LAPORAN PENDAHULUHAN ASUHAN

advertisement
LAPORAN PENDAHULUHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. R
DENGAN ULKUS DIABETES GRADE IV
Dibuat untuk Memenugi Tugas Mata Kuliah Dokumentasi Keperawatan
Dosen Mata Ajar : Novi Widyastuti, S.Kep.,Ns., M.Kep., Sp.Jiwa
Disusun oleh :
Anggi Puspita Wahyu Kumalawati
(2620152767/2D)
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.Konsep Dasar Penyakit ............................................................................ 3
1.Pengertian ............................................................................................ 3
2.Etiologi ................................................................................................. 4
3.Tanda dan Gejala ................................................................................. 5
4.Klasifikasi ............................................................................................ 6
5.Patofisiologi ......................................................................................... 6
6.Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan ........................................... 7
B.Konsep Dasar Nyeri (Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman) ................... 9
1.Pengertian ............................................................................................ 9
2.Etiologi ................................................................................................. 10
3.Tanda dan Gejala ................................................................................. 12
4.Klasifikasi ............................................................................................ 12
5.Patofisiologi ......................................................................................... 13
6.Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan ........................................... 13
BAB III DOKUMENTASI KEPERAWATAN
A.Diskripsi Kasus ........................................................................................ 15
B.Pengkajian ................................................................................................ 19
C.Analisa Data ............................................................................................. 28
D.Intervensi ................................................................................................. 30
E.Implementasi ............................................................................................ 30
ii
F.Evaluasi .................................................................................................... 30
BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan .............................................................................................. 37
B.Saran ........................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang
terjadi di seluruh negara di dunia, dan terus menerus mengalami peningkatan
jumlah yang signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 terdapat 366 juta
orang penderita DM (diabetisi) di dunia, dan jumlah ini diperkirakan akan
meningkat menjadi 552 juta orang di tahun 2030. Sebagian besar diabetisi ini
hidup di negara berpenghasilan rendah dan sedang. Indonesia sendiri dengan
jumlah populasi diabetisi 7,292 juta di tahun 2011, diprediksi akan meningkat
menjadi 11,802 juta di tahun 2030 (Whiting, Guariguata, Weil & Shaw, 2011).
Berdasarkan data tersebut, peningkatan jumlah diabetisi di Indonesia lebih
tinggi (23,6%) dibandingkan di tingkat dunia (20,26%).
Adapun komplikasi kronik dari diabetes melitus yaitu komplikasi
kronis mikrovaskular, makrvaskular, dan neuropti. Salah satu contohnya yaitu
ulkus diabetes pada penderita DM. Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi
DM kronik yang lebih sedikit terjadi dibandingkan komplikasi lain, namun
memiliki efek yang besar pada kondisi diabetisi di seluruh dunia (Brookes &
O’Leary, 2006).
Singh, Armstrong dan Lipsky (2005) menjelaskan efek yang
ditimbukan bagi diabetisi yang mengalami ulkus kaki diabetes yaitu
terganggunya kondisi fi sik, emosional, produktivitas, dan finansial. Rowland
(2009) dan Singh (2005) menyebutkan bahwa 15% diabetisi akan mengalami
setidaknya satu kali ulkus kaki diabetes selama hidupnya. Ulkus kaki diabetes
merupakan penyebab utama (85%) dari seluruh amputasi pada ekstremitas
bawah (Brookes & O’Leary, 2006, dan Boulton, 2004). Data tersebut
diperkuat dengan data dari WHO (2008) yang menyebutkan bahwa amputasi
tungkai terjadi 10 kali lebih banyak pada diabetisi dibandingkan non diabetisi.
1
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari diabetes melitus dan definisi ulkus diabetes.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya ulkus diabetes pada penderita
diabetes melitus.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari diabetes melitus dengan ulkus
diabetes.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari diabtes melitus dan tingkat keparahan
ulkus diabetes.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan diabetes melitus dengan ulkus diabetes.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan diabetes melitus dengan ulkus
diabetes.
2
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Yuliana
elin, 2009).
Salah satu komplikasi kronik yang sering terjadi pada penderita
diabetes melitus yaitu terjadinya ulkus diabetik. Ulkus merupakan luka
terbuka pada permukaan kulit atau selput lendir dengan kematian jaringan
yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut yang menyebabkan ulkus menjadi berbau (Andyagreeni, 2010).
Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes
melitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika terjadi karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri
aerob maupun anaerob (Tambunan, 2006).
Ulkus diabetik yang terjadi pada penderita diabetes melitus
disebabkan karena tingginya kadar LDL atau lemak jahat, dimana LDL akan
membentuk plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah (Zaidah,
2005). Ulkus diabetik biasanya terjadi pada ekstremitas bawah yaitu kaki,
dan biasa diebut dengan ulkus kaki diabetika atau kaki diabetes.
Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes
melitus yang tidak terkendali dan disebabkan oleh gangguan pembuluh
3
darah, gangguan persyarafan serta infeksi. Kaki diabetes diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuk ulkus dan pada tahap selanjutnya dapat
dikategorikan sebagai gangren atau jaringan yang sudah mengalamai
kerusakan jaringan/nefrotik dan menjadi hitam (Misnadiarly, 2006).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001:1224), penyebab dari diabetes
melitus adalah sebagai berikut :
a. Diabetes melitus tipe 1
1) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu periodesasi atau kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes melitus tipe 1.
2) Faktor imunologi (autoimun)
3) Faktor lingkungan seperti virus atau toksin tertentu yang dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.
b. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relative sel
beta dan retensi insulin. Faktor resiko yang berhubungan dengan
terjadinya diabetes tipe 2 yaitu :
1) Usia
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus
diabetik yaitu sebagai berikut :
a. Angiopati diabetik
Angiopati diabetik/angiopati perifer atau arteri perifer adalah
gangguan sirkulasi darah pada bagian ujung/tepi tubuh. Gangguan
sirkulasi ini berupa peredaran darah yang kurang lancar karena darah
terlalu kentas akibat dari banyaknya kandungan gula di dalam darah. Hal
itu akan memicu terjadinya aterosklerosis, yaitu penyempitan dan
4
penyumbatan pembuluh darah perifer utama yang biasanya sering terjadi
pada ekstremitas bawah (kaki).
b. Neuropati diabetik
Neuropati merupakan gangguan pada saraf motorik, sensorik
maupun otonom. Ganguan motorik menyebabkan atrofi otot, deformitas
kaki, dan distribusi tekanan kaki terganggu sehingga meningkatkan
terjadinya ulkus diabetikum. Ganggun sensorik berupa kehilangan
sensasi rasa atau kebas yang menyebabkan trauma. Gangguan otonom
menyebabkan kaki mengalami penurunan ekskresi keringat sehingga
kulit menjadi kering dan mudah terbentuk fissura. Neuropati biasanya
terjadi pada ekstremitas bawah (kaki dan tungkai bawah).
3. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin (Price & Wilson) :
a. Kadar glukosa puasa tidak normal
b. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa
haus (polidipsia).
c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang.
d. Lelah dan mengantuk.
e. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi pada pria, dan peruritas vulva pada wanita.
Selain itu, ada gejala klinis lain yang lebih meunjukan tanda-tanda
adanya ulkus akibat mikroangiopati pada penderita diabetes melitus, yaitu
5P yang berarti :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (kelumpuhan)
5
4. Klasifikasi
Menurut Wagner (1983) klasifikasi tingkat keparahan ulkus diabetik
dibagi menjadi enam tingkatan yaitu :
a. Derajat 0 : tidak ada luka terbuka, mungkin terdapat deformitas atau
selulitis.
b. Derajat 1 : ulkus diabetik superfisial (parsial atau full thickness).
c. Derajat 2 : ulkus meluas sampai ligamen, tendon, kapsula sendi atau
fasia dalam tanpa abses atau osteomielitis.
d. Derajat 3 : ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau sepsis sendi.
e. Derajat 4 : gangren yang terbatas pada kaki bagian depan atau tumit.
f. Derajat 5 : gangren yang meluas meliputi seluruh kaki.
5. Patofisiologi
6
6. Penatalaksanaan Medis dan Prinsip Keperawatan
a. Obat hiperglikemik oral (OHO)
Berdasar cara kerjanya, OHO dibagi menjadi empat golongan,
yaitu sebagai berikut :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhada insulin.
3) Penghambat glukogenesis.
4) Penghambat gukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.
3) Ketoasidosis diaetik (KAD) atau hiperglikemia hiperosmolar non
ketotik (HONK).
4) Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
5) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.
6) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).
7) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makanan.
8) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9) Kontraindikasi dan/atau alergi terhadap OHO.
c. Penanganan Iskemia
Iskemia atau penyumbatan akibat dari perfusi arteri harus dinilai
lebih awal pada penderita diabetes melitus dengan ulkus diabetik. Ulkus
atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat menyerang bagian
tubuh lain apabila penyempitan pembuluh darah belum teratasi.
d. Debridemen
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua
jaringan nekrotik, karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat
jaringan nonviable, debris, dan fissura. Debridemen dilakukan terhadap
7
semua jaringan lunak dan tulang yang nonviable. Tujuan debridemen
yaitu untuk mengevakuasi jaringan yang terkontaminasi bakteri,
menghilangkan jaringan kalus, mengurangi risiko infeksi lokal, dan
mengangkat
jaringan
nekrotik
sehingga
mempercepat
proses
penyembuhan luka.
e. Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist
wound healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab.
Bila ulkus memroduksi sekret banyak, maka untuk pembalut (dressing)
digunakan yang bersifat absorben. Sebaliknya bila ulkus kering, maka
digunakan pembalut yang mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup
lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan
kelembaban.
Pembalut yang dapat digunakan untuk membalut ulkus yaitu
pembalut konvensional yang berupa kasa steril yang dilembabkan dengan
NaCl 0,9%. Atau dapat digunakan pembalut modern yang tersedia saat
ini dalam perawatan luka seperti hydrocol-loid, hydrogel, calcium
alginate, foam.
f. Off-loading
Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada telapak
kaki. Mengurangi tekanan pada ulkus neuropati dapat mengurangi trauma
dan mempercepat proses penyembuhan luka. Kaki yang mengalami ulkus
harus sedapat mungkin dibebaskan dari penekanan.
Metode
yang
dipilih
untuk
off-loading
tergantung
dari
karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat keparahan dan ketaatan
pasien. Beberapa metode off loading antara lain yaitu total non-weight
bearing, total contact cast, foot cast dan boots, sepatu yang dimodifikasi
(half shoe, wedge shoe), serta alat penyanggah tubuh seperti cruthes dan
walker.
8
g. Penanganan bedah
Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya ulkus.
Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya
ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati. Bedah
kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan
konservatif, misalnya angioplasti atau bedah vaskular. Bedah emergensi
adalah tindakan yang paling sering dilakukan, dan diindikasikan untuk
menghambat atau menghentikan proses infeksi, misalnya ulkus dengan
daerah infeksi yang luas atau adanya gangren gas. Tindakan bedah
emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik.
Selain itu, berdasarkan berat ringannya penyakit, menurut
Wagner ada tindakan pengobatan atau pembedahan yang dapat
ditentukan yaitu :
1) Derajat 0
: perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat 1-4
: pengelolaan medik dan bedah minor.
h. Mencegah kambuhnya ulkus
Pasien
diajarkan
untuk
memperhatikan
ke-bersihan
kaki,
memeriksa kaki setiap hari, menggunakan alas kaki yang tepat, mengobati segera jika terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk
debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam.
B. Konsep Dasar Nyeri (Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman)
1. Pengertian
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak
nyaman baik secara sensori maupun emosional yang dapat ditandai dengan
kerusakan jaringan ataupun tidak (Association for the study of pain). The
Internasional Association for the Study of Pain (IASP) menedifinisikan
nyeri
sebagai
pengalaman
sensorik
dan
emosional
yang
tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan.
Asosiasi Nyeri Internasional (1997) menggambarkan nyeri sebagai perasaan
9
yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang dihubungkan
dengan aktual atau potensial kerusakan jaringan tubuh.
Menurut Perry & Potter (2005) nyeri seringkali merupakan tanda
yang menyatakan ada sesuatu yang secara fisiologis terganggu yang
menyebabkan seseorang meminta pertolongan. Selain itu, Engel (1970)
menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang
diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka. Nyeri
dapat diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku
(Mc Caffrey & Beebe, 1989 dikutip dari Betz & Sowden, 2002).
2. Etiologi
Nyeri terjadi pada seseorang karena berbagai faktor dan penyebab.
Berikut beberapa penyebab seseorang merasa nyeri :
a. Trauma pada jaringan tubuh yang mengalami cedera atau kerusakan
jaringan (nekrosis).
b. Iskemik jaringan.
c. Spasme otot merupakan keadaan kontraksi otot yang tidak disadari dan
sering menimbulkan rasa sakit, akibat kelelahan dan bekerja berlebihan.
d. Inflamasi atau pembengkakan jaringan.
e. Post operasi suatu organ atau jaringan setelah dilakukan pembedahan.
Selain itu, nyeri merupakan hal yang kompleks dimna banyak faktor
yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya nyeri yaitu sebagai berikut :
a. Usia
Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan
perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap
nyeri.
10
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri.
anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang
wanita dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang
dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993
mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak
dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991). Nyeri memiliki
makna tersendiri pada individu dipengaruhi oleh latar belakang
budayanya dan biasanya nyeri menghasilkan respon efektif yang
diekspresikan berdasarkan latar belakang budaya yang berbeda
(Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002).
d. Pengalaman masa lalu nyeri
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman
sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap
pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan
tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap
nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan baik
(Smeltzer & Bare, 2002).
e. Pola koping
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien
mungkin tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga
atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan
kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk
berdoa, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan
yang datang (Potter & Perry, 1993).
11
3. Tanda dan Gejala
a. Gangguan tidur
b. Tekanan darah menignkat
c. Pernafasan meningkat
d. Depresi/frustasi
e. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih, pucat)
f. Perubahan nafsu makan
g. Posisi menghindari nyeri
h. Gerakan menghindari nyeri (hati-hati)
4. Klasifikasi
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri
akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik,
jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan
sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner
& Suddarth, 1996).
Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme
pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis
terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran
darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan
ukuran pupil.
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan
yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini
tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996
dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti
berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan
setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai
12
beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan
jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten.
5. Patofisiologi
Stimulus
Transduksi
Reseptor
Kerusakan
Jaringan
Sel melepaskan
prostaglandin
untuk diubah
menjadi impuls
nyeri
Impuls nyeri di
teruskan ke saraf
sensorik dan
motorik
Kesadaran
individu akan
nyeri
Persepsi
Respon
Nyeri
6. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a. Farmakologi
Pemberian obat yang disesuaikan berdasarkan tingkat atau derajat
nyeri yang dirasakan. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk
mengurangi dan meredakan nyeri yaitu aspirin, asetaminofet, ibuprofen,
dan ketoproten. Pada dasarnya obat yang digunakan dalam berbagai
tingkat atau derajat nyeri adalah sama. Perbedaanya dalam pemberian
obat pada derajat nyeri ringan, sedang, dan tinggi terletak pada dosis obat
dan waktu pemberiannya.
b. Non farmakologi
1) Distraksi
Distraksi adalah teknis memfokuskan perhatian pasien pada
sesuatu selain pada nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri,
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol
desendens, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang
13
ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori
selain nyeri (Brunner & Suddarth, 1996).
Menurut Taylor (1997) cara-cara yang dapat digunakan pada
teknik distraksi antara lain membaca, melihat pemandangan dan
gambar, menonton TV, mendengarkan musik, memegang orang
tercinta, binatang peliharaan atau mainan, pernafasan yang berirama,
bermain permainan yang menarik, puzzle, kartu, menulis cerita,
mengisi teka-teki silang.
2) Relaksasi
Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara
mandiri untuk menurunkan intensitas nyeri, Teknik relaksasi
memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyeri serta dapat
digunakan pada saat seseorang sehat ataupun sakit (Perry & Potter,
2005).
Dengan berlatih 15 menit dapat merangsang jaringan saraf
yang menghubungkan jantung dengan otak, pasien secara konsisten
akan merasakan respon relaksasi yang membantu respon fisiologis
yang meliputi peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah,
meningkatkan respon kekebalan tubuh, dan denyut nadi yang lebih
teratur (Kennedy, 2009).
3) Terapi pijat
Mekanisme pijat dapat menurunkan nyeri yaitu serabut nyeri
membawa stimulasi nyeri ke otak, perjalanan sensasi nyeri yang
dibawa oleh otak lebih kecil dari pada serabut sentuhan yang luas.
Ketika sentuhan dan nyeri dirangsang bersama, sensasi sentuhan
berjalan ke otak menutup pintu gerbang dalam otak. Dengan adanya
pijatan yang mempunyai efek distraksi juga dapat meningkatkan
pembentukan endorphin dalam sistem kontol deseden dan membuat
relaksasi otot (Monsdragon, 2004).
14
BAB III
DOKUMENTASI KEPERAWATAN
A. Diskripsi Kasus
Ny. R umur 57 tahun dikaji pada tanggal 12 September 2016. Jenjang
pendidikan Ny. R hingga SMP dan bekerja sebagai petani selama 20 tahun.
Masuk RS pada tanggal 10 September 2016, dirawat dengan diagnosa medis
ulkus diabetikum grade 4, di ruang teraatai putih (no CM 00009145).
Penanggung jawab klien adalah suaminya Tn. D umur 59 tahun dengan
pendidikan SMA dan bekerja juga sebagai petani, beralamat di desa Potorono,
Kec. Bangutapan, Bantul, DI Yogyakarta.
Klien mengatakan sudah dari 2 minggu yang lalu mengeluh ada luka
dikaki kirinya yang tak kunjung sembuh. Menurut penuturan klien, telapak
kaki klien terluka saat klien bekerja. Klien mengatakan tidak terasa saat
terluka, tiba-tiba menyadari ada luka di telapak kaki kirinya. Klien mengatakan
sudah berupaya untuk mengobati lukanya dengan pengetahuan dan alat
seadanya, namun luka klien tidak juga sembuh justru bertambah parah dan
ukuran luka juga bertambah. Klien juga mengatakan ± 2 bulan lalu klien sering
merasa kebas di bagian kakinya. Karena merasa takut akan lukanya, klien
memutuskan untuk berobat ke rumah sakit.
Saat pertama kali masuk RS keadaan luka Ny. R terlihat jaringan
kulitnya berwarna hitam dan kuning, dengan ukuran luka 4x3x2 cm dan luka
mengeluarkan bau tidak enak.
Pada saat dikaji klien sudah dilakukan debridemen dan pembersihan
luka, dan klien sudah berada di ruang rawat inap (Ruang Teratai Putih) pada
pukul 13.30 WIB. Pada pukul 15.00 WIB, saat perawat akan memandikan
klien, klien meminta mandi di atas bed saja. Klien mengatakan merasa nyeri di
sekitar luka ulkus. Klien mengatakan nyeri seperti terbakar, klien tampak
meringis ketika nyeri datang. Nyeri bertambah saat klien berdiri apalagi
berjalan, sehingga apabila klien terpaksa berjalan atau berdiri klien tampak
15
berhati-hati dan raut wajah menahan sakit. Skala nyeri 3 (0-4). Klien
mengatakan nyeri mengganggu istirahat dan tidurnya.
Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi. Klien juga mengetahui
bila klien menderita diabetes melitus, tetapi klien tidak tahu-menahu apabila
penyakit diabetes yang diderita akan menjadi seperti ini (ulkus diabetikum).
Menurut penuturan klien dan keluarga, di dalam anggota keluarganya ada yang
mengalami penyakit serupa dengan klien yaitu hipertensi dan diabetes melitus
tanpa ulkus diabetikum.
Makan 3 x sehari nasi, sayur, lauk, pantangan daging kambing, minum 67 gelas sehari air putih, teh, kopi. Selama di RS makan 3 x sehari nasi, sayur,
lauk, hanya habis ¼ porsi, ada program diit DM IV (1700 kkal), minum 5-6
gelas sehari air putih. Klien makan dan minum dibantu. BAB 1 x sehari,
lembek, kuning coklat, bau khas feces, BAK 5-6 x sehari, kuning keruh, bau
khas urine. Sejak dirawat di RS, BAB 1 x sehari, lembek, kuning coklat, bau
khas feces, BAK 4-5 x sehari, kuning keruh, bau khas urine. Klien BAB dan
BAK dibantu perawat ataupun keluarga. Tidur siang ± 1 jam (13.30 – 14.30
WIB) nyenyak. Tidur malam ± 7 jam (22.00 – 05.00 WIB) nyenyak. Selama
dirawat di RS klien tidur tidak nyenyak bahkan lebih banyak terjaga akibat rasa
nyeri yang dirasakan.
Mandi 2 x sehari, keramas 3 x perminggu, gosok gigi 2 x sehari, gunting
kuku ± 2 minggu sekali. Di RS klien mandi di lap 1 x sehari, gosok gigi 1 x
sehari, belum keramas dan belum gunting kuku. Klien dibantu keluarga dan
perawat. Aktivitas di rumah mandiri, selama sakit pergerakan terbatas dan
aktivitas dibantu keluarga. Berat badan dan tinggi badan tidak diukur karena
klien lebih memilih bedrest karena rasa nyeri yang dirasakan, tapi klien
mengatakan bahwa klien merasa lebih kurus dari semestinya.
Bentuk hidung simetris, bentuk dada simetris, irama napas teratur, tidak
ada reaksi otot dada saat bernapas, tidak ada nyeri tekan pada dada, suara paru
sonor, frekuensi napas 20 x per menit, tidak ada krepitasi pada dada. Tidak ada
edema pada wajah, tidak ada sianosis pada bibir. Bentuk bibir simetris, terdapat
bau mulut, gigi berlubang, tidak ada pembesaran tonsil. Bentuk abdomen
16
terlihat tampak lebih besar, perut tidak kembung, tidak ada nyeri tekan
abdomen, peristaltik 20 x per menit. Tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 60 x
per menit, nadi teratur. Pada saat auskultasi bunyi jantung murni regular, tidak
ada mur-mur, perkusi jantung pekak.
Blass teraba kosong, tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih, tidak
ada nyeri pada ginjal kanan dan kiri. Ekstremitas atas kanan dan kiri simetris,
jumlah jari lengkap, bentuk tulang simetris, tampak mnonjol pada pergelangan
tangan, tidak ada nyeri pada daerah persendian, terpasang infus di tangan kiri.
Ekstremitas bawah kanan dan kiri simetris, jumlah jari lengkap, bentuk tulang
simetris, tampak menonjol pada mata kaki. Kesadaran compos mentis, klien
tampak meringis saat merasa sakit.
Nervus I (olfaktorius) : klien dapat membedakan bau kayu putih dengan kpoi.
Nervus II (optikus) : kedua mata klien dapat membaca identitas perawat pada
jarak ± 15 cm.
Nervus III (okulomotorius) : mata kiri dan kanan klien dapat digerakan ke atas
ke bawah, reflek pupil positif, pupil berkontriksi saat diberi rangsang cahaya.
Nervus IV (toklerasi) : mata kiri dan kanan dapat melirik keluar.
Nervus V (trigeminus) : klien dapat merasakan usapan kapas di pipi.
Nervus VI (abducen) : mata kanan dan kiri dapat digerakan lateral.
Nervus VII (fasialis) : klien dapat mengerutkan dahi dan membuka mulut.
Nervus VIII (auditorius) : klien dapat mendengar suara detak jarum jam ± 5cm.
Nervus IX (glosoparingeal) : klien dapat menelan makanan dengan baik.
Nervus X (vagus) : klien dapat berbicara.
Nervus XI (aksesorius) : klien dapat menggerakan bahu dan kepala.
Nervus XII (hipoglosus) : klien dapat menjulurkan lidah ke kanan dan kiri.
Kulit tampak bersih, penyebaran rambut merata, warna rambut beruban,
kulit tampak kering, terdapat luka ulkus di telapak kaki sebelah kiri, balutan
luka tampak kotor, luka tampak masih basah, area disekitas luka tampak bersih.
Warna kulit sawo matang, akral teraba hangat, suhu tubuh 36°C.
17
Tidak ada pembesaran thyroid, klien dapat bertoleransi terhadap panas
dan dingin, tidak ada tremor pada tangan, terkadang keeram pada ekstremitas.
Emosi klien cukup stabil, klien merasa gelisah menahan nyeri, dan tidak
nyaman dengan adanya luka ulkus. Klien lebih sering berdiam diri di tempat
tidur. Klien mengatakan tidak nyaman dengan adanya luka ulkus, klien
menjadi malu dan tidak percaya diri apalagi lukanya menimbulkan bau. Namun
klien juga selalu berdoa demi kesembuhan dirinya secepat mungkin.
Klien mengatakan adanya luka ulkus membuat aktivitas sehari-hari
klien terganggu. Klien berkomunikasi dengan bahasa Jawa, klien kurang bisa
berkomunikasi baik dengan pasien lain dan petugas kesehatan lain. Klien lebih
dekat dengan suami dan ketiga anaknya, saat perawat memberikan pertanyaan
klien
menjawab
seadanya.
Saat
perawat
akan
melakukan
tindakan
keperawatan, klien sering terlihat melamun. Tetapi saat perawat sudah
melakukan tindakan seperti edukasi tenik relaksasi untuk mengurangi nyeri,
klien tampak merespon dengan cukup baik. Perawat juga menjumpai bubuk
kopi yang di taruh klien di bawah bed klien. Tingkat pengetahuan klien dan
keluarga kurang, terbukti saat klien dan keluarga menanyakan cara perawatan
luka yang baik. Klien beragama Islam dan yakin kepada Allah SWT bahwa
dirinya akan sembuh dengan pertolongan-Nya. Selama sakit, klien selalu
berdoa dan mendapat motivasi dari keluarga dekat, ketiga orang anaknya dan
perawat.
Hasil Laboratorium
Tanggal 10 September 2016
Hematokrit 8,3 %
Eritrosit 331,19
Gula darah sewaktu 300 mg/dL
Gula darah puasa 150 mg/dL
Diit DM 1700 kkal
Infus RL 20 tetes/menit
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang
terjadi di seluruh negara di dunia, dan terus menerus mengalami peningkatan
jumlah yang signifikan dari tahun ke tahun. Salah satu komplikasi kronik yang
sering terjadi pada penderita diabetes melitus yaitu terjadinya ulkus diabetik.
Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes melitus
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat.
Pada klien diabetes melitus dengan ulkus diabetes, biasanya kebutuhan
dasar yang paling terganggu adalah kebutuhan rasa aman dan nyaman yang
berhubungan dengan respon nyeri akibat kerusakan jaringan. Adapun cara
untuk menanggulanginya yang bisa dilakukan dengan kolaborasi antara klien
dengan perawat seperti berlatih relaksasi nafas dalam atau melakukan hal-hal
yang akan mengalihkan klien dari rasa nyeri seperti mendengarkan musik,
melihat televisi, dan melakukan permainan menarik.
B. Saran
1. Untuk klien/pasien dan keluarga klien/pasien
a. Menaati progam diit DM dari rumah sakit agar nutrisi terpenuhi dengan
baik dan benar sehingga membantu penyembuhan luka ulkus diabetes.
b. Menjadi klien yang kooperatif agar memiliki banyak pengetahuan
tentang penyakit yang diderita.
c. Mengendalikan koping dengan baik untuk menghindari masalah
keperawatan lainnya.
d. Mempraktikan teknik-teknik relaksasi, distraksi dan lainnya yang
diajarkan perawat agar dapat mengurangi rasa nyeri.
e. Mempelajari dengan benar bagaimana perawatan luka (ulkus diabetes)
yang baik dan benar .
19
2. Untuk perawat/tenaga kesehatan lain
a. Memberikan edukasi kepada klien dan keluarga tentang perawatan luka
ulkus yang baik dan benar sampai klien benar-benar memahami.
b. Memantau progam diit DM klien agar berjalan sesuai dengan prosedur
dari rumah sakit.
c. Mengajarkan terapi non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri klien
dengan terapi relksasi nafas dalam ataupun lainnya.
d. Menjaga privasi klien agar klien percaya dan terbuka dengan perawat
sehingga mempermudah dalam melakukan asuhan keperawatan.
e. Mendampingi dan memotivasi klien apabila klien memiliki koping yang
tidak diinginkan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ardinata Dedi. 2007. Multidimensional Nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah
Sumatera Utara Vol.2 hlm.77
Arianti, Krisna Yetti, Yusran Nasution. 2012. Hubungan Antara Perawatan Kaki
dengan Risiko Ulkus Kaki Diabetes di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Muhammadiyah Journal Of Nursing.
Aulia Suci. 2013. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Maslow Pada
Pasien Diabetes Melitus di Poli Penyakit Dalam RSUD Panembahan
Senopati Bantul. Naskah Publikasi.
Frykberg R.G. 2002. Diabetic Foot Ulcers : Pathognesis and Management.
American Family Physician Vol.66 hlm.1657
Herdman T.H, Shigemi Kamitsuru. 2016. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC. Edisi 10.
Hidayat Anas Rahmad, Isnani Nurhayati. 2014. Perawatan Kaki Pada Penderita
Diabetes Melitus di Rumah. Jurnal Permata Indonesia Vol.5 hlm.50
Langi Yunita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu.
Jurnal Biomedik Vol.3 hlm.97
Nurarif Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta :
Mediaction. Edisi Revisi Jilid 1.
Prasetya Guntur, Maria Suryani, Mamat Supriyono. 2002. Perbedaan Intensitas
Nyeri Pada Paseien Perawatan Luka Ulkus Diabetik Sebelum dan Sesudah
Diberikan Teknik Relaksasi Nafas Dalam di RSUD Tugurejo Semarang.
Karya Tulis Ilmiah.
Roza Rizky Loviana, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward. 2015. Faktor Risiko
Terjadinya Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Melitus yang Dirawat
21
Jalan dan Inap di RSUP Dr. M. Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas.
Syamsiah Nita, Endang Muslihat. 2015. Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik
Terhadap Tingkat Nyeri Akut Pada Pasien Abdominal Pain di IGD RSUD
Karawang 2014. Jurnal Ilmu Keperawatan Vol.3 hlm.12
22
Download