A. Pengertian Laporan Keuangan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah kesimpulan dari hasil pencatatan yang disusun secara
sistematis berdasarkan standar akuntansi yang di terima umum dan menggambarkan
hasil usaha perusahaan, penambahan dan pengurangan modal, keadaan harta, serta
keadaan kewajiban dalam suatu periode tertentu. Pengertian laporan keuangan
menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam PSAK No.1 (2007:1) adalah sebagai
berikut :
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraea, laporan laba rugi,
laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai eara
misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), eatatan dan
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
Laporan keuangan. Disamping juga termasuk skedul dan informasi tambahan
yang berkaitan dengan laporan tersebut.
Pengertian laporan keuangan menurut para ahli, diantaranya
menurut :
1. Myer S.Munawir (2000:21)
Laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun oleh akuntan pada
akhir periode auntuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar
neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar
laba rugi.
2. Sofyan Syahri Harahap (2007:1)
Laporan keuangan adalah media informasi yang merangkum semua
aktivitas perusahaan yang memberikan gambaran dan kondisi keuangan dan
hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.
6
Laporan keuangan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari 5 (lima) laporan,
yaitu Neraca, Laporan Laba rugi, Laporan Perubahan Modal, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Neraca adalah laporan yang sistematis mengenai aktiva, hutang, serta modal dari
suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu. Jadi tujuan neraca adalah untuk
menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya
pada waktu dimana pembukuan ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir
periode atau akhir tahun fiskal.
Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yng sistematis tentang penghasilan,
biaya, laba rugi yang diperoleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Disamping
menyusun neraca dan laporan laba rugi, pada akhir periode akuntansi biasanya juga
disusun suatu laporan yang menunjukkan sebab-sebab perubahan modal perusahaan
yang disebut dengan laporan perubahan modal. Laporan arus kas adalah laporan yang
menyajikan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas suatu
perusahaan selama suatu periode.
Pencatatan akuntansi yang berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) menghasilkan “Laporan Keuangan Komersial dan digunakan untuk
menghitung Pajak Penghasilan”(PSAK, 2007:5) dimana penghitungannya
berpedoman
pada
Ketentuan
Undang-undang
Perpajakan,
maka
harus
dilakukan Koreksi Fiskal sehingga menghasilkan “Laporan Keuangan Fiskal”.
Koreksi Fiskal adalah rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan
laporan keuangan fiskal.
7
B. Pengertian Pajak dan Tarif Pajak
1. Pengertian Pajak
Beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak, beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Feldmann (2001:1)
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang
kepada Penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum), tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan
untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
b. M.J.H. Smeets (2000:38)
Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya
kontra-prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran Pemerintah.
c. Mardiasmo (2007:1)
Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut
oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi, barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.
d. Rochmat Soemitro (2004:2)
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasatimbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari 4 (empat) pengertian pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa ada
lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu:
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang;
b. Sifatnya dapat dipaksakan;
8
c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
si pembayar pajak;
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta); dan
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin
dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
Menurut Mardiasmo Pajak mempunyai 2 (dua) macam fungsi, yaitu :
a. Fungsi budgetair / Financial, yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke
kas Negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
Negara. Fungsi pajak ini sebagai sumber dana bagi pemerintah dan
dimasukkan kedalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pajak ini digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin Negara dan dana
sisanya digunakan untuk membiayai investasi pemerintah.
b. Fungsi Regulered / Mengatur, yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, contohnya :
1) Kebijakan pemerintah dalam bidang sosial, yaitu minuman keras
dikenakan pajak yang tinggi, hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat
konsumsi masyarakat terhadap minuman keras.
2) Kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, yaitu tidak dikenakannya
Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk
produk-produk import tertentu dalam rangka melindungi produk-produk
dalam negeri.
9
2. Pengertian Tarif Pajak
Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan, sebab keadilan dapat
menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan
masyarakat. Dalam penetapan tarif pun harus mendasarkan pada keadilan. Dalam
penghitungan pajak yang terutang digunakan tarif pajak. Yang dimaksud dengan
tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang
harus dibayar).
Sistem perpajakan di Indonesia menurut Mansur Muhammad dan Teguh
Wardoyo mengenal adanya 4 (empat) macam tarif pajak, yaitu :
1. Tarif Proporsional / Sebanding
Tarif pajak proporsional atau sebanding adalah tarif yang berupa persentase
tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak
yang terutang proporsional terhadap besarnya dasar pengenaan pajak. Sering
disebut dengan tarif tunggal karena hanya menggunakan satu tarif dengan
persentase tetap.
Contoh : tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 %, Tarif Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) 0,5 %, tarif Bea Pajak hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) 5 %.
2. Tarif Progresif
Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang poersentasenya menjadi lebih
besar apabila yang menjadi dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
Misalnya tarif pajak penghasilan, yaitu :
10
a. Untuk wajib pajak orang pribadi
1) sampai dengan Rp 25.000.000,00 tarif 5 %
2) di atas Rp 25.000.000,00 s.d Rp 50.000.000,00 tarif 10 %
3) di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 100.000.000,00 tarif 15 %
4) di atas Rp 100.000.000,00 s.d Rp 200.000.000,00 tarif 25 %
5) di atas Rp 200.000.000,00 tarif 35 %
b. Untuk wajib pajak badan
1) sampai dengan Rp 50.000.000,00 tarif 10 %
2) di atas Rp 50.000.000,00 s.d 100.000.000,00 tarif 15 %
3) di atas Rp 100.000.000,00 tarif 30 %
3. Tarif Degresif
Tarif pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak semakin besar.
4. Tarif Tetap
Tarif pajak tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun
dasar pengenaan pajaknya berbeda atau berubah, sehingga jumlah pajak yang
terutang selalu tetap. Bea materai menggunakan struktur tarif ini yaitu Rp
6.000,00.
C. Subjek dan Objek Pajak
1. Subjek Pajak
11
Menurut Undang-Undang Perpajakan No. 17 tahun 2000 yang menjadi Subjek
Pajak adalah :
a. orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak, badan, dan bentuk usaha tetap.
b. Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
c. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah :
1) orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
2) badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
3) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
d. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah :
1) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia;
2) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
12
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
e. Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa :
1) tempat kedudukan manajemen;
2) cabang perusahaan;
3) kantor perwakilan;
4) gedung kantor;
5) pabrik;
6) bengkel;
7) pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran
yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
8) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
9) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13
10) pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan;
11) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
12) agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung resiko di Indonesia.
f. Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya
Tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 pada UndangUndang Perpajakan No. 17 Tahun 2000 adalah :
a. badan perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, dengan syarat :
14
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2) tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
2. Objek Pajak
Menurut Undang-Undang Perpajakan No. 17 tahun 2000 yang menjadi
Objek Pajak adalah
a. penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : penggantian atau
imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk
gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
15
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambilalihan usaha;
4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
5) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
6) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
7) dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
8) royalti; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
9) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
10) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
11) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
16
12) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
13) premi asuransi;
14) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
e.
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan
harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan
pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Yang Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah :
a. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak; harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah;
17
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan
Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham
tersebut;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi;
j. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima)
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha;
18
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
1) merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
D. Surat Pemberitahuan (SPT) dan Fungsi SPT
1. Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
SPT PPh badan pada prinsipnya ada dua yaitu SPT masa dan SPT
tahunan. SPT masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam
suatu masa pajak atau suatu saat. SPT tahunan adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak
yang terutang dalam suatu tahun pajak.
2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Fungsi surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan (PPh) adalah sebagai
sarana bagi wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
19
perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang :
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun
pajak atau bagian tahun pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
c. Penyetoran dari pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau badan
lain dalam 1 (satu) masa pajak.
Fungsi SPT masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi Pengusaha Kena
Pajak (PKP) adalah untuk menunjukkan perhitungan jumlah PPN dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang :
a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
PKP dan atau melalui pihak lain dalam suatu masa pajak.
Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau
dipungut dan disetorkannya.
E. Penghasilan dan Beban Menurut Akuntansi
Penghasilan (income) berarti suatu penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi
penanam
modal.
Pengertian
20
penghasilan
menurut
akuntansi
sebagaimana yang tercantum dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang
disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), yang merupakan pedoman pokok
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan komersial. Pengertian
penghasilan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007:198),
adalah sebagai berikut :
Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk pemasukkan atau penambahan aktiva
atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang
tidak berasal dari kontribusi penanm modal.
Definisi penghasilan meliputi baik pendapatan (revenue) maupun
keuntungan (gains). Pendapatan diukur dalam satuan nilai tukar produk atau jasa
dalam suatu transaksi. Kriteria pengakuan pendapatan yang umum digunakan
adalah pendapatan diakui selama kegiatan produksi, pendapatan diakui saat
produk selesai, dan pengakuan pendapatan pada saat penjualan.
Pengertian beban menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007:201)adalah
sebagai berikut :
Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak
menyangkut pembagian kepada penanm modal.
Dari pengertian beban diatas dapat diketahui bahwa beban pada akhirnya
merupakan aliran keluar aktiva meskipun kadang-kadang harus melalui hutang
lebih dahulu. Secara konseptual biaya lebih bersifat penurunan aktiva daripada
kenaikan hutang. Biaya akan terjadi bila produk tertentu diserahkan untuk
menciptakan pendapatan. Penggunaan aktiva dapat dikatakan sebagai biaya
apabila, penggunaan tersebut berkaitan langsung dengan penyerahan produk
21
(menghasilkan pendapatan) dan bukan pengubahan aktiva menjadi potensi jasa
(aktiva) yang lain.
F. Penghasilan dan Beban Menurut Perpajakan
Konsep penghasilan untuk tujuan pajak penghasilan dapat berbeda dari
konsep penghasilan untuk tujuan akuntansi komersial, karena perpajakan pada
umumnya berkaitan dengan keadilan vertikal dan horizontal serta dapat dipakai
sebagai sarana instrumen kebijakan ekonomi dan sosial.
Pengertian penghasilan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan No 17
Tahun 2000, adalah sebagai berikut :
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi dan atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun
(UU PPh pasal 4 ayat 1).
Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang
diterima oleh Wajib Pajak dapat dikategorikan atas 4 (empat) sumber yakni:
1 Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan hubungan
kerja dan pekerjaan bebas;
2 Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
3 Penghasilan dari modal;
4 Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan utang, dan sebagainya.
Di samping penghasilan yang diterima oleh wajib pajak tersebut diatas,
terdapat juga beberapa jenis penghasilan yang pengenaannya dilakukan secara
final, sesuai Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, yakni atas:
22
1
Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
2
Penghasilan dari transaksi penjualan saham dan sekuritas lainnya di bursa
efek;
3 Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan;
4 Penghasilan tertentu lainnya, seperti dari usaha migas, kertas, baja, dan
sebagainya.
Pengertian biaya menurut Ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan tidak
ditetapkan secara spesifik, tetapi disatukan dalam pengertian pengurangan yang
diperkenankan dari penghasilan bruto dalam rangka menghitung besarnya
penghasilan kena pajak. Pasal yang terkait dengan pengertian biaya menurut
ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan No 17 Tahun 2000 dapat dilihat
pada pasal 6 UU PPh, yaitu sebagai berikut :
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, grafitikasi, dan tunjangan
yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya
perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi,
dan pajak, kecuali pajak penghasilan (UU PPh pasal 6 ayat 1).
G. Penghasilan dan Beban yang Diakui dan Tidak Diakui Menurut
Perpajakan
1. Penghasilan yang Diakui
Penghasilan diakui (recognized) pada waktu terjadi penjualan walaupun
didapat secara bertahap selama proses perolehan penghasilan. Dengan demikian,
23
pengakuan penghasilan terjadi pada saat realisasi penjualan dan (pada saat itu)
penghasilan sudah didapat.
Ketentuan perpajakan tidak mengatur secara rinci saat pengakuan
penghasilan (untuk keperluan penghitungan objek pajak). Ketentuan pajak
penghasilan (PPh) menyatakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh wajib pajak. Istilah “diterima” terlihat lebih menunjuk
kepada penerimaan atau realisasi penghasilan, sedangkan istilah “diperoleh”
menunjuk kepada pengakuan (recognisi) penghasilan.
Untuk menentukan kapan penghasilan diterima atau diperoleh, Undangundang Perpajakan menunjuk kepada metode pembukuan yang diselenggarakan
oleh wajib pajak berdasarkan akrual basis atau kas basis. Pendekatan akrual
basis mengakui penghasilan pada saat diperoleh, sedangkan pada pendekatan
kas basis mengakui penghasilan pada saat diterima.
Berikut ini adalah penghasilan yang diakui sesuai dengan yang tercantum
dalam Pasa1 4 ayat (1) UU PPh, yaitu sebagai berikut :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang PPh;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
24
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, anggota;
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
h. Royalti;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
25
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
1. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o.
luran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p.
Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak
2. Beban yang Diakui
Saat pengakuan beban pada umumnya mengikuti metode pembukuan yang
dianut oleh perusahaan tersebut. Apabila menggunakan metode kas basis, maka
beban diakui pada saat pembayaran, sedangkan jika menggunakan metode
akrual basis, maka beban diakui pada saat terutang (dengan mengesampingkan
pambayaran). Dalam buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dinyatakan,
bahwa dalam laporan laba rugi, beban diakui jika telah terjadi penurunan
manfaat ekonomis masa mendatang sehubungan dengan penurunan aktiva atau
peningkatan kewajiban dapat diukur dengan andal.
Beban yang boleh diakui berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan
(UU PPh) pasal 6 ayat 1, adalah sebagai berikut :
26
a. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
b. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
c. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
d. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
e. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
f. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
g. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan
hutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
3) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus.
4) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak.
27
3. Penghasilan yang Tidak Diakui
Dalam peraturan PPh terdapat penghasilan yang tidak diakui sebagai objek
PPh, sehingga atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak penghasilan
(PPh). Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang PPh, Penghasilan yang
tidak termasuk sebagai objek PPh adalah:
a.1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Warisan;
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura ataupun kenikmatan dari
Wajib Pajak atau pemerintah;
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
28
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang
sejenis, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik
daerah (BUMD), dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia;
g. luran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai, dan penghasilan dari modal yang ditanamkan dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
h. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi;
i. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana;
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatannya di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dan
2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
29
4. Beban yang Tidak Diakui
Selain biaya yang boleh diakui diatas, Undang-undang Pajak Penghasilan
(UU PPh) juga mengatur biaya yang tidak boleh di akui yang mana terdapat
dalam pasal 9 ayat 1, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota.
2. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
3. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan kecuali
zakat.
4. Pajak penghasilan.
5. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
Terdapat pembaharuan dalam kebijakan perpajakan yaitu KEP220/PJ/2002 tanggal 18 April 2002 dan SE-09/PJ.42/2002 tanggal 17 Mei
2002 yang telah memperbolehkan 50% beban yang merupakan kenikmatan
atau fasilitas yang diberikan kepada karyawan dapat diakui sebagai biaya.
H. Koreksi Fiskal
Besarnya pajak penghasilan badan terutang dapat diketahui setelah
dilakukannya rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan laporan
keuangan fiskal. Rekonsiliasi fiskal atau sering disebut dengan koreksi fiskal
30
adalah suatu usaha mencocokkan perbedaan penghasilan netto yang terdapat
dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, yang
disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan
dengan Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) No 17 Tahun 2000.
Koreksi fiskal dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Koreksi fiskal positif, yaitu koreksi yang dilakukan atas laporan keuangan
komersial agar penghasilan netto sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Pajak Penghasilan, sehingga menyebabkan jumlah Penghasilan Kena Pajak
(PKP) lebih besar.
2. Koreksi fiskal negatif, yaitu koreksi yang dilakukan atas laporan keuangan
komersial agar penghasilan netto sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Pajak Penghasilan, sehingga menyebabkan jumlah Penghasilan Kena Pajak
(PKP) lebih kecil.
Koreksi fiskal yang dilakukan atas laporan keuangan komersial
disebabkan adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan beban antara
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan Ketentuan Undangundang
Pajak
Penghasilan
(UU
PPh).
Perbedaan
pengakuan
tersebut
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Perbedaan Tetap (permanent difference)
Perbedaan tetap atau yang sering disebut dengan beda tetap adalah perbedaan
yang bersifat tetap yang disebabkan oleh adanya perbedaan prinsip atau
kebijakan antara akuntansi dengan UU PPh.
31
2. Perbedaan Waktu (timing difference)
Perbedaan waktu atau sering disebut dengan beda waktu adalah perbedaan
yang disebabkan karena perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban
yang bersifat sementara, dimana pada akhirnya perbedaan pengakuan
pendapatan dan beban tersebut dapat sesuai.
I. Pajak Penghasilan Perusahaan atau Pengembang Real Etate
Pajak penghasilan perusahaan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh pengusaha kena pajak (PKP) dalam tahun pajak.
Objek pajak penghasilan pada perusahaan real estate terjadi apabila adanya
pengalihan hak atas tanah, bangunan, apartemen, dan atau town house kepada
pihak lain, karena adanya transaksi penjualan.
Besarnya tarif pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan yng terbaru, dimana mulai diberlakukan sejak tanggal 1
Januari 2000, yaitu 5% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Bagi wajib pajak
badan selain berbentuk yayasan atau organisasi sejenis, dan BUT, pembayaran
PPh sebesar 5% tersebut bersifat tidak final.
Khusus bagi wajib pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya
melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan (WP Real
Estate), pengenaan perpajakannya berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat 1 dan
pasal 17 ayat 1 UU PPh. Jadi wajib pajak real estate tidak harus membayar uang
muka 5% tersebut ketika memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan bangunan. Tetapi pada akhir tahun pajak, penghasilan dari pengalihan hak
32
atas dan atau bangunan tersebut harus digabungkan dengan penghasilan lainnya
untuk dikenai tarif pasal 17 UU PPh.
33
Download