BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Signaling Theory
Signaling theory menurut Brigham dan Houstan (2001)“merupakan
suatu tindakan yang dipilih manajemen perusahaan yang memberi petunjuk
bagi
investor
tentang
bagaimana
manajemen
memandang
prospek
perusahaan”. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan
mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru
yang diperlukan dengan cara lain termasuk penggunaan hutang yang melebihi
target struktur modal yang normal.
Signaling theory, mengembangkan model di mana struktur modal
(penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh manager ke
pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik,
dan
karenanya
ingin
mengkomunikasikan
hal
agar
saham
tersebut
tersebut
kepada
meningkat,
investor.
ia
Manager
ingin
bisa
menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible karena
perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan
yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor
diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan
mempunyai prospek yang baik. Keputusan investasi yang dilakukan oleh
manajer pastinya telah memperhitungkan return yang akan diterima dan hal
7
8
tersebut sudah pasti akan menentukan pilihan yang paling menguntungkan
perusahaan.
Signaling theory menekankan pentingnya informasi yang dikeluarkan
oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan.
Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena
informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran
baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan
datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasar
efeknya. “Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat
diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk
mengambil keputusan investasi” (Rini, 2007).
B. Teori Keagenan/Agency Theory
Teori Keagenan (agency theory) merupakan dasar yang digunakan
untuk menjelaskan tentang kepemilikan manajerial. Di dalam teori ini berisi
tentang hubungan antara agent (manajer) dan principal (pemilik). Jensen dan
Meckling (1976) menyatakan bahwa “hubungan keagenan adalah sebuah
kontrak antara principal dan agent”. Inti dari hubungan keagenan ini adalah
terdapat pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Dalam
hal ini, agent diberikan amanat atau kepercayaan oleh principal untuk
menjalankan bisnis perusahaan demi kepentingan principal. Terjadinya
konflik kepentingan antara principal dan agent karena kemungkinan agent
bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya
9
keagenan. Sebagai agent, manajer bertanggung jawab secara moral untuk
memaksimalkan keuntungan untuk para pemilik (principal) dengan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak.
Menurut Shinta (2011) dalam Verawati (2012), “kontrak antara
manajer dan pemilik menciptakan kewajiban dan hak bagi masing-masing
pihak”. Manajer berkewajiban untuk menjalankan perusahaan serta
melaporkannya kepada pemilik secara berkala, lengkap dan terbuka atas apa
saja yang telah dilakukan dan bersedia menerima dan pengarahan dari
pemilik. Manajer berhak untuk menerima penghargaan yang telah dijanjikan
pemilik atas kinerja dan prestasinya. Sedangkan pemilik berkewajiban untuk
memperhatikan dan memberi penghargaan, bonus atau imbalan kepada
manajer, serta berhak untuk melakukakn pengawasan dan pengendalian,
meminta laporan pertanggung jawaban, mengganti manajemen dengan orang
yang lebih mampu bila manajemen dinilai tidak dapat melaksanakan tugas,
dan menerima return yang layak dari modalnya sehingga kesejahteraannya
meningkat.
Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas
kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan
hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka
diperusahaan. “Sedangkan para agent diasumsikan termotivasi untuk
memaksimalkan kompensasi yang diterima dalam hubungan tersebut”
(Elqorni, 2009). Hal ini yang menimbulkan konflik kepentingan antara agent
dan principal.
10
Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi
ketidakseimbangan informasi karena agent mempunyai posisi yang memiliki
informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan principal.
Informasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kondisi
perusahaan sebenarnya.
Konflik yang terjadi antara principal dan agent tersebut di atas tentu
akan berbeda jika dalam struktur kepemilikan saham perusahaan terdapat
kepemilikan manajerial. “Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham
perusahaan oleh manajer atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus
sebagai principal” (Christiawan dan Tarigan, 2007).
Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan
antara manajer dengan pemegang saham. Kepemilikan manajerial akan
mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham, sehingga
manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil
dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang salah. Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan
hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang
pemilik. Asumsi tersebut mengindikasikan mengenai pentingnya kepemilikan
manajerial dalam struktur kepemilikan perusahaan.
Semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajer akan semakin
menurunkan masalah keagenan sehingga membuat dividen tidak perlu
dibayarkan pada risiko yang tinggi. Dalam hal ini berarti kepemilikan
manajerial mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Dengan jumlah
11
investasi yang tinggi, investor institusional melakukan monitoring yang
semakin
ketat
dan
menghalangi
perilaku
oportunis
manajer
atau
mengutamakan kepentingan pribadi.
C. Nilai Perusahaan
1. Pengertian Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah lebih dari sekedar meningkatkan laba
perusahaan dalam reliabilitas yang dihitung atas dasar laporan keuangan
perusahaan. Menurut Fuad dkk (2000), “Nilai perusahaan merupakan
harga jual perusahaan yang dianggap layak oleh investor sehingga ia mau
membayarnya jika suatu perusahaan akan dijual”. Nilai perusahaan
tercermin didalam nilai sekarang dari keuntungan yang diharapkan. “Nilai
perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi
akan diikuti oleh tingginya tingkat kemakmuran pemegang saham”
(Hasnawati, 2005) dalam Lihan (2010). Semakin tinggi harga saham maka
semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi
menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang
tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan
pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari
saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi. Untuk
mencapai
nilai
perusahaan
umunya
para
pemodal
menyerahkan
pengelolaannya kepada para professional. “Para professional diposisikan
sebagai manajer ataupun komisaris” (Nurlela dan Islahuddin, 2004).
12
2. Tujuan Nilai Perusahaan
Tujuan didirikannya perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai
perusahaan. Meningkatnya nilai perusahaan yang mudah terlihat dari
eksternal perusahaan terhadap asset perusahaan maupun pertumbuhan
pasar saham.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham
sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi
memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan. Peningkatan
utang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis
yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif oleh pasar.
3. Metode Pengukuran Nilai Perusahaan
Pengukuran nilai perusahaan sering kali dilakukan dengan
menggunakan rasio-rasio penilaian atau rasio pasar. Rasio penilaian
merupakan ukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan
karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian
dan risiko. Menurut Weston dan Copeland (2008 : 244) rasio penilaian
terdiri dari :
a.
Price Earning Rasio (PER)
Rasio PER mencerminkan banyak pengaruh yang kadangkadang saling menghilangkan yang membuat penafsirannya menjadi
sulit. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi faktor diskonto dan
13
semakin rendah rasio PER. Rasio ini menggambarkan apresiasi pasar
terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Harga pasar per saham
PER =
Laba per saham
b. Price to Book Value (PBV)
Rasio PBV dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator
penilaian nilai perusahaan. menggambarkan seberapa beserapa berapa
pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi
PBV berarti pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut. Nilai
pasar berbeda dari nilai buku.Jika nilai buku merupakan harga yang
dicatat pada nilai saham perusahaan, maka nilai pasar adalah harga
saham yang terjadi di pasar bursa tertentu yang terbentuk oleh
permintaan dan penawaran saham oleh para pelaku pasar.Nilai pasar
perusahaan ini merupakan nilai yang diberikan pada bursa kepada
manajemen dan perusahaan sebagai organisasi yang terus tumbuh
(Brigham, 1999 dalam fenandar).
Berdasarkan pendekatan konsep nilai pasar atau Price Book
Value tersebut, harga saham dapat diketahui berada diatas atau
dibawah nilai bukunya.Pada dasarnya, membeli saham berarti
membeli prospek perusahaan (Samsul, 2006). PBV yang tinggi akan
membuat investor yakin atas prospek perusahaan dimasa mendatang.
Oleh karena itu keberadaan rasio PBV sangat penting bagi para
14
investor maupun calon investor untuk menetapkan keputusan
investasi.
Harga pasar persaham
PBV =
Nilai buku
c. Rasio Tobin’s Q
Rasio ini dikembangkan oleh Profesor James Tobin (1967).
Rasio ini dinilai dapat memberikan informasi paling baik, karena dalam
Tobin’s Q memasukan semua unsure hutang dan modal saham
perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas
perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan.
Menurut Smithers dan Wright (2007 : 37) “Tobin’s Q dihitung
dengan membandingkan rasio nilai pasar saham perusahaan dengan
niali buku ekuitas perusahaan".
Rumusnya sebagai berikut :
(EMV + D)
Q=
(EBV + D)
Keterangan :
Q
= Nilai Perusahaan
EMV
= Nilai Pasar Ekuitas (EMV = Closing price x Jumlah
saham beredar)
D
= Nilai Buku dari Total Hutang
EBV
= Nilai Buku dari Total Aktiva
15
Jika rasio Q diatas 1 (satu), ini menunjukan bahwa investasi
dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih
tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan menarik investasi
baru. “Jika rasio Q dibawah satu, investasi dalam aktiva tidaklah
menarik” (Weston dan Copeland, 2008 : 245).
Jika rasio Q merupakan ukuran yang lebih teliti tentang
seberapa efektif manajemen memanfaatkan sumber-sumber daya
ekonomis dalam kekuasannya. Penelitian yang dilakukan oleh
Lindenberg dan Ross (1981) dalam Copeland (2002), “menunjukkan
bagaimana
rasio
Q
dapat
diterapkan
pada
masing-masing
perusahaan”. Mereka menemukan bahwa beberapa perusahaan dapat
mempertahankan rasio Q yang lebih besar dari 1 (satu). Teori ekonomi
mengatakan bahwa rasio Q yang lebih besar dari 1 (satu) akan menarik
arus sumber daya dan kompetisi baru sampai rasio Q mendekati 1
(satu). Seringkali sukar untuk menentukan apakah rasio Q yang tinggi
mencerminkan
superioritas
manajemen
dan
keuntungan
dari
dimilikinya hak paten.
Menurut Smithers dan Wright (2007 : 40) keunggulan Tobin’s
Q adalah :
a. Tobin’s
Q
mencerminkan
asset
perusahaan
secara
keseluruhan.
b. Tobin’s Q mencerminkan sentiment pasar, misalnya analisis
dilihat dari prospek perusahaan atau spekulasi.
16
c. Tobin’s Q mencerminkan modal intelektual perusahaan.
d. Tobin’s Q dapat mengatasi masalah dalam memperkirakan
tingkat keuntungan atau biaya marjinal.
Menurut Smithers dan Wright (2007 : 40) kelemahan Tobin’s Q
adalah :
“Tobin’s Q dapat menyesatkan dalam pengukuran kekuatan
pasar karena sulitnya memperkirakan biaya atas pergantian
atas harta, pengeluaran untuk iklan dan penelitian serta
pengembangan menciptakan asset tidak berwujud”.
D. Keputusan Investasi
Keputusan
investasi
merupakan
keputusan
yang
menyangkut
pengalokasian dana yang berasal dari dalam maupun dana yang berasal dari
luar perusahaan pada berbagai bentuk investasi (Purnamasari dkk, 2009).
Keputusan investasi dapat dikelompokkan kedalam investasi jangka pendek
seperti investasi kedalam kas, surat-surat berharga jangka pendek, piutang,
dan persediaan maupun investasi jangka panjang dalam bentuk tanah, gedung,
kendaraan, mesin, peralatan produksi, dan aktiva tetap lainnya. Investasi
merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan
dimasa yang akan datang (Tandelilin, 2001). Kegiatan investasi yang
dilakukan perusahaan akan menentukan keuntungan yang akan diperoleh
perusahaan dimasa yang akan datang. Menurut Wahyudi dan Pawestri (2006),
nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat
17
dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi.Fama (1978) mengatakan bahwa
nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh suatu keputusan investasi.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan investasi itu penting,
karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui
kegiatan investasi perusahaan (Hasnawati, 2005).
Jenis pengeluaran modal tampaknya besar pengaruhnya terhadap nilai
perusahaan, karena jenis informasi tersebut akan membawa informasi tentang
pertumbuhan pendapatan yang diharapkan dimasa yang akan datang
(Hasnawati, 2005). Mc Connel dan Muscarella (1984) menguji gagasan
dalam kaitannya 14 dengan tingkat pengeluaran research dan development
perusahaan. Ternyata kenaikan dalam pengeluaran modal, relativ terhadap
harapan-harapan sebelumnya, mengakibatkan kenaikan return atas saham
sekitar waktu pengumuman, dan sebaliknya return negative atas perusahaan
melakukan penurunan pengeluaran modal. Temuan ini membawa kepada
suatu hasil bahwa keputusan investasi yang dilakukan mengandung informasi
yang berisi sinyal-sinyal akan prospek perusahaan dimasa yang akan datang.
Sejalan dengan hal tersebut Chan et al. (1990) dalam Hasnawati 2005
menemukan bahwa harga merespon pengumuman akan naiknya biaya
research dan development sebagai suatu sinyal positif.
Myers (1977) memperkenalkan Investment Opportunity Set (IOS) pada
studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi. IOS
memberikan petunjuk yang lebih luas dengan nilai perusahaan tergantung
pada pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga prospek
18
perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS). Menurut
Gaver dan Gaver (1993) dalam Hasnawati (2005), IOS merupakan nilai
investasi perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran
yang ditetapkan oleh manajemen dimasa mendatang. Nilai kesempatan
investasi merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan untuk
membuat investasi di masa mendatang menurut Kole (1991), dalam Gaver
dan Gaver (1993), nilai IOS bergantung pada future discretionary expenditure
yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan
menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal dan dapat
menghasilkan keuntungan. Menurut temuan dari penelitian Hasnawati (2005)
proksi IOS berbasis investasi menunjukkan tingkat aktivitas yang tinggi.
Sebagai parameter dari keputusan investasi, penulis menggunakan CPA / BVA
yang dirumuskan sebagai berikut :
/
=
Pertumbuhan Aktiva
Total Aktiva 2
CPA/BVA = Ratio Capital Expenditure to Book Value of Asset
Pertumbuhan Aktiva = Total Aktiva Tahun X – Total Aktiva tahun X-1
E. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan dapat pula diartikan sebagai keputusan yang
menyangkut struktur keuangan perusahaan (financial structure). Struktur
keuangan perusahaan merupakan komposisi dari keputusan pendanaan yang
meliputi hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri.
19
Setiap perusahaan akan mengharapkan adanya struktur modal optimal, yaitu
struktur modal yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan (value of the
firm) dan meminimalkan biaya modal (cost of capital).
Menurut Modigliani dan Miller (1963) dalam Haruman (2007)
menyatakan bahwa pendanaan dapat meningkatkan nilai perusahaan.Apabila
pendanaan didanai melalui hutang, peningkatan tersebut terjadi akibat dari
efek tax deductible. Artinya, perusahaan yang memiliki hutang akan
membayar bunga pinjaman yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak,
yang dapat memberi manfaat bagi pemegang saham. Selain itu, penggunaan
dana eksternal akan menambah pendapatan perusahaan yang nantinya akan
digunakan untuk kegiatan investasi yang menguntungkan bagi perusahaan.
Terdapat beberapa teori yang berkenaan dengan struktur modal, yaitu
tradeoff
theory
dan
pecking
order
theory.Model
tradeoff
theory
menggambarkan bahwa struktur modal yang optimal dapat ditentukan dengan
menyeimbangkan manfaat dari penggunaan utang (taxshield benefit of
leverage) dengan biaya yang dikeluarkan dari penggunaan hutang. Myers dan
Majluf (1984) dalam Fenandar (2012) mengenalkan pecking order theory
yang menggambarkan sebuah hirarki dalam pencarian dana perusahaan
dimana perusahaan lebih memilih menggunakan internal equity untuk
membayar
dividen
pertumbuhan.
dan
mengimplementasikannya
sebagai
peluang
20
1.
Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan salah satu rasio
solvabilitas yang juga sering disebut leverage ratio. Rasio ini mengukur
perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang
dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk
mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang.
Debt to Equity Ratio (DER) berguna untuk mengetahui setiap rupiah
modal sendiri yang digunakan sebagai jaminan hutang. Bagi kreditur,
semakin besar DER akan semakin tidak menguntungkan. Hal ini
dikarenakan jika DER semakin besar maka resiko yang ditanggung atas
kegagalan yang mungkin terjadi perusahaan juga akan semakin besar.
Bagi perusahaan, semakin besar DER akan semakin baik. Hal ini
dikarenakan DER menunjuakan semakin besar jumlah pinjaman yang
diperoleh untuk digunakan dalam menandai kegiatan operasional
perusahaan.
2.
Pengukuran Keputusan Pendanaan
Keputusan
pendanaan didefinisikan sebagai keputusan yang
menyangkut komposisi pendanaan yang dipilih oleh perusahaan
(Hasnawati,
2005).
keputusan
pendanaan
dalam
penelitian
ini
menggunakan pengukuran Debt to Equity Ratio (DER). Debt to Equity
Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang
dengan ekuita. Rasio ini dicari dengan membandingkan seluruh utang
lancer dengan ekuitas (Harahap, 2006).
21
Adapun formula untuk DER adalah sebagai berikut :
=
total hutang
total ekuitas
F. Kebijakan Dividen
Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak
dikurangi dengan laba ditahan (retained earning) yang ditahan sebagai
cadangan bagi perusahaan. Dividen ini untuk dibagikan kepada para
pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Apabila
perusahaan penerbit saham mampu menghasilkan laba yang besar maka ada
kemungkinan pemegang sahamnya akan menikmati keuntungan dalam bentuk
dividen yang besar pula. Dividen diartikan sebagai pembagian laba kepada
para pemegang saham perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang
dipegang oleh masing-masing pemilik.
Martono dan Harjito (2005) menyatakan bahwa kebijakan dividen
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan
perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah
modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Rasio
pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba dibagi
dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan.
Rasio ini menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan
kepada pemegang saham biasa perusahaan berupa dividen kas. Apabila laha
perusahaaan yang ditahan dalam jumlah besar, berari laba yang akan
22
dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil. Dengan demikian aspek
penting dari kebijakan dividen adalah menentukan alokasi laba yang sesuai di
antara pembayaran laba sebagai dividen dengan laba yang ditahan di
perusahaan.
Kebijakan dividen adalah keputusan tentang seberapa banyak laba
saatini yang akan dibayarkan sebagai dividen daripada ditahan untuk di
investasikan kembali dalam perusahaan (Brigham dan Houston, 2001) dalam
Lihan (2010). Kebijakan dividen dalam
penelitian ini menggunakan
pengukuran Dividen Payout Ratio (DPR). Dimana DPR adalah dividen per
saham dibandingkan dengan laba bersih per saham.
Adapun formula untuk DPR adalah sebagai berikut :
=
DPS
EPS
23
G. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Nama
Judul
variabel
1.
Wijaya Dan Bandi
(2010)
Pengaruh
Keputusan
investasi,
Keputusan Pendanaan,
dan
Kebijakan
Dividen terhadap nilai
perusahaan
Dependen:
Nilai Perusahaan
Independen:
Keputusan
Investasi,
Keputusan
Pendanaan, terhadap
Nilai
Perusahaan
2.
Lihan Rini Puspo
Wijaya dan Anas
Wibawa (2010)
Pengaruh
Keputusan
investasi,
Keputusan Pendanaan,
dan
Kebijakan
Dividen terhadap nilai
perusahaan
Dependen:
Nilai Perusahaan
Independen:
Keputusan
Investasi,
Keputusan
Pendanaan, terhadap
Nilai
Perusahaan
3.
Umi Murtini
(2008)
Pengaruh
Keputusan
investasi,
Keputusan Pendanaan,
dan
Kebijakan
Dividen terhadap nilai
perusahaan
Dependen:
Nilai Perusahaan
Independen:
Keputusan
Investasi,
Keputusan
Pendanaan, terhadap
Nilai
Perusahaan
4.
Sri Hasnawati
(2005)
Pengaruh
Keputusan
investasi,
Keputusan Pendanaan,
dan
Kebijakan
Dividen
terhadap nilai
perusahaan
5.
Sartono (2001)
Pengaruh
Keputusan
investasi,
Keputusan Pendanaan,
dan
Kebijakan
Dividen terhadap nilai
perusahaan
Dependen:
Nilai Perusahaan
Independen:
Keputusan
Investasi,
Keputusan
Pendanaan, terhadap
Nilai
Perusahaan
Dependen:
Nilai Perusahaan
Independen:
Keputusan
Investasi,
Keputusan
Pendanaan, terhadap
Nilai
Perusahaan
Hasil
Keputusan Investasi
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Keputusan pendanaan
berpengaruh positif dan
signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Kebijakan dividen
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Keputusan investasi
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan.
Keputusan pendanaan
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan.
Kebijakan dividen
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan.
Kebijakan investasi
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan.
Kebijakan pendanaan
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan.
Kebijakan dividen
tidak berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan.
Keputusan investasi,
keputusan pendanaan,
dan keputusan deviden
secara parsial
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan
Keputusan investasi
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan
Keputusan pendanaan
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan
Kebijakan dividen
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan
24
H. Kerangka Berfikir
1. Pengaruh Keputusan Investasi terhadap nilai perusahaan
Menurut Gaver dan Gaver (1993) dalam Hidayat (2010), kesempatan
investasi merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada
pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang,
dalam hal ini pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan
akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
Sementara itu penelitian Wijaya dan Wibawa (2010) dapat memberikan
konfirmasi empiris bahwa keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Hasil yang serupa dapat diketahui pada penelitian Hasnawati (2005)
yang menemukan bukti empiris bahwa keputusan investasi berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sedangkan sisanya sebesar 87,75%
dipengaruhi oleh faktor lain seperti keputusan pendanaan, kebijakan dividen,
faktor eksternal perusahaan seperti: tingkat inflasi, kurs mata uang, pertumbuhan
ekonomi, politik, dan psikologi pasar. Sementara itu Wahyudi dan Pawestri
(2006) menemukan bahwa keputusan investasi tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan.
H1: Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
25
2. Pengaruh Keputusan Pendanaan terhadap nilai perusahaan
Menurut Brigham dan Houston (2001) dalam Wijaya dan Wibawa (2010),
menyatakan bahwa peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang
atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif
oleh pasar. Terdapat dua pandangan mengenai keputusan pendanaan. Pandangan
pertama dikenal dengan pandangan tradisional yang menyatakan bahwa struktur
modal mempengaruhi nilai perusahaan. Peningkatan pendanaan melalui utang
merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi biaya keagenan. Hutang dapat
mengendalikan manajer untuk mengurangi tindakan perquisites dan kinerja
perusahaan menjadi lebih efisien sehingga penilaian investor terhadap
perusahaan akan meningkat. (Arieska dan Gunawan, 2011) Penelitian Wijaya
dan Wibawa (2010), Wahyudi dan Pawestri (2006) dan Hasnawati (2005) samasama menemukan bukti bahwa keputusan pendanaan mempengaruhi nilai
perusahaan secara positif.
H2: Keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
3. Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan
Pada dasarnya, laba bersih perusahaan bisa dibagian kepada pemegang
saham sebagai dividen atau ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk membiayai
investasi perusahaan. Kebijakan dividen menyangkut keputusan tentang
penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham. Menurut Hatta (2002)
dalam Wijaya dan Wibawa (2010), terdapat sejumlah perdebatan mengenai
26
bagaimana kebijakan deviden mempengaruhi nilai perusahaan. Pendapat
pertama menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai
perusahaan, yang disebut dengan teori irrelevansi dividen. Pendapat kedua
menyatakan bahwa dividen yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan,
yang disebut dengan Bird in The Hand Theory. Pendapat ketiga menyatakan
bahwa semakin tinggi dividend payout ratio suatu perusahaan, maka nilai
perusahaan tersebut akan semakin rendah. Penelitian Wijaya dan Wibawa
(2010), dapat membuktikan bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai
perusahaan secara positif.
H3: Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
27
Variabel Independen
Variabel Dependen
Keputusan Investasi
Keputusan Pendanaan
Kebijakan Dividen
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Nilai Perusahaan
Download