GEOGRAFI : Ilmu Alam atau Ilmu Sosial ? Sebuah pengantar diskusi Reboan untuk merespon RUU Pendidikan Oleh : Djoko Harmantyo Judul di atas sebenarnya dengan cepat dapat dijawab jika dilihat definisi yang dituliskan dalam draft RUU pendidikan (periksa komentar dari Pak Projo terlampir). Jika melihat definisi tersebut jelas Geografi tidak masuk baik dalam ilmu Sosial maupun ilmu Alam. Oleh karena itu pilihan paling rasional adalah masuk dalam ilmu Terapan. Untuk memenuhi permintaan panitia Reboan maka dicoba disampaikan bahan diskusi seperti tertulis di bawah ini sebagai hasil telaah sederhana terhadap masalah di atas. Tulisan ini disusun untuk tujuan : 1. Menghasilkan rumusan yang diharapkan dapat meletakkan secara proporsional ilmu Geografi dalam kerangka draft RUU Pendidikan dengan mempertimbangkan maksud dan tujuan dari penjelasan ayat 2.c. pasal 10. 2. Menghasilkan rumusan yang diinginkan oleh Departemen Geografi FMIPA-UI (dalam hal ini kalau boleh diwakili peserta Reboan) tentang ilmu Geografi seperti apa yang menjadi program pendidikan yang kelak menjadi ciri lulusan yang dihasilkan. Diskusi butir 1 Untuk mencapai tujuan pertama, saya pikir akan lebih baik jika tersedia informasi tentang apa maksud dan tujuan dari dicantumkannya Geografi pada posisi IPS dalam draft RUU Pendidikan. Berdasarkan informasi tersebut kita baru dapat merespon dengan tepat agar dapat terhindar dari perdebatan yang kurang bermakna. Sangat disayangkan, saat tulisan ini disusun belum dapat digali tentang latar belakang, apa maksud dan tujuan dimasukkannya Geografi dalam kelompok ilmu Sosial, satu persoalan yang akan kita diskusikan hari ini. Ada dugaan sementara (kalau boleh menduga-duga) bahwa di kalangan Ditjen Dikti tersiar kabar tentang “tidak terarahnya pendidikan keilmuan Geografi pada keunikan satu bidang ilmu” yang dapat menunjukkan jatidirinya sehingga dapat dibedakan dengan bidang ilmu lainnya. Dengan kata lain, ilmu Geografi yang ada saat ini menganggap dirinya ahli memecahkan semua masalah sehingga masuk dalam ranah bidang ilmu lainnya, karena tidak mengetahui harus berhenti sampai di mana. Core competence-nya tidak jelas batasnya. Jika dugaan di atas benar maka masuk akal jika muncul draft seperti di atas, walaupun masih harus dipertanyakan, dari mana referensinya dan siapa nara sumbernya, dan kenapa berbeda dengan peraturan yang dikeluarkan Dikti sebelumnya (periksa kutipan dari Prof. IG. Arjana terlampir). Sebagaimana pernah disampaikan dalam milist IGI-net, salah satu alasan historis masukan bagi draft RUU Pendidikan adalah terkait dengan keberlangsungan dukungan penganggaran penyediaan berbagai fasilitas laboratorium yang dibutuhkan dalam pendidikan Geografi (tidak ada kaitannya dengan definisi) sehingga Geografi diusulkan tetap berada dalam bidang IPA. Keberadaan laboratorium tersebut merupakan keniscayaan bagi proses pendidikan Geografi. Kenapa alasan laboratorium maka Geografi diletakkan pada bidang IPA? 1. Karena pada awalnya Geografi dikenal sebagai ilmu Bumi khususnya lapisan permukaan bumi. Geografi harus menguasai dengan baik karakteristik muka bumi terutama geomorfologi dan iklim. Kenapa Geografi harus menguasai geomorfologi dan iklim? 2. Karena permukaan bumi sebagai sebagai “ruang” yang menjadi “subject matter” studi Geografi selalu mengalami perubahan yang, disamping disebabkan oleh faktor alam, juga disebabkan oleh faktor manusia dalam bentuk aktivitasnya yang cenderung semakin beragam sesuai dengan perkembangan peradaban. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ada keinginan untuk mendalami secara khusus aspek fisik, aspek manusia dan aspek teknik seperti GIS dan PJ. Kenapa Geografi harus menguasai teknik GIS dan PJ? 3. Karena teknik GIS dan PJ dapat meningkatkan mutu teknik pengumpulan, pengolahan dan analisa data untuk menggambarkan ruang muka bumi secara lebih tepat, akurat dan cepat. Dan oleh karena itulah maka diperlukan dukungan fasilitas laboratorium. Kesimpulan Jika kita tinjau secara pragmatis berdasarkan penjelasan di atas maka, di samping tidak harus melakukan perubahan sistem yang sudah berjalan, maka Geografi lebih tepat berada di bawah bidang IPA. Diskusi butir 2 Pada awalnya (tahun 60-an), khusus di UI, founding fathers kita meletakkan Geografi di dalam bidang IPA di bawah FMIPA. Saat itu tidak ada yang mempertanyakan kenapa Geografi di bawah MIPA. Dalam kurikulum yang ada terdapat mk dasar dasar Matematika dan ilmu alamiah dasar lainnya, sebagai mk wajib. Tugas akhir skripsinya-pun sebagian besar, kalau tidak dikatakan seluruhnya, meneliti lingkup aspek fisik muka bumi, kalau bukan geomorfologi dan iklim serta turunannya. Aspek yang berkaitan dengan manusia, utamanya aktivitas manusia di atas muka bumi, tercermin dari penelitian tentang Pola Penggunaan Tanah. Bahwa segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan usaha memenuhi kebutuhan hidupnya (ekonomi, sosial, budaya) di atas muka bumi, dapat dilihat “dampak geografisnya” melalui peta pola penggunaan tanah. Nampak jelas aplikasi pendekatan keruangannya atau perspektif keruangan yang digunakan dalam meneliti, tidak sukar dipahami. Deskripsi teori teori ekonomi, sosial, budaya yang digunakan menjelaskan kenapa pola keruangannya terbentuk seperti itu dilakukan untuk mengungkap fenomena yang terjadi. Zaman sudah berubah seiring dengan waktu. Teori teori sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat merubah perilaku manusia dalam beraktivitas di muka bumi. Pesatnya perkembangan ilmu ilmu sosial dan iptek tersebut nampaknya tidak diikuti oleh ilmu ilmu alam yang dipelajari Geografi. Aspek fisik alam seperti berjalan ditempat karena memang relatif tidak banyak berubah. Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenapa studi Geografi di bidang ilmu sosial menjadi tampak lebih dominan saat ini dibanding studi di bidang ilmu alam. Terlepas dari perbedaan di atas, dalam ranah keilmuan, bidang ilmu Geografi mestinya tidak merubah konsep dasarnya. Ontologi, epistemologi dan axiologinya tetap, sedang yang bekembang adalah bentuk peminatannya atau kekhususan kajiannya (yang memiliki sifat semakin mendalam). Geografi tetap bicara ruang muka bumi (space) dan tempat (place). Hubungan timbal balik antara aspek fisik muka bumi dan (aktivitas) manusia di atasnya membentuk karakteristik tempat yang bersifat unik. Sekedar contoh : Bahwa sebaran wisatawan di obyek wisata air terjun pegunungan (bergerombol) dan di obyek wisata pantai (tersebar) memiliki pola keruangan yang berbeda dapat dijelaskan dengan berbagai teori ilmu sosial maupun fisik alam. Untuk menghantarkan diskusi point 2 penulis menyajikan dua pendapat ahli Geografi sebagai bagian untuk menjelaskan pengertian Geografi sebagai bidang ilmu. Haggett (2001) dalam bukunya: “Geography. A Global Synthesis” menyebutkan berbagai definisi geografi (p. 763) dan salah satunya adalah “ Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people, places, and environments” yang dirumuskan oleh American Geographical Society tahun 1994. Dalam definisi tersebut tersirat pengertian yang jelas bahwa geografi merupakan disiplin ilmu bersifat integratif yang mempelajari obyek studi (penduduk, tempat dan lingkungannya) dalam dimensi fisik dan manusia. Sementara I Made Sandy (1973) mengetengahkan sebuah pendapat tentang geografi sebagai bidang ilmu yang mempelajari berbagai gejala di permukaan bumi dalam perspektif keruangan. Sandy ingin menekankan bahwa gejala apapun dapat menjadi bidang telaah geografi sepanjang dapat dianalisis secara keruangan. Sandy memberikan contoh yang mudah dipahami dalam buku teks GRI (1996, p 167) untuk menjelaskan pemikiran Haggett melalui definisinya di atas, secara ringkas sebagai berikut : “ .... aktivitas manusia (“geografi memakai istilah penduduk”) di muka bumi dalam memanfaatkan sumberdaya alam cenderung mengakibatkan perubahan “muka bumi” melalui kegiatan pertanian, pertambangan, industri, transportasi dan lainnya. Dampaknya bisa positif tetapi lebih cenderung ke arah negatif, menghasilkan kerusakan dan pemborosan. Jumlah “penduduk petani” dan luas bidang tanah yang diolah dalam kegiatan pertanian, sebagai contoh, menghasilkan data perkembangan luas alang alang dan data luas tanah rusak, yang diakibatkan oleh kerusakan hutan dan kerusakan tanah........” Apabila dipandang menarik dan perlu, kita bisa mencoba mengambil teori bidang ilmu psikologi, tentang perilaku “manusia”, untuk menjawab pertanyaan ; “kenapa manusia cenderung memiliki perilaku boros dan atau merusak?” Apakah setiap orang yang berprofesi petani selalu memiliki sifat tersebut? Saya pikir paragraf ini perlu didiskusikan dalam forum tersendiri di lain waktu. Geografi adalah bukan bidang ilmu tentang semua hal yang ada dalam kehidupan manusia. Walaupun demikian kita sering mendengar ungkapan bahwa “semua hal bisa digeografi-kan sepanjang masih dapat dianalisis secara keruangan”. Kalimat ini sangat sederhana namun mempunyai implikasi yang sangat luas terutama bagi para geograf yang kritis. Pertanyaan kritis yang kemudian dapat dikemukakan adalah “apakah dapat dibuktikan (secara ilmiah) bahwa semua hal dapat dianalisis secara keruangan?” Apa ukurannya? Bagaimana mengukurnya? Dst dst. Kesimpulan Jika (hanya) didasarkan pada pendapat Sandy maka yang menjadi “subject matter” (sebagai ontologinya) bidang ilmu Geografi adalah “gejala yang ada di permukaan bumi”. Gejala apa saja ? Bisa gejala fisik akibat dari proses geologi atau proses iklim yang mempengaruhi kehidupan manusia di muka bumi, dan bisa juga gejala sosial yang diakibatkan oleh aktivitas manusia (dalam memanfaatkan sumberdaya alamnya) yang berdampak merubah muka bumi. Di sini tampak bahwa tidak hanya mempelajari satu aspek saja melainkan mampu menunjukkan adanya kaitan antara aspek fisik muka bumi dan aspek manusianya. Bagaimana mengungkapkannya? Pada tahap ini kita masuk pada pendekatan dan metode analisis geografi, cara/teknik pengumpulan dan pengolahan data dan teori teori pendudukung yang digunakan (sebagai epistemologinya). Di sini bidang teknik geografi (kartografi, GIS dan PJ) memiliki perannya. Selanjutnya, apa nilai kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (sebagai axiologinya)? Semestinya pengetahuan atau ilmu yang diperoleh dari suatu penelitian ilmiah bukan hanya ditujukan untuk mengembangkan substansi keilmuannya akan tetapi juga ditujukan bagi kesejahteraan manusia. Jika demikian maka Geografi tampak lebih berdekatan dengan bidang ilmu lain dalam rumpun bidang IPA seperti Geofisika, Meteorologi, Geologi, Geomatika. Kenapa tidak masuk dalam ilmu terapan? Karena, apa yang diterapkan dan diterapkan pada aspek apa? Bukankah semua bidang ilmu pada akhirnya memang untuk diterapkan untuk memberikan alternatif memecahkan suatu persoalan? Oleh karena itu perlu diskusi panjang untuk menjawab ini. SELAMAT BERDISKUSI Catatan kecil Di bawah ini hasil telaah singkat terkait materi diskusi Reboan terdahulu, yang mungkin ada manfaatnya (bukan menjadi bahan diskusi hari ini). Untuk itu penulis sengaja mengutip tulisan IM Sandy (1992; “Aturan Menulis dan Menulis Dengan Teratur” p 32) sebagai landasan penalaran. Ada 2 jenis pendapat yaitu pendapat subyektif, suatu pendapat yang memihak, dan pendapat obyektif yaitu pendapat yang tidak memihak. Pendapat subyektif adalah pendapat yang pemikirannya diwarnai hanya oleh kepentingan sepihak atau oleh fakta yang bisa ditafsirkan sepihak. PENDAPAT YANG DINYATAKAN DENGAN NILAI NILAI KUALITATIF, SELALU MERUPAKAN PENDAPAT YANG MEMIHAK. Beliau mengutip pendapat Lord Kelvin : “Kamu tidak boleh menyatakan diri kamu tahu tentang sesuatu, apabila kamu tidak bisa menyatakan ukuran kuantitatif tentang hal itu” If you can not measure it, you do not know it. Tinggi rendahnya nilai “ilmiah” sebuah tulisan antara lain tergantung pada cara yang dipakai untuk menyatakan nilai nilai pada karangan itu. Apabila nilai nilai yang dipakai adalah nilai nilai kualitatif, nilai ilmiah karangan itu biasanya rendah. Sebaliknya, penggunaan cara dengan ukuran ukuran kuantitatif tidak selalu bernilai tinggi karena harus dapat memenuhi persyaratan persyaratan tertentu. Bagaimana memandang Geografi sebagai satu bidang ilmu jika didasarkan pada pendapat pendapat di atas? Beberapa pertanyaan di bawah ini bisa dijadikan salah satu bahan diskusi agar kita dapat menemukan tempat ideal apakah di ilmu sosial, ilmu alam atau tempat lainnya. 1. Apa ukuran yang digunakan untuk mewujudkan konsep keruangan dalam Geografi dan bagaimana caranya ? 2. Bagaimana melakukan analisis integratif dimensi fisik dan dimensi manusia dalam telaah Geografi ? 3. Bagaimana mengenali suatu “gejala di permukaan bumi” sebagai obyek kajian Geografi ?