DAMPAK SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/40/DKMP TAHUN 2013 TERHADAP PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Oleh: ANA FIANDANI SOFYANA NIM: 1110046100019 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 11 September 2014 Ana Fiandani Sofyana ii ABSTRAKSI Ana Fiandani Sofyana, 1110046100019, “Dampak Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada PT. Bank Syariah Mandiri”, Program Strata I, Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Dalam perkembangan pembiayaan kendaraan bermotor di bank syariah yang semakin meningkat akhir-akhir ini bisa berpotensi menimbulkan berbagai risiko sehingga bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor. Dalam hal ini, Bank Indonesia kemudian mengelarkan kebijakan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP yang mengatur kenaikan DP minimum yang harus dibayar nasabah saat mengajukan pembiayaan. Tujuan penelitian yaitu (1) Untuk menganalisis dampak-dampak yang terjadi pada pembiayaan kendaraan bermotor di Bank Syariah Mandiri pasca dikeluarkannya SEBI No. 15/40/DKMP; (2) Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap pembiayaan kendaraan bermotor; (3) untuk menganalisis pengaruh BI rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor; (4) Untuk menganalisis strategi yang dilakukan Bank syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SEBI No. 15/40/DKMP tahun 2013. Pengumpulan data dilakukan melalui data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak BSM, sedangkan data sekunder diperoleh dari web yang berkaitan dengan penelitian, serta analisis kuantitatif Regresi dengan Variabel Dummy dengan Regresi Linear Berganda menggunakan Software SPSS versi 21,0 for Windows. Dalam upaya mengetahui dampak kebijakan tersebut, peneliti menggunakan variabel bebas Dummy DP, inflasi, dan BI rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di BSM. Dari hasil uji regresi linear berganda, variabel (X) berpengaruh secara keseluruhan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor (49,6%) dan uji F menunjukkan pengaruh nyata secara keseluruhan. Sedangkan secara parsial ketiga variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan karena nilai t hitung ketiga variabel bebas tersebut lebih besar dari taraf alpha 0,05. Hal ini dikarenakan BSM telah melakukan strategi khusus guna mengantisipasi kebijakan tersebut yaitu dengan adanya program COP (Car Ownership Program), sehingga pembiayaan kendaraan bermotor di BSM setelah adanya kebijakan DP tersebut relatif stabil dan cenderung meningkat tiap bulannya. Kata Kunci: Pembiayaan Kendaraan Bermotor, Dummy DP, Inflasi, BI rate. iii KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan juga ummatnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Phil. J.M. Muslimin, MA. sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Ketua Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) dan Abdurrauf, MA., sebagai Sekretaris Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. H. M. Zainul Arifin sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. M. Nur Rianto Al Arif, SE, M. Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 5. Segenap pihak Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Slipi yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. iv 6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Orang tua tercinta Ahmad Sofyan Sauri dan Dwi Wuryani Esti yang selalu membimbing dan mendukung penulis baik moril maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan berputus asa tetap memberikan motivasi kepada penulis dalam kondisi senang maupun susah. Serta adik satu-satunya Muhammad Hasan Syifa yang turut memberikan motivasi dan doanya bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Kepada bapak Hadi Wajaya Arifin selaku Mortgage Alliance Departement Head Consumer Banking Division Bank Syariah Mandiri, serta bapak Aep Saeful Bahri yang telah membantu memberikan data-data yang dibutuhkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Nur Kurota Ayun yang selalu bersama sejak awal masuk kuliah. Titin Nurasiah yang selalu memotivasi dan bersama-sama berjuang dari awal pengerjaan skripsi ini. Devita Octaviani, Ika Kartika, Mahrun Nisa Ali yang sama-sama berjuang selama masa perkuliahan hingga akhir. 11. Teman-teman Mahasiswa jurusan Perbankan Syariah kelas A angkatan 2010, yang selalu membantu dan menemani penulis selama masa perkuliahan v berlangsung. Menjalani susah senang bersama menanggung beban bersama seperti keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap teguh mencapai cita-cita kita. 12. Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbankan Syariah yang masih banyak lagi yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua dukungan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya. Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat seluruhnya. Jakarta, 11 September 2014 Penulis vi DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ ii ABSTRAKSI ........................................................................................................ iii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x BAB I: BAB II: PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 8 C. Pembatasan dan Rumusan Masalah .............................................. 9 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 10 E. Sistematika Penulisan .................................................................. 12 TINJAUAN TEORITIS A. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah ................................... 13 B. Uang Muka (Down Payment) ...................................................... 29 C. Uraian Singkat SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 ................. 30 D. Teori Inflasi .................................................................................. 33 E. Teori Suku Bunga ........................................................................ 37 F. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu) .................................. 40 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ......................................................................... 43 B. Hipotesis ...................................................................................... 51 C. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................... 52 vii BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PT. Bank Syariah Mandiri ............................ 53 B. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada Bank Syariah Mandiri .. 56 C. Dampak SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 pada Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank Syariah Mandiri ............................... 59 D. Uji Asumsi Klasik ........................................................................ 63 E. Uji Regresi Linier Berganda ......................................................... 68 F. Pembahasan................................................................................... 73 G. Strategi Khusus Sebagai Respon BSM Akibat Dikeluarkannya SEBI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 ........................................... BAB V: 76 PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 78 B. Saran.............................................................................................. 79 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan Pembiayaan KPR & KKB BSM ............................. Tabel 4.1 Porsi Pembiayaan Konsumer Untuk PKB dan Multifinance 6 BSM 2012-2013 .............................................................................. 58 Tabel 4.2 Perbandingan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM ................. 60 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ........................................................................ 63 Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas .............................................................. 65 Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 66 Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi ..................................................................... 67 Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Linier Berganda .................................................. 68 Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................... 70 Tabel 4.9 Uji t-Hitung .................................................................................... 71 Tabel 4.10 Uji F-Hitung ................................................................................... 71 ix DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema Bai’ al-Murabahah ............................................................... 20 Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................... 52 Gambar 4.1 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri ........................ 56 x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor membuat perbankan syariah makin bergairah memberikan pembiayaan kendaraan bermotor (kepemilikan kendaraan bermotor syariah atau KKB iB), hal itu terlihat dari bertambahnya kapasitas produksi oleh produsen kendaraan bermotor.1 Penjualan mobil dari distributor ke dealer (wholesale) pada 2012 berdasarkan laporan dari salah satu anggota GAIKINDO mencapai 1,161 juta unit atau naik 24,8% dari tahun sebelumnya 894,164 unit.2 Sedangkan untuk penjualan sepeda motor 2012 turun 11,2% dibandingkan tahun sebelumnya 8,034 juta unit menjadi 7,141 juta unit.3 Banyaknya permintaan masyarakat dalam mengajukan pembiayaan kendaraan bermotor ini membuat lembaga-lembaga keuangan berlomba untuk memberikan pembiayaan yang terbaik yang sesuai dengan minat konsumen. Seiring dengan meningkatnya pembiayaan kendaraan bermotor yang sangat signifikan, hal ini berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi perusahaan 1 Info Bank News, “KKB iB Makin Gencar di Pasar Otomotif”, artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari www.infobanknews.com/2010/09/kkb-ib-syariah-makin-gencar-dipasar-otomotif/ 2 Kompas Otomotif, “Rekor Baru Penjualan Mobil di Indonesia, 1,161 Juta Unit”, artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/11/6126/2012. Rekor.Baru.Penjualan.Mobil.di.Indonesia.1.161.Juta.Unit 3 Kompas Otomotif, “Penjualan Sepeda Motor Nasional 2012 Turun 11,2 Persen”, artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/08/6066/ Penjualan.Sepeda.Motor.Nasional 1 2 pembiyaan dan juga dalam rangka meningkatkan prinsip kehati-hatian perusahaan pembiayaan dalam menyalurkan pembiayaan kendaraan bermotor. Berdasarkan hal itu, maka pada tanggal 15 Maret 2012 dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP Perihal Penetapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Dalam ketentuan tersebut, ditetapkan DP bagi KKB untuk roda dua minimal sebesar 25%, roda empat minimal 30%, dan roda empat atau lebih untuk keperluan produktif minimam DP 20%.4 Ketentuan tersebut hanya berlaku bagi kredit kendaraan bermotor konvensional saja, sedangkan pembiayaan kendaraan bermotor syariah belum dikenai ketentuan DP minimum tersebut. Dampak dikeluarkannya peraturan tersebut adalah menurunnya pembiayaan konvensional yang mana di sisi lain meningkatkan pembiayaan syariah. Menurut data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), sebelum aturan DP bagi multifinance konvensional diberlakukan, porsi pembiayaan baru melalui jalur syariah hanya sekitar 2%. Namun, begitu aturan DP tersebut diberlakukan, pembiayaan syariah tumbuh hingga kisaran 13% atau Rp 14 triliun per Oktober 2012.5 Meningkatnya pembiayaan syariah ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih uang muka atau DP yang rendah dalam pembiayaannya. 4 Okezon, “BI: Uang Muka Kredit Mobil Minimal 30%, Motor 20%”, artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember dari m.okezon.com/read/2012/03/16/20/594330/bi-uang-muka-kredit-mobilminimal-30-motor-20 5 Info Bank News, “Efek Samping Kenaikan DP Pembiayaan Syariah”, artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari www.infobanknews.com/2013/03/efek-samping-kenaikan-dppembiayaan-syariah/ 3 Bank syariah atau lembaga pembiayaan syariah yang melakukan penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor telah menjadi alternatif ampuh konsumen dalam menghindari uang muka yang tinggi bagi pembiayaan konvensional. Banyak konsumen yang setelah diberlakukannya DP minimum tersebut beralih mengajukan pembiayaan di multifinance syariah. Hal ini dikarenakan tingginya uang muka yang harus dibayarkan di pembiayaan konvensional. Namun, di sisi lain, Bank Indonesia mengkhawatirkan risiko-risiko yang akan dihadapi bank syariah atau multifinance syariah yang kebanjiran konsumen untuk mengajukan pembiayaan kendaraan bermotor. Risiko itu di antaranya adalah gagal bayar atau kredit macet. Selain risiko yang harus dihadapi, bank syariah atau multifinance syariah juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan. Oleh karena itu, pada tanggal 27 November 2012 Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 14/33/DPbS tentang Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah atau KPR dan Kendaraan Bermotor Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Surat edaran tersebut bertujuan untuk meminimalisir risiko kredit bagi bank syariah yang memiliki eksposur pembiayaan properti besar. BI juga memperketat pembiayaan kendaraan bermotor syariah yang terlampau ekspansif dan dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank. Aturan minimal uang muka ini menjadi salah satu manajemen risiko pembiayaan, mengingat bahwa kegiatan suatu lembaga dalam menyalurkan pembiayaan berpotensi terhadap suatu risiko. 4 Kebijakan tentang uang muka minimum yang harus dibayar yang tertuang dalam Surat Edaran BI Nomor 14/10/DPNP dan Surat Edaran BI Nomor 14/33/DPbS sudah tidak berlaku lagi seiring dengan diterbitkannya ketentuan baru yang menyempurnakan ketentuan sebelumnya yaitu dengan dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP pada tanggal 24 September 2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.6 Ketentuan tersebut mulai berlaku pada tanggal 30 September 2013 serentak untuk bank konvensional, bank syariah, dan unit usaha syariah. 7 Peraturan tersebut bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Aturan minimal uang muka ini menjadi salah satu manajemen risiko pembiayaan, mengingat bahwa kegiatan suatu lembaga dalam menyalurkan pembiayaan berpotensi terhadap suatu risiko. PT. Bank Syariah Mandiri (selanjutnya disebut BSM) yang berdiri pada tanggal 25 Okober 1999, sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999. Ini merupakan bank syariah yang berdiri atas konversi dari PT. Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank 6 Kompas, “BI Terbitkan Surat Edaran Penyempurnaan Ketentuan LTV”, artikel ini diakses pada tanggal 6 Januari 2014 dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/25 /1507017/BI. Terbitkan.Surat.Edaran.Penyempurnaan.Ketentuan.LTV 7 Ibid. 5 syariah. Ini merupakan respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system). Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.8 Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP salah satu fokus tujuannya yaitu mengatur tentang adanya kenaikan DP minimum syariah yang harus dibayarkan oleh nasabah. Sebagai salah satu bank syariah di Indonesia, PT. Bank Syariah Mandiri juga termasuk salah satu bank syariah yang terkena dampak dari kenaikan Down Payment (DP) minimum syariah pada pembiayaan kendaraan bermotor tersebut. Dengan naiknya uang muka yang harus dibayar oleh konsumen tersebut bisa jadi membuat para pelanggan enggan untuk mengajukan pembiayaan dikarenakan tingginya uang muka yang harus dibayar. Besarnya uang muka yang harus dibayarkan konsumen sebelum diberlakukannya ketentuan ini adalah berkisar antara 10-15%, sedangkan setelah diberlakukannya ketentuan ini, maka uang muka yang harus dibayarkan adalah berkisar antara 2025%. 8 Profil Bank Syariah Mandiri, Artikel ini diakses pada tanggal 23 Juni 2014 dari http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/profil-perusahaan/sejarah/ 6 Tabel 1.1 Perkembangan Pembiayaan KPR & KKB BSM Jenis 2011 2012 2013 Pembiayaan Outstanding Porsi Outstanding Porsi Outstanding Porsi KPR Rp 2,14 T 13,32% Rp 4.208,31 M 21,44% Rp 77,07 T 41,20% Kendaraan Rp 3,58 T 1,01% Rp 258,57 M 1,32% Rp 265,96 M 1,55% Sumber: laporan tahunan Bank Syariah Mandiri Perkembangan pembiayaan konsumer di Bank Syariah Mandiri 3 tahun terakhir ini terbilang fluktuatif. Pada tahun 2011 pembiayaan KPR sebesar Rp 2,14 Triliun atau 13,32% dari total pembiayaan konsumer. Namun pembiayaan KPR tersebut turun di tahun 2012 menjadi Rp 4.208,31 Miliar atau 21,44% dari total pembiayaan konsumer. Sedangkan pada tahun 2013, pembiayaan KPR BSM kembali meningkat yaitu menjadi Rp 77,07 Triliun atau 41,20% dari total pembiayaan konsumer. Begitupun dengan pembiayaan kendaraan bermotor di BSM, pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 3,58 Triliun atau 1,01% dari total pembiayaan konsumer. Sama halnya dengan pembiayaan KPR yang mengalami penurunan di tahun 2012, pembiayaan kendaraan bermotor pun menurun menjadi Rp 258,57 Miliar atau 1,32% dari total pembiayaan konsumer. Dan meningkat kembali pada tahun 2013 yaitu menjadi Rp 265,96 Miliar atau 1,55% dari total pembiayaan konsumer. 7 Penurunan tingkat pembiayaan konsumer di Bank Syariah Mandiri yang terjadi pada tahun 2012 yaitu diindikasikan karena adanya kebijakan pembentukan Unit Usaha Syariah bagi Multifinance yang menerima dana dari perbankan syariah, kebijakan Loan to Value/Finance to Value, serta kebijakan pemasangan fidusia. Melihat data-data pembiayaan konsumer pada Bank Syariah Mandiri tersebut, dampak kebijakan LTV atau DP bagi pembiayaan kendaraan bermotor cukup berpengaruh dalam kegiatan pembiayaan yang diberikan oleh BSM. Walaupun pembiayaan kendaraan bermotor bukan merupakan pembiayaan utama di BSM yang porsinya jauh lebih kecil dibanding pembiayaan KPR, namun kebijakan kenaikan DP tersebut juga mendapat perhatian khusus dan Bank Syariah Mandiri diharuskan untuk menyusun strategi khusus agar dapat terus mengembangkan pembiayaannya serta mengatasi dampak yang terjadi akibat kenaikan DP pembiayaan kendaraan bermotor tersebut, dan tetap menjaga kredibilitas dan stabilitas keuangan perusahaan yang baik. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirasa perlu untuk menggali dan menganalisa lebih lanjut mengenai strategi apa yang digunakan oleh bank syariah dalam memberikan pembiayaan kendaraan bermotor pasca kenaikan DP minimum syariah, dengan demikian maka penulis ingin membahas lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul: “Dampak Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 Terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada PT. Bank Syariah Mandiri” 8 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diidentifikasikan masalahmasalah sebagai berikut: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tahun 2012 menurunkan tingkat pembiayaan konvensional namun meningkatkan pertumbuhan pembiayaan syariah. 2. Dampak dari dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS tahun 2012 diprediksi akan mempengaruhi tingkat pembiayaan kendaraan bermotor pada lembaga pembiayaan. 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tahun 2012 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS tahun 2012 sudah tidak diberlakukan lagi dan dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP sebagai penyempurna kebijakan tersebut. 4. Dengan diberlakukannya aturan DP minimum syariah pada pembiayaan kendaraan bermotor ini akan membuat masyarakat sulit dalam mendapatkan pembiayaan karena terbentur uang muka yang tinggi. 5. Dengan berlakunya DP minimum syariah ini akan berdampak pada strategi pemasaran yang dilakukan lembaga pembiayaan dalam menyalurkan pembiayaannya. 9 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, agar penelitian dalam skripsi ini terfokus pada permasalahan yang ingin dibahas, maka penulis membatasi masalah yang akan dikaji sebagai berikut: a. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 terhadap pembiayaan kendaraan bermotor pada bank syariah serta strategi yang digunakan dalam mengatasi dampak tersebut. b. Objek penelitian ini hanya dilakukan pada PT. Bank Syariah Mandiri yang dilakukan pada tahun 2014. c. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan outstanding pembiayaan kendaraan bermotor PT. Bank Syariah Mandiri dari periode Januari 2012 – Juni 2014. d. Inflasi dan BI Rate adalah sebagai variabel kontrol di mana keduanya juga erat kaitannya dengan pembiayaan-pembiayaan di bank syariah. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, agar mempermudah penulis menyusun skripsi ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 terhadap pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri? 10 b. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri? c. Bagaimana pengaruh BI Rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri? d. Bagaimana strategi yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan utama yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Untuk menganalisis dampak-dampak yang terjadi pada pembiayaan kendaraan bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri pasca dikeluarkannya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013. b. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri. c. Untuk menganalisis pengaruh BI Rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di PT. Bank Syariah Mandiri. d. Untuk menganalisis strategi yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013. 11 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis Mendapat pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai strategi yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak dikeluarkannya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013. b. Bagi Bank Syariah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dalam pengambilan strategi dalam mengatasi dampak dikeluarkannya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013. c. Bagi Program Studi Muamalat/ Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah khazanah ilmu pengetahuan, melengkapi dan memberikan informasi yang berharga mengenai dampak dan strategi bank syariah dalam mengatasi dampak dikeluarkannya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013. d. Bagi Masyarakat Umum Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih pembiayaan yang cocok dengan keinginan dan kriteria yang dimiliki. 12 E. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Pada bab ini akan disampaikan teori terkait akad murabahah dan apa saja yang terkait di dalamnya, penjelasan mengenai pembiayaan kendaraan bermotor syariah serta apa saja yang terkait di dalamnya, penjelasan mengenai uang muka, fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai uang muka, uraian singkat mengenai ketentuan yang membahas tentang kenaikan DP minimum syariah yaitu SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dijabarkan mengenai kerangka pemikiran penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, pengumpulan data, serta pengolahan dan analisis data. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini memuat pembahasan hasil analisis dan interpretasi terhadap temuan penelitian dengan cara mengolah data dari alat uji yang disesuaikan. BAB V : PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya dan saran. BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah 1. Pengertian Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah Pembiayaan kendaraan bermotor yang selanjutnya disebut KKB iB adalah pemberian pembiayaan kepada nasabah dalam rangka kepemilikan kendaraan bermotor dengan menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah.1 Dalam bank syariah, pembiayaan kendaraan bermotor tersebut menggunakan akad murabahah. 2. Akad Pembiayaan Kendaraan Bermotor a. Pengertian Murabahah Menurut para fuqaha, Murabahah didefinisikan sebagai penjualan barang seharga biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah markup atau margin keuntungan yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah bahwa penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut. Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli 1 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012 13 14 dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Sedangkan dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 52 dijelaskan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. b. Dasar Hukum Murabahah 1) Al-Quran ... “...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS AlBaqarah: 275) Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Riba adalah mengambil kelebihan di atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya. Para pemakan riba itulah yang dikecam oleh ayat ini, apalagi praktik ini dikenal luas di kalangan masyarakat Allah.2 2) Al-Hadits “Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, 2 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 715 15 muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gamdum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah) Hadits lain terkait jual beli yaitu mengatakan bahwa jual beli hanya sah apabila antara kedua belah pihak suka sama suka. “Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. AlBaihaqi dan Ibnu Majah, serta dinilai Sahih oleh Ibnu Hibban). Para ulama telah mengemukakan kehalalan murabahah karena keumuman dalil yang menjelaskan tentang dibolehkannya jual beli dalam skala umum. Ijma kaum muslimin menjadi landasan kebolehan murabahah ini, karena jual beli ini juga dilakukan di berbagai negeri dan setiap masa. Orang yang tidak memiliki keterampilan jual beli dapat bergantung kepada orang lain dan hatinya tetap merasa tenang. Ia bisa membeli barang dan menjualnya dengan keuntungan yang logis sesuai kesepakatan. Dari dalil-dalil di atas dapat diketahui mengapa jual beli dengan menggunakan akad murabahah diperbolehkan, karena dalam Al-Quran Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Oleh sebab itu, murabahah diperbolehkan karena murabahah merupakan salah satu model transaksi dalam akad jual beli. Hadits di atas juga menegaskan 16 bahwa jual beli secara murabahah atau jual beli secara tangguh diperbolehkan. c. Rukun dan Syarat Murabahah 1. Rukun Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah secara umum adalah: a) Pelaku akad, yaitu ba‟i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang. b) Objek akad, yaitu mabi‟ (barang dagangan) dan tsaman (harga). c) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul. 2. Syarat pembiayaan kendaraan bermotor dengan mengacu pada skema bai‟ al-Murabahah: a) Penjual atau pihak lembaga pembiayaan memberi tahu biaya modal pembelian kendaraan bermotor kepada nasabah b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan c) Kontrak harus bebas dari riba d) Penjual atau pihak lembaga pembiayaan harus menjelaskan kepada pembeli tentang kendaraan bermotor yang dijadikan objek transaksi bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), dan (5) tidak dipenuhi, maka pembeli memiliki pilihan: 17 1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya 2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual 3) Membatalkan kontrak d. Akad Pembiayaan Kendaraan Bermotor di Bank Syariah Mandiri Sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 14/ 33/ DPbS, bahwa pemberian pembiayaan kendaraan bermotor ini harus memenuhi atau menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah. Akad yang digunakan dalam pembiayaan kendaraan bermotor tersebut adalah akad murabahah. Dalam penyaluran pembiayaan berdasarkan akad murabahah, Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.3 Murabahah juga dikenal sebagai al-bai bi tsaman ajil. Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari 3 Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d UU Perbankan Syariah 18 pemasok ditambah keuntungan (margin).4 Dalam murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.5 Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Akad yang terjadi dalam murabahah ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ini ditentukan berapa required rate of profit-nya, atau keuntungan yang diharapkan akan diperoleh dari transaksi ini.6 Dalam teknis yang ada di perbankan Islam, murabahah merupakan akad jual dan beli yang terjadi antara pihak bank Islam selaku penyedia barang yang menjual dengan nasabah yang memesan dalam rangka pembelian barang itu. Keuntungan yang diperoleh dari pihak bank Islam dalam transaksi ini merupakan keuntungan jual beli yang telah disepakati bersama. Harga jual bank Islam merupakan harga beli dari para pemasok ditambah keuntungan yang telah disepakati. Dengan begitu pihak nasabah mengetahui besarnya keuntungan yang diambil oleh pihak bank Islam. Dalam pembiayaan murabahah, bank dapat memberikan potongan/diskon dengan besar yang wajar tanpa diperjanjikan di muka. 4 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 88. 5 Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 101. 6 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), h. 43. 19 Dalam praktik, potongan tersebut diberikan oleh bank apabila nasabah melunasi utang murabahah lebih awal daripada jangka waktu akad pembiayaan. Dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah antara lain ditegaskan bahwa jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.7 Beberapa syarat pokok murabahah menurut Usmani (1999), antara lain sebagai berikut8: 1. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang diinginkan. 2. Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya. 3. Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya pengiriman, pajak, dan sebagainya dimasukkan ke dalam biaya perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin keuntungan didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi, pengeluaran yang timbul karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat dimasukkan ke dalam harga 7 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 8 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 83-84. 201. 20 untuk suatu transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang meng-cover pengeluaran-pengeluaran tersebut. 4. Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan, barang/komoditas tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip murabahah. Secara umum, aplikasi perbankan dari bai‟ al-murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut ini: Gambar 2.1 Skema Bai’ al-Murabahah Keterangan9: 1) Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual beli yang akan dilaksanakan. Poin negosiasi meliputi jenis barang yang akan dibeli, kualitas barang, dan harga jual. 9 Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), h. 139. 21 2) Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah, di mana bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dalam akad jual beli ini, ditetapkan barang yang menjadi objek jual beli yang telah dipilih oleh nasabah, dan harga jual barang. 3) Atas dasar akad yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka bank syariah membeli barang dari supplier/penjual. Pembelian yang dilakukan oleh bank syariah ini sesuai dengan keinginan nasabah yang telah tertuang dalam akad. 4) Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank syariah. 5) Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan barang tersebut. 6) Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan pembayaran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah ialah dengan cara angsuran. e. Landasan Hukum Positif Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah mendapatkan pengaturan dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketentuan secara teknis dapat dijumpai dalam Pasal 36 huruf b PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya menyatakan bahwa bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati- 22 hatian dalam kegiatan usahanya yang meliputi penyaluran dana melalui prinsip jual beli berdasarkan akad murabahah.10 Di samping itu, pembiayaan murabahah juga diatur dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1 April 2000 yang intinya menyatakan bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dari berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Ketentuan tentang pembiayaan murabahah yang tercantum dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 adalah sebagai berikut11: 1. Ketentuan Umum Murabahah a) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. b) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam. c) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. d) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. e) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. f) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini 10 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), h. 102-103. 11 Ibid., h. 103. 23 bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. g) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. h) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. i) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. 2. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah a) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank. b) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. c) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membelinya) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. d) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. e) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 24 f) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. g) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka: 1. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. 2. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. h) Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. Di sini bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. i) Hutang dalam murabahah secara prinsip penyelesaiannya tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. j) Penundaan pembayaran dalam murabahah. Bahwa nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaian dilakukan melalui badan Arbitrase Syariah setelah tidak mencapai kesepakatan melalui musyawarah. 25 k) Bangkrut dalam murabahah, jika nasabah telah dinyatkan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. f. Aplikasi Pembiayaan Murabahah dalam Bank Syariah 1. Penggunaan akad murabahah a) Pembiayaan murabahah merupakan jenis pembiayaan yang sering diaplikasikan dalam bank syariah, yang pada umumnya digunakan dalam transaksi jual beli barang investasi dan barang-barang yang diperlukan oleh individu. b) Jenis penggunaan pembiayaan murabahah lebih sesuai untuk pembiayaan investasi dan konsumsi. Dalam pembiayaan investasi, akad murabahah sangat sesuai karena ada barang yang akan diinvestasikan oleh nasabah atau akan ada barang yang menjadi objek investasi. Dalam pembiayaan konsumsi, biasanya barang yang akan dikonsumsi oleh nasabah jelas dan terukur. c) Pembiayaan murabahah kurang cocok untuk pembiayaan modal kerja yang diberikan langsung dalam bentuk uang. 2. Barang yang boleh digunakan sebagai objek jual beli a) Rumah b) Kendaraan bermotor dan/atau alat transportasi c) Pembelian alat-alat industri d) Pembelian pabrik, gudang, dan aset tetap lainnya 26 e) Pembelian aset yang tidak bertentangan dengan syariah Islam. 3. Bank a) Bank berhak menentukan dan memilih supplier dalam pembelian barang. Bila nasabah menunjuk supplier lain, maka bank syariah berhak melakukan penilaian terhadap supplier untuk menentukan kelayakannya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh bank syariah. b) Bank menerbitkan purchase order (PO) sesuai dengan kesepakatan antara bank syariah dan nasabah agar barang dikirimkan ke nasabah. c) Cara pembayaran yang dilakukan oleh bank syariah yaitu dengan mentransfer langsung pada rekening supplier/penjual, bukan kepada rekening nasabah. 4. Nasabah a) Nasabah harus sudah cakap menurut hukum, sehingga dapat melaksanakan transaksi. b) Nasabah memiliki kemauan dan kemampuan dalam melakukan pembayaran. 5. Supplier a) Supplier adalah orang atau badan hukum yang menyediakan barang sesuai permintaan nasabah. b) Supplier menjual barangnya kepada bank syariah, kemudian bank syariah akan menjual barang tersebut kepada nasabah. 27 c) Dalam kondisi tertentu, bank syariah memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam akad. Purchase order (PO) atas pembelian barang tetap dilakukan oleh bank kepada supplier. Namun penyerahan barang dapat dilakukan langsung oleh supplier kepada nasabah atas kuasa dari bank syariah. 6. Harga a) Harga jual barang telah ditetapkan sesuai dengan akad jual beli antara bank syariah dan nasabah dan tidak dapat berubah selama masa perjanjian. b) Harga jual bank syariah merupakan harga jual yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. c) Uang muka (urbun) atas pembelian barang yang dilakukan oleh nasabah (bila ada), akan mengurangi jumlah piutang murabahah yang akan diangsur oleh nasabah. 7. Jangka waktu a) Jangka waktu pembiayaan murabahah, dapat diberikan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang, sesuai dengan kemampuan pembayaran oleh nasabah dan jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah. b) Jangka waktu pembiayaan tidak dapat diubah oleh salah satu pihak. 8. Lain-lain a) Denda atas tunggakan nasabah (bila ada), diperkenankan dalam aturan perbankan syariah dengan tujuan untuk mendidik nasabah agar disiplin dalam melakukan angsuran atas piutang murabahah. 28 b) Bila nasabah menunggak terus, dan tidak mampu lagi membayar angsuran, maka penyelesaian sengketa ini dapat dilakukan melalui musyawarah. g. Manfaat dan Risiko Bai‟ al-Murabahah Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi bai‟ al-murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Bai‟ almurabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih haega beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem bai‟ al-murabahah juga sangat sederhana.12 Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah. Di antara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut13: 1) Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran. 2) Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut. 3) Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian 12 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Islam dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 107. 13 Ibid., h. 107. 29 dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain. 4) Dijual; karena bai‟ al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. nasabah bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar. B. Uang Muka (Down Payment) 1. Pengertian Uang Muka Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang muka diartikan sebagai uang yang dibayarkan terlebih dahulu sebagai tanda jadi pembelian dan sebagainya; panjar; persekot.14 Uang muka (down payment) adalah pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang sumber dananya dari debitur (self financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor.15 2. Uang Muka Dalam Murabahah Sesuai Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 200016: a. Dalam akad pembiayaan murabahah, LKS dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak sepakat. 14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1513. 15 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012 16 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), h. 47. 30 b. Besarnya jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. c. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut. d. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah. e. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah. C. Uraian Singkat Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor berlaku secara efektif pada tanggal 30 September 2013. Surat edaran ini membahas tiga ruang lingkup yaitu Pembiayaan Pemilikan Properti, Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Uraian singkat SE BI Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 untuk ruang lingkup Pembiayaan Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut: 1. Latar Belakang a. Sejalan dengan tingginya pertumbuhan pembiayaan kendaraan bermotor yang berpotensi menimbulkan berbagai risiko maka bank perlu 31 meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor. b. Dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan di sektor keuangan, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang mungkin timbul, termasuk pertumbuhan pembiayaan kendaraan bermotor yang berlebihan. c. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bank dalam pemberian pembiayaan kendaraan bermotor, serta kebijakan untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan besaran down payment untuk pembiayaan kendaraan bermotor. 2. Pengaturan Uang Muka (Down Payment) pada KKB iB a. Ruang lingkup KKB atau KKB iB dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup kredit atau pembiayaan yang diberikan bank kepada debitur atau nasabah untuk pembelian kendaraan bermotor. b. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan bermotor yang dibiayai oleh bank. DP untuk bank yang memberikan KKB atau KKB iB sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini ditetapkan sebagai berikut: 1) DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua. 32 2) DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non produktif. 3) DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: (a) Merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau (b) Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memilki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya. 4) Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan DP dari KKB atau KKB iB. 3. Sanksi Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tersebut dikenakan sanksi administratif beruoa teguran tertulis dan kewajiban menyampaikan: a. Komitmen tertulis untuk tidak melakukan pelanggaran kembali. b. Action plan yang antara lain terdiri dari: 1) Rencana perbaikan atau evaluasi terhadap Standar Operating Procedure (SOP) termasuk batasan waktu pelaksanaan perbaikan atau evaluasi dimaksud; dan/atau 33 2) Upaya-upaya untuk memastikan bahwa SOP telah efektif dijalankan. Sesuai batas waktu yang ditetapkan Bank Indonesia. D. Teori Inflasi 1. Definisi Inflasi Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus-menerus dari suatu perekonomian. Menurut Rahardja dan Manurung, inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung secara terus-menerus.17 Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan pasar bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar.18 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat terjadinya inflasi adalah terletak pada objek dan waktunya. Kenaikan harga terjadi pada barang-barang secara umum, bukan hanya pada salah satu barang saja. Sedangkan kenaikan harganya terjadi secara terusmenerus, bukan hanya pada situasi tertentu saja. Contoh hal-hal yang dapat menimbulkan inflasi adalah kenaikan harga bahan mentah yang diimpor, kenaikan harga bahan bakar, defisit dalam anggaran belanja pemerintah, 17 Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Makroekonomi (Jakarta: LPEE-UI, 2004), h. 155. 18 Sadono Sukirno, Makroekonomi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), h. 333. 34 pinjaman sistem bank yang berlebihan, dan kegiatan investasi yang sangat pesat perkembangannya.19 2. Jenis Inflasi Menurut Paul A. Samuelson, inflasi dapat digolongkan menurut tingkat keparahannya yaitu sebagai berikut20: a. Moderate inflation. Karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga yang lambat, umumnya dikenal dengan inflasi satu digit. b. Galloping inflation. Inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkatan 20% sampai dengan 200% per tahun. c. Hyper inflation. Inflasi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat tinggi yaitu beberapa ratus persen sampai dengan beberapa ribu persen hanya dalam waktu singkat. Sedangkan menurut Adiwarman A. Karim, pembagian inflasi berdasarkan penyebabnya adalah21: a. Natural inflation dan human error inflation adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah dan manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya, misalkan inflasi karena terjadi paceklik. b. Actual/anticipated/expected inflation dan unanticipated/unexpected inflation. Pada expected inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan 19 Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru (Jakarta: PT Raja Grafino Persada. 2000), h. 483. 20 Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam (Bandung: ALFABETA, 2010), h. 92. 21 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h. 138. 35 tingkat suku bunga pinjaman nominaldikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi. c. Demand pull inflation dan cost push inflation. Deman pull inflation diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi permontaan agregat dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Cost push inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi penawaran agregat dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. d. Spirraling inflation adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya di mana inflasi yang sebelumnya terjadi akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya. e. Imported inflation dan domestic inflation. Imported inflation adalah inflasi yang berasal dari luar negeri. Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri. 3. Dampak Inflasi Inflasi memiliki beberapa dampak buruk terhadap individu dan masyarakat menurut Pratama Rahardja dan Manurung yaitu22: a. Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat 22 Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Makroekonomi, h. 169. 36 Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang. Inflasi ini akan menurunkan upah riil setiap individu yang berpendapatan tetap, seperti pegawai negeri sipil ataupun karyawan. b. Memperburuk distribusi pendapatan Inflasi ini akan menyebabkan pembagian pendapatan di antara golongan yang berpendapatan tetap dengan para pemilik kekayaan tetap akan semakin tidak merata. c. Terganggunya stabilitas ekonomi Inflasi menggangu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan atas kondisi di masa depan (ekspetasi) para pelaku ekonomi. Sedangkan menurut Sadono Sukirno, dampak inflasi yaitu23: a. Merosotnya pendapatan riil yang diterima masyarakat b. Terganggunya stabilitas ekonomi c. Meningkatkan pengangguran d. Menimbulkan kemerosotan mata uang e. Mengurangi tabungan f. Mengurangi gairah perusahaan untuk melakukan investasi yang produktif g. Defisit neraca pembayaran 4. Kebijakan Untuk Mengatasi Inflasi 23 Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, h. 10. 37 Untuk menjaga kestabilan ekonomi, pemerintah perlu menjalankan kebijakan menurunkan tingkat inflasi karena pemerintah mempunyai peranan yang penting dalam mengendalikan laju inflasi sebab terjadi atau tidaknya inflasi tergantung dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menjalankan roda perekonomian. Kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah inflasi yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. a. Kebijakan fiskal. Ada dua kebijakan fiskal yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah untuk menekan tingkat inflasi yaitu dengan meningkatkan pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah. b. Kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Dalam kondisi inflasi, pemerintah dapat pula menerapkan kebijakan uang ketat (rigth money policy) yang merupakan salah satu kebijakan ampuh untuk mengatasi terjadinya inflasi. Karena kebijakan ini mempengaruhi seluruh sektor perekonomian. E. Teori Suku Bunga 1. Definisi Suku Bunga Suku bunga adalah harga dari aset finansial. Bagi dunia perbankan, suku bunga dapat dinyatakan sebagai harga yang harus dikeluarkan bank kepada nasabah yang menyimpankan dananya atau uangnya di bank (yang memilki simpanan), dan di sisi lain dapat dikatakan sebagai harga yang dibayar nasabah kepada bank atas dana yang telah dipinjamkannya (nasabah 38 yang memperoleh pinjaman). Suku bunga adalah persentase atas uang yang diberikan sebagai imbalan pada periode tertentu. Penetapan suku bunga merupakan instrumen pengendalian moneter secara langsung oleh bank sentral terhadap pinjaman maupun simpanan dalam sistem perbankan.24 Tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan.25 Tingkat bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.26 2. Jenis-Jenis Suku Bunga Secara umum suku bunga dibagi atas suku bunga nominal dan suku bunga riil. a. Suku bunga nominal Suku bunga nominal dapat diartikan sebagai suku bunga yang berlaku di satu negara sebelum dikurangi tingkat inflasi. b. Suku bunga riil Suku bunga riil adalah suku bunga nominal di suatu negara setelah dikurangi dengan tingka inflasi di negara itu. 3. Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Menurut Kasmir faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah27: 24 I Wayan Sudirman, Kebijakan Fiskal dan Moneter: Teori dan Empirikal (Jakarta: Kencana, 2011), h. 102. 25 Gregory Mankiw, Makroekonomi Edisi Keenam (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2006), h. 89. 26 Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2005), Edisi Ketiga, h. 75. 39 a. Kebutuhan dana Saat bank membutuhkan banyak dana, maka otomatis akan menaikkan suku bunga agar nasabah berbondong-bondong menyimpan dananya di bank. Begitu sebaliknya, jika simpanan banyak, maka akan menurunkan suku bunga. b. Persaingan Tidak dipungkiri persaingan antar bank untuk menarik nasabah sangat tinggi. Ini dikarenakan setiap bank ingin memiliki nasabah dan DPK yang tinggi pula. Salah satu caranya yaitu dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga. c. Kebijaksanaan Pemerintah Bagaimanapun juga bank tidak boleh menetapkan suku bunga melebihi suku bunga yang ditetapkan pemerintah. d. Hubungan Nasabah Nasabah yang memiliki hubungan baik karena loyalitas dan keaktifan maka penetuan suku bunganya pun berbeda dengan yang lain. e. Jangka Waktu Semakin lama jangka waktu pinjaman, maka semakin besar pula suku bunganya. Itu dikarenakan resiko kemungkinan di masa mendatang. 27 122. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Edisi 9, h. 40 f. Kualitas Jaminan Semakin likuid jaminan yang diberikan, semakin rendah bunga yang dibebankan. g. Reputasi Perusahaan Semakin bonafid suatu perusahaan maka semakin kecil resiko kredit macet. h. Produk yang Kompetitif Jika produk yang dibiayai laku di pasaran, maka bunga yang ditetapkan relatif lebih kecil. i. Target Laba yang Diinginkan j. Jaminan Pihak Ketiga Jika jaminan pihak ketiganya merupakan pihak yang sangat terpercaya, maka suku bunganya relatif kecil. F. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu) Untuk mendukung materi yang akan dibahas pada skripsi ini, maka penulis membandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan strategi lembaga pembiayaan dalam mengatasi dampak kebijakan uang muka. Berikut adalah penelitian terdahulu yang membahas akad murabahah pada pembiayaan kendaraan bermotor: 1. Kurnia Ratri Cahyani, Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013. Strategi Pemasaran Dalam Pembiayaan Kendaraan Bermotor Pada Bank Syariah Pasca Surat Edaran 41 Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012. Fokus masalah dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dengan lebih jelas bagaimana dampak yang terjadi pada pembiyaan kendaraan bermotor pada bank syariah dan strategi pemasaran apa yang dilakukan bank syariah pasca dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/33/DPbS Tahun 2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak yang terjadi akibat dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/33/DPbS Tahun 2012 adalah terjadinya penurunan kuantitas pembiayaan kendaraan bermotor namun terjadi peningkatan kualitas dari sisi pengembalian nasabah. Sedangkan strategi yang digunakan Bank Syariah Mandiri yaitu dengan mengubah kebijakan pengajuan pembiayaan secara individu menjadi kolektif dengan perusahaan lain, sedangkan Bank Muamalat Indonesia mengantisipasi sock effect pada nasabah terlebih dulu menghimbau end user untuk menaikkan persentase down payment sebelum surat edaran tersebut berlaku secara aktif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama membahas tentang strategi pembiayaan kendaraan bermotor pasca kenaikan DP minimum syariah. Perbedaannya adalah dalam penelitian saya yang menjadi fokus pembahasan adalah mengenai strategi PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 dan objek penelitian hanya di PT. Bank Syariah Mandiri. 42 2. Muttabiatun Dzawil Mauidhah, Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Ekonomi: “Strategi Lembaga Pembiayaan Dalam Mengatasi Dampak SE BI Nomor 14/10/DPNP Tahun 2012 (Studi Kasus pada PT. Adira Dinamika Multifinance)”. 2012. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan dampak dari SE BI Nomor 14/10/DPNP Tahun 2012 terhadap kegiataan pembiayaan PT. Adira Dinamika Multifinance serta strategi apa yang dilakukan PT. Adira Dinamika Multifinance untuk mengatasi dampak tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah terjadinya penurunan kredit kendaraan roda dua dan laba keseluruhan. Strategi yang dilakukan adalah dengan membangun sistem pembiayaan baru yatiu sistem pembiayaan syariah yang mulai diterapkan pada akhir Juni 2012. Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama membahas dampak dan strategi pasca kenaikan down payment bagi kredit/pembiayaan kendaraan bermotor. Perbedaannya adalah dalam penelitian saya lebih terfokus pada pembahasan mengenai strategi yang digunakan PT. Bank Syariah Mandiri dalam mengatasi dampak SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis Dampak Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013, Inflasi dan BI Rate terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor pada Bank Syariah. Objek penelitian ini adalah laporan bulanan Outstanding pembiayan kendaraan bermotor Bank Syariah Mandiri yang diperoleh langsung dari laporan bulanan Divisi Consumer Bank Syariah Mandiri, data inflasi dan data BI Rate yang diambil dari situs resmi Bank Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data runtun waktu (time series) dengan data bulanan dimulai dari Januari 2012 sampai dengan Juni 2014. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Syariah Mandiri yang beralamat di Wisma Mandiri Lt. 10 Jl. MH. Thamrin No. 5, Jakarta 10340, Indonesia. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2014. 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel-variabel yang menjadi objek penelitian ini adalah: a. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel terikat adalah yang merupakan hasil dari pengamatan dan pengolahan bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah data 43 44 pembiayaan kendaraan bermotor Bank Syariah Mandiri dari Januari 2012 sampai dengan Juni 2014. b. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas merupakan variabel yang dipilih dan diolah oleh peneliti untuk dicari keterkaitan atau pengaruhnya dengan variabel terikat. Dalam suatu persamaan regresi, variabel bebas bisa lebih dari satu (multiple regression). Jika variabel bebas lebih dari satu, mungkin selain yang kuantitatif ada pula yang kualitatif. Variabel dalam persamaan regresi yang sifatnya kualitatif tersebut biasanya menunjukkan ada tidaknya (presence or absence) suatu “quality” atau suatu “atribute”. Suatu cara untuk membuat kuantifikasi (berbentuk angka) dari data kualitatif (tidak berbentuk angka) ialah dengan jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0 (nol). Angka nol (0) kalau attribute yang dimaksud tidak ada (tak terjadi) dan diberi angka satu (1) kalau ada (terjadi). Variabel yang mengambil nilai 0 atau 1 tersebut dinamakan variabel boneka (dummy variable). Dalam penelitian ini variabel bebasnya berupa: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP yang diukur dengan menggunakan variabel dummy, di mana bernilai 1 untuk data pembiayaan kendaraan bermotor setelah diberlakukannya surat edaran tersebut, dan bernilai 0 untuk data pembiayaan kendaraan bermotor sebelum diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tersebut. 45 b. Inflasi dengan data bulanan, inflasi merupakan angka yang mempresentasikan kenaikan harga barang-barang secara umum dan terus menerus. c. BI rate atau Suku Bunga Bank Indonesia dengan data bulanan. Penetapan suku bunga merupakan instrumen pengendalian moneter secara langsung oleh bank sentral terhadap pinjaman maupun simpanan dalam sistem perbankan.1 4. Metode Pengumpulan Data Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat time series yaitu data yang terdiri dari beberapa periode. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah: a. Wawancara Peneliti melakukan wawancara mendalam dan terbuka guna memperoleh data-data primer dan sekunder yang diinginkan kepada pihak Divisi Consumer Banking Bank Syariah Mnadiri. 1 I Wayan Sudirman, Kebijakan Fiskal Dan Moneter: Teori Dan Empirikal (Jakarta: Kencana, 2011), h. 102. 46 b. Library Research (Penelitian Kepustakaan) Studi kepustakaan ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian.2 Peneliti melakukan studi kepustakaan yaitu melalui buku, jurnal, skripsi, dan artikel yang berhubungan dengan penelitian. c. Internet Research Selain melalui wawancara dan library research, peneliti juga mendapatkan data-data dari website www.bi.go.id. 5. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik Analisis Regresi dengan Variabel Dummy serta menggunakan Uji Beda dua rata-rata (independent sample t-test). Teknis analisis ini adalah untuk menganalisis pengaruh suatu variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk mendukung penelitian, software pengolah data statistik yang digunakan adalah SPSS 21. a. Analisis Regresi Linear Berganda 1) Uji Asumsi Klasik Model regresi linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi klasik statistic yang meliputi uji normalitas, multikolineritas, dan heteroskedastisitas. 2 3. Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008), h. 47 2) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apaka residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.3 Menurut Suliyanto (2005), Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Cara mengetahui bahwa data yang diambil terdistribusi normal salah satunya dengan menggunakan Kurva residual teknik Kolmogorov-Smirnov. nilai terstandardisasi dikatakan menyebar dengan normal apabila nilai Kolmogorov-Smirnov Z ≤ Z tabel atau nilai asymp. sig. (2-tailed) > α pada tabel uji Kolmogorov-Smirnov.4 3) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independent. Jika variabel independent saling berkorelasi, maka variabelvariabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independent sama dengan nol.5 3 Imam Ghozali, Aplikasi Anlaisis Multivariate dengan Program SPSS (Semarang: Badan Penerbit universitas Diponegoro, 2006), h. 110. 4 R. Gunawan Sudarmanto, Statistik Terapan Berbasis Komputer Denga Program IBM SPSS Statistic 19 (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013), h. 125 5 Ibid., h. 91. 48 Uji multikolinerietas pada suatu model dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1. Semakin tinggi VIF maka tolerance semakin rendah. Sehingga model dapat dikatakan terbebas dari multikolinerietas. 4) Uji Heteroskedastisitas Uji ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perbedaan ragam residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilihat pada pola gambar Scatterplot (Nugroho, 2005). Analsis gambar Scatterplot yang menyatakan tidak terdapat heteroskedastisitas jika: a) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka 0. b) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. c) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola Persamaan Regresi Linear Berganda 5) Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan keadaan dimana terjadinya residual untuk pengamatan satu dengan pengamatan korelasi dari yang lain yang disusun menurut runtun waktu. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi.6 6 Duwi Priyatno, Analisis Korelasi, Regresi dan Multivariate Dengan SPSS (Jakarta, Gava Media, 2013), h. 74. 49 Dalam penelitian ini uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin Watson. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut7: a) Angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. b) Angka DW di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. c) Angka DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. b. Persamaan Regresi Linier Berganda Analisis regresi adalah salah satu teknik statistik yang dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara dua variabel atau lebih untuk variabel kuantitatif.8 Regresi linier berganda bertujuan menghitung besarnya pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas.9 Bentuk umum regresi linier berganda: Y = a + b1 Dummy DP +b2 Inflasi + b3 BI rate Di mana: 7 Y = variabel dependen (Pembiayaan Kendaraan Bermotor) a = konstanta b1 = Dummy DP b2 = Inflasi Singgih Sasonto, Aplikasi SPSS pada Statistik Parametrik (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012), h. 243. 8 Ety Rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2009), h. 135. 9 Ibid., h. 142. 50 b3 = BI rate c. Uji F Uji F atau Uji global dilakukan untuk melihat apakah terjadi pengaruh nyata antara variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen) secara keseluruhan. Uji simultan dengan uji F ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadapa variabel dependen. Uji F dimaksudkan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel independen (X1, X2, …, Xn) dapat atau mampu menjelaskan tingkah laku atau keragaman variabel dependen (Y). d. Uji t Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.10 Uji t untuk menguji signifikasi konstanta dan variabel independen. Hipotesis: Ho = Koefisien regresi tidak signifikan Ha = Koefisien regresi signifikan 10 Imam Ghozali, Aplikasi Anlaisis Multivariate dengan Program SPSS, h. 84. 51 Apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Apabila t hitung <t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. B. Hipotesis Untuk melakukan pengujian hipotesis, maka ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan yaitu merumuskan hipotesis nol (Ho) dan harus disertai dengan hipotesis alternatif (Ha), seperti yang tercantum di bawah ini: Ho → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Dummy DP (X1) terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y) Ha → terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Dummy DP (X1) terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y) Ho → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi (X2) terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y) Ha → terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi (X2) terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y) Ho → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel BI rate (X3) terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y) Ha → terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel BI rate (X3) terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor (Y) 52 Ho → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara setiap variabel X1, X2, X3 terhadap variabel Y Ha → terdapat pengaruh yang signifikan antara setiap variabel X1, X2, X3 terhadap variabel Y. C. Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian PT. Bank Syariah Mandiri D. memberikan pembiayaan kendaraan bermotor KKB Dummy DP (X1) Inflasi (X2) Analisis regresi linear berganda di antaranya uji asumsi klasik, persamaaan regresi linier berganda, Uji F dan Uji t. BI rate (X3) Hipotesis: Ho: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara setiap variabel X1, X2, X3 terhadap variabel Y Ha: terdapat pengaruh yang signifikan antara setiap variabel X1, X2, X3 terhadap variabel Y Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Y) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PT. Bank Syariah Mandiri 1. Sejarah Singkat PT. Bank Syariah Mandiri1 Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Salah satu bank konvensional, PT. Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan PT. Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. 1 Bank Syariah Mandiri, “Profil Perusahaan”, artikel ini diakses pada 6 September 2014 dari http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/ 53 54 Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system). Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT. Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT. Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior 55 Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT. Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT. Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. PT. Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik. 2. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri Visi: Memimpin pengembangan peradaban ekonomi yang mulia. Misi: a. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata industri yang berkesinambungan. b. Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran pembiayaan pada segmen UMKM. c. Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang sehat. d. Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. e. Mengembangkan nilai-nilai syariah universal 56 B. Pembiayaan Kendaraan Bermotor pada Bank Syariah Mandiri Gambar 4.1 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Jumlah Pembiayaan (dalam triliun) 60 50,46 50 44,75 40 30 36,37 23,97 20 10 0 2010 2011 2012 2013 Sumber: Laporan Tahunan Bank Syariah Mandiri 2013 Selama tahun 2013, BSM telah menyalurkan pembiayaan untuk seluruh segmen usaha sebesar Rp 50,46 triliun, meningkat sebesar Rp 5,70 triliun atau tumbuh 12,75% dibanding total pembiayaan Rp 44,75 triliun di tahun 2012. Dalam grafik tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan pembiayaan di BSM selalu meningkat setiap tahunnya sejak dari 2010-2013. Salah satu segmen pembiayaan yang dikembangkan oleh Bank Syariah Mandiri adalah Pembiayaan Konsumer. Pembiayaan Konsumer di BSM ini merupakan segmen pembiayaan yang paling besar porsi peningkatannya pada tahun 2012-2013 dibanding segmen pembiayaan lainnya seperti Korporasi, 57 Komersial (menengah), dan Usaha Mikro dan Kecil. Pembiayaan konsumer 2013 sebesar Rp 21,85 trilliun dengan porsi 44,31%, meningkat dibandingkan porsi pembiayaan konsumer tahun 2012 sebesar 43,85%.2 Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PKB) pada Bank Syariah Mandiri merupakan pembiayaan untuk pembelian kendaraan bermotor dengan sistem murabahah. Pembiayaan yang dapat dikategorikan sebagai PKB adalah pembiayaan motor ataupun mobil, baik dalam kondisi baru maupun bekas. Untuk kendaraan baru, jangka waktu pembiayaan hingga 5 tahun sedangkan untuk kendaraan bekas hingga 10 tahun (dihitung termasuk usia kendaraan dan jangka waktu pembiayaan). Pembiayaan kendaraan bermotor ini termasuk dalam segmen usaha dalam pembiayaan konsumer di BSM. Syarat-syarat dan ketentuan pembiayaan kendaraan bermotor di BSM adalah sebagai berikut: 1. Pemohon harus mempunyai pekerjaan dan/atau pendapatan yang tetap. 2. Usia pemohon pada saat pengajuan PKB minimal 21 tahun dan maksimal 55 tahun pada saat jatuh tempo fasilitas PKB. 3. Pengajuan PKB dapat dilakukan sendiri-sendiri atau koordinir secara kolektif oleh instansi di mana pemohon bekerja. 2 Laporan Tahunan Bank Syariah Mandiri Tahun 2013 58 Tabel 4.1 Porsi Pembiayaan Konsumer Untuk PKB dan Multifinance 2012-2013 (dalam Rp) Jenis 2012 2013 Pembiayaan Outstanding Porsi Outstanding Porsi Kendaraan 258.568.273.016 1,65% 265.967.216.739 1,55% Multifinance 860.060.085.229 5,50% 746.196.912.939 4,35% Sumber: Laporan Tahunan BSM 2013 Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa porsi pembiayaan kendaraan bermotor dan multifinance di BSM pada tahun 2013 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 2012. Untuk kendaraan, pada tahun 2013 porsinya sebesar Rp 265,96 miliar atau sebesar 1,55% dari total pembiayaan konsumer. Sedangkan untuk multifinance, pada tahun 2013 porsinya sebesar Rp 746,19 miliar atau sebesar 4,35% dari total pembiayaan konsumer. Hal ini mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2012, porsi untuk pembiayaan kendaraan adalah sebesar Rp 258,56 miliar atau sebesar 1,65% dari total pembiayaan konsumer. Sedangkan untuk multifinance di 2012, porsi pembiayaannya sebesar Rp 860,06 miliar atau sebesar 5,50% dari total pembiayaan konsumer. Penurunan itu salah satunya disebabkan oleh adanya kebijakan baru yang dibuat oleh Bank Indonesia, yaitu kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber 59 risiko bank serta meningkatkan prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan pembiayaan setiap tahunnya. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP Tahun 2013. C. Dampak Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP Tahun 2013 pada Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank Syariah Mandiri Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP Tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia ini dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan pembiayaan kendaraan bermotor yang berpotensi menimbulkan berbagai risiko, dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan di sektor keuangan, dan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang mungkin timbul termasuk pertumbuhan pembiayaan kendaraan bermotor yang berlebihan. Maka dari itu, penetapan kebijakan ini yaitu dari menetapkan besaran down payment untuk pembiayaan kendaraan bermotor. Dalam surat edaran tersebut diatur uang muka atau DP paling rendah 25% untuk kendaraan roda dua, 30% untuk kendaraan roda atau lebih untuk keperluan non produktif, dan 20% untuk kendaraan roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif. Besaran uang muka tersebut naik daripada sebelumnya yang hanya sekitar 10-15%. PT. Bank Syariah Mandiri merespon surat edaran tersebut pada awal sebelum berlakunya kebijakan itu pertumbuhan pembiayaannya cenderung stabil dan tidak begitu terlihat adanya kenaikan atau penurunan yang drastis. 60 Karenanya, BSM juga selektif dalam mencari nasabah sehingga tidak terlalu terjadi masalah dengan isu DP 30% tersebut karena nasabahnya sendiri pun telah berpikir dampak dari membeli kendaraan seharga tersebut yaitu akan berdampak pada angsuran setelahnya.3 Tabel 4.2 Perbandingan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM Masa Periode Outstanding Growth (Rp miliar) (Rp miliar) Mei-13 281.583.973.738 23.015.700.722 Jun-13 273.043.996.713 14.475.723.697 Jul-13 258.789.977.560 221.704.544 Agu-13 250.072.890.852 -8.495.382.165 Sep-13 252.899.644.279 -5.668.628.737 Okt-13 257.336.383.340 -1.231.889.676 Setelah Berlaku Nov-13 262.954.929.114 4.386.656.098 Efektif Des-13 322.080.543.966 63.512.270.950 Jan-14 508.092.743.217 186.012.199.251 Feb-14 502.352.424.130 180.271.880.164 Sebelum Saat Dikeluarkan Sumber: Laporan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM 2013-2014 3 Wawancara Pribadi dengan Hadi Wajaya Arifin (Mortage Alliance Dept. Head Consumer Banking Division Bank Syariah Mandiri), Jakarta, 22 Juli 2014. 61 Menurut Departement Head Consumer Banking Division BSM: Penurunan tingkat pembiayaan tidak hanya di BSM. Pasti dampak buat semuanya. Jika bicara di luar BSM, akhirnya mereka mensiasati dengan memberikan subsidi. Uang muka yang awalnya full financing dari nasabah 30%, maka disiasati dengan memberikan subsidi antara 30%-50%. Sedangkan di BSM tidak boleh melakukan hal tersebut karena uang muka harus benar-benar bersumber dari nasabah, sehingga pasti ada penurunan, begitu pun di pembiayaan KPR BSM. Hadi Wajaya mengatakan bahwa adanya SE BI No. 15/40/DKMP Tahun 2013 tersebut memberikan dampak bagi semua segmen pembiayaan tidak hanya di BSM namun juga di bank umum syariah atau bank umum konvensional serta lembaga multifinance lainnya. Pada awal sebelum terbit peraturan kenaikan DP untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah, banyak Bank Umum Konvensional yang berlomba-lomba membuat Unit Usaha Syariah untuk meningkatkan asset pembiayaannya melalui segmen syariah tersebut, namun setelah terbit kebijakan baru dari Bank Indonesia yang mengatakan bahwa DP untuk pembiayaan BUS/UUS pun disamakan/meningkat, hal ini cenderung berdampak sama baik untuk BUS/UUS/BUK.4 Namun, jika dilihat dari laporan pembiayaan kendaraan bermotor BSM pada tabel 2 di atas, diketahui bahwa tidak ada dampak atau pengaruh dari SE BI 4 Wawancara Pribadi dengan Hadi Wajaya Arifin (Mortage Alliance Dept. Head Consumer Banking Division Bank Syariah Mandiri), Jakarta, 22 Juli 2014. 62 No. 15/40/DKMP Tahun 2013 yang berpengaruh secara drastis terhadap tingkat outstanding pembiayaannya. Terlihat bahwa pada saat sebelum dikeluarkannya kebijakan tersebut pada bulan Mei hingga Agustus 2013, outstanding PKB BSM justru menurun, namun pada saat dikeluarkannya kebijakan tersebut yaitu pada bulan September, outstanding PKB justru meningkat yang awalnya Rp. 2.500,72 miliar pada Agustus 2013 menjadi Rp. 2.528,99 miliar pada September 2013. Bahkan pada bulan-bulan selanjutnya, outstanding pembiayaan kendaraan bermotor BSM justru meningkat dan stabil. Pertumbuhan pembiayaan yang cenderung stabil ini diperkirakan karena meskipun ada kenaikan DP yang harus dibayarkan nasabah, namun nasabah tetap mengajukan pembiayaannya karena dari BSM sendiri telah memiliki nasabah-nasabah tetap ataupun nasabah korporasi. Dampak Surat Edaran tersebut belum mempengaruhi pembiayaan kendaraan bermotor secara keseluruhan karena memang bukan merupakan pembiayaan utama di Bank Syariah Mandiri, jika dibandingkan dengan pembiayaan yang portofolionya jauh lebih besar dan risiko yang lebih kecil seperti pembiayaan KPR. Pembiayaan kendaraan bermotor di BSM pun meskipun termasuk dalam segmen pembiayaan yang cukup besar, namun masih kalah jika dibandingkan dengan pembiayaan KPR BSM yang memang mendominasi dari keseluruhan total pembiayaan di segmen pembiayaan konsumer Bank Syariah Mandiri. 63 Meskipun begitu, risiko yang ditimbulkan dari pembiayaan kendaraan bermotor jauh lebih besar jika dibanding dengan pembiayaan KPR. Risiko tersebut akan sangat dirasakan apabila terjadi pembiayaan bermasalah karena pembiayaan kendaraan bermotor bukan merupakan alat investasi dan nilainya akan terus menyusut tiap tahunnya, jadi apabila ada nasabah yang tidak menyanggupi melunasi cicilannya, maka hal itu tidak akan mampu menutupi kerugian dari pihak bank. D. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Rasio skewness dan rasio kurtosis dapat dijadikan petunjuk apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak. Rasio skewness adalah nilai skewness dibagi dengan standard error skewness, sedang rasio kurtosis adalah nilai kurtosis dibagi dengan standard error kurtosis. Sebagai pedoman, bila rasio skewness dan kurtosis berada diantara -2 higga+2, maka distribusi data adalah normal. Dari olahan SPSS, diperoleh hasil berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Descriptive Statistics Std. Deviatio N Minimum Maximum Mean n Skewness Kurtosis Std. Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Error Std. Statistic Error 64 Unstandardized 30 Residual - 1,99238E11 1,36249E11 Valid N (listwise) -,0000343 7,19050 ,491 ,427 1,106 667E10 30 Dari tabel hasil uji Normalitas di atas terlihat bahwa rasio skewness = 0,491 : 0,427 = 1,14988; sedangkan rasio kurtosis = 1,106 : 0,833 = 1,32773. Karena rasio skewwness dan kurtosis berada di antara -2 hingga +2 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. 2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variabel bebas yang memiliki kemiripan dengan variabel bebas yang lain dalam satu model. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, penelitian ini menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Syarat suatu data tidak terjadi multikolinearitas adalah jika nilai VIF < dari 10. Bila nilai VIF > dari 10 maka diindikasikan model tersebut memiliki gejala multikolinearitas. Berdasarkan hasil analisis menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan bahwa nilai koefisien VIF variabel independen Dummy DP dan BI rate adalah > 10. Sedangkan nilai koefisien variabel independent Inflasi < 10. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa masih terdapat hubungan antara variabel-variabel independen sehingga dapat dikatakan model ini terdapat multikolinearitas. Hasil penghitungan Uji Multikolinearitas dapat dilihat dalam tabel berikut ini. ,833 65 Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Unstandardized Standardized Collinearity Coefficients Coefficients Statistics Model 1 B (Constant) a Std. Error 26,463 1,197 Dummy DP ,480 ,293 Inflasi ,061 BI rate -,103 Beta t Sig. Tolerance VIF 22,100 ,000 ,728 1,639 ,113 ,088 11,343 ,051 ,348 1,185 ,247 ,201 4,971 ,237 -,262 -,433 ,668 ,047 21,068 a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor 3. Uji Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Salah satu cara menghitung uji heterokedastisitas yang mudah dan dapat diaplikasikan di SPSS adalah Uji Gletser. Uji Gletser secara umum dinotasikan sebagai berikut: │e│= b1 + b2X2 + v Dimana: │e│= Nilai Absolut dari residual yang dihasilkan dari regresi model X2 = Variabel penjelas 66 Tabel 4.5 Hasil Uji Heterokedastisitas Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model 1 a B Std. Error (Constant) ,509 ,450 Dummy DP ,306 ,110 Inflasi -,005 BI rate -,064 Beta t Sig. 1,130 ,269 1,175 2,776 ,010 ,019 -,077 -,275 ,786 ,089 -,411 -,712 ,483 a. Dependent Variable: ARes Apabila t hitung < t tabel maka tidak terjadi heteroskedastisitas di antara data pengamatan dengan nilai residual absolutnya. Berdasarkan pada hasil output analisis menunjukkan t hitung (hubungan antara variabel bebas dengan residual absolutnya), untuk variabel independent inflasi dan BI rate jauh lebih kecil dari koefisien t tabel (-0,275; -0,712 < 2,056). Sedangkan untuk variabel Dummy DP jauh lebih besar dari t tabel (2,776 > 2,056). disimpulkan bahwa data yang diperoleh Dengan demikian, dapat masih terdapat adanya heteroskedastisitas. 4. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel. Autokorelasi dapat terjadi jika observasi yang berturut-turut sepanjang waktu memiliki korelasi antara satu dengan yang lain. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi. Dalam penelitian ini uji 67 autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin Watson. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut5: a. Angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. b. Angka DW di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. c. Angka DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. Berdasarkan tabel hasil uji autokorelasi di bawah ini diketahui bahwa nilai Durbin Watson adalah sebesar 0,845 (berada di antara -2 sampai +2), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari adanya autokorelasi. Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi b Model Summary Std. Error of Mode l R 1 ,740 a R Adjusted R the Durbin- Square Square Estimate Watson ,548 ,496 ,21818 ,845 a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor 5 Singgih Sasonto, Aplikasi SPSS pada Statistik Parametrik (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012), h. 243. 68 E. Uji Regresi Linier Berganda 1. Persamaan Regresi Linear Berganda Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Coefficients Model 1 Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B (Constant) a Std. Error 26,463 1,197 Dummy DP ,480 ,293 Inflasi ,061 BI rate -,103 Beta Collinearity Statistics t Sig. Tolerance VIF 22,100 ,000 ,728 1,639 ,113 ,088 11,343 ,051 ,348 1,185 ,247 ,201 4,971 ,237 -,262 -,433 ,668 ,047 21,068 a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor Dari output data hasil olahan SPSS dalam kolom coefficients B diperoleh model regresi linear berganda sebagai berikut: Y = 26,463 + 0,480 X1 + 0,061 X2 + (-0,103) X3 Untuk dapat membaca koefisien regresi yang dimiliki oleh variabel bebas dapat menggunakan kolom t dengan membandingkan nilai nyata t hitung lebih besar dari alpha yang ditetapkan yaitu 0,05. Jika diperoleh nilai nyata t hitung < α (0,05), maka Ho ditolak yang artinya terdapat pengaruh X terhadap Y. Dari hasil perbandingan nyata tersebut, diketahui bahwa ternyata dari ketiga variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai nyata t hitung yang melebihi dari taraf alpha yang telah ditetapkan (0,05). 69 Dari hasil olahan data yang diperoleh, maka model regresi linier berganda di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: a. Nilai koefisien konstanta adalah 26,463. Hal ini dapat diartikan, apabila nilai variabel bebas konstan, maka besar nilai variabel terikat menjadi 26,463. b. Variabel X1 (Dummy DP) memiliki tingkat nyata t hitung 0,113 dengan taraf alpha 0,05. Karena nilai t hitung > 0,05, maka variabel dummy DP tidak memilki pengaruh nyata terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor. Nilai koefisien beta positif 0,480, diartikan bahwa jika variabel X1 memilki pengaruh nyata terhadap variabel Y, maka jika terjadi peningkatan jumlah uang muka (Dp), hal ini akan meningkatkan jumlah pembiayaan bermotor sebesar 0,480. c. Variabel X2 (inflasi) memilki tingkat nyata t hitung 0,247 dengan taraf alpha 0,05. Karena nilai t hitung > 0,05, maka variabel inflasi tidak memilki pengaruh nyata terhadap variabel pembiayaan kendaraan bermotor. Nilai koefisien beta positif 0,061, diartikan bahwa jika variabel X2 memilki pengaruh nyata terhadap variabel Y, maka jika terjadi peningkatan inflasi, hal ini akan meningkatkan jumlah pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0,061. d. Variabel X3 (BI rate) memilki tingkat nyata t hitung 0,668 dengan taraf alpha 0,05. Karena nilai t hitung > 0,05, maka variabel BI rate tidak memiliki pengaruh nyata terhadap variabel pembiayaan kendaraan 70 bermotor. Nilai koefisien beta negatif (-0,103), diartikan bahwa jika variabel X3 memilki pengaruh nyata terhadap variabel Y, maka jika terjadi peningkatan BI rate, hal ini akan menurunkan jumlah pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0,103. 2. Koefisien Determinasi Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat akan dihitung dengan menggunakan software SPSS 19 sebagai berikut: Tabel 4.8 Uji Koefisien Determinasi b Model Summary Model 1 R ,740 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate R Square a ,548 ,496 ,21818 Durbin-Watson ,845 a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor Dari tabel tersebut, diketahui nilai Adjusted R Square = 0,496 yang berarti 49,6%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Dummy DP (X1), inflasi (X2), dan BI rate (X3) memiliki kontribusi sebesar 49,6 % terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Y), sedangkan sisanya 50,4% (100 % - 49,6%) dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel bebas yang digunakan atau dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaji/pendapatan nasabah, analisis profitabilitas dari tiap-tiap nasabah dan lain-lain. Adapun nilai R = 0,548 menunjukkan bahwa antara Dummy DP (X1), inflasi (X2), dan BI rate (X3) memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap pembiayaan kendaraan bermotor (Y). 71 3. Uji Parsial (Uji t) Pengolahan uji t dapat dilakukan secara parsial (individual) masingmasing variabel bebas yang dapat mempengaruhi variabel terikat. Pengaruh secara parsial dapat dilihat dari perbandingan nilai nyata t hitung terhadap taraf alpha yang telah ditetapkan yaitu 0,05. Berdasarkan hasil olahan SPSS pada tabel coefficients diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.9 Uji t-Hitung a Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta Model 1 (Constant) 26,463 1,197 Dummy DP ,480 ,293 Inflasi ,061 BI rate -,103 t Sig. Collinearity Statistics Tolerance VIF 22,100 ,000 ,728 1,639 ,113 ,088 11,343 ,051 ,348 1,185 ,247 ,201 4,971 ,237 -,262 -,433 ,668 ,047 21,068 a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor Berdasarkan data pada tabel di atas terlihat bahwa ketiga variabel bebas yang terdiri dari Dummy DP, inflasi, dan BI rate tidak ada yang berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikat. Hal ini terlihat dari nilai t hitung ketiga variabel bebas tersebut lebih besar dari dari taraf alpha 0,05. 72 4. Uji Simultan (Uji F) Hasil uji F dapat diketahui dari hasil olahan SPSS yang ditampilkan pada tabel ANNOVA. Tabel 4.10 Uji F-Hitung b Model 1 Regression Residual Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F 1,500 3 ,500 10,501 1,238 26 ,048 2,737 Sig. a ,000 29 a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor Dari tabel di atas, menunjukkan nilai nyata F hitung < alpha, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan membuktikan bahwa paling sedikit ada satu atau bahkan keseluruhan variabel X yang mempengaruhi variabel Y. Dapat diartikan bahwa secara keseluruhan (simultan) variabel bebas berupa Dummy DP, inflasi, dan BI rate memiliki pengaruh terhadap variabel terikat Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Y). 5. Uji Hipotesis Uji Hipotesis digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank Syariah Mandiri secara simultan dan parsial. Penelitian ini mengusulkan hipotesis, yaitu H o = variabel bebas tidak berpengaruh terhadap pembiayaan kendaraan bermotor dan H1 = variabel bebas berpengaruh terhadap pembiayaan kendaraan bermotor. 73 a. Uji secara simultan Hasil olahan data menunjukkan nilai nyata uji F (0,000) lebih kecil dari alpha yang ditetapkan (0,05), maka diperoleh kesimpulan Ho ditolak dan H1 diterima. Jadi, Secara simultan variabel bebas Dummy DP, inflasi, dan BI rate berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor. b. Uji secara parsial 1) Nilai nyata t pada X1 (0,113) lebih besar dari alpha (0,05), maka Ho diterima dan H1 ditolak. 2) Nilai nyata t pada X2 (0,247) lebih kecil dari alpha (0,05), maka Ho diterima dan H1 ditolak. 3) Nilai nyata t pada X3 (0,668) lebih kecil dari alpha (0,05), maka Ho diterima dan H1 ditolak. F. Pembahasan 1. Dummy DP Koefisien regresi dari variabel Dummy DP terhadap pembiayaan kendaraan bermotor adalah sebesar 0,480 dengan nilai t hitung sebesar 1,639 < t tabel 2,056 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,113 > dari 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel Dummy DP tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Kurnia Ratri Cahyani (2013) yang menyebutkan bahwa kebijakan Down Payment tersebut menurunkan 74 kuantitas pembiayaan. Sama halnya dengan penelitian Muttabiatun Dzawil Mauidhah, yang menyebutkan bahwa kebijakan DP tersebut menurunkan tingkat kredit kendaraan bermotor dan laba keseluruhan. Secara teoritis seharusnya peningkatan Down Payment yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dapat mempengaruhi tingkat pembiayaan kendaraan bermotor di Bank Syariah Mandiri. Namun dalam penelitian ini, peningkatan DP tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor, hal ini diduga karena adanya perbedaan dengan penelitian sebelumnya bahwa kebijakan yang digunakan adalah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013, yang mana kebijakan tersebut baru dilaksanakan pada awal Oktober 2013 yaitu hanya berkisar 9 bulan hingga data yang diperoleh dalam penelitian ini didapat. Jika melihat data outstanding Bank Syariah Mandiri setelah diberlakukannya kebijakan tersebut memang tidak menurun, justru meningkat dan tampak stabil, hal ini diduga karena untuk menanggapi kebijakan DP tersebut, BSM sendiri telah melakukan strategi khusus guna mengantisipasi dampak yang ditimbulkan, yaitu adanya program COP (Car Ownership Program). Terbukti dengan adanya program tersebut, pembiayaan kendaraan bermotor di BSM tetap stabil dan justru meningkat. Selain itu, tidak adanya pengaruh yang signifikan dari kebijakan kenaikan DP pembiayaan tersebut juga diduga karena BSM sendiri telah memiliki nasabah yang income atau pendapatannya memang tinggi, sehingga tidak terlalu khawatir dengan DP yang meningkat. Nasabah 75 pembiayaan kendaraan bermotor di BSM juga kebanyakan nasabah korporate atau perusahaan-perusahaan besar, yaitu yang tergabung dalam program COP yang dijelaskan sebelumnya. 2. Inflasi Koefisien regresi dari variabel inflasi terhadap pembiayaan kendaraan bermotor adalah sebesar 0,061 dengan nilai t hitung sebesar 1,185 < dri t tabel 2,056 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,247 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di BSM. 3. BI rate Koefisien regresi dari variabel BI rate terhadap pembiayaan kendaraan bermotor adalah sebesar -0,103 dengan nilai t hitung sebesar -0,433 < dri t tabel 2,056 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,668 > 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel BI rate tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di BSM. Nilai beta pada variabel BI rate menunjukkan nilai negatif yang berarti menunjukkan adanya hubungan negatif antara variabel BI rate dan pembiayaan kendaraan bermotor, artinya semakin tinggi tingkat suku bunga yang ditetapkan maka semakin rendah permintaan pembiayaan kendaraan bermotor. 76 G. Strategi Khusus Sebagai Respon BSM Akibat Dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 Bank Syariah Mandiri tentunya melakukan strategi khusus sebagai respon SE BI No. 15/40/DKPM Tahun 2013 tersebut terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di BSM. Pada saat sebelum dikeluarkannya kebijakan ini, BSM masih memberikan pembiayaan kendaraan untuk semua jenis golong, baik individu ataupun perusahaan. Namun, setelah diberlakukannya kebijakan tersebut, BSM lebih fokus ke mekanisme COP (Car Ownership Program).6 Dalam hal ini BSM bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan tertentu dan perusahaan lain yang tidak terikat kerja sama dengan syarat harus mengeluarkan cover note. Car Ownership Program (COP) yaitu pembiayaan yang diajukan pada karyawan perusahaan yang dikoordinir oleh perusahaan untuk memiliki kendaraan dinas itulah yang sekarang menjadi target merket Bank Syariah Mandiri. Dengan strategi pemasaran seperti ini akan sangat meminimalisir pembiayaan bermasalah karena pembiayaan tersebut diajukan secara kolektif atas nama perusahaan. Portofolio yang diajukan pasti akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan portofolio yang diajukan secara individu. Selain pengembangan program COP tersebut, BSM juga melakukan perluasan jaringan distribusi melalui kerjasama dengan dealer. Meskipun begitu, BSM tetap lebih cenderung banyak menggarap nasabah korporate melalui program COP tersebut. 6 Wawancara Pribadi dengan Hadi Wajaya Arifin (Mortage Alliance Dept. Head Consumer Banking Division Bank Syariah Mandiri), Jakarta, 22 Juli 2014. 77 Dengan adanya program COP tersebut, keuntungan yang didapat oleh pihak BSM adalah karena portofolio pengajuannya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan portofolio individu, sehingga bank juga akan mendapatkan laba yang besar dengan tingkat risiko yang minimum, karena pada saat terjadi pembiayaan bermasalah, maka bank tidak perlu mengeluarkan biaya terkait dengan penagihan karena sepenuhnya diselesaikan oleh perusahaan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil olahan data menunjukkan bahwa nilai nyata F hitung < alpha, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan H1 diterima membuktikan bahwa paling sedikit ada satu atau bahkan keseluruhan variabel X yang mempengaruhi variabel Y. Sehingga dapat diartikan bahwa secara keseluruhan (simultan) variabel bebas berupa Dummy DP, inflasi, dan BI rate memiliki pengaruh terhadap variabel terikat Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Y). Secara simultan terdapat pengaruh nyata variabel Dummy DP (X1), inflasi (X2), dan BI rate (X3) memiliki kontribusi sebesar 45,1 % terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor (Y), sedangkan sisanya 54,9 % dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel bebas yang digunakan atau dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaji/pendapatan nasabah, analisis profitabilitas dari tiap-tiap nasabah dan lain-lain. Sedangkan secara parsial, dari ketiga variabel bebas yang digunakan yaitu Dummy DP, inflasi, dan BI rate, ketiganya tidak ada yang berpengaruh secara nyata terhadap variabel Pembiayaan Kendaraan Bermotor. 2. Sedangkan strategi khusus yang dilakukan Bank Syariah Mandiri adalah dengan adanya produk COP (Car Ownership Program). Dengan strategi pemasaran seperti ini akan sangat meminimalisir pembiayaan bermasalah 78 79 karena pembiayaan tersebut diajukan secara kolektif atas nama perusahaan. Portofolio yang diajukan pasti akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan portofolio yang diajukan secara individu. Selain pengembangan program COP tersebut, BSM juga melakukan perluasan jaringan distribusi melalui kerjasama dengan dealer. B. Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa penggunaan variabel Dummy DP, inflasi, dan BI rate tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor di Bank Syariah Mandiri, maka penulis berharap ada penelitian selanjutnya mengenai dampak kenaikan DP syariah terhadap pembiayaan kendaraan bermotor yang menggunakan variabel lain yang lebih banyak dan dikaji lebih mendalam. 2. Penulis berharap untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan lebih dari satu objek bank syariah, serta data yang digunakan lebih banyak lagi, karena pada saat penulis melakukan penelitian ini, kebijakan tersebut baru saja diterbitkan sehingga menjadi kendala terkait data-data yang dibutuhkan. 3. Penulis berharap berharap penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam merencanakan strategi yang lebih efektif. Hal ini terkait dengan semakin tingginya tingkat persaingan antar bank syariah pada tahun berikutnya. DAFTAR PUSTAKA Antonio, M Syafi’i. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001. Anshori, Abdul Ghofur Anshori. Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007. Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alfabet, 2006. Al Arif, M Nur Rianto. Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, cet I. Bandung: Alfabeta, 2010. Al Arif, M Nur Rianto. Ekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, cet I. Bandung: Alfabeta, 2010. Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP Tahun 2012 Perihal Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit Kepemilikan Rumah Dan Kredit Kendaraan Bermotor. Jakarta: BI, 2012 Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP Perihal Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit Atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, Dan Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Jakarta: BI, 2013. Bank Syariah Mandiri, “Profil Perusahaan”, artikel ini diakses pada 6 September 2014 dari http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/ Blocher, dkk. Manajemen Biaya, Penerjemah Dra. A Suty Ambarriani, M. Si. Jakarta: Salemba Empat, 2000. Boediono. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2005. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta: DSN, 2003. Ghozali, Imam. Aplikasi Anlaisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit universitas Diponegoro, 2006. Harahap, Sofyan S, dkk. Akuntansi Perbankan Syariah Edisi Revisi. Jakarta: LPFE Usakti, 2004. Harun, Nasrun. Fiqh Muamalat. Jakarta: Gaya Media Pertama, 2000. Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010. Ibrahim Lubis. Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, Jilid 2. Jakarta: Kalam Mulia, 1995. Info Bank News. Efek Samping Kenaikan DP Pembiayaan Syariah. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari www.infobanknews.com/2013/03/efek-samping-kenaikan-dp-pembiayaansyariah/ Info Bank News. KKB iB Makin Gencar di Pasar Otomotif. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari www.infobanknews.com/2010/09/kkb-ibsyariah-makin-gencar-di-pasar-otomotif/ Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011. Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT, RajaGrafindo Persada, 2006. Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi 9. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Kompas Otomotif. 2012: Rekor Baru Penjualan Mobil di Indonesia, 1,161 Juta Unit. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember 2013 dari m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/11/6126/2012.Rekor.Baru.Penjualan. Mobil.di.Indonesia.1.161.Juta.Unit Kompas Otomotif. “Penjualan Sepeda Motor Nasional 2012 Turun 11,2 Persen”. Artikel ini diakses pada tangga 24 Desember 2013 dari m.kompas.com/otomotif/read/2013/01/08/6066/Penjualan.Sepeda.Motor.Na sional Lathif, Ah. Azaruddin. Fiqh Muamalat, cet.I. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Mankiw, Gregory. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2006. Mauidhah, Muttabiatun Dzawil. “Strategi Lembaga Pembiayaan dalam Mengatasi Dampak SE BI Nomor 14/10/DPNP Tahun 2012 (Studi Kasus pada PT. Adira Dinamika Multifinance). “Jurnal, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya, 2012. Merdeka.com. “Aturan Uang Muka Kredit Syariah Diterapkan Awal Tahun”. Artikel ini diakses pada tanggal 19 Februari 2014 dari http://www.merdeka .com/uang/aturan-uang-muka-kredit-syariah-diterapkan-awal-tahun.html Moh. Nazir Ph. D. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005. Nasrudin, Indo Yama dan Hemmy Fauzan. Pengantar Bisnis dan Manajemen, cet. I. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Okezon. “BI: Uang Muka Kredit Mobil Minimal 30%, Motor 20%”. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Desember dari m.okezon.com/read/2012/03/16/20/594330/bi-uang-muka-kredit-mobilminimal-30-motor-20 Priyatno, Duwi. Analisis Korelasi, Regresi dan Multivariate Dengan SPSS. Jakarta: Gava Media, 2013. Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Pengantar Makroekonomi. Jakarta: LPEE-UI, 2004. Rochaety, Ety, dkk. Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2009. Sasonto, Singgih. Aplikasi SPSS pada Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012. Santoso, Singgih dan Tjiptono, Fandy. Riset Pemasaran. Jakarta: Elex Media Computindo, 2001. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume 1. Jakarta: Lentera Hati, 2002. Sudarmanto, R. Gunawan. Statistik Terapan Berbasis Komputer Denga Program IBM SPSS Statistic 19. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013. Sudirman, I Wayan. Kebijakan Fiskal Dan Moneter: Teori Dan Empirikal. Jakarta: Kencana, 2011. Sukirno, Sadono. Makroekonomi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2002. Sukirno, Sadono. Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT Raja Grafino Persada, 2000. Suma, Muhammad Amin. Ekonomi dan Keuangan Islam. Jakarta: Kholam Publishing, 2008. Sunaryo. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Supranto, J. Ekonometri Buku Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Suyanto, Bagong, dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan Ed. Rev, cet. VI. Jakarta: Kencana, 2011. Wangsawidjaja. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012. Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidayakarya Agung, 1990. Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil wawancara Hasil Wawancara dengan Pihak PT. Bank Syariah Mandiri Nama : Hadi Wajaya Arifin Jabatan : Mortgage Alliance Departement Head Divisi : Consumer Banking Division Hari/tanggal : Rabu, 23 Juli 2014 Q : Apa yang membedakan pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri dengan lembaga pembiayaan konvensional? A : Untuk motor secara prakteknya hampir sama karena multifinance leasing dengan bank kalau untuk pembiayaan kendaraan bermotor itu tidak ada sistem anuitasnya, fix-nya setahun tidak ada, sama, kita selama masa pembiayaan itu flat. Yang membedakan adalah, kalau kita, kalau multifinance itu semua biaya-biaya masuk di awal, biayabiaya admin, biaya asuransi itu masuk di pokok utang, jadi nasabah waktu dia bayar uang muka udah langsung bisa dapat kendaraan. Kalau kita kan tidak, selain bayar uang muka dia juga harus menyatakan bayar biaya administrasi, biaya-biaya asuransi dan juga notaris. Kemudian kita mensyaratkan untuk asuransinya itu yang syariah juga. Kan kalau kita asuransi harus juga yang syariah. Kalau trobleship sih hampir sama, yang membedakan akad kita murabahah maka yang kita jual belikan adalah barang itu, biaya-biaya ga masuk. Q : Kemudahan atau nilai tambah apa yang ditawarkan oleh pembiayaan kendaraan di PT. Bank Syariah Mandiri dibanding pembiayaan kendaraan bermotor di lembaga lain? A : Kita tidak ada finalti, lebih kompetitif di situ. Tidak jauh beda lah kita, karena kalau saya bilang angsuran tetap, multifinance juga tetap ga ada beda. Q : Apa saja syarat-syarat dalam mengajukan pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri? A : Syarat-syarat sama aja. Persyaratan nasabah itu kan fotokopi suami istri, KK, kemudian rekening tabungan. Hampir sama dengan rumah, ga jauh beda. Q : Akad apa yang digunakan dalam pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri? A : Akad yang digunakan akad murabahah. Q : Bagaimana perkembangan pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri? Sejak berdiri hingga sekarang? A : Terus trand kita, kalau untuk mobil kita ga begitu ekspansif untuk memasarkan karena kita ada keterbatasan di man power, orang ya. Karena kan kalau di kendaraan motor itu, bisnisnya itu mereka butuh cepat, kalau perlu survey sekarang satu jam kemudian udah ada kepastian cair. Kalau kita kan enggak kan, kita BI Cheking dulu, jadi dari sisi prudentnya itu lebih kuat di kita. Makanya, umumnya perbankan kalau untuk di kendaraan biasanya mereka menggunakan multifinance, kayak Bank Mandiri punya Mandiri Tunas Finance, kaya Danamon punya Adira, terus BII punya WOM gitu kan. Kalau BSM kita belum ada anak perusahaan khusus untuk di perusahaan multifinance syariahnya ga ada. Jadi kita punya produk namanya BSM Auto. Nah trandnya itu tadi, kita tidak optimal karena kita ada keterbatasan di SDM, ada persyaratan yang kita tidak bisa menyamakan, kita udah ga mau sama juga dengan multifinance yang dari sisi prudentnya agak longgar kan, prinsip kehati-hatian yang penting dia terus aja, yang penting cair ada jaminan kan selesai. Kita ga bisa begitu. Jadi terus terang memang demandnya bagus, jadi sekarang itu yang ada adalah kita bagaimana edukasi nasabah. Terutama dari nasabah yang kita. Karena kan kalau lewat ini kan lebih nyaman, lebih bebas bunga, bebas riba gitu kan kalau secara agamanya. Jadi kita banyakan yang kita lakukan adalah memasarkan kepada nasabah kita, baik itu perorangan ataupun yang korporasi. Nah makanya, kalau di BSM ini kita punya namanya produk COP (Car Ownership Program), kenapa, karena lebih kita bisa memasarkan itu. Keuntungan buat kita nasabahnya perol di kita, kemudian kita sudah tahu secara korporatenya, kita sudah tau kan historikalnya gitu, kemudian secara margin karena ini sifatnya kerja sama kita sedikit lebih ya, tapi tidak murah, tapi kita ada penawaran khusus lah, ada special margin yang kita bisa tawarkan pada nasabah, tapi ini nasabahnya korporasi ya perusahaan ya, misalnya perusahaan A dia punya fasilitas COP nah kita tawarkan, kalau perorangan ga boleh, gitu. Jadi kita lebih banyak memasarkan program COP kalau yang untuk BSM Autonya. Q : Bagaimana mekanisme pengajuan pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri? A : Pengajuannya hampir sama ya. Jadi nanti prosesnya nasabah waktu dia mau mengajukan pembiayaan mobil ke kita dia mau di dealler mana gitu ya sudah, nanti kita survey kita analisa, kalau dia OK kita terbitkan KSP3 surat persetujuan pembiayaan kita kepada si dealler gitu. Jadi nanti analisis biasa, OK, kita kasih nih PO lah kita ke si dealler lalu nanti kita proses dia bayar uang muka ke dealler baru nanti kita transferkan ke DP si dealler. Mekanismenya kan kalau di konsep syariah itu kita ga bisa transfer langsung ke dealler tapi lewat rekeningnya si nasabah. Kan gitu, dari prinsip dan mekanismenya udah beda kan. Q : Bagaimana mekanisme pengajuan pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri jika melibatkan lembaga pembiayaan atau multifinance syariah dalam pelaksanaannya? A : Ya itu tadi, seperti yang dijalankan, kalau kita belum ada kerja sama. Yang ada itu di Bank Mandiri dia punya anak perusahaan namanya Mandiri Tunas Finance. Kita belum ada. Maksudnya itu kan seperti join lah ya, si multifinance yang untuk frontlinenya memasarkan tapi pakai skema kita kan. Pernah ada kita, ada wacana seperti itu, tapi belum jalan, karena kan balik lagi nih leasing nanya, keuntungan buat saya apa kan. Q : Bagaimana respon PT. Bank Syariah Mandiri terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP? A : Awalnya, sebelum terbit yang mengatur LTV di lembaga keuangan bank dan non bank itu bagus. Multifinance itu berlomba-lomba membuat unit syariah. Tapi setelah keluar lagi bahwa LTVnya sama juga itu kan booming ya, karena kan uang mukanya bisa di bawah 10%, setelah itu ya udah, sama. Akhirnya dia buat, karena yang punya juga rata-rata itu kan non muslim itu kan mereka, saya udah investasi begitu tapi dampaknya sama aja ya udah, hanya UUS dan itu pun hanya beberapa ya karena yang sudah ada sih yang syariah murni ini Al-Ijarah Bank Muamalat. Itu yang murni ya, yang murni pembiayaan syariah gitu. Justru awalnya bagus tapi setelah itu ya udah turun. Pertumbuhannya cenderung stabil aja tidak begitu kelihatan. Memang di kita kalau uang muka itu karena kita juga selektif untuk cari nasabahnya buat mereka ga ada masalah, ga isu gitu DP 30%. Kan sudah mikir tuh, kalau saya beli mobil segitu kan dampaknya kan pada angsuran, kan beda tuh kalau beli mobil kan nilainya cenderung turun, kalau beli rumah engga. Jadi kalau orang beli rumah, bukan memaksa ya tapi di angsuran itu dia akan berupaya untuk tetep lancar di investasinya biar naik. Q : Apa dampak yang terjadi pada PT. Bank Syariah Mandiri akibat dkeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tersebut jika dilihat dari sisi aplikasi pembiayaan atau banyaknya konsumen/nasabah yang mengajukan pembiayaan? Apakah menurun, meningkat, atau tidak berpengaruh? A : Kalau menurun ga cuma di BSM ya. Pasti dampak buat semua, awalnya, tapi kan kalau, saya bicara di luar lah, akhirnya kan mereka mengsiasati dengan subsidi, memberikan subsidi uang muka yang tadinya full ya financing dari dia 30% nah yang ini disiasati dengan subsidi, subsidinya 30% atau 50%, biasanya 50%. Jadi nasabah Cuma bayar 1,5 juta, 1,5 juta sisanya beban si misalnya harga mobilnya 10 juta kan kewajibannya 3 juta kan, nah bahasa promosinya dibuat berteman, 1,5 juta subsidi, 1,5 juta sisanya nasabah yang bayar. Kalau kita kan ga bisa. Sebenarnya kan ga boleh kan. Harus benar-benar sumber uang mukanya itu dari nasabah. jadi cenderungnya sih ya menurun, pasti ada penurunan kan, ada pengaruh itu baik di rumah juga ada pengaruhnya, kalau di rumah itu lebih ini ya, pokok uang muka, kalau di mobil sih ga ada aturan. Yang membedakan adalah ini untuk kendaraan pribadi atau kendaraan niaga, kalau untuk kendaraan niaga untuk usaha dia bukan 30% tapi 25% lebih murah. Q : Bagaimana strategi yang digunakan PT. Bank Syariah Mandiri dalam pembiayaan kendaraan bermotor? A : Kita lewat COP skemanya, kita lebih fokus ke mekanisme COP. Jadi kita menggandeng nasabah kita yang perusahaan-perusahaan besar gitu kan, yang sudah kita proses itu Koperasi Toyota yang PT. Pusri Palembang. Kalau strategi pemasaran, kalau uang muka sudah pasti kita ga bisa ya, artinya, udah kita kasih, kalau bank kan kita ketat ya regulatornya di BI kan OJK, udah lah kita ga bisa macemmacem, kalau multifinance kan mungkin dia fokus dengan subsidi kan. Q : Adakah strategi khusus atau perubahan strategi pasca dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP? A : Kita ga ada strategi khusus, jadi yang ada kita fokusnya ke kendaraan itu tidak kepada jualan retail, tapi corporate. Q : Bagaimana prospek pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah Mandiri di tahun-tahun yang akan datang? A : Sebenarnya bagus ya, karena apa, beberapa dobiler yang ada itu sudah mulai menanyakan, mereka mau yang pake skema yang apa ya, pemahamannya tentang prinsip keuangan syariah itu kan udah mulai muncul, jadi terkadang kita bukannya nyari nasabah tapi nasabah yang datang ke kita, jadi ini mau pakai skema syariah walaupun secara itung-itungan bisnisnya itu ga jauh beda, malah dia dikenakan biaya dari awal, dampaknya ada, ya otomatis akan menekan di angsuran, cicilan, gitu, jadi kita ga ada yang disembunyikan di sini kan untuk uang mukanya berapa, biayanya berapa gitu kan, kalau di leasing kan ada kecenderungan ya itu tadi, disembunyikan di situ, berapa nasabah bayarnya, nanti tiba-tiba naik aja. Tapi kalau yang leasing sih ga ada naiknya, cuma di awalnya aja, itu kan ada DM nya, asuransinya, administrasi dibayar di muka, atau administrasi dibayar di belakang. Jadi ketika dia stop uang muka langsung kena cicilan tapi ada juga ngangsur itu dulu nanti cicilannya bulan depan. Nah buat kita sih terus terang dengan sudah maraknya ya, sudah meningkatnya tentang lembaga keuangan perbankan ataupun non perbankan yang syariah ini sudah menggiring masyarakat, justru kita diuntungkan dengan berkembangnya industri perbankan syariah. Karena memang banyak, karena kita kan didukung juga dengan asuransi syariah. Karena kita wajib ya, wajib mensyaratkan kalau pembiayaan maka otomatis asuransinya yang syariah juga. Kaya Adira, rata-rata semua sudah ada. Jadi secara prinsipnya kalau saya simpulkan bahwa, di kita, kita punya produk Bank Syariah Mandiri punya produk namanya BSM Auto, itu menjual kendaraan untuk retail dan kita kerja sama dengan dealler intinya, namun kita tidak bisa pola pemasaran kita berbeda dengan di multifinace. Kita lebih cenderung banyak menggarap nasabah korporate melalui program COP itu. Jadi produk kita. Kita produk namanya BSM Auto tapi kita punya program namanya COP. Kalau untuk kendaraan sih sederhana ya gitu. Lampiran 2. Data Penelitian Bulan/Tahun Outstanding PKB BSM Dummy DP Inflasi BI rate Jan-12 168.070.065.226 0 3,65% 6,00% Feb-12 175.651.864.178 0 3,56% 5,75% Mar-12 184.646.612.084 0 3,97% 5,75% Apr-12 190.235.241.145 0 4,50% 5,75% Mei-12 200.405.417.563 0 4,45% 5,75% Jun-12 211.460.555.809 0 4,53% 5,75% Jul-12 216.752.977.644 0 4,56% 5,75% Agu-12 225.595.925.012 0 4,58% 5,75% Sep-12 233.016.003.525 0 4,31% 5,75% Okt-12 241.887.064.692 0 4,61% 5,75% Nov-12 255.146.020.521 0 4,32% 5,75% Des-12 258.568.273.016 0 4,30% 5,75% Jan-13 258.761.977.458 0 4,57% 5,75% Feb-13 263.608.418.075 0 5,31% 5,75% Mar-13 250.072.890.852 0 5,90% 5,75% Apr-13 293.263.170.398 0 5,57% 5,75% Mei-13 281.583.973.738 0 5,47% 5,75% Jun-13 273.043.996.713 0 5,90% 6,00% Jul-13 258.789.977.560 0 8,61% 6,50% Agu-13 250.072.890.852 0 8,79% 6,50% Sep-13 252.899.644.279 0 8,40% 7,00% Okt-13 257.336.383.340 1 8,32% 7,25% Nov-13 262.954.929.114 1 8,37% 7,50% Des-13 322.080.543.966 1 8,38% 7,50% Jan-14 508.092.743.217 1 8,22% 7,50% Feb-14 502.352.424.130 1 7,75% 7,50% Mar-14 477.839.602.134 1 7,32% 7,50% Apr-14 586.063.233.347 1 7,25% 7,50% Mei-14 299.154.154.173 1 7,32% 7,50% Jun-14 297.213.507.757 1 6,75% 7,50% Sumber: Laporan Pembiayaan Kendaraan Bermotor BSM dan www.bi.go.id Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Descriptive Statistics Std. Deviatio N Minimum Maximum Mean n Skewness Kurtosis Std. Statistic Unstandardized Statistic Statistic 30 - 1,99238E11 Residual Statistic Statistic Statistic Error -,0000343 7,19050 ,491 ,427 1,36249E11 Valid N (listwise) Std. Statistic 667E10 30 Lampiran 4. Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Model 1 Unstandardized Standardized Collinearity Coefficients Coefficients Statistics B (Constant) a Std. Error 26,463 1,197 Dummy DP ,480 ,293 Inflasi ,061 BI rate -,103 Beta t Sig. Tolerance VIF 22,100 ,000 ,728 1,639 ,113 ,088 11,343 ,051 ,348 1,185 ,247 ,201 4,971 ,237 -,262 -,433 ,668 ,047 21,068 a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor 1,106 Error ,833 Lampiran 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model 1 a B Std. Error (Constant) ,509 ,450 Dummy DP ,306 ,110 Inflasi -,005 BI rate -,064 Beta t Sig. 1,130 ,269 1,175 2,776 ,010 ,019 -,077 -,275 ,786 ,089 -,411 -,712 ,483 a. Dependent Variable: ARes Lampiran 6. Hasil Uji Autokorelasi b Model Summary Std. Error of Mode l R 1 ,740 a R Adjusted R the Durbin- Square Square Estimate Watson ,548 ,496 ,21818 a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor ,845 Lampiran 7. Persamaan Regresi Linier Berganda Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model 1 B (Constant) a Std. Error 26,463 1,197 Dummy DP ,480 ,293 Inflasi ,061 BI rate -,103 Collinearity Statistics Beta t Sig. Tolerance VIF 22,100 ,000 ,728 1,639 ,113 ,088 11,343 ,051 ,348 1,185 ,247 ,201 4,971 ,237 -,262 -,433 ,668 ,047 21,068 a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor Lampiran 8. Koefisien Determinasi b Model Summary Model 1 R ,740 R Square a ,548 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate ,496 a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor ,21818 Durbin-Watson ,845 Lampiran 9. Uji t-Hitung Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Std. Error 26,463 1,197 Dummy DP ,480 ,293 Inflasi ,061 BI rate -,103 a Standardized Coefficients Collinearity Statistics Beta t Sig. Tolerance VIF 22,100 ,000 ,728 1,639 ,113 ,088 11,343 ,051 ,348 1,185 ,247 ,201 4,971 ,237 -,262 -,433 ,668 ,047 21,068 a. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor Lampiran 10. Uji F b ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 1,500 3 Residual 1,238 26 Total 2,737 29 a. Predictors: (Constant), BI rate, Inflasi, Dummy DP b. Dependent Variable: Ln Pembiayaan Kendaraan Bermotor F ,500 10,501 ,048 Sig. ,000 a