Siaran Pers MENGIKIS NILAI NEGATIF SEBAGAI STRATEGI

advertisement
Siaran Pers
MENGIKIS NILAI NEGATIF
SEBAGAI STRATEGI KELUAR DARI KRISIS
Depok, Juli 2009 – Sabtu, 04 Juli 2009, bertempat di Balai Sidang, UI, Depok, Rektor
Universitas Indonesia mengukuhkan guru besar dalam bidang Ilmu Manajemen, Prof. Dr.
Rhenald Kasali, PhD., MSc.. Pakar manajemen ini akan membawakan orasi ilmiah berjudul
”Keluar dari Krisis: Membangun Kekuatan Baru Melalui Core Belief dan Tata Nilai”.
Kata krisis yang begitu banyak dipakai dalam suatu masyarakat mencerminkan
ketidakberdayaan atau rasa putus asa akibat tidak dapat ditanganinya suatu masalah dengan
baik. Suatu masalah yang terjadi berulang-ulang mencerminkan lemahnya kendali manajerial
dalam pelaksanaan kebijakan, tidak adanya pembelajaran yang diambil, lemahnya penerapan
knowledge management dan kurang kuatnya leadership dalam sistem perekonomian suatu negara.
Kelemahan-kelemahan ini tentu harus segera diatasi, diisi dengan perencanaan strategis yang
didukung dengan konsepsi manajemen modern yang dilandasi tata nilai, budaya ekonomi,
serta ”core belief” yang mendukung agar bangsa mampu beradaptasi dalam menghadapi
berbagai cobaan (perubahan) yang semakin hari semakin berat, lebih variatif, dan datang
lebih cepat.
Dunia usaha dan negara sebaiknya mengambil manfaat yang lebih luas dari perkembangan
ilmu manajemen dan bukan mengerdilkannya. Banyak pihak yang mengambil manfaat parsial
dengan fokus pada tools berupa teknik-teknik manajerial untuk memperbaiki kinerja,
menumbuhkan return dan memperbaiki efisiensi. Lebih dari itu manajemen adalah ilmu yang
berhubungan dengan manusia dan dalam dunia yang tengah berubah perhatian yang lebih
besar justru dituntut pada aspek manusia. Yaitu menumbuhkan keyakinan-keyakinan baru
tentang masa depan, menimbulkan optimisme dan membentuk manusia baru yang lebih
produktif dan lebih adaptif.
Persoalan pemasaran (marketing) bagi dunia usaha di Indonesia sangatlah penting. Di
tengah-tengah krisis, selain efisiensi biaya (cost-efficiency) pasar juga perlu dikembangkan.
Globalisasi menjadikan pasar bagi produk Indonesia tidak hanya terbatas pada pasar
domestik saja. Pasar regional dan global perlu menjadi perhatian bagi para pelaku usaha di
Indonesia. Pelaku usaha Indonesia perlu kemampuan adaptif untuk menyikapi setiap
perubahan pasar baik yang terjadi ditingkat nasional, regional maupun internasional. Setiap
goncangan dan krisis perlu segera diantisipasi secara tepat dan benar.
Insiden krisi yang datang terus-menerus menujnukkan tidak siapnya manusia Indonesia (baik
pada level pemerintah/pelayan masyarakat, maupun manajer dan para pekerja dalam level
korporasi/institusi) menhadapi perubahan. Perubahan dipandang lebih sebagai sebuah
ancaman yang harus dilawan dan dihindari, bukan untuk dihadapi.
”Pengalaman saya menunjukkan krisis justru terjadi saat manusia tidak mau atau enggan
beradaptaasi. Ia merupakan bantuan dari semesta alam atau kekuatan di luar kendali manusia,
untuk berubah”, ujar Rhenald Kasali. Saat krisis itu datang, mau tidak mau manusia harus
berubah karena didorong oleh keterdesakkan, ”Fakta-fakta pasca krisis menunjukkan
peningkatan kualitas daya tahan dunia usaha, dan peningkatan kewirausahaan (entrepreneurship)
dan kewiraupayaan (intrapreneurship) pada lembaga-lembaga publik. Namun sebaliknya,
sabagai pelaku usaha dan pemberi jasa lainnya mengalami penuaan dan tendensi kematian.
Rasa frustasi yang besar, kebingungan, kecemasan, dan perlawanan muncul”, lanjutnya.
Pria lulusan program pascasarjana University of Illinois at Urbana Champaign ini
memaparkan 10 nilai budaya transisi negatif yang harus dikikis para pemimpin agar Indonesia
terbebas dari belenggu-belenggu transisi yang cenderung merusak martabat dan masa depan
perekonomian. Ke 10 nilai-nilai budaya negatif adalah: Nilai-nilai Budaya Jalan Pintas; Nilai-
nilai Budaya Konflik; Nilai-nilai Budaya Curiga; Nilai-nilai Budaya Mencela; Nilai-nilai
Budaya Foto-foto; Nilai-nilai Budaya Pengerahan Otot (massa); Nilai-nilai Budaya Tidak
Tahu Malu; Nilai-nilai Budaya Popularisme; Nilai-nilai Budaya Prosedur; Nilai-nilai Budaya
Menunda. Oleh karenanya, peraih penghargaan Ford Foundation Research Seminar, Louis A.
Young Award ini mendorong agar para pemimpin dan dunia usaha bersama-sama
membangun budaya ekonomi baru yang memungkinkan perekonomian menjadi lebih sosial,
mandiri, dan produktif. Kunci semua itu adalah pada “The Man Behind The Gun” dengan core
belief positif.
***
Biodata
Prof. Dr. Rhenald Kasali, PhD., MSc. adalah staf pengajar tetap FEUI. Ia dilahirkan pada
tahun 1960. Setelah tamat dari SMA Kanisius – Jakarta, Ia menyelesaikan S1-nya dari FEUI
pada tahun 1985, dan aktif bekerja sebagai wartawan dan konsultan.
Sejak tahun 1988, menjadi Staf pengajar FEUI, dan menjadi asisten dosen dalam bidang ilmu
manajemen. Ia memperoleh gelar S2 dan S3 dari Amerika Serikat (University of Illinois at
Urbana Champaign).
Selama di Amerika Serikat ia sempat bekerja sebagai asisten pengajar, peneliti dan memberi
pembekalan pada eksekutif-eksekutif puncak yang akan ditugaskan di Asia Tenggara. Ia juga
memperoleh beberapa penghargaan seperti Ford Foundation Research Seminar, Louis A. Young
Award, dan Alice & Charlote Biester Award atas prestasi akademisnya.
Di Indonesia Ia juga memperoleh penghargaan kreativitas dalam bidang pendidikan dari
Yayasan Pengembangan Kreativitas dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Ia mendirikan
Yayasan Rumah Perubahan, mendorong kegiatan kewirausahaan dan menajadi social
entrepreneur. Ia juga pernah memimpin program doktor Ilmu Manajemen FEUI (1998-2005),
dan sekarang menjadi ketua program MMUI. Selain aktif memberikan pengetahuannya pada
berbagai media elektronik, ia juga sudah menulis 15 buah buku yang banyak dipakai berbagai
kalangan.
***
Keterangan lebih lanjut:
Devie Rahmawati
Deputi Direktur Kantor Komunikasi UI
0811.11.03951/0878.81.82.88.69
Download