Pelesetan Nasionalisme

advertisement
Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>
Pelesetan
Nasionalisme
ARIEL HERYANTO
~
ENAPA pembentukan Ikatan Cendekiawan Kebangsaan
mereka yang menikmati sejumlah hak istimewa dalam masyaIndonesia (ICKI) disambut debat meriah? Jawabnya tak rakat. Status itu tetap berlaku selama masyarakat mengakuinya.
tersembunyi di dalam atau belakang ICKI itu sendiri. Status ini didapat dengan siasat yang paradoksikal. Ia didapat
posisi
dekat
dengan
kekuasaan
Tapi dalam gejolak masyarakat Orde Baru akhir-akhir ini. Tam- karen a
pilnya isu ICKI cuma menyulut gairah dan gelisah yang sudah (negaralpartai/agamalperusahaan) tanpa melebur dalam kekulama bertumpuk dan bersimpang-siur, akibat terpelesetnya ke- asaan itu. Bahkan mereka menyangkal bersekutu dengan kekuasaan apa pun. Mereka tampil kritis, mandiri, dan seakancendekiawanan dan kebangsaan.
Ada yang mempersoalkan pembentukan ikatan untuk cen- akan tak punya parnrih. Para tokoh aktivis yang paling" vokal"
dekiawan. Menurut pengamatan ini, cendekiawan adalah kaum biasanya bukan mereka yang paling menderita secara lahir mauyang bebas dan mandiri dari ikatan apa pun. Apalagi ikatan pun batin.
Orang yang dianggap cendekia mendapat julukan cendekiyang formal kenegaraan. Ada yang keberatan, cemas, atau curiga dengan penggunaan istilah "kebangsaan" pada ICKI. Di- awan. Tapi orang yang memperjuangkan kebangsaan tak disebut
pertanyakan: apa benar istilah itu akan mengurangi sektaria- bangsawan. Karena bangsawan punya arti lain') Tapi lihat: para
nisme? Apa mungkin ICKI mewakili kebangsaan rakyat In- cendekiawan adalah pemeran utama dalam drama bangkitnya
donesia? Bagaimana bila yang terjadi misrepresentasi, bukan nasionalisme yang merebut kekuasaan bangsawan di Eropa dan
representasi? Atau reduksi kebangsaan untuk melayani sekta- jajahan Eropa. Cendekiawan adalah bangsawan baru yang
mengkudeta bangsawan lama.
rian baru dalam menandingi sektarian yang lain?
Sosok dan sepak terjang kebangsaan atau naMereka yang punya koneksi istimewa dengan
sionalisme di masa Orde Baru ini telah berakropuncak-puncak politik negara ini bisa menjawab
batik. Dalam proses bangkitnya na~ionalisme,
pertanyaan itu dengan mengintip siapa di balik
hak-hak asasi manusia secara individual maupun
ICKI, mau berbuat apa, dan mengapa. Informasi
golongan merupakan unsur-unsur yang tak teritu sering dijual sebagai komoditi mewah. Seapisahkan. Juga internasionalisme. Tapi kini kekan-akan makna ICKI atau dinamika politik nebangsaan Indonesia sering dipertentangkan dengara berpusat di segelintir elite negeri ini.
Kita-kita yang jauh dari panggung politik hagan kemerdekaan sipil, hak-hak asasi individual,
nya bisa menonton dari jauh pula. Tapi publik
dan internasionalisme. Seakan-akan yang satu
dapat dipisahkan dari lainnya.
tak kalah penting bagi kisah politik dengan lakon
Kemerdekaan sipil dan hak-hak asasi diangapa pun. Kepada publiklah para aktor dan jalgap berbau liberalisme/individualisme. Ditampik
annya pertunjukan ditampilkan di panggung.
semata-mata karena dianggap datang dari Barat.
Terlepas dari apa yang mereka siapkan di balik
Maka, tak cocok bagi jati diri bangsa. Padahal,
panggung.
tanpa liberalisme dan kolonialisme Barat, tak
Kepada publik pulalah, kita-kita ini, ICKI
akan ada nasionalisme Indonesia. Apalagi jati
memproklamasikan diri dan diperdebatkan. Bila ~
diri Indonesia. Jati diri Indonesia adalah kondi panggung politik dikibarkan bendera "cen- fij
struksi wac ana romantik dari ilmu-ilmu sosial
dekiawan" atau "kebangsaan", yang melakukan itu tentunya punya perhitungan dan dugaan apa sikap kha- Eropa abad ke-19.
Kini di Indonesia sejarah nasionalisme dikisahkan seakanlayak luas. Istilah, nama, dan bahasa dalam ruang publik adalah
kekuatan mobilisasi massa. Mirip iklan, sirene, atau busana. akan hanyalah sejarah negatif, yakni melawan kolonialisme.
Dan kolonialisme itu sendiri diartikan melulu kekuatan asing.
Lihatlah kekuatan sosial baju safari, jins, atau jilbab.
Masalah ICKI memang bukan sekadar soal nama. Soal ini Padahal nasionalisme juga merupakan proyek yang positif.
tak usah menggusur perhatian kita dari soal siapa di balik ICKI Yakni membangkitkan yang tertindas: kemerdekaan berbicara.
dan ada target apa di depan ICKI. Tapi keliru jika soal nama, berserikat, hidup layak dan bermartabat. Sejak awal hingga
istilah, itu dipisahkan dari persoalan tokoh, kelompok, dan ke- akhimya, kolonialisme adalah kolusi kaum pribumi dan asing.
pentingan mereka. Atau dianggap tak sepenting daripada yang Dari priayi hingga kuli.
Tanpa internasionalisme, nasionalisme menjadi chauvinism.
belakangan ini.
Kita belum banyak tahu sosok ICKI. Bisajadi ia tak sehebat Yakni nasionalisme sempit yang hanya membela bangsa sendiri
perdebatan tentangnya hari ini. Namun, yang kita tahu, ICKI dan bukan kedaulatan semua bangsa di dunia. Menganggap namembuka cakrawala kontroversi karena "cendekiawan" dan sionalisme bangsa lain sebagai ancaman, separatisme. ekstrem
"kebangsaan" punya bobot makna yang tak sembarangan da- . kirilkanan merupakan pelecehan nasionalisme versi UUD 1945.
Sejak Indonesia berhasil bangkit gagah, berbagai pihak
lam masyarakat ini. Sosok masyarakat kita yang memanjakan,
jika bukan memuliakan, cendekiawan dan kebangsaan inilah memperebutkan rumusan identitasnya dan berlomba menjadi
yang lebih penting disimak. Kok begitu, ya? Apa implikasinya? wakilnya. Kontroversi ICKI membantu kita membongkar soal
yang lebih fundamental ketimbang ICKI-nya sendiri. Ada peDengan atau tanpa hadimya ICKI.
Istilah "cendekiawan" pada hakikatnya adalah gelar yang lesetan demokratisasi dan pelecehan hak-hak asasi yang terlalu
dibikin dan dipakai sendiri oleh kelompok yang sarna. Yakni lama dibungkam.
88
TEMPO, 21 MEl 1994
Download