BAB I - Bambu Indonesia

advertisement
KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA BAMBU PETUNG
PADA BAMBU MUDA, DEWASA DAN TUA
( STUDI KASUS : BAGIAN PANGKAL )¹
Oleh : Sidik Mustafa²
INTISARI
Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa
bambu yang berumur 3 - 5 tahun memiliki kekuatan yang baik. Batang bambu
yang ada dipasaran atau yang dijual di toko bangunan umumnya campur antara
bambu muda, bambu dewasa dan bambu tua. Hal ini dikarenakan metode
penebangan yang digunakan adalah metode tebang habis dalam satu rumpun.
Akibatnya kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara bambu yang
tua dan yang muda. Permasalahan yang muncul adalah tidak diketahuinya
perbedaan kualitas bambu yang berumur muda, dewasa dan tua.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika bambu
petung bagian pangkal pada bambu muda, dewasa dan tua. Sifat fisika yang
diteliti adalah kerapatan bambu, sedangkan sifat mekanika bambu yang diteliti
antara lain kuat tekan sejajar serat, kuat geser sejajar serat dan kuat tarik sejajar
serat. Selain itu, pada penelitian ini juga meneliti mengenai kerapatan serat
sklerenkim yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan
bambu.
Hasil penelitian didapatkan kerapatan bambu muda , dewasa dan tua sebesar
0,695 gr/cm³; 0,809 gr/cm³ dan 0,742 gr/cm³. Kerapatan serat sklerenkim bambu
muda, dewasa dan tua sebesar 0,4257 mm²/mm; 0,4290 mm²/mm² dan 0,4284
mm²/mm². Kuat tekan, tegangan batas proporsi dan modulus elastisitas tekan
bambu muda sebesar 37,52 Mpa; 33,10 Mpa dan 3773,15 Mpa; bambu dewasa
sebesar 46,59 Mpa; 42,33 Mpa dan 4719,13 Mpa; sedangkan bambu tua sebesar
43,13 Mpa; 38,40 Mpa dan 3783,93 Mpa. Kuat geser bambu muda, dewasa dan
tua sebesar 6,86 Mpa; 9,94 Mpa dan 8,95 Mpa. Kuat tarik bambu muda, dewasa
dan tua sebesar 151,54 Mpa; 217,89 Mpa dan 186,09 Mpa. Kerapatan bambu dan
kerapatan serat sklerenkim berpengaruh terhadap kekuatan bambu. Kekuatan
bambu yang tertinggi pada bambu dewasa dan yang terendah pada bambu muda.
Kerapatan dan kekuatan bambu petung bagian pangkal meningkat dari bambu
muda ke bambu dewasa dan menurun pada bambu tua. Walaupun bambu muda
aman bila digunakan sebagai komponen struktur, sebaiknya pemanfaatan bambu
menggunakan bambu dewasa karena akan mampu menjaga kelestarian rumpun
bambu, disamping memiliki kekuatan yang baik.
Kata kunci : Umur bambu, kualitas, kekuatan
1) Disampaikan dalam seminar Tugas Akhir untuk melengkapi persyaratan kelulusan
memperoleh derajat kesarjanaan Strata-1 Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada
2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada dengan NIM : 05 / 186574 / TK / 30945
1
Latar Belakang
Permasalahan mengenai kerusakan
hutan dan kebutuhan material yang
murah dan ramah lingkungan dalam
beberapa tahun terakhir hangat
diperbincangkan. Hasil hutan yang
melimpah dari hutan di Indonesia
seperti kayu diambil secara berlebihan
tanpa
adanya
regenerasi
yang
dilakukan.Untuk
mengurangi
dan
mengembalikan fungsi hutan sebagai
komponen lingkungan hidup maka
langkah yang dilakukan adalah
menghentikan penebangan hutan dan
melakukan penanaman hutan kembali
atau reboisasi. Bersamaan dengan
program tersebut, maka perlu dicari
bahan bangunan lain sebagai alternatif
pengganti kayu untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Bambu merupakan bahan alternatif
yang
tepat karena sifat
atau
kekuatannya yang mirip dengan kayu
bahkan lebih baik dan merupakan
sumber daya alam yang dapat
diperbaharui. Hasil penelitian yang
dilakukan
oleh
beberapa
ahli
menunjukkan bahwa bambu berumur 3
- 5 tahun memiliki kekuatan yang baik
apabila digunakan sebagai komponen
struktural. Batang bambu yang ada
dipasaran atau yang dijual di toko
bangunan umumnya campur antara
bambu muda, bambu dewasa dan
bambu tua. Hal ini dikarenakan metode
penebangan bambu yang digunakan
adalah metode tebang habis dalam satu
rumpun. Akibatnya kualitas batang
bambu yang diperoleh bercampur
antara bambu yang tua dan yang muda.
Selain
itu
metode
ini
juga
menimbulkan
pengaruh
terhadap
sistem perebungan bambu, sehingga
kelangsungan
tanaman
bambu
terganggu. Permasalahan yang muncul
adalah tidak diketahui seberapa besar
perbedaan kekuatan antara bambu
petung yang berumur muda, dewasa,
dan tua. Dari segi struktural,
pemakaian batang bambu dengan
kualitas yang campur antara bambu
yang tua dan yang muda mungkin akan
sangat berbahaya.
Oleh
karena
itu,
penelitian
mengenai karakteristik sifat fisika dan
sifat mekanika bambu petung yang
berumur muda, dewasa, dan tua perlu
dilakukan.
Diharapkan
dengan
penelitian ini maka dapat diketahui
perbandingan kekuatan bambu yang
berumur muda , dewasa dan tua
sehingga pemanfaatan bambu sebagai
pengganti kayu dapat lebih optimal.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Bambu
Bambu adalah nama kumpulan
rumput-rumputan berbentuk pohon
kayu atau perdu yang melurus dengan
batang yang biasanya tegak, kadangkadang memanjat, mengayu, dan
bercabang-cabang. Batangnya timbul
dari
buku-buku
rimpang
yang
menjulur. Tanaman ini termasuk
Bamboidae, salah satu anggota sub
famili rumput (Sastrapraja,dkk., 1977
dalam Wijaya, 2003).
Secara
umum
bambu
merupakan material yang bersifat
orthotropic, yaitu memiliki sifat yang
berbeda pada 3 arah sumbu:
longitudinal, radial, dan tangensial.
Akan tetapi, bambu juga merupakan
material yang bersifat biological.
Perbedaan dan ketidakkonsistenan sifat
karakteristik
bambu
disebabkan
beberapa faktor, antara lain: jenis
bambu, umur bambu, keadaan tanah,
keadaan lingkungan, dan bagian batang
bambu.
Bambu tua biasanya berumur lebih
dari 3 tahun, bambu dewasa berkisar
2
antara 2 – 3 tahun, dan bambu muda
berkisar antara 0 – 2 tahun. Apabila
tidak terdapat data secara rinci, umur
bambu dapat diketahui secara visual.
Bambu tua memiliki warna permukaan
kulit yang sudah berubah dari warna
aslinya (agak putih) dan bercorak
akibat ditempeli jamur. Pada bambu
muda masih banyak terdapat pelepah
pada batang dan warna batang masih
hijau.
Bambu dengan nama botani
Dendrocalamus asper di Indonesia
dikenal dengan nama bambu petung.
Bambu jenis ini mempuyai rumpun
agak rapat, dapat tumbuh di dataran
rendah sampai pegunungan dengan
ketinggian 2000 m di atas permukaan
air laut. Pertumbuhan cukup baik
khususnya untuk daerah yang tidak
terlalu kering. Warna kulit batang hijau
kekuning-kuningan,
batang
dapat
mencapai panjang 10-14 m, panjang
ruas berkisar antara 40–60 cm,
diameter 6–15 cm, dan tebal dinding
10-15 mm (Morisco, 1999).
Sifat Fisika Bambu
Kadar Air
Kadar air bambu adalah banyaknya
air dalam sepotong bambu yang
dinyatakan sebagai prosentase dari
berat kering tanurnya. Kandungan
dalam bambu bervariasi baik arah
memanjang maupun arah melintang
dan tergantung pada umur bambu,
waktu penebangan, tempat tumbuh,
dan jenis bambu. Kondisi udara di
Indonesia termasuk lembab karena
terletak di daerah tropis dan berupa
negara
kepulauan.
Kelembaban
relatifnya berkisar 60 % - 80 % dengan
temperature 18° - 35° C pada musim
kemarau. Kondisi ini berbeda-beda,
bergantung pada letak geografis dan
tinggi daerah dari permukaan laut. Bila
nilai
kelembaban
relative
dan
temperature
dihubungkan,
titik
keseimbangan kayu di Indonesia
berkisar 12 % - 20 %, bergantung pada
jenis kayu (Prayitno, 2008 dan
Morisco, 2008).
Kerapatan ( Density )
Berat
jenis
adalah
nilai
perbandingan antara kerapatan suatu
benda dengan kerapatan benda standar
pada volume yang sama. Kerapatan
adalah perbandingan massa suatu
benda dengan volumenya. Menurut
Soenardi (1976) dalam Hidayati
(2008), berat jenis dan kerapatan kayu
atau bambu merupakan faktor yang
menentukan sifat –sifat kayu dan atau
bambu. Menurut Liese (1980) dalam
Pambudi (2002), berat jenis bambu
berkisar antara 0,5 - 0,9 gr/cm3. Variasi
berat jenis terjadi baik arah vertikal
maupun horizontal. Batang bambu
bagian luar mempunyai berat jenis
lebih tinggi daripada bagian dalam,
sedangkan pada arah memanjang berat
jenis meningkat dari pangkal ke ujung.
Sifat Anatomi Bambu
Sifat anatomi berpengaruh terhadap
sifat fisika dan sifat mekanika bambu.
Batang bambu terdiri dari 50 %
parenkim, 40 % serat, dan 10 %
jaringan penyalur (pori dan saluran
pembuluh) dengan variasi tergantung
kepada spesiesnya. Sel-sel parenkim
dan pembuluh tapis sebagian besar
terdapat pada 1/3 tebal batang bagian
dalam, sedangkan serat terdapat pada
1/3 tebal batang bagian luar (Liese,
1985 dalam Hidayati, 2008).
Sifat Mekanika Bambu
Kuat Tarik Sejajar Serat
3
Kuat tarik merupakan ketahanan
suatu benda menahan gaya luar yang
berupa gaya tarik yang bekarja pada
benda tersebut. Morisco pada tahun
1994 - 1999 telah melakukan pengujian
terhadap kuat tarik bambu. Hasil yang
didapatkan kuat tarik kulit bambu ori
cukup tinggi yaitu hampir mencapai
5000 kg/cm², atau sekitar dua kali
tegangan luluh baja, sedang kuat tarik
rata-rata bambu petung juga lebih
tinggi dari tegangan luluh baja, hanya
satu specimen yang mempunyai kuat
tarik lebih rendah dari tegangan luluh
baja. Adapun hasil uji dapat dilihat
pada
Gambar
1
berikut.
yang berbeda. Kuat geser bambu
sangat kecil jika dibandingakan dengan
kuat tarik dan kuat tekan bambu.
LANDASAN TEORI
Sifat Fisika Bambu
Kadar Air
Kadar air dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan (1) berikut:
W − Wo
(1)
Ka = b
x100%
Wo
dengan K a : kadar air bambu (%),
Wb : berat basah (gram) dan Wo :
berat kering tanur ( gram ).
Kerapatan
Besar kerapatan bambu dapat
dihitung
dengan
menggunakan
Persamaan (2) berikut:
m
ρw = w
(2)
Vw
dengan ρw : kerapatan pada kadar air
w (gram/ cm3 ), m w : massa benda uji
pada kadar air w (gram) dan V w :
volume benda uji pada kadar air w
(cm3).
Gambar 1. Grafik Tegangan-Regangan
Bambu dan Baja (Morisco, 1999)
Kuat Tekan Sejajar Serat
Kuat tekan sejajar serat
merupakan kemampuan benda untuk
menahan gaya luar yang datang pada
arah sejajar serat yang cenderung
memperpendek atau menekan bagian –
bagian benda secara bersama – sama
(Syafii, 1984 dalam Pambudi, 2002).
Kuat Geser Sejajar Serat
Kuat geser sejajar serat
merupakan kemampuan benda untuk
menahan gaya dari luar yang datang
pada arah sejajar serat uang cenderung
menekan bagian-bagian benda secara
tidak bersama-sama atau dalam arah
Sifat Mekanika Bambu
Kuat Tarik Sejajar Serat
Kuat tarik bambu dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan (3)
berikut:
P
σ tarik = maks
(3)
A
dengan σtarik : besar tegangan tarik
(N/mm2), Pmaks : beban tarik maksimum
(N) dan A: luas penampang benda uji
(mm2).
Kuat Tekan Sejajar Serat
Kuat tekan bambu dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan (4)
berikut:
4
Pmaks
(4)
A
dengan σtekan : besar tegangan tekan
(N/mm2), Pmaks :beban
tekan
maksimum (N) dan A: Luas
penampang benda uji (mm2).
σ tekan =
Untuk mengetahui besar regangan
tekan yang terjadi pada bambu,
digunakan Persamaan (5) berikut:
ε=
∆l
L
Bagan Alir Penelitian
Bagan alir penelitian dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut :
Mulai
Penyimpanan bambu
dan Persiapan
Kalibrasi Moisture
Meter
(5)
dengan ε : besar regangan tekan, ∆ l:
perpendekan yang terjadi pada benda
uji (mm) dan L: panjang benda uji
(mm).
Untuk mengetahui besarnya modulus
elastisitas digunakan Persamaan (6)
berikut:
σ
E tekan =
(6)
ε
dengan E tekan : modulus elastisitas
tekan (N/mm2), σ
: tegangan tekan
2
(N/mm ) dan ε : regangan benda uji.
Pengamatan
Kadar air
Pembuatan Benda
Uji
Pengujian :
•
Kerapatan Bambu
•
Kerapatan Sklerenkim
•
Kuat Tarik // Serat
•
Kuat Tekan // Serat
•
Kuat Geser // Serat
Pengumpulan Data
Hasil Pengujian
Analisis Data
Kuat Geser Sejajar Serat
Kuat Geser Sejajar Serat dapat
dihitung
dengan
menggunakan
Persamaan (7) berikut:
τ=
V
A
(7)
dengan τ : besar tegangan geser
(N/mm2), V: beban geser geser
maksimum (N) dan A :
luas
penampang benda uji (mm2).
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
5
HASIL PENELITIAN
Sifat Fisika Bambu
Kadar air
Hasil penelitian kadar air bambu
pada saat pengujian ditampilkan pada
Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kadar Air rata-rata Bambu
Kadar
Sifat
Umur
Air
Mekanika Bambu Aktual
(%)
Muda
12,61
Kuat
Dewasa 12,79
Tekan
Tua
12,51
Muda
11,42
Kuat
Dewasa 12,06
Geser
Tua
11,36
Muda
10,28
Kuat
Dewasa 11,85
Tarik
Tua
11,22
Kerapatan bambu
Hasil penelitian kerapatan bambu
pada saat pengujian ditampilkan pada
Tabel 2. berikut.
Tabel 2. Kerapatan Rata-rata Bambu
Kerapatan
Sifat
Umur
Bambu
Mekanika Bambu
(gr/cm3)
Muda
0,688
Kuat
Dewasa
0,816
Tekan
Tua
0,721
Muda
0,712
Kuat
Dewasa
0,805
Geser
Tua
0,749
Muda
0,686
Kuat
Dewasa
0,806
Tarik
Tua
0,756
Sifat Anatomi Bambu
Kerapatan Serat Sklerenkim
Hasil penelitian kerapatan serat
sklerenkim bambu ditampilkan pada
Tabel 3. berikut.
Tabel 3. Kerapatan Serat Sklerenkim
Bambu Petung Bagian Pangkal
Keratapan
serat
Rata-rata
Umur
sklerenkim (mm²/mm²)
(mm²/mm²)
Muda 1
0,4491
Muda 2
0,4335
0,4258
Muda 3
0,3946
Dewasa 1
0,4252
Dewasa 2
0,4321
0,4290
Dewasa 3
0,4294
Tua 1
0,4175
Tua 2
0,4494
0,4284
Tua 3
0,4183
Sifat Mekanika Bambu
Hasil penelitian sifat mekanika
bambu
petung
bagian
pangkal
ditampilkan pada Tabel 4. berikut.
Tabel 4. Hasil Pengujian Sifat
Mekanika Bambu
Sifat
Rata-rata
Mekanika
Umur
(Mpa)
Muda
37,52
Kuat Tekan
Dewasa
46,59
Tua
43,13
Muda
33,10
Tegangan
Batas proporsi Dewasa
42,33
Tekan
Tua
38,40
Muda
3773,15
Modulus
Elastisitas
Dewasa 4719,13
Tekan
Tua
3783,93
Muda
6,86
Kuat Geser
Dewasa
9,94
Tua
8,95
Kuat Tarik
Muda
151,54
Dewasa
217,89
6
Tua
186,09
PEMBAHASAN
Kadar Air Bambu
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa
kadar air bambu telah mencapai kadar
air kering udara ( ± 12 % ). Kadar air
tersebut
telah
sesuai
dengan
persyaratan kadar air untuk pengujian
sifat mekanika bambu menurut ISO
22157 (2004). Hasil analisis variansi
menunjukkan bahwa kadar air pada
masing-masing pengujian tidak beda
signifikan atau dapat dikatakan bahwa
kadar air bambu seragam sehingga
pengaruh kadar air dapat diabaikan
dalam perbandingan kekuatan antara
bambu muda, dewasa dan tua.
Kerapatan Bambu
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa
kerapatan bambu petung bagian
pangkal telah sesuai dengan penelitian
Liese (1980) dalam Pambudi (2002),
dimana kerapatan bambu berkisar
antara 0,5 - 0,9 gr/cm3. Kerapatan
bambu dewasa paling tinggi dan
kerapatan bambu muda paling rendah
pada setiap pengujian sifat mekanika.
Grafik perbandingan kerapatan ratarata bambu petung bagian pangkal
berdasarkan umur bambu ditampilkan
pada Gambar 3 berikut .
Gambar 3. Grafik Perbandingan
Kerapatan Bambu Petung bagian
pangkal
Dari Gambar 3 diatas dapat dilihat
kerapatan bambu muda sebesar 0,695
gr/cm³, bambu dewasa 0,809 gr/cm³
dan bambu tua 0,742 gr/cm³. Kerapatan
bambu petung bagian pangkal akan
meningkat dari umur muda ke umur
dewasa dan menurun pada umur tua.
Hal ini menunjukkan adanya proses
pematangan sel pada batang bambu
seiring meningkatnya umur. Penurunan
kerapatan pada bambu tua mungkin
disebabkan oleh penurunan zat selulosa
pada
batang
bambu
tua
(Prawirohatmodjo dan Sulthoni, 1988).
Hasil
dari
analisis
variansi
menunjukkan bahwa umur bambu
berpengaruh terhadap kerapatan bambu
petung bagian pangkal.
Kerapatan Serat Sklerenkim
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa
kerapatan serat sklerenkim rata-rata
antara bambu muda, dewasa dan tua
tidak jauh berbeda. Analisis variansi
menunjukkan
kerapatan
serat
sklerenkim tidak beda signifikan
terhadap
faktor
umur.
Grafik
perbandingan kerapatan sklerenkim
bambu
petung
bagian
pangkal
berdasarkan umur ditampilkan pada
Gambar 4 berikut.
0 .4 3 0 0
0 .4 2 9 0
0 .8 0
0 .4 2 8 0
0 .7 5
0 .4 2 7 0
Kerapatan Serat sklerenkim
(mm²/mm²)
Kerapatan (gr/cm3)
K e ra pa ta n B a m bu P e tung B a g ia n P a ng k a l
0 .8 5
0 .7 0
0 .6 5
0 .6 0
0 .5 5
0 .5 0
0 .4 2 6 0
0 .4 2 5 0
0 .4 2 4 0
0 .4 2 3 0
0 .4 2 2 0
M uda
D ew as a
U m ur B a m b u
Tua
Mud a
Dew a s a
Tua
Um u r B a m b u
7
Kuat Tekan Sejajar Serat
Pada Tabel 4 diatas dapat dilihat
bambu dewasa memiliki kuat tekan
yang paling tinggi dan bambu muda
yang paling rendah. Kuat tekan bambu
meningkat dari bambu muda ke bambu
dewasa dan menurun pada bambu tua.
Grafik perbandingan kuat tekan bambu
petung bagian pangkal berdasarkan
umur bambu ditampilkan pada Gambar
5 berikut.
Kua r Te ka n Se ja ja r Se ra t Ba m bu P e tung Ba gia n
Pa ngka l
50
Tegangan Batas Proporsi Kuat Tekan Bambu Petung
Bagian Pangkal
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Muda
45
Dew asa
Um ur Bam bu
Tua
Gambar 6. Grafik Perbandingan
Tegangan Batas Proporsi Bambu
Petung Bagian Pangkal
40
Kuat Tekan (Mpa)
Perbedaan kuat tekan diatas
disebabkan karena pengaruh kerapatan
bambu. Bambu dewasa memiliki
kerapatan yang tertinggi dimana kuat
tekannya juga yang tertinggi, begitu
juga dengan bambu muda yang
memiliki kerapatan yang paling kecil
sehingga kuat tekannya juga rendah.
Nilai tegangan batas proporsi dan
modulus elastisitas tekan menunjukkan
hasil yang serupa dengan hasil kuat
tekan bambu, dimana bambu dewasa
memiliki tegangan batas proporsi dan
modulus elastisitas yang tertinggi dan
bambu muda yang paling rendah.
Grafik perbandingan tegangan batas
proporsi dan modulus elastisitas tekan
bambu
petung
bagian
pangkal
berdasarkan umur bambu ditampilkan
pada Gambar 6 dan Gambar 7 berikut.
Tegangan Batas Proporsi ( Mpa )
Gambar 4. Grafik Perbandingan
Kerapatan Serat Sklerenkim Bambu
Petung Bagian Pangkal
Perbedaan yang tidak begitu
signifikan mungkin disebabkan oleh
bambu muda telah mencapai umur
lebih dari 1 tahun. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Gritsch et al
(2004) dapat diketahui perkembangan
dinding sel penyusun serat bambu
berumur 1 tahun tidak berbeda jauh
dengan bambu umur 3 tahun.
Walaupun demikian, dari penelitian
ini didapatkan bambu dewasa memiliki
kerapatan serat sklerenkim yang
tertinggi dan bambu muda yang paling
rendah.
35
30
25
20
15
10
5
0
Muda
Dew as a
Tua
Um ur Bam bu
Gambar 5. Garfik Perbandingan Kuat
Tekan Sejajar Serat Bambu Petung
Bagian Pangkal
8
K u a t Ge s e r B a m b u P e tu ng B a g ia n P a n g k a l
5000
4500
4000
3500
3000
Kuat Geser ( Mpa )
Modulus Elastisitas Tekan ( Mpa )
Modulus Elastisitas Tekan Bambu Petung Bagian
Pangkal
2500
2000
1500
1000
500
0
Muda
Dew asa
Tua
Umur Bambu
Gambar 7. Grafik Perbandingan
Modulus Elastisitas Tekan Bambu
Petung Bagian Pangkal
Analisis variansi pada kuat tekan
dan
tegangan
batas
proporsi
menunjukkan hasil beda signifikan
antar umur bambu, tetapi untuk
modulus elastisitas menunjukkan hasil
yang tidak beda signifikan.
Kuat Geser Sejajar Serat
Bambu memiliki kuat geser yang
sangat kecil jika dibandingkan dengan
kuat tekan dan kuat tariknya. Pada
Tabel 4 diatas dapat dilihat, kuat geser
tertinggi ada pada bambu dewasa dan
kuat geser terendah pada bambu muda.
Hal ini disebabkan nilai kerapatan
bambu, dimana bambu dewasa
memiliki kerapatan tertinggi pula.
Hasil analisis variansi menunjukkan
bahwa kuat geser bambu beda
signifikan antar umur bambu. Gambar
perbandingan kuat geser bambu petung
bagian pangkal ditampilkan pada
Gambar 8 berikut.
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Mud a
De w a s a
Tu a
Um u r Ba m b u
Gambar 8. Grafik Perbandingan Kuat
Geser Sejajar Serat Bambu Petung
Bagian Pangkal
Kuat Tarik Sejajar Serat
Bambu memiliki kuat tarik yang
tinggi, bahkan hampir sama dengan
kuat tarik baja tulangan (Morisco,
1999). Hasil dari pengujian kuat tarik
bambu
petung
bagian
pangkal
didapatkan kuat tarik bambu muda
berkisar antara 110 – 183,78 Mpa,
bambu dewasa berkisar 180,26 –
255,96 Mpa dan bambu tua berkisar
antara 131,13 – 240,22 Mpa. Kuat tarik
bambu berkisar antara 3 – 5 kali dari
kuat tekan bambu. Pada Tabel 4 dapat
dilihat bahwa kuat tarik rata-rata
bambu muda sebesar 151,54 Mpa,
bambu dewasa 217,89 Mpa dan bambu
tua 186,09 Mpa. Perbandingan nilai
kuat tarik rata-rata bambu petung
bagian pangkal ditampilkan pada
Gambar 9 berikut.
9
225
200
Kuat Tarik ( Mpa )
175
150
125
100
75
50
25
0
Muda
Dew asa
Um u r Bam bu
Tua
Gambar 9. Grafik Perbandingan Kuat
Tarik Sejajar Serat Bambu Petung
Bagian Pangkal
Dari Gambar 9 diatas dapat dilihat
bahwa bambu dewasa memiliki kuat
tarik yang tertinggi dan bambu muda
yang terendah. Hasil ini sesuai dengan
kerapatan bambu dewasa yang lebih
tinggi dari kerapatan bambu muda dan
bambu tua. Selain kerapatan yang
tinggi, bambu dewasa juga memiliki
kerapatan serat sklerenkim yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan
kerapatan sklerenkim bambu muda dan
bambu tua.
Hasil analisis variansi didapatkan
hasil beda signifikan. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa
umur bambu mempengaruhi kuat tarik
bambu pada bagian pangkal.
Berdasarkan hasil pengujian sifat
fisika dan mekanika bambu petung
bagian pangkal diatas, maka klasifikasi
kelas
bambu
dapat
ditentukan.
Klasifikasi bambu petung bagian
pangkal berdasarkan kelas kuat kayu,
bambu muda masuk dalam kayu kelas
kuat II dan III, bambu dewasa masuk
dalam kelas kuat II dan bambu tua
masuk dalam kelas kuat II. Dari hasil
klasifikasi diatas dapat disimpulkan
bahwa bambu petung bagian pangkal
masih layak jika digunakan dalam
komponen struktur bangunan. Sebagai
perbandingan, kayu jati masuk dalam
kelas kuat II dan kayu mahoni masuk
dalam kelas kuat II dan III. Dalam
penggunaan
sebagai
komponen
struktur, harus dilakukan pengujian
sifat mekanika bambu terlebih daluhu
sehingga kekuatan dari bahan dapat
diketahui secara pasti. Tetapi dalam
pemanfaatan
sebagai
komponen
struktur, sebaiknya memakai bambu
yang telah berumur dewasa karena
selain memiliki kekuatan yang lebih
baik,
akan
bermanfaat
dalam
pelestarian rumpun tanaman bambu.
Hubungan Kerapatan dengan Sifat
Mekanika Bambu
Kerapatan bambu merupakan salah
satu sifat fisika yang sangat
mempengaruhi
kekuatan
bambu.
Bambu dengan kerapatan yang tinggi
berarti sel-sel pada batang bambu rapat
dan keras. Bambu dengan kerapatan
yang tinggi akan memiliki kekuatan
yang tinggi pula. Hal ini juga
dipengaruhi oleh zat-zat kimia seperti
holoselulosa, alpha seloulosa,dan lignin
yang terkandung dalam batang bambu.
Grafik hubungan kerapatan dengan
sifat mekanika bambu ditampilkan
pada Gambar 10 sampai Gambar 12
berikut.
H u b u n g a n K e r a p a ta n d e n g a n K u a t T e k a n B a m b u
70
60
y = 5 8 .9 9 9 x + 2 .6 1 1 1
2
R = 0 .6 9 4
50
Kuat Tekan ( Mpa )
Kuat Tar ik Bam b u Pe tung Bag ian Pangk al
250
40
30
y = 6 5 .0 8 2 x - 5 .8 6 2 5
2
R = 0 .5 5 4 5
20
10
0
0 .5
0 .6
0 .7
0 .8
0 .9
1
1 .1
Ke r a p a t a n g r /c m ³ ( s e m u a u m u r )
L in e a r (P a n g k al)
1 .2
L ine ar (U ju ng , R a m a dh a n i (2 0 0 9 ))
Gambar 10. Grafik Hubungan
10
Kerapatan dengan Kuat Tekan Bambu
Petung
Hu b u n g an Ke r a p a ta n d e n g an Ku a t Ge s e r Bam b u P e t u n g
14
y = 1 2 .1 76 x - 0 .93 6 5
R2 = 0 .2 2 4 1
12
kekuatan tarik bambu ditentukan oleh
kerapatan dan kekuatan ikat antar serat
yang dipengaruhi oleh bentuk serat
serta zat pengikat antar serat bambu
yaitu lignin.
Hubungan
Kerapatan
Serat
Sklerenkim
dengan
Kerapatan
6
Bambu
4
Dari hasil penelitian didapatkan
2
0
kerapatan serat sklerenkim bambu
0 .5
0.6
0 .7
0 .8
0 .9
1
1 .1
petung bagian pangkal yang tertinggi
Ke r a p a t an g r /c m ³ ( s e m u a u m u r )
ada pada bambu dewasa dan yang
L in e a r (P an gk a l)
Lin ea r (U ju ng R a m a dh an i (2 00 9 ))
terendah pada bambu muda. Hasil ini
Gambar 11. Grafik Hubungan
sesuai dengan kerapatan rata-rata yang
Kerapatan dengan Kuat Geser Bambu
didapat, dimana kerapatan bambu
Petung
dewasa tertinggi dan bambu muda
terendah. Hubungan Kerapatan serat
Hubunga n Ke ra pa ta n de nga n Kua t Ta rik Ba m bu
sklerenkim dengan kerapatan bambu
300
y = 32 4 .7 9 x - 5 8 .2 2 2
petung ditampilkan pada Gambar 13
R 2 = 0 .3 6 6 2
250
berikut.
y = 21 .1 0 5x - 7 .36 3 1
R2 = 0 .4 4
8
200
y = 1 8 4.4 1 x + 39 .3 53
R2 = 0 .1 6 3
150
Hubunga n Ke ra pa ta n Se ra t skle re nkim de nga n
Ke ra pa ta n Ba m bu Pe tung
100
0.95
y = 58.365x - 24.217
R2 = 0.7581
0.90
50
0
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
1.1
Ke r apatan g r /cm ³ ( s e m u a u m u r )
Linear (Pangkal)
Linear (Ujung Ramadhani (2009))
Gambar 12. Grafik Hubungan
Kerapatan dengan Kuat Tarik Bambu
Petung
Dari Gambar diatas dapat dilihat
bahwa
sifat
mekanika
bambu
meningkat
seiring
dengan
meningkatnya bambu sehingga dapat
disimpulkan
kerapatan
bambu
berbanding lurus dengan kekuatan
bambu. Kesimpulan ini sesuai dengan
teori Soenardi (1976) dalam Wijaya
(2003) yang menyatakan bahwa sifat
mekanika kayu atau bambu merupakan
fungsi dari banyaknya zat kayu yang
terkandung di dalam kayu atau bambu
yang bersangkuatan. Kulber (1980)
dalam Ismail (2009) menyatakan
Kerapatan ( gr/cm³)
Kuat Tarik ( Mpa )
Kuat Geser ( Mpa )
10
0.85
0.80
y = 29.812x - 12.002
R2 = 0.8011
0.75
0.70
0.65
0.60
0.4250
0.4260
0.4270
0.4280
0.4290
0.4300
0.4310
Ke r ap atan Se rat Sk le r e nk im ( m m ²/m m ² )
Linear (Pangkal)
Linear (Ujung, Ramadhani (2009))
Gambar 13. Grafik Hubungan
Kerapatan Serat Sklerenkim dengan
Kerapatan Bambu
Dari Gambar 13 diatas dapat dilihat
peningkatan kerapatan serat sklerenkim
bambu
akan
mengakibatkan
peningkatan kerapatannya, baik pada
bagian pangkal maupun bagian ujung.
Hal ini dikarenakan serat mempunyai
kontribusi 60-70% terhadap berat total
jaringan batang bambu (Liese,1992).
11
Gambar 15. Grafik Hubungan
Kerapatan Serat Sklerenkim dengan
Kuat Geser Bambu
250
Hu b u n g an Ke r ap atan S e r at Sk le r e n k im d e n g an Ku at T ar ik
Bam b u
200
Kuat Tarik ( Mpa )
Hubungan
Kerapatan
Serat
Sklerenkim dengan Sifat Mekanika
Bambu
Sifat anatomi bambu sangat
berpengaruh terhadap sifat fisika dan
mekanika bambu. Ghavami et al (2003)
menyatakan bahwa daerah dengan
kerapatan yang tinggi pada berkas
vaskuler disebut dengan sklerenkim
yang terdiri dari serat mikroselolusa.
Serat inilah yang bertanggungjawab
terhadap kekuatan bambu. Grafik
hubungan kerapatan serat sklerenkim
dengan
sifat
mekanika
bambu
ditampilkan pada Gambar 14 sampai
Gambar 16 berikut.
y = 18291x - 7637.8
R2 = 0.8907
y = 10644x - 4375.4
R2 = 0.7175
150
100
50
0
0.4250
0.4260
0.4270
0.4280
0.4290
0.4300
0.4310
Ke r ap atan Se r at Sk le r e n k im ( m m ² /m m ² )
Linear ( Pangkal)
Linear (Ujung, Ramadhani ( 2009) )
Gambar 16. Grafik Hubungan
Kerapatan Serat Sklerenkim dengan
Kuat Tarik Bambu
Hu b u n g a n Ke r a p a t a n S e r a t S k le r e n k im d e n g a n Ku a t T e k a n
Dari grafik diatas dapat dilihat
Ba m b u
bahwa sifat mekanika bambu akan
70
y = 4 3 1 4 .1 x - 1 7 9 9 .4
60
meningkat
dengan
meningkatnya
R = 0 .7 8 2 4
50
kerapatan serat sklerenkim sehingga
40
dapat disimpulkan bahwa kerapatan
y = 2 6 0 4 x - 1 0 7 1 .3
30
serat
sklerenkim
mempengaruhi
R = 0 .9 5 0 5
20
kekuatan bambu. Serat sklerenkim
10
merupakan serat mikroselulosa yang
0
mempunyai kekuatan lebih tinggi
0 .4 2 5 0 0 .4 2 6 0 0 .4 2 7 0 0 .4 2 8 0 0 .4 2 9 0 0 .4 3 0 0 0.4 3 1 0
dibandingkan
jaringan
ligninnya.
Ke r a p a t a n S e r a t S k le r e n k im (m m ² /m m ²)
Tommy Y.Lo (2008) menyatakan
L ine a r ( Pa n g ka l)
L in e a r ( Ujun g , Ra ma d h a n i ( 2 0 0 9 ))
kerapatan serat sklerenkim merupakan
Gambar 14. Grafik Hubungan
salah satu faktor yang mempengaruhi
Kerapatan Serat Sklerenkim dengan
kuat tekan bambu.
Kuat Tekan Bambu
Kuat Tekan ( Mpa )
2
2
Hu b u n g a n Ke r a p a t a n Se r a t S k le r e n k im d e n g a n Ku a t G e s e r
Ba m b u
KESIMPULAN DAN SARAN
12
Kesimpulan
Dari hasil pengujian sifat fisika dan
y = 1 1 8 0 x - 4 9 7 .1 1
8
mekanika bambu petung bagian
R = 0 .9 9 8 1
6
pangkal yang berumur muda, dewasa
dan tua, maka dapat diambil beberapa
4
kesimpulan sebagai berikut:
2
1. Kadar air rata-rata untuk bambu
0
muda, dewasa dan tua pada saat
0 .4 2 5 0 0 .4 2 6 0 0 .4 2 7 0 0 .4 2 8 0 0 .4 2 9 0 0 .4 3 0 0 0 .4 3 1 0
Ke r a p a ta n S e r a t S k le r e n k im ( m m ² /m m ² )
pengujian kuat tekan sebesar 12,61
L in e a r ( Pa n g ka l)
L in e a r ( Uju n g , Ra ma d h a n i (2 0 0 9 ))
%, 12,79 % dan 12,51 %. Pada saat
pengujian kuat geser sebesar 11,42
Kuat Geser ( Mpa )
10
y = 9 0 7 .1 9 x - 3 7 9 .4 3
R2 = 0 .9 7 5 6
2
12
%, 12,06 % dan 11,36 %. Pada saat
pengujian kuat tarik sebesar 10,28
%, 11,85 % dan 11,22 %. Analisis
variansi menunjukkan bahwa kadar
air bambu muda, dewasa dan tua
saat pengujian sifat mekanika tidak
beda signifikan.
2. Kerapatan rata-rata bambu petung
bagian pangkal yang tertinggi pada
bambu dewasa dan terendah pada
bambu muda. Kerapatan bambu
muda sebesar 0,695 gr/cm³, bambu
dewasa sebesar 0,809 gr/cm³ dan
bambu tua sebesar 0,742 gr/cm³.
Perbedaan
kerapatan
bambu
tersebut menunjukkan ada proses
pematangan sel batang bambu
dengan bertambahnya umur dan
akan menurun pada umur tertentu
karena
terjadi
penurunan
kandungan zat selulosa. Kerapatan
bambu petung bagian pangkal akan
meningkat dari bambu muda ke
bambu dewasa dan akan menurun
pada bambu tua.
3. Kerapatan serat sklerenkim bambu
petung bagian pangkal tidak beda
signifikan antara bambu muda,
bambu dewasa dan bambu tua.
Kerapatan serat sklerenkim bambu
muda sebesar 0,4257 mm²/mm²,
bambu dewasa 0,4290 mm²/mm²
dan bambu tua 0,4284 mm²/mm².
Perbedaan
kerapatan
serat
sklerenkim yang tidak beda
signifikan mungkin karenakan
umur bambu muda telah mencapai
1 – 2 tahun. Secara umum,
kerapatan serat sklerenkim pada
bambu dewasa tertinggi dan
kerapatan serat sklerenkim pada
bambu muda terendah.
4. Kuat tekan rata-rata bambu petung
bagian pangkal yang tertinggi pada
bambu dewasa dan terendah pada
bambu muda. Kuat tekan bambu
muda sebesar 37,52 Mpa, bambu
dewasa sebesar 46,59 Mpa dan
bambu tua sebesar 43,13 Mpa. Kuat
tekan bambu dewasa dan bambu
tua tidak beda signifikan. Tegangan
batas proporsi kuat tekan bambu
muda sebesar 33,10 Mpa, bambu
dewasa sebesar 42,33 Mpa dan
bambu tua sebesar 38,40 Mpa.
Bambu dewasa memiliki modulus
elastisitas tekan tertinggi dengan
4719,13 Mpa dan bambu muda
terendah dengan 3773,15 Mpa,
sedangkan modulus elastisitas
bambu tua sebesar 3783,93 Mpa.
Bambu dewasa memiliki kuat
tekan, tegangan batas proporsi dan
modulus elastisitas tekan yang
paling tinggi. Hal ini dikarenakan
kerapatan dan kerapatan serat
sklerenkim bambu dewasa juga
paling tinggi dan menunjukkan
adanya proses pematangan seiring
dengan bertambahnya umur. Kuat
tekan sejajar serat akan meningkat
dari bambu muda ke bambu dewasa
dan menurun pada bambu tua.
5. Kuat geser rata-rata bambu petung
bagian pangkal yang tertinggi pada
bambu dewasa dan terendah pada
bambu muda. Kuat geser bambu
muda sebesar 6,86 Mpa, bambu
dewasa sebesar 9,94 Mpa dan
bambu tua sebesar 8,95 Mpa.. Kuat
geser bambu dewasa dan bambu tua
tidak beda signifikan. Bambu
dewasa memiliki kuat geser
tertinggi karena kerapatan bambu
tersebut juga tertinggi. Kuat geser
sejajar serat akan meningkat dari
bambu muda ke bambu dewasa dan
menurun pada bambu tua.
6. Kuat tarik rata-rata bambu petung
bagian pangkal yang tertinggi pada
bambu dewasa dan terendah pada
bambu muda. Kuat tarik bambu
13
muda sebesar 151,54 Mpa, bambu
dewasa sebesar 217,89 Mpa dan
bambu tua sebesar 186,09 Mpa.
Umur bambu berpengaruh terhadap
kuat tarik bambu. Kuat tarik bambu
petung bagian pangkal akan
meningkat dari umur muda ke umur
dewasa dan menurun pada umur
tua.
7. Kerapatan bambu berpengaruh
terhadap sifat mekanika bambu.
Semakin tinggi kerapatan bambu,
maka kekuatan bambu juga akan
meningkat karena batang bambu
akan lebih keras. Kerapatan
merupatan sifat fisika yang dapat
membedakan kekuatan bambu.
8. Serat sklerenkim merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi
kekuatan bambu. Bambu dengan
kandungan serat sklerenkim yang
tinggi
cenderung
memiliki
kekuatan yang tinggi pula. Serat
sklerenkim tersebut jaringan yang
bertanggungjawab
terhadap
kekuatan bambu.
9. Hasil pengujian sifat fisika dan
mekanika bambu petung pada
bagian
pangkal
menunjukkan
bahwa sifat fisika dan mekanika
bambu dipengaruhi oleh umur
bambu. Bambu dewasa memiliki
sifat fisika dan mekanika yang
tertinggi dan lebih stabil diantara
kelompok umut tersebut sehingga
dapat dijadikan acuan terhadap
pemilihan umur bambu yang akan
digunakan
untuk
komponen
struktur.
10. Bambu muda memiliki kekutan
yang
lebih
rendah
jika
dibandingkan bambu dewasa dan
tua. Dari klasifikasi, bambu muda
masuk kayu kelas kuat II dan III.
Kayu yang masuk dalam kelas kayu
ini masih banyak digunakan
sebagai
komponen
struktur.
Walaupun bambu muda aman bila
digunakan
sebagai
komponen
strukuktur bangunan, sebaiknya
pemanfaatan bambu menggunakan
bambu yang telah berumur dewasa.
Hal ini untuk menjaga kelestarian
tanaman
bambu
tersebut,
disamping bambu dewasa memiliki
kekuatan yang paling baik.
Saran
Beberapa saran dibawah ini kiranya
dapat bagi penelitian selanjutnya.
1. Perlu mengetahui umur bambu
yang
sebenarnya
sehingga
perbedaan sifat fisika dan mekanika
bambu dapat diketahui secara pasti.
Selama ini umur bambu hanya
ditentukan melaui ciri-ciri visual
batang bambu dan juga informasi
dari warga sekitar.
2. Perlu penelitian mengenai pengaruh
umur terhadap sifat fisika dan
mekanika dengan menggunakan
umur bambu yang lebih detail
(jarak umur yang tidak terlalu jauh)
sehinga umur optimum bambu
dapat diketahui secara pasti.
3. Perlu pengujian sifat kimia,
anatomi (panjang serat, diameter
serat dan ketebalan dinding sel) dan
mekanika (kuat lentur) bambu
sehingga
data-data
mengenai
karakteristik bambu dapat lebih
lengkap.
4. Untuk menjaga kelestarian tanaman
bambu sebaiknya pemanfaatan
bambu meggunakan bambu yang
telah berumur dewasa walaupun
bambu muda masih aman jika
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ghavami, K et al. 2003. Multyscale
Study of Bamboo Phyllostachys
14
edulis. Department of Civil
Engineering,
Pontificia
Universidade Catolica do Rrio de
Janerio.
Gritsch et al, 2004. Development
Changes in Cell Wall Structure
of Phloem Fibre of the Bamboo
Dendrocalamus asper. Annals of
Botany 94: 497-505.
Hidayati, Dyah Yoga. 2008. Pengaruh
Pengawetan
dengan
CCB4
konsentrasi 5% , 10 % , 15 %
terhadap Kekuatan Tarik, Lentur,
Geser dan Kadar Air Bambu
Legi. Tugas Akhir pada Jurusan
Teknik Sipil dan Lingkungan
UGM.
Ismail, Irwan. 2009. Sifat Pangawet
Air laut pada Bambu Ampel
Menggunakan
Metode
Buucherie-Morisco.
Tesis
Magister
Teknik
Bahan
Bangunan Jurusan Teknik Sipil
dan Lingkungan UGM.
ISO / TR 22157 –1 “Bamboo Determination of physical and
mechanical properties – Part 1 :
Requirements” 2004 .
ISO / TR 22157 –2 “Bamboo Determination of physical and
mechanical properties – Part 1 :
Laboratory Manual” 2004 .
Liese, W. 1992. The Structure of
Bamboo in Relation To Its
Properties
and
Utilization.
International Symposium on
Industrial Use of Bamboo,
Beijing, China.
Morisco. 1999. Rekayasa Bambu.
Nafiri Offset . Yogyakarta.
Morisco. 2008. Teknologi Bambu.
Diktat kuliah Magister Teknik
Bahan Bangunan Jurusan Teknik
Sipil dan Lingkungan UGM.
Pambudi, Ajar. 2003. Pengaruh
Pengawetan Bambu dengan
Minyak
Solar
terhadap
Karakteristik Bambu (studi kasus
perendaman
dingin
dengan
minyak solar pada jenis bambu
petung). Tugas Akhir pada
Jurusan Teknik Sipil dan
Lingkungan UGM.
Prawirohatmodjo dan Sulthoni,
1988. Bamboo Preservation
Project Phase II (Indonesia)
Final Report (Vol I : Properties
of
Bamboo)
.
Fakultas
Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Prayitno. 2008. Teknologi Kayu.
Diktat Kuliah Magister Teknik
Bahan Bangunan Jurusan Teknik
Sipil dan Lingkungan UGM.
Tommy Y.Lo et al. 2008. Strength
Analysis
of
Bamboo
by
Microscopic Investigation of
Bamboo Fibre. Construction and
Building Materials 22:1532-1535.
Wijaya, Florentinus Rendriarta.
2003. Pengaruh Pengawetan
dengan Metode Perendaman
dalam Larutan Prusi terhadap
Karakteristik Bambu Ampel
(Bambusa vulgaris Schrad ).
Tugas Akhir pada Jurusan
Teknik Sipil dan Lingkungan
UGM.
15
Download