2 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Industri Perikanan di Indonesia Potensi perikanan Indonesia yang besar dapat dijadikan peluang dalam membangun industri pengolahan hasil perikanan. Agar dapat memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi, maka berbagai upaya telah dilakukan diantaranya melalui pengolahan ikan asin, ikan kering, ikan pindang, ikan asap dan terasi, dengan berbagai jenis komoditas yang diolah seperti udang, tuna/skipjack, kakap merah, teri dan rajungan. Menurut Eliza (2005), untuk dapat mengembangkan industri pengolahan perikanan, diperlukan cara pandang, sikap masyarakat dan pemerintah mengenai dunia perikanan sebagai berikut : 1) Menjadikan perikanan sebagai salah satu mata pencaharian andalan dimasa depan serta memposisikan nelayan tidak lagi identik dengan kemiskinan. 2) Mengembangkan industri pengolahan yang bertujuan tidak sekedar mencari keuntungan namun juga memperhatikan faktor efisiensi, berorientasi pada kebutuhan pasar dan pengelolaan yang profesional. 3) Membangun fasilitas produksi, prasarana perikanan, sarana dan prasarana yang dapat menunjang proses produksi dan pemasarannya. 4) Meningkatkan kemampuan armada dan alat tangkap nelayan agar mampu menjangkau fishing ground yang lebih jauh sehingga kegiatan penangkapan tidak lagi dipengaruhi oleh musim. 7 2.2 Industri Perikanan di Tuban Otonomi daerah (Otda) merupakan paradigma baru didalam pengelolaan pemerintahan, karena mempengaruhi secara langsung bentuk-bentuk pengelolaan dan pemanfatan berbagai sumber daya termasuk kelautan, yaitu dengan menggeser kewenangan pengelolaan wilayah laut dari pemerintah pusat ke daerah. Pergeseran ini diharapkan dapat membawa berbagai keuntungan dalam pembangunan kelautan yang efisien, adil dan berkelanjutan. Dengan adanya pemberian wewenang kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya kelautan pada batas-batas yang telah ditetapkan oleh undang-undang, maka sangat diharapkan bahwa manfaat sumber daya kelautan itu harus dapat dirasakan oleh masyarakat setempat (Dahuri, 2006). Seiring dengan adanya otonomi daerah tersebut, maka Kabupaten Tuban sebagai salah satu sentra perikanan di Jawa Timur telah melakukan berbagai upaya pembenahan dalam mengoptimalkan industri perikanan. Sebagai gambaran kondisi industri perikanan di Kabupaten Tuban digambarkan pada Tabel 3 dan 4 di bawah ini. Tabel 3. no Data produksi perikanan tangkap dan budidaya di Kabupaten Tuban tahun 2003 dan 2004 Cabang Usaha 1 Penangkapan ikan -Laut -Perairan umum 2 Budidaya ikan -Tambak -Sawah tambak -Kolam Karamba jaring apung Produksi (ton) 2003 2004 11.275,2 11.266,1 9.384,4 9.337,5 1.890,8 1.928,6 3.751,7 716,8 2.930,1 104,8 15.026,9 4.121,4 738,3 3.260,8 106,9 15,4 15.387,5 Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Tuban (2005) 8 Peningkatan (%) -0,1 -0,5 2,0 9,9 3,0 11,3 2,0 0,0 2,4 Tabel 4. Data nilai produksi perikanan tangkap dan budidaya di Kabupaten Tuban tahun 2003 dan 2004 no Cabang Usaha 1 Penangkapan ikan -Laut -Perairan umum 2 Budidaya ikan -Tambak -Sawah tambak -Kolam -Karamba jaring Nilai Produksi (dalam ribuan) 2003 2004 41.256.117,7 42.104.647,0 36.574.581,2 37.306.072,0 4.681.536,5 4.798.575,0 36.452.525,5 19.599.123,0 16.269.285,0 584.117,5 77.708.643,2 37.734.354,0 19.991.105,0 17.062.749,0 595.800,0 84.700,0 79.839.001,0 Peningkatan (%) 2,1 2,0 2,5 3,5 2,0 4,9 2,0 2,7 Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Tuban (2005) Dari data-data tersebut di atas, terlihat bahwa kondisi perikanan di Kabupaten Tuban dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 menunjukkan peningkatan produksi sebesar 2,4%, dengan total pendapatan pada tahun 2004 mencapai Rp. 79,839.001 milyar. Namun hasil tersebut ternyata belum mampu meningkatkan pendapatan per kapita nelayan Tuban yang hanya mencapai Rp. 1,639,940 (Anonim, 2006). Oleh karena itu perlu dilakukan langkah cerdas untuk dapat memberdayakan dan mengembangkan industri perikanan di Kabupaten Tuban sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Peningkatan intensitas home industry untuk daerah pesisir pantai Tuban adalah merupakan solusi yang tepat karena upaya tersebut dapat menampung dan mewadahi kebutuhan, perkembangan dan peningkatan industri perikanan tangkap. Disamping itu juga untuk mendukung kebutuhan industri pertambakan ikan dan udang intensif, serta industri pengolahan kerupuk ikan, kerupuk udang serta industri tepung ikan ( Anonim, 2003). 9 Industri kerupuk ikan juga merupaka n salah satu industri perikanan yang cukup potensial, karena memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi. Bahan baku utama dari industri kerupuk ikan adalah ikan. Mengingat sifat bahan baku ikan yang mudah rusak, maka perlu dilakukan penanganan khusus dengan sentuhan teknologi terutama pada saat pasca panen agar ikan tersebut tetap segar dan tidak berkurang kadar proteinnya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku yang memiliki kualitas tinggi untuk pembuatan kerupuk ikan (Subry, 2005). 2.3 Kualitas Produksi dan Pengaruhnya Terhadap Pemasaran Kualitas produk sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen manusia, material/bahan baku, mesin/peralatan dan sistem manajemen produksi yang digunakan (Wignyosoebroto, 2003). Sedangkan kualitas produksi tidak hanya ditentukan oleh kualitas produk saja tetapi juga beberapa hal lain. Ariani (2004) menjelaskan bahwa kualitas haruslah mencakup kualitas produk, orang atau tenaga kerja, proses produksi dan lingkungan. Dengan demikian apabila kita akan mengkaji masalah kualitas maka haruslah mencakup ke empat hal di atas. Hal ini juga sesuai dengan kriteria pada ISO 8402 dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurut Denim dalam Ariani (2004), kualitas merupakan proses perbaikan yang terus menerus (continous improvement p rocess). Perbaikan kualitas merupakan tanggung jawab personal manajemen dan tenaga kerja, melibatkan perbaikan proses produksi dan manajemen lingkungan, memerlukan komitmen dan perilaku sosial serta dukungan pemerintah. Kualitas merupakan bagian dari fungsi usaha (pemasaran, sumber daya manusia dan keuangan) (Ariani, 2004). Dalam fungsi usaha pemasaran merupakan ujung tombak perbaikan ekonomi masyarakat, kualitas merupakan bagian yang 10 sangat penting. seseorang Lebih lanjut Stooner (1971) mengemukakan bahwa kinerja adalah merupakan fungsi dari beberapa faktor yaitu: motivasi, kemampuan/ kecakapan, dan persepsinya atas peran yang harus dilakukan. Dalam hal home industry ikan produktivitas juga ditentukan oleh lingkungan, perilaku sosial, produksi dan tenaga kerja. 2.4 Pemasaran dan Strategi Generik Menurut Porter (1980), untuk meningkatkan pendapatan menggunakan metode 4P yaitu product, price, place dan promotion. dengan Dalam hal kaitannya dengan produksi nelayan Tuban, teori 4P perlu digunakan untuk menganalisis pemasaran dalam meningkatkan pendapatan nelayan. Jika perusahaan menjalankan bisnis, maka prinsip dasar untuk mencapai keuntungan yang tinggi adalah membeli dengan harga rendah dan menjualnya dengan harga tinggi. keuntungan dapat Seperti dilukiskan pada Gambar 1, bahwa semakin tinggi dicapai dengan menekan biaya serendah mungkin dan meningkatkan harga setinggi-tingginya. Prinsip inilah yang dipakai oleh semua bisnis pada era sebelum tahun ’80-an. Professor terkenal Michael Porter tidak setuju akan prinsip tersebut di atas. Porter berpendapat jika suatu perusahaan ingin berkembang dalam tingkat persaingan yang semakin ketat, ia harus memilih untuk mengerjakan salah satu saja prinsip di atas, harga yang tinggi atau biaya yang rendah, dan bukan mengerjakan kedua-duanya. 11 KEUNGGULAN STRATEGIK Keunikan yang dilihat pelanggan DIFERENSIASI Industri luas TARGET STRATEGIK KEUNGGULAN BIAYA FOKUS Hanya segmen pasar tertentu Gambar 1. Posisi biaya rendah Strategi generik Porter Menurut Porter (1980), strategi bisnis perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori perspektif strategi generik, yaitu: cost leadership, differentiation, and focus. Berikut akan dijelaskan ketiga strategi tersebut : 1) Differentiation (diferensiasi) Perusahaan yang menggunakan strategi ini akan menekankan pada usaha menghasilkan produk atau jasa dengan karakteristik tertentu yang unik dan eksklusif bagi konsumen. Strategi ini dapat berhasil jika manajemen mampu memenuhi persyaratan organisatoris, sumber daya manusia dan sumber dana yang diperlukan agar perusahaan benar-benar mampu menghasilkan produk yang bermutu dan memiliki keunikan. 2) Cost leadership (keunggulan biaya) Dalam strategi keunggulan biaya, perusahaan berusaha menawarkan barang yang dijual dengan harga yang lebih rendah dibanding barang sejenis yang berada dalam satu kelompok industri. Perusahaan yang menerapkan strategi ini akan menekankan tingkat efisien yang tinggi. Selain itu, untuk menerapkan 12 strategi keunggulan biaya, perusahaan dituntut dapat menguasai pasar yang relatif besar dan memiliki keunggulan dalam hal efisien biaya. 2). Focus (fokus) Strategi ini menekankan pada usaha memenuhi segmen tertentu. Keunggulan bersaing perusahaan dalam melayani segmen yang khusus (ceruk pasar) dapat dilakukan dengan menjual barang dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaingnya atau membuat produk yang benar-benar berbeda dengan produk lain yang ditawarkan pada produk lain yang ditawarkan pada segmen tersebut. Dari tiga kategori strategi menurut Porter tersebut, dalam perkembangannya pada beberapa penelitian, dikelompokkan menjadi dua seperti yang dilakukan Pelham dan Wilson (1996) dan Pelham (2000) dalam Wignyosoebroto (2003), yaitu kecenderungan strategi ke arah keunggulan biaya dan diferensiasi kualitas. Di sisi lain, menurut Irawan (2003) strategi pemasaran dapat dipusatkan pada pemahaman konsumen tentang kualitas bahan baku dan keunggulan proses produksi yang menggunakan peralatan yang bermutu, sumber daya manusia yang unggul dan proses yang terbaik. Dengan demikian, untuk menghasilkan margin keuntungan yang tinggi diperlukan dua tahapan yaitu pertama, tahapan ke arah keunggulan biaya dan diferensiasi kualitas serta yang kedua tahapan strategi pemasaran yang menekankan kepada pemahaman konsumen tentang kualitas bahan baku dan keunggulan proses produksinya. 13 2.5 Home Industry Pembuatan Kerupuk Ikan 2.5.1 Peralatan Untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan intensitas home industry menjadi industri pedesaan diperlukan berbagai peralatan untuk mendukung setiap tahapan pembuatan kerupuk ikan. Proses produksi kerupuk ikan pada dasarnya meliputi sekurang-kurangnya ada enam kegiatan, yaitu mulai dari persiapan bahan baku, pembuatan adonan dan pencetakan, pengukusan, pemotongan, penjemuran dan pengemasan (Afrianto dan Liviawaty, 1989 dan Suryani, et al. 2005). Peralatan yang dibutuhkan berupa alat pembuatan adonan, alat untuk mengukus atau merebus adonan (panci besar) dan alat pemasak (kompor). Peralatan lain yang diperlukan juga yaitu alat pemotong adonan kerupuk, peralatan penjemuran serta alat pengepakan. Peralatan home industry yang paling sederhana pada proses pembuatan kerupuk ikan terlihat pada Gambar 2 berikut : 14 Gambar 2. Alat sederhana pencetak, pengukus, pemotong dan pengemas kerupuk ikan. Hubungan antara peralatan dan proses industri bahwa peralatan akan mendorong percepatan proses dan peningkatan hasil industri. Peralatan tradisional dengan tenaga manusia akan menghasilkan output yang sedikit jumlahnya dibandingkan dengan peralatan mesin. 15 2.5.2 Proses Produksi Kerupuk Ikan Pembuatan kerupuk ikan secara tradisional dilaksanakan dengan beberapa tahapan yaitu penyiapan bahan, pembuatan adonan, pengukusan/perebusan, pemotongan, pengeringan dan pengepakan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). 1) Penyiapan bahan dilakukan dengan menentukan dua bahan baku utama, yaitu ikan dan tepung. Pemilihan ikan dilakukan dengan memilih jenis ikan yang cocok serta memiliki kualitas baik. Jenis ikan yang digunakan antara lain ikan tepak, ikan wadungan atau ikan dodok. Sedangkan tepung yang digunakan adalah tepung tapioka dan tepung terigu. 2) Langkah selanjutnya setelah bahan-bahan disiapkan maka dilakukan pembuatan adonan. Ikan yang telah disiapkan direbus dan selanjutnya ikan yang telah direbus tersebut dipisahkan dari tulangnya. Kemudian dicampur dengan tepung untuk dibuat menjadi adonan yang si ap untuk dicetak menjadi bulatan atau lonjong. 3) Proses selanjutnya adonan tersebut direbus/dikukus selama kurang lebih 2 jam, kemudian ditiriskan dan didinginkan. 4) Pemotongan dilakukan secara cermat agar memperoleh hasil dengan lebar/ tebal pemotongan yang sama. 5) Kemudian dilakukan pengeringan dengan menjemur di bawah sinar matahari pada tempat yang telah disiapkan. Pengeringan harus dilakukan sampai kering benar, biasanya sekitar tiga hari berturut-turut. Sebab jika tidak sampai kering benar akan berjamur . 6) Proses terakhir adalah pengepakan yang sederhana dan kemudian siap dipasarkan. 16 dilakukan dengan peralatan Dalam pembuatan kerupuk ikan ini tenaga kerja yang dibutuhkan tidak memerlukan skill yang tinggi. Hal ini terjadi karena alat produksi yang sederhana tidak membutuhkan tenaga kerja dengan pendidikan yang tinggi. 2.5.3 Tenaga Kerja Dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kelangsungan hidup, masyarakat nelayan menuntut individu-individu yang ada dalam rumah tangga mereka untuk berusaha maksimal dan bekerjasama. Oleh karena itu masyarakat nelayan tradisional melakukan upaya diversifikasi usaha di luar penangkapan ikan tetapi masih terkait dengan kegiatan perikanan dan melibatkan seluruh anggota keluarga. Diversifikasi usaha yang merupakan usaha sambilan itu diantaranya kegiatan home industry pengolahan hasil perikanan, pemasaran ikan eceran dan hasil home industry. Namun, usaha tersebut bersifat sangat tradisional dan hanya sebagai usaha sampingan dengan tenaga kerja dari seluruh anggota keluarga yang tidak memiliki kemampuan ketrampilan teknis, peralatan dan manajemen yang baik (Kusnadi, 2002). Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian Kusnadi di atas, tampak bahwa home industry perikanan khususnya home industry kerupuk ikan yang merupakan salah satu bentuk diversifikasi usaha menggunakan tenaga kerja utama yaitu anggota keluarga sendiri. Disamping itu tenaga kerjanya tidak memiliki kemampuan teknis dan manajemen yang baik. Padahal menurut Heidjrahman dan Husnan (2002) salah satu syarat agar suatu usaha memberikan hasil produksi yang baik adalah tenaga kerja yang memiliki mutu yang baik. Sedangkan jika merujuk ke pendapat Stooner (1971) di atas yaitu kinerja seseorang adalah merupakan fungsi dari motivasi, kemampuan/kecakapan, dan 17 persepsinya atas peran yang harus dilakukan maka tenaga kerja pada home industry perikanan nampaknya tidak memenuhi salah satu variabel yaitu kemampuan/kecakapan. 2.5.4 Perilaku Sosial Masyarakat Dilihat dari perspektif antropologis, masyarakat nelayan berbeda dengan masyarakat lain, seperti masyarakat petani, perkotaan, atau masyarakat di dataran tinggi. Hal ini didasarkan pada realitas sosial bahwa masyarakat nelayan memiliki pola-pola kebudayaan yang berbeda sebagai hasil interaksi dengan lingkungan beserta sumber daya yang ada di dalamnya. yang tercermin pada perilaku sosialnya Pola kebudayaan masyarakat nelayan sangat dipengaruhi oleh pranata penangkapan ikan dan pemasarannya. Pranata ini sangat membelenggu masyarakat nelayan lapisan bawah yang terdiri dari para buruh nelayan tanpa kepemilikan kapal, sehingga mereka seakan pasrah dalam ketidakmampuan sosial ekonomi dan menjalani saja kehidupannya (Kusnadi, 2003). Perilaku nelayan yang seakan pasrah dalam ketidakmampuan sosial ekonomi di atas, membuat mereka terjebak dalam kehidupan rutinitas mereka sebagai nelayan dengan sedikit tambahan penghasilan dari pekerjaan sampingan yang terkait dengan kegiatan home industry perikanan tanpa ada upaya perbaikan dan peningkatan usahanya. Padahal menurut Pelham dan Wilson (1996:11) dan Pelham (2000) dalam Wignyosoebroto (2003) diperlukan strategi ke arah keunggulan biaya differensiasi kualitas untuk dapat menghasilkan nilai tambah dari produksi. 18 dan 2.6 Hubungan Kebijakan Pemerintah dengan Home Industry Perikanan Kemiskinan yang melanda kehidupan komunitas desa pantai pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sangat kompleks. Dalam hal kebijakan pemerintah terhadap home industry perikanan, hal paling mendasar yang perlu mendapat perhatian adalah, bahwa berbagai upaya penanggulangan kemiskinan yang telah banyak dilakukan oleh pemerintah ternyata hanya memusatkan perhatian pada peningkatan kuantitas produksi atau hasil sesaat dari pada kebutuhan investasi bagi masa depan. Paket-paket program pengentasan kemiskinan di Indonesia memang masih berorientasi hanya pada kepentingan jangka pendek dan tidak memperhatikan kepentingan jangka panjang serta kontinuitas program. Program-program tersebut harusnya dapat memberikan pembelajaran bagi masyarakat nelayan agar menjadi mandiri dan kuat secara sosial ekonomi, sehingga mereka mampu untuk meningkatkan daya saing serta senantiasa mampu berupaya meningkatkan produktivitas dan diversifikasi usahanya ( Anonim, 2003). Dari masukan di atas dapat diartikan bahwa selama ini kebijakan pemerintah belum mendukung home industry perikanan, utamanya untuk pengentasan kemiskinan. Menurut Nugroho dan Kismartini (2005 ) dalam menyusun kebijakan publik hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut: akuntabilitas, transparansi, fairness atau keadilan, dan responsiveness atau ketanggapan. Menurut Dahuri (2006) pembangunan kelautan harusnya diarahkan untuk meraih tujuan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumber daya kelautan. Pada Era Otonomi Daerah saat ini sebenarnya telah memberikan ruang kepada Pemerintah Daerah untuk memiliki peran dan tanggungjawab yang semakin besar dalam pembangunan di daerahnya. Untuk itulah bagi daerah yang 19 memiliki potensi perikanan yang besar perlu menyusun kerangka kebijakan dibidang perikanan agar lebih komprehensif. Kebijakan yang disusun hendaknya dapat meliputi pengembangan dan peningkatan investasi di sektor perikanan, termasuk industri derivatifnya, aquabisnis, teknologi pengolahan hasil perikanan serta pariwisata bahari (Kusumastanto, 2003). Sedangkan Hesel (2004) menawarkan 3 kriteria yang harus dimiliki dalam kebijakan publik yaitu: transparan, rasional dan partisipasif. Hal ini berarti bahwa dalam menyusun kebijakan publik aspek-aspek tersebut harus dapat menimbulkan kepercayaan publik, kepuasan, keadilan dengan memberikan yang terbaik buat pelanggannya, dalam hal ini masyarakat nelayan di Tuban. Dengan demikian diharapkan proses administrasi publik, kebijakan publik dan kepentingan masyarakat menjadi erat dan sulit dihindarkan, utamanya kebijakan pemerintah terhadap lingkungan, perilaku sosial, produksi dan tenaga kerja. Disinilah para pemegang mengentaskan administratif kemiskinan publik rakyat, harus bersama mewujudkan keadilan sosial. 20 berorientasi dengan yang sama stakeholder dalam yang lain