah. Dalam penyaluran pembiayaan berdasarkan akad murabahah,
Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan penjelasan bahwa yang
dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati.3
Murabahah juga dikenal sebagai al-bai bi tsaman ajil. Murabahah
berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual beli di mana
bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
3
Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d UU Perbankan Syariah
18
pemasok ditambah keuntungan (margin).4 Dalam murabahah, penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.5 Harga jual dicantumkan dalam akad
jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya
akad.
Akad yang terjadi dalam murabahah ini merupakan salah satu bentuk
natural certainty contracts, karena dalam murabahah ini ditentukan berapa
required rate of profit-nya, atau keuntungan yang diharapkan akan
diperoleh dari transaksi ini.6 Dalam teknis yang ada di perbankan Islam,
murabahah merupakan akad jual dan beli yang terjadi antara pihak bank
Islam selaku penyedia barang yang menjual dengan nasabah yang
memesan dalam rangka pembelian barang itu. Keuntungan yang diperoleh
dari pihak bank Islam dalam transaksi ini merupakan keuntungan jual beli
yang telah disepakati bersama. Harga jual bank Islam merupakan harga beli
dari para pemasok ditambah keuntungan yang telah disepakati. Dengan
begitu pihak nasabah mengetahui besarnya keuntungan yang diambil oleh
pihak bank Islam.
Dalam
pembiayaan
murabahah,
bank
dapat
memberikan
potongan/diskon dengan besar yang wajar tanpa diperjanjikan di muka.
4
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004), h. 88.
5
Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.
101.
6
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan
Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), h. 43.
19
Dalam praktik, potongan tersebut diberikan oleh bank apabila nasabah
melunasi utang murabahah lebih awal daripada jangka waktu akad
pembiayaan. Dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah antara lain ditegaskan bahwa jaminan dalam murabahah
dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.7
Beberapa syarat pokok murabahah menurut Usmani (1999), antara lain
sebagai berikut8:
1. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara
eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan
menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan
yang diinginkan.
2. Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu
dari biaya.
3. Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh
barang, seperti biaya pengiriman, pajak, dan sebagainya dimasukkan ke
dalam biaya perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin
keuntungan didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi,
pengeluaran yang timbul karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa
tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat dimasukkan ke dalam harga
7
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h.
8
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 83-84.
201.
20
untuk suatu transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang
meng-cover pengeluaran-pengeluaran tersebut.
4. Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang
dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan,
barang/komoditas
tersebut
tidak
dapat
dijual
dengan
prinsip
murabahah.
Secara umum, aplikasi perbankan dari bai‟ al-murabahah dapat
digambarkan dalam skema berikut ini:
Gambar 2.1
Skema Bai’ al-Murabahah
Keterangan9:
1) Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual
beli yang akan dilaksanakan. Poin negosiasi meliputi jenis barang yang akan
dibeli, kualitas barang, dan harga jual.
9
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), h. 139.
21
2) Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah, di mana bank syariah
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dalam akad jual beli ini,
ditetapkan barang yang menjadi objek jual beli yang telah dipilih oleh
nasabah, dan harga jual barang.
3) Atas dasar akad yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka
bank syariah membeli barang dari supplier/penjual. Pembelian yang dilakukan
oleh bank syariah ini sesuai dengan keinginan nasabah yang telah tertuang
dalam akad.
4) Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank syariah.
5) Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan
barang tersebut.
6) Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan
pembayaran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah ialah dengan
cara angsuran.
e. Landasan Hukum Positif Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah mendapatkan pengaturan dalam Pasal 1 angka 13
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketentuan secara teknis dapat
dijumpai dalam Pasal 36 huruf b PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya
menyatakan bahwa bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-
22
hatian dalam kegiatan usahanya yang meliputi penyaluran dana melalui prinsip
jual beli berdasarkan akad murabahah.10
Di samping itu, pembiayaan murabahah juga diatur dalam Fatwa DSN No.
04/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1 April 2000 yang intinya menyatakan
bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan
meningkatkan kesejahteraan dari berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki
fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembayarnya dengan harga yang lebih
sebagai laba. Ketentuan tentang pembiayaan murabahah yang tercantum dalam
Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 adalah sebagai berikut11:
1. Ketentuan Umum Murabahah
a) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam.
c) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
d) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
f) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini
10
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007), h. 102-103.
11
Ibid., h. 103.
23
bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yang diperlukan.
g) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,
secara prinsip, menjadi milik bank.
2. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah
a) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang
atau asset kepada bank.
b) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah
harus menerima (membelinya) sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
d) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar
uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
e) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank
harus dibayar dari uang muka tersebut.
24
f) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh
bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
g) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka:
1. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
2. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal
sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan
tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib
melunasi kekurangannya.
h) Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya. Di sini bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan
jaminan yang dapat dipegang.
i) Hutang dalam murabahah secara prinsip penyelesaiannya tidak ada
kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak
ketiga atas barang tersebut.
j) Penundaan pembayaran dalam murabahah. Bahwa nasabah yang memiliki
kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. Jika
nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu
pihak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaian dilakukan melalui
badan Arbitrase Syariah setelah tidak mencapai kesepakatan melalui
musyawarah.
25
k) Bangkrut dalam murabahah, jika nasabah telah dinyatkan pailit dan gagal
menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia
menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
f. Aplikasi Pembiayaan Murabahah dalam Bank Syariah
1. Penggunaan akad murabahah
a) Pembiayaan murabahah merupakan jenis pembiayaan yang sering
diaplikasikan dalam bank syariah, yang pada umumnya digunakan dalam
transaksi jual beli barang investasi dan barang-barang yang diperlukan
oleh individu.
b) Jenis penggunaan pembiayaan murabahah lebih sesuai untuk pembiayaan
investasi dan konsumsi. Dalam pembiayaan investasi, akad murabahah
sangat sesuai karena ada barang yang akan diinvestasikan oleh nasabah
atau akan ada barang yang menjadi objek investasi. Dalam pembiayaan
konsumsi, biasanya barang yang akan dikonsumsi oleh nasabah jelas dan
terukur.
c) Pembiayaan murabahah kurang cocok untuk pembiayaan modal kerja
yang diberikan langsung dalam bentuk uang.
2. Barang yang boleh digunakan sebagai objek jual beli
a) Rumah
b) Kendaraan bermotor dan/atau alat transportasi
c) Pembelian alat-alat industri
d) Pembelian pabrik, gudang, dan aset tetap lainnya
26
e) Pembelian aset yang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
3. Bank
a) Bank berhak menentukan dan memilih supplier dalam pembelian barang.
Bila nasabah menunjuk supplier lain, maka bank syariah berhak
melakukan penilaian terhadap supplier untuk menentukan kelayakannya
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh bank syariah.
b) Bank menerbitkan purchase order (PO) sesuai dengan kesepakatan antara
bank syariah dan nasabah agar barang dikirimkan ke nasabah.
c) Cara pembayaran yang dilakukan oleh bank syariah yaitu dengan
mentransfer langsung pada rekening supplier/penjual, bukan kepada
rekening nasabah.
4. Nasabah
a) Nasabah
harus
sudah
cakap
menurut
hukum,
sehingga
dapat
melaksanakan transaksi.
b) Nasabah
memiliki
kemauan
dan
kemampuan
dalam
melakukan
pembayaran.
5. Supplier
a) Supplier adalah orang atau badan hukum yang menyediakan barang sesuai
permintaan nasabah.
b) Supplier menjual barangnya kepada bank syariah, kemudian bank syariah
akan menjual barang tersebut kepada nasabah.
27
c) Dalam kondisi tertentu, bank syariah memberikan kuasa kepada nasabah
untuk membeli barang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
dalam akad. Purchase order (PO) atas pembelian barang tetap dilakukan
oleh bank kepada supplier. Namun penyerahan barang dapat dilakukan
langsung oleh supplier kepada nasabah atas kuasa dari bank syariah.
6. Harga
a) Harga jual barang telah ditetapkan sesuai dengan akad jual beli antara
bank syariah dan nasabah dan tidak dapat berubah selama masa perjanjian.
b) Harga jual bank syariah merupakan harga jual yang disepakati antara bank
syariah dan nasabah.
c) Uang muka (urbun) atas pembelian barang yang dilakukan oleh nasabah
(bila ada), akan mengurangi jumlah piutang murabahah yang akan
diangsur oleh nasabah.
7. Jangka waktu
a) Jangka waktu pembiayaan murabahah, dapat diberikan dalam jangka
pendek, menengah, dan panjang, sesuai dengan kemampuan pembayaran
oleh nasabah dan jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah.
b) Jangka waktu pembiayaan tidak dapat diubah oleh salah satu pihak.
8. Lain-lain
a) Denda atas tunggakan nasabah (bila ada), diperkenankan dalam aturan
perbankan syariah dengan tujuan untuk mendidik nasabah agar disiplin
dalam melakukan angsuran atas piutang murabahah.
28
b) Bila nasabah menunggak terus, dan tidak mampu lagi membayar
angsuran, maka penyelesaian sengketa ini dapat dilakukan melalui
musyawarah.
g. Manfaat dan Risiko Bai‟ al-Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi bai‟ al-murabahah memiliki
beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Bai‟ almurabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah
keuntungan yang muncul dari selisih haega beli dari penjual dengan harga jual
kepada nasabah. Selain itu, sistem bai‟ al-murabahah juga sangat sederhana.12 Hal
tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Di antara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai
berikut13:
1) Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
2) Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga
jual beli tersebut.
3) Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena
berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah
tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi.
Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda
dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian
12
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Islam dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2011), h. 107.
13
Ibid., h. 107.
29
dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan
demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
4) Dijual; karena bai‟ al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika
kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. nasabah bebas
melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk
menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.
B. Uang Muka (Down Payment)
1. Pengertian Uang Muka
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang muka diartikan sebagai
uang yang dibayarkan terlebih dahulu sebagai tanda jadi pembelian dan
sebagainya; panjar; persekot.14 Uang muka (down payment) adalah
pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber dananya dari
debitur (self financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor.15
2. Uang Muka Dalam Murabahah
Sesuai Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September
200016:
a. Dalam akad pembiayaan murabahah, LKS dibolehkan untuk meminta
uang muka apabila kedua belah pihak sepakat.
14
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1513.
15
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012
16
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan
Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), h. 47.
30
b. Besarnya jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
c. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan
ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
d. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta
tambahan kepada nasabah.
e. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus
mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
C. Uraian Singkat Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun
2013
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 perihal
Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau
Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun
Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor berlaku secara efektif
pada tanggal 30 September 2013. Surat edaran ini membahas tiga ruang lingkup
yaitu Pembiayaan Pemilikan Properti, Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti,
dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Uraian singkat SE BI Nomor
15/40/DKMP Tahun 2013 untuk ruang lingkup Pembiayaan Kendaraan Bermotor
adalah sebagai berikut:
1. Latar Belakang
a. Sejalan dengan tingginya pertumbuhan pembiayaan kendaraan bermotor
yang berpotensi menimbulkan berbagai risiko maka bank perlu
31
meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan kendaraan
bermotor.
b. Dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu
menghadapi tantangan di sektor keuangan, perlu adanya kebijakan yang
dapat memperkuat sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber
kerawanan yang mungkin timbul, termasuk pertumbuhan pembiayaan
kendaraan bermotor yang berlebihan.
c. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bank dalam
pemberian pembiayaan kendaraan bermotor, serta kebijakan untuk
memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan
besaran down payment untuk pembiayaan kendaraan bermotor.
2. Pengaturan Uang Muka (Down Payment) pada KKB iB
a. Ruang lingkup KKB atau KKB iB dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
mencakup kredit atau pembiayaan yang diberikan bank kepada debitur
atau nasabah untuk pembelian kendaraan bermotor.
b. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan
bermotor yang dibiayai oleh bank. DP untuk bank yang memberikan KKB
atau KKB iB sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
ditetapkan sebagai berikut:
1) DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk pembelian
kendaraan bermotor roda dua.
32
2) DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian kendaraan
bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non produktif.
3) DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian kendaraan
bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu apabila
memenuhi salah satu syarat sebagai berikut:
(a) Merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang
atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau
(b) Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memilki izin
usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan
digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang
dimilikinya.
4) Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk
pemenuhan DP dari KKB atau KKB iB.
3. Sanksi
Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
tersebut dikenakan sanksi administratif beruoa teguran tertulis dan kewajiban
menyampaikan:
a. Komitmen tertulis untuk tidak melakukan pelanggaran kembali.
b. Action plan yang antara lain terdiri dari:
1) Rencana perbaikan atau evaluasi terhadap Standar Operating
Procedure (SOP) termasuk batasan waktu pelaksanaan perbaikan atau
evaluasi dimaksud; dan/atau
33
2) Upaya-upaya untuk memastikan bahwa SOP telah efektif dijalankan.
Sesuai batas waktu yang ditetapkan Bank Indonesia.
D. Teori Inflasi
1. Definisi Inflasi
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai
kenaikan harga umum secara terus-menerus dari suatu perekonomian.
Menurut Rahardja dan Manurung, inflasi adalah gejala kenaikan harga
barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung secara terus-menerus.17
Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan
jasa yang terjadi karena permintaan pasar bertambah lebih besar dibandingkan
dengan penawaran barang di pasar.18 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa syarat terjadinya inflasi adalah terletak pada objek dan waktunya.
Kenaikan harga terjadi pada barang-barang secara umum, bukan hanya pada
salah satu barang saja. Sedangkan kenaikan harganya terjadi secara terusmenerus, bukan hanya pada situasi tertentu saja. Contoh hal-hal yang dapat
menimbulkan inflasi adalah kenaikan harga bahan mentah yang diimpor,
kenaikan harga bahan bakar, defisit dalam anggaran belanja pemerintah,
17
Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Makroekonomi (Jakarta: LPEE-UI,
2004), h. 155.
18
Sadono Sukirno, Makroekonomi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), h. 333.
34
pinjaman sistem bank yang berlebihan, dan kegiatan investasi yang sangat
pesat perkembangannya.19
2. Jenis Inflasi
Menurut Paul A. Samuelson, inflasi dapat digolongkan menurut tingkat
keparahannya yaitu sebagai berikut20:
a. Moderate inflation. Karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga yang
lambat, umumnya dikenal dengan inflasi satu digit.
b. Galloping inflation. Inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkatan 20% sampai
dengan 200% per tahun.
c.
Hyper inflation. Inflasi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat tinggi
yaitu beberapa ratus persen sampai dengan beberapa ribu persen hanya dalam
waktu singkat.
Sedangkan menurut Adiwarman A. Karim, pembagian inflasi berdasarkan
penyebabnya adalah21:
a. Natural inflation dan human error inflation adalah inflasi yang terjadi karena
sebab-sebab alamiah dan manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam
mencegahnya, misalkan inflasi karena terjadi paceklik.
b. Actual/anticipated/expected inflation dan unanticipated/unexpected inflation.
Pada expected inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan
19
Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga
Keynesian Baru (Jakarta: PT Raja Grafino Persada. 2000), h. 483.
20
Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam (Bandung: ALFABETA, 2010), h. 92.
21
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h. 138.
35
tingkat suku bunga pinjaman nominaldikurangi inflasi. Sedangkan pada
unexpected inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak
merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi.
c. Demand pull inflation dan cost push inflation. Deman pull inflation
diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi permontaan
agregat dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Cost push inflation
adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi
penawaran agregat dari barang dan jasa pada suatu perekonomian.
d. Spirraling inflation adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi
sebelumnya di mana inflasi yang sebelumnya terjadi akibat dari inflasi yang
terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya.
e. Imported inflation dan domestic inflation. Imported inflation adalah inflasi
yang berasal dari luar negeri. Domestic inflation adalah inflasi yang berasal
dari dalam negeri.
3. Dampak Inflasi
Inflasi memiliki beberapa dampak buruk terhadap individu dan
masyarakat menurut Pratama Rahardja dan Manurung yaitu22:
a. Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat
22
Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Makroekonomi, h. 169.
36
Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang. Inflasi ini akan
menurunkan upah riil setiap individu yang berpendapatan tetap, seperti
pegawai negeri sipil ataupun karyawan.
b. Memperburuk distribusi pendapatan
Inflasi ini akan menyebabkan pembagian pendapatan di antara golongan yang
berpendapatan tetap dengan para pemilik kekayaan tetap akan semakin tidak
merata.
c. Terganggunya stabilitas ekonomi
Inflasi menggangu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan atas kondisi
di masa depan (ekspetasi) para pelaku ekonomi.
Sedangkan menurut Sadono Sukirno, dampak inflasi yaitu23:
a. Merosotnya pendapatan riil yang diterima masyarakat
b. Terganggunya stabilitas ekonomi
c. Meningkatkan pengangguran
d. Menimbulkan kemerosotan mata uang
e. Mengurangi tabungan
f. Mengurangi gairah perusahaan untuk melakukan investasi yang produktif
g. Defisit neraca pembayaran
4. Kebijakan Untuk Mengatasi Inflasi
23
Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga
Keynesian Baru, h. 10.
37
Untuk menjaga kestabilan ekonomi, pemerintah perlu menjalankan
kebijakan menurunkan tingkat inflasi karena pemerintah mempunyai peranan
yang penting dalam mengendalikan laju inflasi sebab terjadi atau tidaknya inflasi
tergantung dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menjalankan roda
perekonomian. Kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah
inflasi yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
a. Kebijakan fiskal. Ada dua kebijakan fiskal yang dapat dilaksanakan oleh
pemerintah untuk menekan tingkat inflasi yaitu dengan meningkatkan pajak
dan mengurangi pengeluaran pemerintah.
b. Kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah peraturan dan ketentuan yang
dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah
uang beredar. Dalam kondisi inflasi, pemerintah dapat pula menerapkan
kebijakan uang ketat (rigth money policy) yang merupakan salah satu
kebijakan ampuh untuk mengatasi terjadinya inflasi. Karena kebijakan ini
mempengaruhi seluruh sektor perekonomian.
E. Teori Suku Bunga
1. Definisi Suku Bunga
Suku bunga adalah harga dari aset finansial. Bagi dunia perbankan,
suku bunga dapat dinyatakan sebagai harga yang harus dikeluarkan bank
kepada nasabah yang menyimpankan dananya atau uangnya di bank (yang
memilki simpanan), dan di sisi lain dapat dikatakan sebagai harga yang
dibayar nasabah kepada bank atas dana yang telah dipinjamkannya (nasabah
38
yang memperoleh pinjaman). Suku bunga adalah persentase atas uang yang
diberikan sebagai imbalan pada periode tertentu. Penetapan suku bunga
merupakan instrumen pengendalian moneter secara langsung oleh bank
sentral terhadap pinjaman maupun simpanan dalam sistem perbankan.24
Tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa
depan.25 Tingkat bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga
dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.26
2. Jenis-Jenis Suku Bunga
Secara umum suku bunga dibagi atas suku bunga nominal dan suku
bunga riil.
a. Suku bunga nominal
Suku bunga nominal dapat diartikan sebagai suku bunga yang berlaku di
satu negara sebelum dikurangi tingkat inflasi.
b. Suku bunga riil
Suku bunga riil adalah suku bunga nominal di suatu negara setelah
dikurangi dengan tingka inflasi di negara itu.
3. Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Menurut Kasmir faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar
kecilnya penetapan suku bunga adalah27:
24
I Wayan Sudirman, Kebijakan Fiskal dan Moneter: Teori dan Empirikal (Jakarta: Kencana,
2011), h. 102.
25
Gregory Mankiw, Makroekonomi Edisi Keenam (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,
2006), h. 89.
26
Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter (Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 2005), Edisi Ketiga, h. 75.
39
a. Kebutuhan dana
Saat bank membutuhkan banyak dana, maka otomatis akan menaikkan
suku bunga agar nasabah berbondong-bondong menyimpan dananya di
bank. Begitu sebaliknya, jika simpanan banyak, maka akan menurunkan
suku bunga.
b. Persaingan
Tidak dipungkiri persaingan antar bank untuk menarik nasabah sangat
tinggi. Ini dikarenakan setiap bank ingin memiliki nasabah dan DPK yang
tinggi pula. Salah satu caranya yaitu dengan menaikkan atau menurunkan
suku bunga.
c. Kebijaksanaan Pemerintah
Bagaimanapun juga bank tidak boleh menetapkan suku bunga melebihi
suku bunga yang ditetapkan pemerintah.
d. Hubungan Nasabah
Nasabah yang memiliki hubungan baik karena loyalitas dan keaktifan
maka penetuan suku bunganya pun berbeda dengan yang lain.
e. Jangka Waktu
Semakin lama jangka waktu pinjaman, maka semakin besar pula suku
bunganya. Itu dikarenakan resiko kemungkinan di masa mendatang.
27
122.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Edisi 9, h.
40
f. Kualitas Jaminan
Semakin likuid jaminan yang diberikan, semakin rendah bunga yang
dibebankan.
g.
Reputasi Perusahaan
Semakin bonafid suatu perusahaan maka semakin kecil resiko kredit
macet.
h. Produk yang Kompetitif
Jika produk yang dibiayai laku di pasaran, maka bunga yang ditetapkan
relatif lebih kecil.
i. Target Laba yang Diinginkan
j. Jaminan Pihak Ketiga
Jika jaminan pihak ketiganya merupakan pihak yang sangat terpercaya,
maka suku bunganya relatif kecil.
F. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu)
Untuk mendukung materi yang akan dibahas pada skripsi ini, maka penulis
membandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan
strategi lembaga pembiayaan dalam mengatasi dampak kebijakan uang muka.
Berikut adalah penelitian terdahulu yang membahas akad murabahah pada
pembiayaan kendaraan bermotor:
1. Kurnia Ratri Cahyani, Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi
Muamalat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013. Strategi Pemasaran Dalam
Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada Bank Syariah Pasca Surat Edaran
41
Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012. Fokus masalah dalam
penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dengan lebih jelas bagaimana
dampak yang terjadi pada pembiyaan kendaraan bermotor pada bank syariah
dan strategi pemasaran apa yang dilakukan bank syariah pasca dikeluarkannya
Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/33/DPbS Tahun 2012.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak
yang terjadi akibat dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia No.
14/33/DPbS Tahun 2012 adalah terjadinya penurunan kuantitas pembiayaan
kendaraan
bermotor
namun
terjadi
peningkatan
kualitas
dari
sisi
pengembalian nasabah. Sedangkan strategi yang digunakan Bank Syariah
Mandiri yaitu dengan mengubah kebijakan pengajuan pembiayaan secara
individu menjadi kolektif dengan perusahaan lain, sedangkan Bank Muamalat
Indonesia mengantisipasi sock effect pada nasabah terlebih dulu menghimbau
end user untuk menaikkan persentase down payment sebelum surat edaran
tersebut berlaku secara aktif.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama
membahas tentang strategi pembiayaan kendaraan bermotor pasca kenaikan
DP minimum syariah. Perbedaannya adalah dalam penelitian saya yang
menjadi fokus pembahasan adalah mengenai strategi PT. Bank Syariah
Mandiri dalam mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 dan
objek penelitian hanya di PT. Bank Syariah Mandiri.
42
2. Muttabiatun Dzawil Mauidhah, Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Ekonomi:
“Strategi Lembaga Pembiayaan Dalam Mengatasi Dampak SE BI Nomor
14/10/DPNP Tahun 2012 (Studi Kasus pada PT. Adira Dinamika
Multifinance)”. 2012. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk
menjelaskan dampak dari SE BI Nomor 14/10/DPNP Tahun 2012 terhadap
kegiataan pembiayaan PT. Adira Dinamika Multifinance serta strategi apa
yang dilakukan PT. Adira Dinamika Multifinance untuk mengatasi dampak
tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah terjadinya
penurunan kredit kendaraan roda dua dan laba keseluruhan. Strategi yang
dilakukan adalah dengan membangun sistem pembiayaan baru yatiu sistem
pembiayaan syariah yang mulai diterapkan pada akhir Juni 2012.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama
membahas dampak dan strategi pasca kenaikan down payment bagi
kredit/pembiayaan
kendaraan
bermotor.
Perbedaannya
adalah
dalam
penelitian saya lebih terfokus pada pembahasan mengenai strategi yang
digunakan PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SE BI No.
15/40/DKMP Tahun 2013.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis Dampak Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013, Inflasi dan BI Rate
terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor pada Bank Syariah. Objek
penelitian ini adalah laporan bulanan Outstanding pembiayan kendaraan
bermotor Bank Syariah Mandiri yang diperoleh langsung dari laporan bulanan
Divisi Consumer Bank Syariah Mandiri, data inflasi dan data BI Rate yang
diambil dari situs resmi Bank Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif yang menggunakan data runtun waktu (time series) dengan data
bulanan dimulai dari Januari 2012 sampai dengan Juni 2014.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Syariah Mandiri yang beralamat
di Wisma Mandiri Lt. 10 Jl. MH. Thamrin No. 5, Jakarta 10340, Indonesia.
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2014.
3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang menjadi objek penelitian ini adalah:
a. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah yang merupakan hasil dari pengamatan dan
pengolahan bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah data
43
44
pembiayaan kendaraan bermotor Bank Syariah Mandiri dari Januari 2012
sampai dengan Juni 2014.
b. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas merupakan variabel yang dipilih dan diolah oleh peneliti
untuk dicari keterkaitan atau pengaruhnya dengan variabel terikat. Dalam
suatu persamaan regresi, variabel bebas bisa lebih dari satu (multiple
regression). Jika variabel bebas lebih dari satu, mungkin selain yang
kuantitatif ada pula yang kualitatif. Variabel dalam persamaan regresi
yang sifatnya kualitatif tersebut biasanya menunjukkan ada tidaknya
(presence or absence) suatu “quality” atau suatu “atribute”. Suatu cara
untuk membuat kuantifikasi (berbentuk angka) dari data kualitatif (tidak
berbentuk angka) ialah dengan jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0
(nol). Angka nol (0) kalau attribute yang dimaksud tidak ada (tak terjadi)
dan diberi angka satu (1) kalau ada (terjadi). Variabel yang mengambil
nilai 0 atau 1 tersebut dinamakan variabel boneka (dummy variable).
Dalam penelitian ini variabel bebasnya berupa:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP yang diukur dengan
menggunakan variabel dummy, di mana bernilai 1 untuk data pembiayaan
kendaraan bermotor setelah diberlakukannya surat edaran tersebut, dan
bernilai 0 untuk data pembiayaan kendaraan bermotor sebelum
diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP
tersebut.
45
b. Inflasi
dengan
data
bulanan,
inflasi
merupakan
angka
yang
mempresentasikan kenaikan harga barang-barang secara umum dan terus
menerus.
c. BI rate atau Suku Bunga Bank Indonesia dengan data bulanan. Penetapan
suku bunga merupakan instrumen pengendalian moneter secara langsung
oleh bank sentral terhadap pinjaman maupun simpanan dalam sistem
perbankan.1
4. Metode Pengumpulan Data
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif statistik, dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang bersifat time series yaitu data yang terdiri dari
beberapa periode. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada
penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara mendalam dan terbuka guna memperoleh
data-data primer dan sekunder yang diinginkan kepada pihak Divisi Consumer
Banking Bank Syariah Mnadiri.
1
I Wayan Sudirman, Kebijakan Fiskal Dan Moneter: Teori Dan Empirikal (Jakarta: Kencana,
2011), h. 102.
46
b. Library Research (Penelitian Kepustakaan)
Studi kepustakaan ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat serta mengolah bahan
penelitian.2 Peneliti melakukan studi kepustakaan yaitu melalui buku, jurnal,
skripsi, dan artikel yang berhubungan dengan penelitian.
c. Internet Research
Selain melalui wawancara dan library research, peneliti juga mendapatkan
data-data dari website www.bi.go.id.
5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik Analisis Regresi dengan Variabel
Dummy serta menggunakan Uji Beda dua rata-rata (independent sample t-test).
Teknis analisis ini adalah untuk menganalisis pengaruh suatu variabel bebas
terhadap variabel terikat. Untuk mendukung penelitian, software pengolah data
statistik yang digunakan adalah SPSS 21.
a. Analisis Regresi Linear Berganda
1) Uji Asumsi Klasik
Model regresi linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika
model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi
klasik statistic yang meliputi uji normalitas, multikolineritas, dan
heteroskedastisitas.
2
3.
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008), h.
47
2) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau
asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah
sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apaka residual berdistribusi
normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.3
Menurut Suliyanto (2005), Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui
residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Cara mengetahui
bahwa data yang diambil terdistribusi normal
salah satunya
dengan
menggunakan
Kurva
residual
teknik
Kolmogorov-Smirnov.
nilai
terstandardisasi dikatakan menyebar dengan normal apabila nilai
Kolmogorov-Smirnov Z ≤ Z tabel atau nilai asymp. sig. (2-tailed) > α
pada tabel uji Kolmogorov-Smirnov.4
3) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independent. Jika variabel independent saling berkorelasi, maka variabelvariabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel
independent sama dengan nol.5
3
Imam Ghozali, Aplikasi Anlaisis Multivariate dengan Program SPSS (Semarang: Badan
Penerbit universitas Diponegoro, 2006), h. 110.
4
R. Gunawan Sudarmanto, Statistik Terapan Berbasis Komputer Denga Program IBM SPSS
Statistic 19 (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013), h. 125
5
Ibid., h. 91.
48
Uji multikolinerietas pada suatu model dapat dilihat dari nilai VIF
(Variance Inflation Factor) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak
kurang dari 0,1. Semakin tinggi VIF maka tolerance semakin rendah.
Sehingga model dapat dikatakan terbebas dari multikolinerietas.
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perbedaan ragam residual
suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain, atau
gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized
Delete Residual. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada
model regresi dapat dilihat pada pola gambar Scatterplot (Nugroho, 2005).
Analsis
gambar
Scatterplot
yang
menyatakan
tidak
terdapat
heteroskedastisitas jika:
a) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka 0.
b) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
c) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola Persamaan
Regresi Linear Berganda
5) Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan
keadaan
dimana
terjadinya
residual untuk pengamatan satu dengan pengamatan
korelasi dari
yang lain
yang
disusun menurut runtun waktu. Model regresi yang baik mensyaratkan
tidak adanya masalah autokorelasi.6
6
Duwi Priyatno, Analisis Korelasi, Regresi dan Multivariate Dengan SPSS (Jakarta, Gava
Media, 2013), h. 74.
49
Dalam penelitian ini uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan
statistik Durbin Watson. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai
berikut7:
a) Angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
b) Angka DW di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
c) Angka DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
b. Persamaan Regresi Linier Berganda
Analisis regresi adalah salah satu teknik statistik yang dapat digunakan
untuk menggambarkan hubungan antara dua variabel atau lebih untuk variabel
kuantitatif.8
Regresi linier berganda bertujuan menghitung besarnya pengaruh dua
atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi
variabel terikat dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas.9
Bentuk umum regresi linier berganda:
Y = a + b1 Dummy DP +b2 Inflasi + b3 BI rate
Di mana:
7
Y
= variabel dependen (Pembiayaan Kendaraan Bermotor)
a
= konstanta
b1
= Dummy DP
b2
= Inflasi
Singgih Sasonto, Aplikasi SPSS pada Statistik Parametrik (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2012), h. 243.
8
Ety Rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS (Jakarta: Penerbit
Mitra Wacana Media, 2009), h. 135.
9
Ibid., h. 142.
50
b3
= BI rate
c. Uji F
Uji F atau Uji global dilakukan untuk melihat apakah terjadi pengaruh
nyata antara variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen)
secara keseluruhan.
Uji simultan dengan uji F ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila Fhitung
> Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen secara
simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadapa variabel dependen.
Uji F dimaksudkan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari
variabel independen (X1, X2, …, Xn) dapat atau mampu menjelaskan tingkah
laku atau keragaman variabel dependen (Y).
d. Uji t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen.10
Uji t untuk menguji signifikasi konstanta dan variabel independen.
Hipotesis:
Ho = Koefisien regresi tidak signifikan
Ha = Koefisien regresi signifikan
10
Imam Ghozali, Aplikasi Anlaisis Multivariate dengan Program SPSS, h. 84.
51
Apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel
independen secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen. Apabila t
hitung
<t
tabel
maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya variabel independen secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
B. Hipotesis
Untuk melakukan pengujian hipotesis, maka ada beberapa ketentuan yang
perlu diperhatikan yaitu merumuskan hipotesis nol (Ho) dan harus disertai dengan
hipotesis alternatif (Ha), seperti yang tercantum di bawah ini:
Ho → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Dummy DP (X1)
terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y)
Ha →
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Dummy DP (X1)
terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y)
Ho → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi (X2) terhadap
variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y)
Ha →
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi (X2) terhadap
variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y)
Ho → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel BI rate (X3)
terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y)
Ha → terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel BI rate (X3) terhadap
variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y)
52
Ho → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara setiap variabel X1, X2, X3
terhadap variabel Y
Ha → terdapat pengaruh yang signifikan antara setiap variabel X1, X2, X3
terhadap variabel Y.
C. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
PT. Bank Syariah
Mandiri
D. memberikan
pembiayaan
kendaraan bermotor
KKB
Dummy DP (X1)
Inflasi (X2)
Analisis regresi linear
berganda di antaranya
uji asumsi klasik,
persamaaan
regresi
linier berganda, Uji F
dan Uji t.
BI rate (X3)
Hipotesis:
Ho: tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara setiap variabel X1,
X2, X3 terhadap variabel Y
Ha: terdapat pengaruh yang signifikan
antara setiap variabel X1, X2, X3
terhadap variabel Y
Pembiayaan Kendaraan
Bermotor (Y)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum PT. Bank Syariah Mandiri
1. Sejarah Singkat PT. Bank Syariah Mandiri1
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah
sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana
diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan
krisis
multi-dimensi
termasuk
di
panggung
politik
nasional,
telah
menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh
sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi
tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil
tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di
Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT. Bank Susila Bakti (BSB) yang
dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang
Negara dan PT. Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha
keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa
bank lain serta mengundang investor asing.
1
Bank Syariah Mandiri, “Profil Perusahaan”, artikel ini diakses pada 6 September 2014 dari
http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/
53
54
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger)
empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo)
menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli
1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan
konsolidasi
serta
membentuk
Tim
Pengembangan
Perbankan
Syariah.
Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah
di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU
No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi
syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan
UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT.
Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya,
Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan
infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional
menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT. Bank
Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23
tanggal 8 September 1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan
oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999,
25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior
55
Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama
menjadi PT. Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal
tersebut, PT. Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin
tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
PT. Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang
mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi
kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani
inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam
kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun
Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.
2. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri
Visi: Memimpin pengembangan peradaban ekonomi yang mulia.
Misi:
a. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata industri yang
berkesinambungan.
b. Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran pembiayaan pada
segmen UMKM.
c. Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang sehat.
d. Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
e. Mengembangkan nilai-nilai syariah universal
56
B. Pembiayaan Kendaraan Bermotor pada Bank Syariah Mandiri
Gambar 4.1
Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri
Jumlah Pembiayaan (dalam triliun)
60
50,46
50
44,75
40
30
36,37
23,97
20
10
0
2010
2011
2012
2013
Sumber: Laporan Tahunan Bank Syariah Mandiri 2013
Selama tahun 2013, BSM telah menyalurkan pembiayaan untuk seluruh
segmen usaha sebesar Rp 50,46 triliun, meningkat sebesar Rp 5,70 triliun atau
tumbuh 12,75% dibanding total pembiayaan Rp 44,75 triliun di tahun 2012.
Dalam grafik tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan pembiayaan di BSM
selalu meningkat setiap tahunnya sejak dari 2010-2013.
Salah satu segmen pembiayaan yang dikembangkan oleh Bank Syariah
Mandiri adalah Pembiayaan Konsumer. Pembiayaan Konsumer di BSM ini
merupakan segmen pembiayaan yang paling besar porsi peningkatannya pada
tahun 2012-2013 dibanding segmen pembiayaan lainnya seperti Korporasi,
57
Komersial (menengah), dan Usaha Mikro dan Kecil. Pembiayaan konsumer 2013
sebesar Rp 21,85 trilliun dengan porsi 44,31%, meningkat dibandingkan porsi
pembiayaan konsumer tahun 2012 sebesar 43,85%.2
Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PKB) pada Bank Syariah Mandiri
merupakan pembiayaan untuk pembelian kendaraan bermotor dengan sistem
murabahah. Pembiayaan yang dapat dikategorikan sebagai PKB adalah
pembiayaan motor ataupun mobil, baik dalam kondisi baru maupun bekas. Untuk
kendaraan baru, jangka waktu pembiayaan hingga 5 tahun sedangkan untuk
kendaraan bekas hingga 10 tahun (dihitung termasuk usia kendaraan dan jangka
waktu pembiayaan). Pembiayaan kendaraan bermotor ini termasuk dalam
segmen usaha dalam pembiayaan konsumer di BSM. Syarat-syarat dan ketentuan
pembiayaan kendaraan bermotor di BSM adalah sebagai berikut:
1. Pemohon harus mempunyai pekerjaan dan/atau pendapatan yang tetap.
2. Usia pemohon pada saat pengajuan PKB minimal 21 tahun dan maksimal 55
tahun pada saat jatuh tempo fasilitas PKB.
3. Pengajuan PKB dapat dilakukan sendiri-sendiri atau koordinir secara kolektif
oleh instansi di mana pemohon bekerja.
2
Laporan Tahunan Bank Syariah Mandiri Tahun 2013
58
Tabel 4.1
Porsi Pembiayaan Konsumer Untuk PKB dan Multifinance 2012-2013
(dalam Rp)
Jenis
2012
2013
Pembiayaan
Outstanding
Porsi
Outstanding
Porsi
Kendaraan
258.568.273.016
1,65%
265.967.216.739
1,55%
Multifinance
860.060.085.229
5,50%
746.196.912.939
4,35%
Sumber: Laporan Tahunan BSM 2013
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa porsi pembiayaan kendaraan
bermotor dan multifinance di BSM pada tahun 2013 mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya yaitu 2012. Untuk kendaraan, pada tahun 2013 porsinya
sebesar Rp 265,96 miliar atau sebesar 1,55% dari total pembiayaan konsumer.
Sedangkan untuk multifinance, pada tahun 2013 porsinya sebesar Rp 746,19
miliar atau sebesar 4,35% dari total pembiayaan konsumer. Hal ini mengalami
penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2012, porsi untuk
pembiayaan kendaraan adalah sebesar Rp 258,56 miliar atau sebesar 1,65% dari
total pembiayaan konsumer. Sedangkan untuk multifinance di 2012, porsi
pembiayaannya sebesar Rp 860,06 miliar atau sebesar 5,50% dari total
pembiayaan konsumer. Penurunan itu salah satunya disebabkan oleh adanya
kebijakan baru yang dibuat oleh Bank Indonesia, yaitu kebijakan yang dapat
memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber
59
risiko bank serta meningkatkan prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan
pembiayaan setiap tahunnya. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran
Bank Indonesia No. 15/40/DKMP Tahun 2013.
C. Dampak Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP Tahun 2013 pada
Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank Syariah Mandiri
Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP Tahun 2013 yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia ini dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan
pembiayaan kendaraan bermotor yang berpotensi menimbulkan berbagai risiko,
dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi
tantangan di sektor keuangan, dan untuk meminimalisir sumber-sumber
kerawanan yang mungkin timbul termasuk pertumbuhan pembiayaan kendaraan
bermotor yang berlebihan. Maka dari itu, penetapan kebijakan ini yaitu dari
menetapkan besaran down payment untuk pembiayaan kendaraan bermotor.
Dalam surat edaran tersebut diatur uang muka atau DP paling rendah 25% untuk
kendaraan roda dua, 30% untuk kendaraan roda atau lebih untuk keperluan non
produktif, dan 20% untuk kendaraan roda tiga atau lebih untuk keperluan
produktif. Besaran uang muka tersebut naik daripada sebelumnya yang hanya
sekitar 10-15%.
PT. Bank Syariah Mandiri merespon surat edaran tersebut pada awal
sebelum berlakunya kebijakan itu pertumbuhan pembiayaannya cenderung stabil
dan tidak begitu terlihat adanya kenaikan atau penurunan yang drastis.
60
Karenanya, BSM juga selektif dalam mencari nasabah sehingga tidak terlalu
terjadi masalah dengan isu DP 30% tersebut karena nasabahnya sendiri pun telah
berpikir dampak dari membeli kendaraan seharga tersebut yaitu akan berdampak
pada angsuran setelahnya.3
Tabel 4.2
Perbandingan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM
Masa
Periode
Outstanding
Growth
(Rp miliar)
(Rp miliar)
Mei-13
281.583.973.738
23.015.700.722
Jun-13
273.043.996.713
14.475.723.697
Jul-13
258.789.977.560
221.704.544
Agu-13
250.072.890.852
-8.495.382.165
Sep-13
252.899.644.279
-5.668.628.737
Okt-13
257.336.383.340
-1.231.889.676
Setelah Berlaku
Nov-13
262.954.929.114
4.386.656.098
Efektif
Des-13
322.080.543.966
63.512.270.950
Jan-14
508.092.743.217
186.012.199.251
Feb-14
502.352.424.130
180.271.880.164
Sebelum
Saat Dikeluarkan
Sumber: Laporan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM 2013-2014
3
Wawancara Pribadi dengan Hadi Wajaya Arifin (Mortage Alliance Dept. Head Consumer
Banking Division Bank Syariah Mandiri), Jakarta, 22 Juli 2014.
61
Menurut Departement Head Consumer Banking Division BSM:
Penurunan tingkat pembiayaan tidak hanya di BSM. Pasti dampak buat
semuanya. Jika bicara di luar BSM, akhirnya mereka mensiasati dengan
memberikan subsidi. Uang muka yang awalnya full financing dari nasabah 30%,
maka disiasati dengan memberikan subsidi antara 30%-50%. Sedangkan di BSM
tidak boleh melakukan hal tersebut karena uang muka harus benar-benar
bersumber dari nasabah, sehingga pasti ada penurunan, begitu pun di pembiayaan
KPR BSM.
Hadi Wajaya mengatakan bahwa adanya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun
2013 tersebut memberikan dampak bagi semua segmen pembiayaan tidak hanya
di BSM namun juga di bank umum syariah atau bank umum konvensional serta
lembaga multifinance lainnya. Pada awal sebelum terbit peraturan kenaikan DP
untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah, banyak Bank Umum
Konvensional yang berlomba-lomba membuat Unit Usaha Syariah untuk
meningkatkan asset pembiayaannya melalui segmen syariah tersebut, namun
setelah terbit kebijakan baru dari Bank Indonesia yang mengatakan bahwa DP
untuk pembiayaan BUS/UUS pun disamakan/meningkat, hal ini cenderung
berdampak sama baik untuk BUS/UUS/BUK.4
Namun, jika dilihat dari laporan pembiayaan kendaraan bermotor BSM
pada tabel 2 di atas, diketahui bahwa tidak ada dampak atau pengaruh dari SE BI
4
Wawancara Pribadi dengan Hadi Wajaya Arifin (Mortage Alliance Dept. Head Consumer
Banking Division Bank Syariah Mandiri), Jakarta, 22 Juli 2014.
62
No. 15/40/DKMP Tahun 2013 yang berpengaruh secara drastis terhadap tingkat
outstanding pembiayaannya. Terlihat bahwa pada saat sebelum dikeluarkannya
kebijakan tersebut pada bulan Mei hingga Agustus 2013, outstanding PKB BSM
justru menurun, namun pada saat dikeluarkannya kebijakan tersebut yaitu pada
bulan September, outstanding PKB justru meningkat yang awalnya Rp. 2.500,72
miliar pada Agustus 2013 menjadi Rp. 2.528,99 miliar pada September 2013.
Bahkan pada bulan-bulan selanjutnya, outstanding pembiayaan kendaraan
bermotor BSM justru meningkat dan stabil. Pertumbuhan pembiayaan yang
cenderung stabil ini diperkirakan karena meskipun ada kenaikan DP yang harus
dibayarkan nasabah, namun nasabah tetap mengajukan pembiayaannya karena
dari BSM sendiri telah memiliki nasabah-nasabah tetap ataupun nasabah
korporasi.
Dampak Surat Edaran tersebut belum mempengaruhi pembiayaan
kendaraan bermotor secara keseluruhan karena memang bukan merupakan
pembiayaan utama di Bank Syariah Mandiri, jika dibandingkan dengan
pembiayaan yang portofolionya jauh lebih besar dan risiko yang lebih kecil
seperti pembiayaan KPR. Pembiayaan kendaraan bermotor di BSM pun meskipun
termasuk dalam segmen pembiayaan yang cukup besar, namun masih kalah jika
dibandingkan dengan pembiayaan KPR BSM yang memang mendominasi dari
keseluruhan total pembiayaan di segmen pembiayaan konsumer Bank Syariah
Mandiri.
63
Meskipun begitu, risiko yang ditimbulkan dari pembiayaan kendaraan
bermotor jauh lebih besar jika dibanding dengan pembiayaan KPR. Risiko
tersebut akan sangat dirasakan apabila terjadi pembiayaan bermasalah karena
pembiayaan kendaraan bermotor bukan merupakan alat investasi dan nilainya
akan terus menyusut tiap tahunnya, jadi apabila ada nasabah yang tidak
menyanggupi melunasi cicilannya, maka hal itu tidak akan mampu menutupi
kerugian dari pihak bank.
D. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Rasio skewness dan rasio kurtosis dapat dijadikan petunjuk apakah
suatu data berdistribusi normal atau tidak. Rasio skewness adalah nilai
skewness dibagi dengan standard error skewness, sedang rasio kurtosis adalah
nilai kurtosis dibagi dengan standard error kurtosis. Sebagai pedoman, bila
rasio skewness dan kurtosis berada diantara -2 higga+2, maka distribusi data
adalah normal. Dari olahan SPSS, diperoleh hasil berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
Descriptive Statistics
Std.
Deviatio
N
Minimum
Maximum
Mean
n
Skewness
Kurtosis
Std.
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Statistic
Error
Std.
Statistic
Error
64
Unstandardized
30
Residual
- 1,99238E11
1,36249E11
Valid N (listwise)
-,0000343
7,19050
,491
,427
1,106
667E10
30
Dari tabel hasil uji Normalitas di atas terlihat bahwa rasio skewness =
0,491 : 0,427 = 1,14988; sedangkan rasio kurtosis = 1,106 : 0,833 = 1,32773.
Karena rasio skewwness dan kurtosis berada di antara -2 hingga +2 maka
dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variabel
bebas yang memiliki kemiripan dengan variabel bebas yang lain dalam satu
model. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, penelitian ini menggunakan
Variance Inflation Factor (VIF). Syarat suatu data tidak terjadi multikolinearitas
adalah jika nilai VIF < dari 10. Bila nilai VIF > dari 10 maka diindikasikan model
tersebut memiliki gejala multikolinearitas.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Variance Inflation Factor (VIF)
menunjukkan bahwa nilai koefisien VIF variabel independen Dummy DP dan BI
rate adalah > 10. Sedangkan nilai koefisien variabel independent Inflasi < 10.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa masih terdapat hubungan antara
variabel-variabel independen sehingga dapat dikatakan model ini terdapat
multikolinearitas.
Hasil penghitungan Uji Multikolinearitas dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.
,833
65
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
Model
1
B
(Constant)
a
Std. Error
26,463
1,197
Dummy DP
,480
,293
Inflasi
,061
BI rate
-,103
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
22,100
,000
,728
1,639
,113
,088
11,343
,051
,348
1,185
,247
,201
4,971
,237
-,262
-,433
,668
,047
21,068
a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
3. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heterokedastisitas.
Salah satu cara menghitung uji heterokedastisitas yang mudah dan dapat
diaplikasikan di SPSS adalah Uji Gletser. Uji Gletser secara umum dinotasikan
sebagai berikut:
│e│= b1 + b2X2 + v
Dimana:
│e│= Nilai Absolut dari residual yang dihasilkan dari regresi model
X2 = Variabel penjelas
66
Tabel 4.5
Hasil Uji Heterokedastisitas
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
1
a
B
Std. Error
(Constant)
,509
,450
Dummy DP
,306
,110
Inflasi
-,005
BI rate
-,064
Beta
t
Sig.
1,130
,269
1,175
2,776
,010
,019
-,077
-,275
,786
,089
-,411
-,712
,483
a. Dependent Variable: ARes
Apabila t hitung < t tabel maka tidak terjadi heteroskedastisitas di antara
data pengamatan dengan nilai residual absolutnya. Berdasarkan pada hasil output
analisis menunjukkan t hitung (hubungan antara variabel bebas dengan residual
absolutnya), untuk variabel independent inflasi dan BI rate jauh lebih kecil dari
koefisien t tabel (-0,275; -0,712 < 2,056). Sedangkan untuk variabel Dummy DP
jauh lebih besar dari t tabel (2,776 > 2,056).
disimpulkan
bahwa
data
yang
diperoleh
Dengan demikian, dapat
masih
terdapat
adanya
heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu
variabel. Autokorelasi dapat terjadi jika observasi yang berturut-turut sepanjang
waktu memiliki korelasi antara satu dengan yang lain. Model regresi yang baik
mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi. Dalam penelitian ini uji
67
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin Watson. Dasar
pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut5:
a. Angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
b. Angka DW di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
c. Angka DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Berdasarkan tabel hasil uji autokorelasi di bawah ini diketahui bahwa nilai
Durbin Watson adalah sebesar 0,845 (berada di antara -2 sampai +2), sehingga
dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari adanya
autokorelasi.
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi
b
Model Summary
Std. Error of
Mode
l
R
1
,740
a
R
Adjusted R
the
Durbin-
Square
Square
Estimate
Watson
,548
,496
,21818
,845
a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP
b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
5
Singgih Sasonto, Aplikasi SPSS pada Statistik Parametrik (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2012), h. 243.
68
E. Uji Regresi Linier Berganda
1. Persamaan Regresi Linear Berganda
Tabel 4.7
Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Coefficients
Model
1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
(Constant)
a
Std. Error
26,463
1,197
Dummy DP
,480
,293
Inflasi
,061
BI rate
-,103
Beta
Collinearity Statistics
t
Sig.
Tolerance
VIF
22,100
,000
,728
1,639
,113
,088
11,343
,051
,348
1,185
,247
,201
4,971
,237
-,262
-,433
,668
,047
21,068
a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Dari output data hasil olahan SPSS dalam kolom coefficients B
diperoleh model regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = 26,463 + 0,480 X1 + 0,061 X2 + (-0,103) X3
Untuk dapat membaca koefisien regresi yang dimiliki oleh variabel
bebas dapat menggunakan kolom t dengan membandingkan nilai nyata t
hitung lebih besar dari alpha yang ditetapkan yaitu 0,05. Jika diperoleh nilai
nyata t hitung < α (0,05), maka Ho ditolak yang artinya terdapat pengaruh X
terhadap Y. Dari hasil perbandingan nyata tersebut, diketahui bahwa ternyata
dari ketiga variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat
Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai
nyata t hitung yang melebihi dari taraf alpha yang telah ditetapkan (0,05).
69
Dari hasil olahan data yang diperoleh, maka model regresi linier
berganda di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a.
Nilai koefisien konstanta adalah 26,463. Hal ini dapat diartikan, apabila
nilai variabel bebas konstan, maka besar nilai variabel terikat menjadi
26,463.
b.
Variabel X1 (Dummy DP) memiliki tingkat nyata t hitung 0,113 dengan
taraf alpha 0,05. Karena nilai t hitung > 0,05, maka variabel dummy DP
tidak memilki pengaruh nyata terhadap variabel pembiayaan kendaraan
bermotor. Nilai koefisien beta positif 0,480, diartikan bahwa jika
variabel X1 memilki pengaruh nyata terhadap variabel Y, maka jika
terjadi peningkatan jumlah uang muka (Dp), hal ini akan meningkatkan
jumlah pembiayaan bermotor sebesar 0,480.
c.
Variabel X2 (inflasi) memilki tingkat nyata t hitung 0,247 dengan taraf
alpha 0,05. Karena nilai t hitung > 0,05, maka variabel inflasi tidak
memilki pengaruh nyata terhadap variabel pembiayaan kendaraan
bermotor. Nilai koefisien beta positif 0,061, diartikan bahwa jika
variabel X2 memilki pengaruh nyata terhadap variabel Y, maka jika
terjadi peningkatan inflasi, hal ini akan meningkatkan jumlah
pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0,061.
d.
Variabel X3 (BI rate) memilki tingkat nyata t hitung 0,668 dengan taraf
alpha 0,05. Karena nilai t hitung > 0,05, maka variabel BI rate tidak
memiliki pengaruh nyata terhadap variabel pembiayaan kendaraan
70
bermotor. Nilai koefisien beta negatif (-0,103), diartikan bahwa jika
variabel X3 memilki pengaruh nyata terhadap variabel Y, maka jika
terjadi peningkatan BI rate, hal ini akan menurunkan jumlah
pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0,103.
2. Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat
akan dihitung dengan menggunakan software SPSS 19 sebagai berikut:
Tabel 4.8
Uji Koefisien Determinasi
b
Model Summary
Model
1
R
,740
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
a
,548
,496
,21818
Durbin-Watson
,845
a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP
b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Dari tabel tersebut, diketahui nilai Adjusted R Square = 0,496 yang berarti
49,6%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Dummy DP (X1), inflasi (X2), dan
BI rate (X3) memiliki kontribusi sebesar 49,6 % terhadap Pembiayaan Kendaraan
Bermotor (Y), sedangkan sisanya 50,4% (100 % - 49,6%) dijelaskan oleh variabel
lain di luar variabel bebas yang digunakan atau dipengaruhi oleh faktor lain
seperti gaji/pendapatan nasabah, analisis profitabilitas dari tiap-tiap nasabah dan
lain-lain. Adapun nilai R = 0,548 menunjukkan bahwa antara Dummy DP (X1),
inflasi (X2), dan BI rate (X3) memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap
pembiayaan kendaraan bermotor (Y).
71
3. Uji Parsial (Uji t)
Pengolahan uji t dapat dilakukan secara parsial (individual) masingmasing variabel bebas yang dapat mempengaruhi variabel terikat. Pengaruh
secara parsial dapat dilihat dari perbandingan nilai nyata t hitung terhadap taraf
alpha yang telah ditetapkan yaitu 0,05. Berdasarkan hasil olahan SPSS pada tabel
coefficients diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.9
Uji t-Hitung
a
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
Model
1
(Constant)
26,463
1,197
Dummy DP
,480
,293
Inflasi
,061
BI rate
-,103
t
Sig.
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
22,100
,000
,728
1,639
,113
,088
11,343
,051
,348
1,185
,247
,201
4,971
,237
-,262
-,433
,668
,047
21,068
a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Berdasarkan data pada tabel di atas terlihat bahwa ketiga variabel bebas
yang terdiri dari Dummy DP, inflasi, dan BI rate tidak ada yang berpengaruh
secara parsial terhadap variabel terikat. Hal ini terlihat dari nilai t hitung ketiga
variabel bebas tersebut lebih besar dari dari taraf alpha 0,05.
72
4. Uji Simultan (Uji F)
Hasil uji F dapat diketahui dari hasil olahan SPSS yang ditampilkan pada
tabel ANNOVA.
Tabel 4.10
Uji F-Hitung
b
Model
1
Regression
Residual
Total
ANOVA
Sum of Squares
df
Mean Square
F
1,500
3
,500 10,501
1,238
26
,048
2,737
Sig.
a
,000
29
a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP
b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Dari tabel di atas, menunjukkan nilai nyata F hitung < alpha, yaitu 0,000 <
0,05, sehingga Ho ditolak dan membuktikan bahwa paling sedikit ada satu atau
bahkan keseluruhan variabel X yang mempengaruhi variabel Y. Dapat diartikan
bahwa secara keseluruhan (simultan) variabel bebas berupa Dummy DP, inflasi,
dan BI rate memiliki pengaruh terhadap variabel terikat Pembiayaan Kendaraan
Bermotor (Y).
5. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank Syariah Mandiri secara
simultan dan parsial. Penelitian ini mengusulkan hipotesis, yaitu H o = variabel
bebas tidak berpengaruh terhadap pembiayaan kendaraan bermotor dan H1 =
variabel bebas berpengaruh terhadap pembiayaan kendaraan bermotor.
73
a. Uji secara simultan
Hasil olahan data menunjukkan nilai nyata uji F (0,000) lebih kecil dari alpha
yang ditetapkan (0,05), maka diperoleh kesimpulan Ho ditolak dan H1
diterima. Jadi, Secara simultan variabel bebas Dummy DP, inflasi, dan BI rate
berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
b. Uji secara parsial
1) Nilai nyata t pada X1 (0,113) lebih besar dari alpha (0,05), maka Ho
diterima dan H1 ditolak.
2) Nilai nyata t pada X2 (0,247) lebih kecil dari alpha (0,05), maka Ho
diterima dan H1 ditolak.
3) Nilai nyata t pada X3 (0,668) lebih kecil dari alpha (0,05), maka Ho
diterima dan H1 ditolak.
F. Pembahasan
1. Dummy DP
Koefisien regresi dari variabel Dummy DP terhadap pembiayaan
kendaraan bermotor adalah sebesar 0,480 dengan nilai t hitung sebesar 1,639
< t tabel 2,056 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,113 > dari 0,05.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel Dummy DP
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Kurnia Ratri Cahyani (2013)
yang menyebutkan bahwa kebijakan Down Payment tersebut menurunkan
74
kuantitas pembiayaan. Sama halnya dengan penelitian Muttabiatun Dzawil
Mauidhah, yang menyebutkan bahwa kebijakan DP tersebut menurunkan
tingkat kredit kendaraan bermotor dan laba keseluruhan.
Secara teoritis seharusnya peningkatan Down Payment yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dapat mempengaruhi tingkat pembiayaan
kendaraan bermotor di Bank Syariah Mandiri. Namun dalam penelitian ini,
peningkatan DP tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor, hal ini diduga karena adanya perbedaan dengan penelitian
sebelumnya bahwa kebijakan yang digunakan adalah Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013, yang mana kebijakan tersebut
baru dilaksanakan pada awal Oktober 2013 yaitu hanya berkisar 9 bulan
hingga data yang diperoleh dalam penelitian ini didapat. Jika melihat data
outstanding Bank Syariah Mandiri setelah diberlakukannya kebijakan tersebut
memang tidak menurun, justru meningkat dan tampak stabil, hal ini diduga
karena untuk menanggapi kebijakan DP tersebut, BSM sendiri telah
melakukan strategi khusus guna mengantisipasi dampak yang ditimbulkan,
yaitu adanya program COP (Car Ownership Program). Terbukti dengan
adanya program tersebut, pembiayaan kendaraan bermotor di BSM tetap
stabil dan justru meningkat. Selain itu, tidak adanya pengaruh yang signifikan
dari kebijakan kenaikan DP pembiayaan tersebut juga diduga karena BSM
sendiri telah memiliki nasabah yang income atau pendapatannya memang
tinggi, sehingga tidak terlalu khawatir dengan DP yang meningkat. Nasabah
75
pembiayaan kendaraan bermotor di BSM juga kebanyakan nasabah korporate
atau perusahaan-perusahaan besar, yaitu yang tergabung dalam program COP
yang dijelaskan sebelumnya.
2. Inflasi
Koefisien regresi dari variabel inflasi terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor adalah sebesar 0,061 dengan nilai t hitung sebesar 1,185 < dri t tabel
2,056 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,247 > 0,05. Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di BSM.
3. BI rate
Koefisien regresi dari variabel BI rate terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor adalah sebesar -0,103 dengan nilai t hitung sebesar -0,433 < dri t
tabel 2,056 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,668 > 0,05. Berdasarkan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel BI rate tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di BSM. Nilai
beta pada variabel BI rate menunjukkan nilai negatif yang berarti
menunjukkan adanya hubungan negatif antara variabel BI rate dan
pembiayaan kendaraan bermotor, artinya semakin tinggi tingkat suku bunga
yang ditetapkan maka semakin rendah permintaan pembiayaan kendaraan
bermotor.
76
G. Strategi Khusus Sebagai Respon BSM Akibat Dikeluarkannya Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013
Bank Syariah Mandiri tentunya melakukan strategi khusus sebagai respon
SE BI No. 15/40/DKPM Tahun 2013 tersebut terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor di BSM. Pada saat sebelum dikeluarkannya kebijakan ini, BSM masih
memberikan pembiayaan kendaraan untuk semua jenis golong, baik individu
ataupun perusahaan. Namun, setelah diberlakukannya kebijakan tersebut, BSM
lebih fokus ke mekanisme COP (Car Ownership Program).6 Dalam hal ini BSM
bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan tertentu dan perusahaan lain yang
tidak terikat kerja sama dengan syarat harus mengeluarkan cover note.
Car Ownership Program (COP) yaitu pembiayaan yang diajukan pada
karyawan perusahaan yang dikoordinir oleh perusahaan untuk memiliki
kendaraan dinas itulah yang sekarang menjadi target merket Bank Syariah
Mandiri. Dengan strategi pemasaran seperti ini akan sangat meminimalisir
pembiayaan bermasalah karena pembiayaan tersebut diajukan secara kolektif atas
nama perusahaan. Portofolio yang diajukan pasti akan jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan portofolio yang diajukan secara individu. Selain
pengembangan program COP tersebut, BSM juga melakukan perluasan jaringan
distribusi melalui kerjasama dengan dealer. Meskipun begitu, BSM tetap lebih
cenderung banyak menggarap nasabah korporate melalui program COP tersebut.
6
Wawancara Pribadi dengan Hadi Wajaya Arifin (Mortage Alliance Dept. Head Consumer
Banking Division Bank Syariah Mandiri), Jakarta, 22 Juli 2014.
77
Dengan adanya program COP tersebut, keuntungan yang didapat oleh
pihak BSM adalah karena portofolio pengajuannya jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan portofolio individu, sehingga bank juga akan mendapatkan
laba yang besar dengan tingkat risiko yang minimum, karena pada saat terjadi
pembiayaan bermasalah, maka bank tidak perlu mengeluarkan biaya terkait
dengan penagihan karena sepenuhnya diselesaikan oleh perusahaan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil olahan data menunjukkan bahwa nilai nyata F hitung <
alpha, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan H1 diterima membuktikan
bahwa paling sedikit ada satu atau bahkan keseluruhan variabel X yang
mempengaruhi variabel Y. Sehingga dapat diartikan bahwa secara
keseluruhan (simultan) variabel bebas berupa Dummy DP, inflasi, dan BI rate
memiliki pengaruh terhadap variabel terikat Pembiayaan Kendaraan Bermotor
(Y). Secara simultan terdapat pengaruh nyata variabel Dummy DP (X1),
inflasi (X2), dan BI rate (X3) memiliki kontribusi sebesar 45,1 % terhadap
Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Y), sedangkan sisanya 54,9 % dijelaskan
oleh variabel lain di luar variabel bebas yang digunakan atau dipengaruhi oleh
faktor lain seperti gaji/pendapatan nasabah, analisis profitabilitas dari tiap-tiap
nasabah dan lain-lain. Sedangkan secara parsial, dari ketiga variabel bebas
yang digunakan yaitu Dummy DP, inflasi, dan BI rate, ketiganya tidak ada
yang berpengaruh secara nyata terhadap variabel Pembiayaan Kendaraan
Bermotor.
2. Sedangkan strategi khusus yang dilakukan Bank Syariah Mandiri adalah
dengan adanya produk COP (Car Ownership Program). Dengan strategi
pemasaran seperti ini akan sangat meminimalisir pembiayaan bermasalah
78
79
karena pembiayaan tersebut diajukan secara kolektif atas nama perusahaan.
Portofolio yang diajukan pasti akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan
portofolio yang diajukan secara individu. Selain pengembangan program COP
tersebut, BSM juga melakukan perluasan jaringan distribusi melalui
kerjasama dengan dealer.
B. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa penggunaan variabel Dummy DP, inflasi,
dan BI rate tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan
kendaraan bermotor di Bank Syariah Mandiri, maka penulis berharap ada
penelitian selanjutnya mengenai dampak kenaikan DP syariah terhadap
pembiayaan kendaraan bermotor yang menggunakan variabel lain yang lebih
banyak dan dikaji lebih mendalam.
2. Penulis berharap untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan lebih
dari satu objek bank syariah, serta data yang digunakan lebih banyak lagi,
karena pada saat penulis melakukan penelitian ini, kebijakan tersebut baru
saja diterbitkan sehingga menjadi kendala terkait data-data yang dibutuhkan.
3. Penulis berharap berharap penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
merencanakan strategi yang lebih efektif. Hal ini terkait dengan semakin
tingginya tingkat persaingan antar bank syariah pada tahun berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M Syafi’i. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001.
Anshori, Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2007.
Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alfabet,
2006.
Al Arif, M Nur Rianto. Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, cet I. Bandung:
Alfabeta, 2010.
Al Arif, M Nur Rianto. Ekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, cet I. Bandung:
Alfabeta, 2010.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP Tahun 2012
Perihal Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan
Pemberian Kredit Kepemilikan Rumah Dan Kredit Kendaraan Bermotor. Jakarta: BI,
2012
Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Perihal
Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian
Kredit Atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit Atau Pembiayaan
Konsumsi Beragun Properti, Dan Kredit/Pembiayaan Kendaraan
Bermotor. Jakarta: BI, 2013.
Bank Syariah Mandiri, “Profil Perusahaan”, artikel ini diakses pada 6 September
2014 dari http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/
Blocher, dkk. Manajemen Biaya, Penerjemah Dra. A Suty Ambarriani, M. Si. Jakarta:
Salemba Empat, 2000.
Boediono. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter Edisi
Ketiga. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta:
DSN, 2003.
Ghozali, Imam. Aplikasi Anlaisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit universitas Diponegoro, 2006.
Harahap, Sofyan S, dkk. Akuntansi Perbankan Syariah Edisi Revisi. Jakarta: LPFE
Usakti, 2004.
Harun, Nasrun. Fiqh Muamalat. Jakarta: Gaya Media Pertama, 2000.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis
dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.
Ibrahim Lubis. Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, Jilid 2. Jakarta: Kalam Mulia,
1995.
Info Bank News. Efek Samping Kenaikan DP Pembiayaan Syariah. Artikel ini
diakses
pada
tanggal
24
Desember
2013
dari
www.infobanknews.com/2013/03/efek-samping-kenaikan-dp-pembiayaansyariah/
Info Bank News. KKB iB Makin Gencar di Pasar Otomotif. Artikel ini diakses pada
tanggal 24 Desember 2013 dari www.infobanknews.com/2010/09/kkb-ibsyariah-makin-gencar-di-pasar-otomotif/
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011.
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT,
RajaGrafindo Persada, 2006.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi 9. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Kompas Otomotif. 2012: Rekor Baru Penjualan Mobil di Indonesia, 1,161 Juta Unit.
Artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari
m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/11/6126/2012.Rekor.Baru.Penjualan.
Mobil.di.Indonesia.1.161.Juta.Unit
Kompas Otomotif. “Penjualan Sepeda Motor Nasional 2012 Turun 11,2 Persen”.
Artikel ini diakses pada tangga 24 Desember 2013 dari
m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/08/6066/Penjualan.Sepeda.Motor.Na
sional
Lathif, Ah. Azaruddin. Fiqh Muamalat, cet.I. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Mankiw, Gregory. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama, 2006.
Mauidhah, Muttabiatun Dzawil. “Strategi Lembaga Pembiayaan dalam Mengatasi
Dampak SE BI Nomor 14/10/DPNP Tahun 2012 (Studi Kasus pada PT.
Adira Dinamika Multifinance). “Jurnal, Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Surabaya, 2012.
Merdeka.com. “Aturan Uang Muka Kredit Syariah Diterapkan Awal Tahun”. Artikel
ini diakses pada tanggal 19 Februari 2014 dari http://www.merdeka
.com/uang/aturan-uang-muka-kredit-syariah-diterapkan-awal-tahun.html
Moh. Nazir Ph. D. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Nasrudin, Indo Yama dan Hemmy Fauzan. Pengantar Bisnis dan Manajemen, cet. I.
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Okezon. “BI: Uang Muka Kredit Mobil Minimal 30%, Motor 20%”. Artikel ini
diakses
pada
tanggal
24
Desember
dari
m.okezon.com/read/2012/03/16/20/594330/bi-uang-muka-kredit-mobilminimal-30-motor-20
Priyatno, Duwi. Analisis Korelasi, Regresi dan Multivariate Dengan SPSS. Jakarta:
Gava Media, 2013.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Pengantar Makroekonomi. Jakarta:
LPEE-UI, 2004.
Rochaety, Ety, dkk. Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS. Jakarta:
Penerbit Mitra Wacana Media, 2009.
Sasonto, Singgih. Aplikasi SPSS pada Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2012.
Santoso, Singgih dan Tjiptono, Fandy. Riset Pemasaran. Jakarta: Elex Media
Computindo, 2001.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume 1. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Sudarmanto, R. Gunawan. Statistik Terapan Berbasis Komputer Denga Program
IBM SPSS Statistic 19. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013.
Sudirman, I Wayan. Kebijakan Fiskal Dan Moneter: Teori Dan Empirikal. Jakarta:
Kencana, 2011.
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2002.
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik
Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT Raja Grafino Persada, 2000.
Suma, Muhammad Amin. Ekonomi dan Keuangan Islam. Jakarta: Kholam
Publishing, 2008.
Sunaryo. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Supranto, J. Ekonometri Buku Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Suyanto, Bagong, dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan Ed. Rev, cet. VI. Jakarta: Kencana, 2011.
Wangsawidjaja. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidayakarya Agung, 1990.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
2008.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil wawancara
Hasil Wawancara dengan Pihak PT. Bank Syariah Mandiri
Nama
: Hadi Wajaya Arifin
Jabatan
: Mortgage Alliance Departement Head
Divisi
: Consumer Banking Division
Hari/tanggal : Rabu, 23 Juli 2014
Q
: Apa yang membedakan pembiayaan kendaraan bermotor pada PT.
Bank Syariah Mandiri dengan lembaga pembiayaan konvensional?
A
: Untuk motor secara prakteknya hampir sama karena multifinance
leasing dengan bank kalau untuk pembiayaan kendaraan bermotor itu
tidak ada sistem anuitasnya, fix-nya setahun tidak ada, sama, kita
selama masa pembiayaan itu flat. Yang membedakan adalah, kalau
kita, kalau multifinance itu semua biaya-biaya masuk di awal, biayabiaya admin, biaya asuransi itu masuk di pokok utang, jadi nasabah
waktu dia bayar uang muka udah langsung bisa dapat kendaraan.
Kalau kita kan tidak, selain bayar uang muka dia juga harus
menyatakan bayar biaya administrasi, biaya-biaya asuransi dan juga
notaris. Kemudian kita mensyaratkan untuk asuransinya itu yang
syariah juga. Kan kalau kita asuransi harus juga yang syariah. Kalau
trobleship sih hampir sama, yang membedakan akad kita murabahah
maka yang kita jual belikan adalah barang itu, biaya-biaya ga masuk.
Q
: Kemudahan atau nilai tambah apa yang ditawarkan oleh pembiayaan
kendaraan di PT. Bank Syariah Mandiri dibanding pembiayaan
kendaraan bermotor di lembaga lain?
A
: Kita tidak ada finalti, lebih kompetitif di situ. Tidak jauh beda lah
kita, karena kalau saya bilang angsuran tetap, multifinance juga tetap
ga ada beda.
Q
: Apa saja syarat-syarat dalam mengajukan pembiayaan kendaraan
bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri?
A
: Syarat-syarat sama aja. Persyaratan nasabah itu kan fotokopi suami
istri, KK, kemudian rekening tabungan. Hampir sama dengan rumah,
ga jauh beda.
Q
: Akad apa yang digunakan dalam pembiayaan kendaraan bermotor
pada PT. Bank Syariah Mandiri?
A
: Akad yang digunakan akad murabahah.
Q
: Bagaimana perkembangan pembiayaan kendaraan bermotor pada PT.
Bank Syariah Mandiri? Sejak berdiri hingga sekarang?
A
: Terus trand kita, kalau untuk mobil kita ga begitu ekspansif untuk
memasarkan karena kita ada keterbatasan di man power, orang ya.
Karena kan kalau di kendaraan motor itu, bisnisnya itu mereka butuh
cepat, kalau perlu survey sekarang satu jam kemudian udah ada
kepastian cair. Kalau kita kan enggak kan, kita BI Cheking dulu, jadi
dari sisi prudentnya itu lebih kuat di kita. Makanya, umumnya
perbankan kalau untuk di kendaraan biasanya mereka menggunakan
multifinance, kayak Bank Mandiri punya Mandiri Tunas Finance, kaya
Danamon punya Adira, terus BII punya WOM gitu kan. Kalau BSM
kita belum ada anak perusahaan khusus untuk di perusahaan
multifinance syariahnya ga ada. Jadi kita punya produk namanya BSM
Auto. Nah trandnya itu tadi, kita tidak optimal karena kita ada
keterbatasan di SDM, ada persyaratan yang kita tidak bisa
menyamakan, kita udah ga mau sama juga dengan multifinance yang
dari sisi prudentnya agak longgar kan, prinsip kehati-hatian yang
penting dia terus aja, yang penting cair ada jaminan kan selesai. Kita
ga bisa begitu. Jadi terus terang memang demandnya bagus, jadi
sekarang itu yang ada adalah kita bagaimana edukasi nasabah.
Terutama dari nasabah yang kita. Karena kan kalau lewat ini kan lebih
nyaman, lebih bebas bunga, bebas riba gitu kan kalau secara
agamanya. Jadi kita banyakan yang kita lakukan adalah memasarkan
kepada nasabah kita, baik itu perorangan ataupun yang korporasi. Nah
makanya, kalau di BSM ini kita punya namanya produk COP (Car
Ownership Program), kenapa, karena lebih kita bisa memasarkan itu.
Keuntungan buat kita nasabahnya perol di kita, kemudian kita sudah
tahu secara korporatenya, kita sudah tau kan historikalnya gitu,
kemudian secara margin karena ini sifatnya kerja sama kita sedikit
lebih ya, tapi tidak murah, tapi kita ada penawaran khusus lah, ada
special margin yang kita bisa tawarkan pada nasabah, tapi ini
nasabahnya korporasi ya perusahaan ya, misalnya perusahaan A dia
punya fasilitas COP nah kita tawarkan, kalau perorangan ga boleh,
gitu. Jadi kita lebih banyak memasarkan program COP kalau yang
untuk BSM Autonya.
Q
: Bagaimana mekanisme pengajuan pembiayaan kendaraan bermotor
pada PT. Bank Syariah Mandiri?
A
: Pengajuannya hampir sama ya. Jadi nanti prosesnya nasabah waktu
dia mau mengajukan pembiayaan mobil ke kita dia mau di dealler
mana gitu ya sudah, nanti kita survey kita analisa, kalau dia OK kita
terbitkan KSP3 surat persetujuan pembiayaan kita kepada si dealler
gitu. Jadi nanti analisis biasa, OK, kita kasih nih PO lah kita ke si
dealler lalu nanti kita proses dia bayar uang muka ke dealler baru nanti
kita transferkan ke DP si dealler. Mekanismenya kan kalau di konsep
syariah itu kita ga bisa transfer langsung ke dealler tapi lewat
rekeningnya si nasabah. Kan gitu, dari prinsip dan mekanismenya udah
beda kan.
Q
: Bagaimana mekanisme pengajuan pembiayaan kendaraan bermotor
pada PT. Bank Syariah Mandiri jika melibatkan lembaga pembiayaan
atau multifinance syariah dalam pelaksanaannya?
A
: Ya itu tadi, seperti yang dijalankan, kalau kita belum ada kerja sama.
Yang ada itu di Bank Mandiri dia punya anak perusahaan namanya
Mandiri Tunas Finance. Kita belum ada. Maksudnya itu kan seperti
join lah ya, si multifinance yang untuk frontlinenya memasarkan tapi
pakai skema kita kan. Pernah ada kita, ada wacana seperti itu, tapi
belum jalan, karena kan balik lagi nih leasing nanya, keuntungan buat
saya apa kan.
Q
: Bagaimana respon PT. Bank Syariah Mandiri terhadap Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP?
A
: Awalnya, sebelum terbit yang mengatur LTV di lembaga keuangan
bank dan non bank itu bagus. Multifinance itu berlomba-lomba
membuat unit syariah. Tapi setelah keluar lagi bahwa LTVnya sama
juga itu kan booming ya, karena kan uang mukanya bisa di bawah
10%, setelah itu ya udah, sama. Akhirnya dia buat, karena yang punya
juga rata-rata itu kan non muslim itu kan mereka, saya udah investasi
begitu tapi dampaknya sama aja ya udah, hanya UUS dan itu pun
hanya beberapa ya karena yang sudah ada sih yang syariah murni ini
Al-Ijarah Bank Muamalat. Itu yang murni ya, yang murni pembiayaan
syariah gitu.
Justru awalnya bagus tapi setelah itu ya udah turun. Pertumbuhannya
cenderung stabil aja tidak begitu kelihatan. Memang di kita kalau
uang muka itu karena kita juga selektif untuk cari nasabahnya buat
mereka ga ada masalah, ga isu gitu DP 30%. Kan sudah mikir tuh,
kalau saya beli mobil segitu kan dampaknya kan pada angsuran, kan
beda tuh kalau beli mobil kan nilainya cenderung turun, kalau beli
rumah engga. Jadi kalau orang beli rumah, bukan memaksa ya tapi di
angsuran itu dia akan berupaya untuk tetep lancar di investasinya biar
naik.
Q
: Apa dampak yang terjadi pada PT. Bank Syariah Mandiri akibat
dkeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP
tersebut jika dilihat dari sisi aplikasi pembiayaan atau banyaknya
konsumen/nasabah yang mengajukan pembiayaan? Apakah menurun,
meningkat, atau tidak berpengaruh?
A
: Kalau menurun ga cuma di BSM ya. Pasti dampak buat semua,
awalnya, tapi kan kalau, saya bicara di luar lah, akhirnya kan mereka
mengsiasati dengan subsidi, memberikan subsidi uang muka yang
tadinya full ya financing dari dia 30% nah yang ini disiasati dengan
subsidi, subsidinya 30% atau 50%, biasanya 50%. Jadi nasabah
Cuma bayar 1,5 juta, 1,5 juta sisanya beban si misalnya harga
mobilnya 10 juta kan kewajibannya 3 juta kan, nah bahasa
promosinya dibuat berteman, 1,5 juta subsidi, 1,5 juta sisanya
nasabah yang bayar. Kalau kita kan ga bisa. Sebenarnya kan ga boleh
kan. Harus benar-benar sumber uang mukanya itu dari nasabah. jadi
cenderungnya sih ya menurun, pasti ada penurunan kan, ada
pengaruh itu baik di rumah juga ada pengaruhnya, kalau di rumah itu
lebih ini ya, pokok uang muka, kalau di mobil sih ga ada aturan.
Yang membedakan adalah ini untuk kendaraan pribadi atau
kendaraan niaga, kalau untuk kendaraan niaga untuk usaha dia bukan
30% tapi 25% lebih murah.
Q
: Bagaimana strategi yang digunakan PT. Bank Syariah Mandiri
dalam pembiayaan kendaraan bermotor?
A
: Kita lewat COP skemanya, kita lebih fokus ke mekanisme COP.
Jadi kita menggandeng nasabah kita yang perusahaan-perusahaan
besar gitu kan, yang sudah kita proses itu Koperasi Toyota yang PT.
Pusri Palembang. Kalau strategi pemasaran, kalau uang muka sudah
pasti kita ga bisa ya, artinya, udah kita kasih, kalau bank kan kita
ketat ya regulatornya di BI kan OJK, udah lah kita ga bisa macemmacem, kalau multifinance kan mungkin dia fokus dengan subsidi
kan.
Q
:
Adakah
strategi
khusus
atau
perubahan
strategi
pasca
dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP?
A
: Kita ga ada strategi khusus, jadi yang ada kita fokusnya ke
kendaraan itu tidak kepada jualan retail, tapi corporate.
Q
: Bagaimana prospek pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank
Syariah Mandiri di tahun-tahun yang akan datang?
A
: Sebenarnya bagus ya, karena apa, beberapa dobiler yang ada itu
sudah mulai menanyakan, mereka mau yang pake skema yang apa
ya, pemahamannya tentang prinsip keuangan syariah itu kan udah
mulai muncul, jadi terkadang kita bukannya nyari nasabah tapi
nasabah yang datang ke kita, jadi ini mau pakai skema syariah
walaupun secara itung-itungan bisnisnya itu ga jauh beda, malah dia
dikenakan biaya dari awal, dampaknya ada, ya otomatis akan
menekan di angsuran, cicilan, gitu, jadi kita ga ada yang
disembunyikan di sini kan untuk uang mukanya berapa, biayanya
berapa gitu kan, kalau di leasing kan ada kecenderungan ya itu tadi,
disembunyikan di situ, berapa nasabah bayarnya, nanti tiba-tiba naik
aja. Tapi kalau yang leasing sih ga ada naiknya, cuma di awalnya aja,
itu kan ada DM nya, asuransinya, administrasi dibayar di muka, atau
administrasi dibayar di belakang. Jadi ketika dia stop uang muka
langsung kena cicilan tapi ada juga ngangsur itu dulu nanti cicilannya
bulan depan. Nah buat kita sih terus terang dengan sudah maraknya
ya, sudah meningkatnya tentang lembaga keuangan perbankan
ataupun non perbankan yang syariah ini sudah menggiring
masyarakat, justru kita diuntungkan dengan berkembangnya industri
perbankan syariah. Karena memang banyak, karena kita kan
didukung juga dengan asuransi syariah. Karena kita wajib ya, wajib
mensyaratkan kalau pembiayaan maka otomatis asuransinya yang
syariah juga. Kaya Adira, rata-rata semua sudah ada. Jadi secara
prinsipnya kalau saya simpulkan bahwa, di kita, kita punya produk
Bank Syariah Mandiri punya produk namanya BSM Auto, itu
menjual kendaraan untuk retail dan kita kerja sama dengan dealler
intinya, namun kita tidak bisa pola pemasaran kita berbeda dengan di
multifinace. Kita lebih cenderung banyak menggarap nasabah
korporate melalui program COP itu. Jadi produk kita. Kita produk
namanya BSM Auto tapi kita punya program namanya COP. Kalau
untuk kendaraan sih sederhana ya gitu.
Lampiran 2. Data Penelitian
Bulan/Tahun
Outstanding PKB BSM
Dummy
DP
Inflasi
BI rate
Jan-12
168.070.065.226
0
3,65%
6,00%
Feb-12
175.651.864.178
0
3,56%
5,75%
Mar-12
184.646.612.084
0
3,97%
5,75%
Apr-12
190.235.241.145
0
4,50%
5,75%
Mei-12
200.405.417.563
0
4,45%
5,75%
Jun-12
211.460.555.809
0
4,53%
5,75%
Jul-12
216.752.977.644
0
4,56%
5,75%
Agu-12
225.595.925.012
0
4,58%
5,75%
Sep-12
233.016.003.525
0
4,31%
5,75%
Okt-12
241.887.064.692
0
4,61%
5,75%
Nov-12
255.146.020.521
0
4,32%
5,75%
Des-12
258.568.273.016
0
4,30%
5,75%
Jan-13
258.761.977.458
0
4,57%
5,75%
Feb-13
263.608.418.075
0
5,31%
5,75%
Mar-13
250.072.890.852
0
5,90%
5,75%
Apr-13
293.263.170.398
0
5,57%
5,75%
Mei-13
281.583.973.738
0
5,47%
5,75%
Jun-13
273.043.996.713
0
5,90%
6,00%
Jul-13
258.789.977.560
0
8,61%
6,50%
Agu-13
250.072.890.852
0
8,79%
6,50%
Sep-13
252.899.644.279
0
8,40%
7,00%
Okt-13
257.336.383.340
1
8,32%
7,25%
Nov-13
262.954.929.114
1
8,37%
7,50%
Des-13
322.080.543.966
1
8,38%
7,50%
Jan-14
508.092.743.217
1
8,22%
7,50%
Feb-14
502.352.424.130
1
7,75%
7,50%
Mar-14
477.839.602.134
1
7,32%
7,50%
Apr-14
586.063.233.347
1
7,25%
7,50%
Mei-14
299.154.154.173
1
7,32%
7,50%
Jun-14
297.213.507.757
1
6,75%
7,50%
Sumber: Laporan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM dan www.bi.go.id
Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas
Descriptive Statistics
Std.
Deviatio
N
Minimum
Maximum
Mean
n
Skewness
Kurtosis
Std.
Statistic
Unstandardized
Statistic
Statistic
30
- 1,99238E11
Residual
Statistic
Statistic
Statistic
Error
-,0000343
7,19050
,491
,427
1,36249E11
Valid N (listwise)
Std.
Statistic
667E10
30
Lampiran 4. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficients
Model
1
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
(Constant)
a
Std. Error
26,463
1,197
Dummy DP
,480
,293
Inflasi
,061
BI rate
-,103
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
22,100
,000
,728
1,639
,113
,088
11,343
,051
,348
1,185
,247
,201
4,971
,237
-,262
-,433
,668
,047
21,068
a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
1,106
Error
,833
Lampiran 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
1
a
B
Std. Error
(Constant)
,509
,450
Dummy DP
,306
,110
Inflasi
-,005
BI rate
-,064
Beta
t
Sig.
1,130
,269
1,175
2,776
,010
,019
-,077
-,275
,786
,089
-,411
-,712
,483
a. Dependent Variable: ARes
Lampiran 6. Hasil Uji Autokorelasi
b
Model Summary
Std. Error of
Mode
l
R
1
,740
a
R
Adjusted R
the
Durbin-
Square
Square
Estimate
Watson
,548
,496
,21818
a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP
b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
,845
Lampiran 7. Persamaan Regresi Linier Berganda
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
1
B
(Constant)
a
Std. Error
26,463
1,197
Dummy DP
,480
,293
Inflasi
,061
BI rate
-,103
Collinearity Statistics
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
22,100
,000
,728
1,639
,113
,088
11,343
,051
,348
1,185
,247
,201
4,971
,237
-,262
-,433
,668
,047
21,068
a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Lampiran 8. Koefisien Determinasi
b
Model Summary
Model
1
R
,740
R Square
a
,548
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,496
a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP
b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
,21818
Durbin-Watson
,845
Lampiran 9. Uji t-Hitung
Coefficients
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
26,463
1,197
Dummy DP
,480
,293
Inflasi
,061
BI rate
-,103
a
Standardized
Coefficients
Collinearity Statistics
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
22,100
,000
,728
1,639
,113
,088
11,343
,051
,348
1,185
,247
,201
4,971
,237
-,262
-,433
,668
,047
21,068
a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Lampiran 10. Uji F
b
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
1,500
3
Residual
1,238
26
Total
2,737
29
a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP
b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor
F
,500 10,501
,048
Sig.
,000
a
Download