mendefinisikan pajak

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pajak
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP)
mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro (dalam Mardiasmo, 2003:1) “pajak
adalah iuran wajib, berupa uang, yang dapat dipungut penguasa berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang, dan jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Sedangkan menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani (dalam Waluyo, 2013 : 2) :
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak
merupakan iuran rakyat kepada negara yang dipaksakan berdasarkan Undangundang dengan tanpa mendapat imbalan langsung. Adapun syarat suatu iuran
dapat dikategorikan sebagai pajak, apabila memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
a. Merupakan iuran rakyat kepada negara yang dipungut berdasarkan
undang-undang serta bersifat memaksa.
b. Tanpa timbal balik atau kontraprestasi yang secara langsung dapat
6
Universitas Sumatera Utara
dirasakan oleh individu pembayar pajak.
c. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
d. Pajak diperuntukkan untuk pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam
rangka pelaksanaan pembangunan nasional.
e. Diterapkan dengan berdasarkan pada Undang-undang.
Menurut pendapat penulis, secara sederhana dapat dikatakan bahwa pajak
merupakan bentuk kontribusi rakyat kepada negara yang diwajibkan oleh undangundang, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan negara, dimana
pembayar iuran tidak mendapatkan keistimewaan terkait kontribusinya.
2.2
Pajak Pertambahan Nilai Impor
2.2.1 Pajak Pertambahan Nilai Di Indonesia
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pertama kali diterapkan di
Indonesia pada tahun 1983, ketika pemerintah melakukan reformasi
perpajakan dengan menerbitkan lima Undang-undang Perpajakan sebagai
pengganti peraturan perpajakan dan ordonansi peninggalan kolonial. Salah
satu dari Undang-undang tersebut adalah Undang-undang No.8 Tahun 1983
Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang
menjadi dasar hukum penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia.
Sebelum tahun 1983, Indonesia memberlakukan Pajak Penjualan dan
Pajak Peredaran yang dikenakan untuk setiap penyerahan dan perolehan
barang. Sistem perpajakan tersebut kemudian dipandang tidak efektif karena
menimbulkan efek pengenaan pajak berganda, ketidaknetralan dalam
7
Universitas Sumatera Utara
kegiatan perdagangan serta ketidakpastian beban pajak yang harus dipikul
oleh
penjual.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
pada
tahun
1983
diberlakukanlah sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang
dikenakan atas nilai tambah penyerahan barang dan jasa dengan
menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan untuk menghindari
adanya pengenaan pajak berganda.
2.2.2 Definisi dan Karakteristik PPN
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjaualan atas Barang Mewah tidak
mendefinisikan pengertian dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun,
kita dapat mendefinisikan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan ciri-ciri
atau karakteristiknya, yaitu sebagai pajak atas konsumsi di dalam negeri
yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi.
Menurut Sukardji (2010:1-14), PPN memiliki beberapa karakteristik sebagai
sebagai berikut:
1.
2.
Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah jenis pajak yang pembebanan pajaknya
dapat dilimpahkan atau dialihkan kepada pihak lain. Dalam sistem
pemungutan PPN, beban pembayaran pajak sejatinya dipikul oleh
konsumen, namun tanggung jawab atas penyetoran PPN yang telah
dipungut berada pada pihak penjual. Adapun sebagai bukti telah
dilakukan pemungutan PPN, konsumen akan menerima faktur pajak
yang diterbitkan oleh pihak penjual.
Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang saat timbul kewajiban pajaknya
ditentukan oleh faktor objektif yang mengacu kepada keadaan,
peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Dalam
kondisi tersebut, kondisi subjektif konsumen tidak dipertimbangkan
untuk mentukan apakah suatu peristiwa adalah terutang atau wajib
8
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
5.
6.
7.
8.
membayar pajak.
Multi Stage Levy
PPN akan dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan
distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Dengan kata lain
PPN akan dikenakan berulang-ulang untuk setiap mutasi barang,
namun tidak menimbulkan efek pajak berganda (non kumulasi).
Indirect Subtraction Method
Indirect Substraction Method adalah metode perhitungan PPN yang
akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas
perolehan barang dan jasa ,dengan pajak atas penyerahan barang
atau jasa. Metode ini disebut juga metode pengkreditan pajak
masukan.
Non Kumulatif
Sifat non kumulatif PPN terletak pada mekanisme pemungutannya
yang hanya dikenakan pada nilai tambah (Added Value) dari
pemanfatan barang atau jasa. Hal ini bertujuan untuk menghindari
adanya pengenaan pajak berganda atas objek yang sama.
Tarif tunggal (Single Rate)
Dalam Undang-undang PPN, tarif Pajak terutang di Indonesia
menggunakan tarif tunggal yaitu sebesar 10% dari nilai penyerahan
barang kena pajak atau jasa kena pajak. Tarif pajak tersebut dapat
dibuah diubah paling tinggi menjadi 15% atau paling rendah 5%
yang perubahannya diatur dengan perturan pemerintah.
Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di
dalam daerah pabean Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan
prinsip tujuan (detination principle) yang mengenakan PPN di
tempat tujuan barang atau jasa dikonsumsi.
PPN Tipe Konsumsi ( consumption type)
Jika melihat perlakuan PPN atas barang modal, maka dapat
disimpulkan PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi. Pemungutan
PPN yang dikenakan atas barang modal dilakukan hanya satu kali.
Dimana seluruh biaya atas barang modal dapat dikurangi dari dasar
pengenaan pajak dan pajak masukan perolehan barang modal dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran. Hal ini menunjukkan bahwa PPN
dikenakan atas konsumsi barang, bukan atas proses bisnis.
2.2.3 Dasar Hukum PPN Impor
Dasar hukum penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang
nomor 42 tahun 2009 sebagai perubahan terakhir dari Undang-Undang
nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
9
Universitas Sumatera Utara
Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berdasarkan pasal 4 ayat (1b), ayat
(1d) dan ayat (1e) disebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan
atas impor Barang Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar daerah pabean di daerah pebean, dan pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar daerah pebean di dalam daerah pabean. Dengan
demikian kegiatan Impor merupakan salah satu kegiatan yang dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai.
2.2.4 Subjek PPN Impor
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) merupakan jenis pajak tidak langsung. Kondisi ini menjadikan ada
dua pihak yang terkait dengan penerapan PPN yaitu, pemikul beban pajak
dan penanggung jawab pajak. Pemikul beban pajak adalah pihak yang
dibebankan atas pembayaran pajak dalam hal ini konsumen. Sedangkan
penanggung jawab pajak adalah pihak yang bertanggungjawab untuk
membayarkan pajak ke kas negara. Secara umum, pihak penanggung pajak
adalah Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak merupakan
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak berdasarkan Undang-undang PPN.
Untuk dapat dikukuhkan Pengusaha Kena Pajak, setiap pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
diwajibkan untuk melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak. Dengan
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka pengusaha tersebut wajib
memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang
10
Universitas Sumatera Utara
terutang.
Dalam penerapan PPN Impor, terdapat beberapa perbedaan terkait
dengan posisi subjek Pajak. Pemikul beban pajak dan penanggung jawab
Pajak dalam penerapan PPN Impor berada hanya pada satu pihak, yaitu
pihak yang menerima manfaat atas barang atau jasa dari luar daerah pabean
ke dalam daerah pabean. Selain itu, subjek Pajak Pertambahan Nilai Impor
juga tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum
melakukan kegiatan Impor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Setiap kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam
daerah pabean secara otomatis dikenakan Pajak Pertambahan Nilai Impor
tanpa memandang status pihak yang memanfaatkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak atau tidak. Status Pengusaha Kena Pajak bagi pengusaha yang
memanfaatkan barang dan jasa dari luar daerah pabean digunakan untuk
dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas Pajak Pertambahan Nilai
yang telah dibayarkan.
2.2.5 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPN Impor
2.2.5.1 Objek PPN Impor
Berdasarkan pasal 4 Undang-undang No 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, PPN Impor dikenakan atas :
1.
2.
3.
Impor Barang Kena Pajak.
Pemanfaatan barang kena pajak pajak tidak berwujud dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean
Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
11
Universitas Sumatera Utara
Jika diperhatikan lebih lanjut, yang menjadi objek PPN
Impor diatas adalah setiap kegiatan memasukkan atau memanfaatkan
barang dan jasa dari luar daerah pebean ke dalam daerah pabean.
Jika dibandingkan dengan pengenaan PPN secara umum, terdapat
ciri khusus dari pengenaan PPN Impor, yaitu seluruh kegiatan impor
merupakan objek PPN tanpa memperhatikan apakah kegiatan impor
tersebut dilakukan untuk kegiatan usaha, pekerjaan atau tidak.
2.2.5.2 Dasar Pengenaan Pajak PPN Impor
Dasar Pengenaan Pajak adalah suatu nilai yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Untuk
PPN Impor, yang menjadi Dasar Pengenaan Pajaknya disebut
dengan nilai impor. Nilai impor merupakan nilai berupa uang yang
menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan
berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang /Jasa
Kena Pajak. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai impor
terdiri atas Cost (nilai barang), Insurance (asuransi) dan Freight
(biaya pengangkutan) ditambah bea masuk serta pungutan-pungutan
lain berdasarkan undang-undang dibidang impor.
2.2.5.3 Tarif PPN Impor
Tarif pengenaan PPN impor tidak berbeda dengan tarif PPN
atas kegiatan lainnya yaitu sebesar 10% ( sepuluh persen). Hal ini
ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang 42 Tahun 2009 tentang
12
Universitas Sumatera Utara
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, dimana atas tarif tersebut dapat diubah menjadi
paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas
persen).
2.2.6 Faktur Pajak dan Pemberitahuan Impor Barang
2.2.6.1 Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak. Faktur pajak harus dibuat
pada saat penyerahan barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak,
saat pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan barang kena pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, saat
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan, dan saat lain yang diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan
tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yag paling sedikit memuat :
a.
Nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
b.
Nama, alamat, dan Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak.
c.
Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian,
dan potongan harga
13
Universitas Sumatera Utara
d.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
e.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut, dan
f.
Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur
pajak.
2.2.6.2 Pemberitahuan Impor Barang
Dalam pasal 13 ayat (6) Undang-undang No.42 Tahun 2009,
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Dalam penerapan
PPN Impor, dokumen tertentu yang kedudukannnya dipersamakan
dengan Faktur Pajak adalah Pemberitahuan impor Barang (PIB). Hal
tersebut ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-33/PJ/2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur
Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu
yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Untuk dapat dipersamakan dengan faktur pajak, PIB harus
memuat keterangan mengenai identitas pemilik barang berupa nama,
alamat, dan NPWP serta dilampiri dengan surat setoran pajak (SSP),
Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti
pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang
mencantumkan identitas pemilik barang. Sebagai dokumen yang
dipersamakan dengan Faktur Pajak, PIB tersebut dapat digunakan
oleh pengusaha yang melakukan impor barang kena pajak untuk
mengkreditkan pajak masukan PPN Impor yang telah dipungut.
14
Universitas Sumatera Utara
2.2.7 Surat Setoran Pajak
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran
pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Sebagi bukti pembayaran, SSP hanya
dapat digunakan untuk satu jenis pajak dan satu masa atau tahun pajak.
Untuk pembayaran PPN Impor, selain menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP), bukti pembayaran pajak dapat pula menggunakan Surat Setoran
Pabean, Cukai dan Pajak (SSCP) yang merupakan surat untuk melakukan
pembayaran dan bukti pembayaran atau penyetoran penerimaan negara.
2.2.8 Cara dan Metode Perhitungan PPN Impor
Bedasarkan pasal 8A Undang-undang No.42 Tahun 2009, Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual, Nilai
Impor, Nilai Ekspor atau nilai lain berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan. Nila impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
perhitungan bea masuk, yaitu Cost, Insurance and Freight (CIF) ditambah
dengan bea masuk dan pungutan lain yang dikenakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan di bidang impor.
Sebagai suatu transaksi perdagangan antar negara, impor tentunya
tidak hanya menggunakan mata uang rupiah. Untuk itu, agar dapat
menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang, nilai impor terlebih
dahulu
harus dikonversi kedalam satuan mata uang rupiah dengan
15
Universitas Sumatera Utara
menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat impor
terjadi. Hasil konversi tersebut nantinya akan dikalikan dengan tarif Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen).
Menurut Djuanda (2011:3), metode perhitungan PPN yang
digunakan di Indonesia adalah Metode Tidak Langsung ( Indirect
Substraction Method atau Tax Invoice Method). Dalam pelaksanaan metode
ini, Pajak Keluaran pada suatu masa pajak akan dikurangkan dengan Pajak
Masukan untuk menghitung besarnya pajak yang masih harus dibayar.
Berdasarkan hasil pengurangan antara Pajak Keluaran dengan Pajak
Masukan tersebut maka terdapat beberapa kemungkinan yang akan terjadi
yaitu :
a.
Apabila Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka
akan timbul pajak kurang bayar.
b.
Apabila Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak Masukan, maka
akan timbul pajak lebih bayar.
c.
Apabila jumlah Pajak Keluaran sama dengan Pajak Masukan, maka
jumlah Pajak yang masih harus dibayar menjadi Nihil.
Adapun untuk Pajak Pertambahan Nilai Impor nantinya akan
dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagai Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
2.3
Inflasi
2.3.1 Definisi inflasi
Secara umum, inflasi seringkali dikaitkan dengan suatu kondisi
16
Universitas Sumatera Utara
ekonomi pada saat harga barang-barang melambung tinggi. Menurut
Abimanyu (2004:13) “inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang
dan jasa secara umum yang berlangsung secara terus menerus”. Sedangkan
Sukirno (2004:27) memberikan definisi, “inflasi adalah kenaikan hargaharga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian dari satu periode ke
periode lainnya”. Definisi inflasi lainnya juga diberikan oleh Rahardja
(1997: 32) yang menyatakan “ inflasi adalah kecenderungan dari hargaharga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus.
Dari pengertian-pengertian diatas, suatu kondisi dapat dikatakan
mengalami inflasi jika memenuhi beberapa kriteria yaitu; kenaikan harga,
bersifat umum, dan secara terus menerus. sedangkan kenaikan harga barang
secara sporadis dan sementara tidak dapat disebut inflasi. Adapun
perbandingan anatara persentasi kenaikan harga-harga pada suatu periode
tertentu dengan periode sebelumnya disebut dengan tingkat inflasi.
2.3.2
Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Sukirno
(2004: 33) menggolongkan inflasi berdasarkan parah atau tidaknya inflasi
tersebut yaitu :
1.
2.
3.
4.
Inflasi ringan, yaitu tingka inflasi dibawah 10% (sepuluh persen) per
tahun.
Inflasi sedang, yaitu tingkat inflasi antara 10% (sepuluh persen)
sampai dengan 30% (tiga puluh persen) per tahun.
Inflasi berat, yaitu tingkat inflasi antara 30% (tiga puluh persen)
sampai dengan 100% (seratus persen) per tahun.
Hiperinflasi, yaitu tingkat inflasi diatas 100%(seratus persen) per
tahun.
17
Universitas Sumatera Utara
Adapun jika dilihat dari faktor-faktor penyebab timbulnya inflasi,
maka inflasi dapat dibedakan menjadi demand full inflastion dan cost push
inflation.
a.
Demand Full Inflastion
Inflasi ini disebabkan oleh bertambahnya permintaan terhadap
barang dan jasa yang menyebabkan bertambahnya permintaan
terhadap faktor-faktor produksi. Sesuai dengan hukum permintaan,
meningkatnya
jumlah
permintaan
terhadap
faktor
produksi
mengakibatkan kenaikan harga pada faktor produksi tersebut.
b.
Cost Push Inflation
Merupakan kebalikan dari demand full inflstion, dimana kenaikan
harga disebabkan oleh kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan
harga-harga produk yang dihasilkan ikut naik. Kenaikan ongkos
produksi dapat terjadi karena tuntutan kenaikan upah tenaga kerja
(wages
push
inflation)
atau
keinginan
perusahaan
untuk
meningkatkan keuntungan.
Berdasarkan asal timbulnya inflasi, inflasi dapat dikatagorikan
menjadi inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) dan inflasi dari luar
negeri (imported inflation). Inflasi yang bersumber dari dalam negeri, dapat
terjadi karena faktor-fakor ekonomi didalam negeri seperti; pencetakan uang
baru oleh pemerintah atau penerapan kebijakan defisit anggaran. Sedangkan
sumber inflasi dari luar negeri dapat berupa efek dari kenaikan harga-harga
barang di luar negeri yang merupakan komoditas perdagangan bebas.
18
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi dapat didefinisikan laju tingkat harga secara umum
dari tahun ke tahun yang diikuti oleh kenaikan harga di suatu tahun tertentu
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk menghitung tingkat
inflasi dapat menggunakan cara sebagai berikut:
Tingkat Inflasi = IHKt-IHK(t-1) x100%
IHK(t-1)
Keterangan :
IHKt
= Index harga konsumen tahun tertentu
IHK(t-1)
= index harga konsumen tahun sebelumnya
Index harga konsumen merupakan index ukuran harga sekelompok
barang dan jasa di suatu pasar. Harga tersebut dapat berupa harga-harga
makanan, pakaian, transportasi, pendidikan dan komoditas lainnya yang
menunjang kehidupan sehari- harinya.
2.3.4 Pengaruh Inflasi
Inflasi merupakan gambaran tentang meningkatnya harga barangbarang. Apabila inflasi tidak dapat dikontrol dengan baik akan
menimbulkan pengaruh negatif terhadap perekonomian negara. Kenaikan
harga dengan tingkat yang tinggi secara terus menerus akan menyebabkan
kegiatan produksi cenderung menjadi tidak menguntungkan. Sebab
kenaikan harga akan menurunkan tingkat permintaan atas barang, yang
nantinya akan berimbas pada jumlah barang yang akan diproduksi serta
biaya produksi. Kondisi ini akan mendorong pemilik modal untuk
19
Universitas Sumatera Utara
mengurangi kegiatan produksi dan mungkin mengalihkan modalnya
terhadap investasi harta-harta tetap seperti tanah dan bangunan. Minimnya
investasi pada sektor produksi akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Tingginya tingkat inflasi akan sangat mempengaruhi sektor perdagangan
suatu negara. Dalam skala internasional tingginya tingkat inflasi suatu
negara akan mengakibatkan barang-barang negara tersebut kurang dapat
bersaing di pasar internasional.
Inflasi juga memberikan dampak yang kurang baik terhadap nilai
kekayaan masyarakat. Nilai rill simpanan masyarakat dalam bentuk mata
uang di bank akan mengalami penurunan seiring dengan terjadinya inflasi.
Selain itu, masyarakat yang memiliki pendapatan tetap juga akan
mengalami penurunan pendapatan riil. Kecenderungan ini terjadi karena
kenaikan harga-harga selalu lebih cepat dibandingkan dengan tingkat
kenaikan upah.
2.3.5 Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi
Pemerintah dapat
mengambil kebijakan-kebijakan penting untuk
mengatasi inflasi. Menurut Sukirno (2004:354) beberapa kebijakan yang
dapat diambil antara lain:
1.
2.
Kebijakan Moneter
Dari segi moneter, pemerintah dapat meminta Bank Sentral untuk
menyesuaikan tingkat suku bunga dan pembatasan pemberian kredit
untuk mendorong penurunan jumlah uang yang beredar di
masyarakat. Dengan adanya penurunan jumlah uang yang beredar
dimasyarakat, maka laju kenaikan inflasi dapat dikendalikan.
Kebijakan Fiskal
Pemerintah sebagai regulator dapat menyesuaikan tarif pajak guna
menaikkan penerimaan pajak dan melakukan penghematan
pengeluaran belanja pemerintah untuk mengurangi uang yang
20
Universitas Sumatera Utara
3.
2.4
beredar di masyarakat.
Kebijakan Dari Dasar Segi Penawaran
Kebijakan ini didasarkan pada konsep penetapan harga barangbarang. Pemerintah dapat memberikan subsidi atas faktor-faktor
yang mempengaruhi biaya produksi dan menstabilkan harga-harga
seperti, penetapan harga dan pengurangan pajak atas barang modal
untuk menstimulus produksi.
Nilai Tukar Rupiah
2.4.1 Definisi Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar (exchange rate) biasa disebut juga dengan kurs valuta
asing (foreign exchane rate). Menurut Puspopranoto (2004:212) nilai tukar
adalah, “harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata
uang negara lain”. Sementara itu, Sukirno (2004:397) menyatakan bahwa,
"kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga
atau nilai mata uang suatau negara dinyatakan dalam nilai mata
uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga di definisikan sebagai
jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah
yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing”.
Menurut Mankew (2007:128-135) terdapat dua jenis nilai tukar
yaitu nilai tukar nominal (nominal exchange rate) dan nilai tukar riil (real
exchange rate). Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang
saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.
Sedangkankan nilai rill adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar
barang dan jasa dari negara lain.
2.4.2 Sistem Nilai Tukar (Exchange Rate System)
Sistem nilai tukar merupakan kebijakan moneter suatu negara dalam
menentukan nilai tukar mata uangnya. Bentuk sistem nilai tukar dibedakan
menjadi dua bentuk, yaitu:
21
Universitas Sumatera Utara
1.
Fixed Exchange Rate System
Merupakan sistem yang menganut nilai tukar mata uang yang tetap
dengan intervensi secara resmi oleh pemerintah dan hanya
berfluktuasi dalam batasan yang sempit.
2.
Floating Exchange Rate System
Merupakan sistem nilai tukar mata uang yang dibiarkan bergerak
bebas
berdasarkan
permintaan
dan
penawaran
pasar.
Pada
prakteknya sistem floating ini diterapkan dalam dua jenis yang
berbeda, yaitu:
a.
Free Foating Exchange Rate System
Pada sistem ini, pergerakan nilai tukar mata uang
sepenuhnya tergantung pada permintaan dan penawaran
tanpa ada intervensi dari bank sentral atau pemerintah.
b.
Manage (Dirty) Floating Exchange Rate System
Pada sistem ini, bank sentral akan tetap mengintervensi
pergerakan nilai tukat mata uang ketika dipandang tidak
menguntungkan bagi perekonomian negara.
2.4.3 Jenis Nilai Tukar
Indonesia mengenal beberapa jenis nilai tukar mata uang rupiah
yaitu; Kurs Bank Indonesia, Kurs Realisasi dan Kurs Menteri Keuangan.
Kurs Bank Indonesia adalah kurs yang berlaku di Bank Indonesia. Kurs
Bank Indonesia tersebut terdiri atas kurs jual dan kurs beli. Dalam sistem
akuntansi, yang digunakan dalam pembukuan adalah kurs tengah Bank
22
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, yaitu kurs rata-rata antara kurs jual dan kurs beli. Kurs realisasi
adalah kurs yang sebenarnya terjadi ketika menilai mata uang asing dalam
rupiah atau pada waktu membeli mata uang asing dengan mata uang rupiah.
Sedangkan Kurs Menteri Keuangan adalah kurs yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan dengan tujuan tertentu seperti pelunasan pajak. Kurs
Menteri Keuangan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
ditetapkan setiap minggu.
2.4.4 Pengelompokan Mata Uang Asing
Mata uang asing dapat dikelompokkan menjadi hard currency dan
soft currency. Hard currency adalah kelompok mata uang yang relatif kuat
dan stabil, serta tidak terlalu sering mengalami kenaikan ataupun
penurunan. Biasanya Hard currency umumnya merupakan mata uang
negara-negara industri dan kuat secara ekonomi seperti dolar Amerika
Serikat (USD), poundsterling Inggris (GBP), dan euro (EU). Sedangkan Soft
Currency merupakan mata uang yang relatif lemah, dan jarang digunakan
dalam transaksi internasional. Mata uang dalam kelompok ini relatif tidak
stabil dan sangat sensitif terhadap gejolak politik dan biasanya merupakan
mata uang negara-nagara yang sedang berkembang.
2.4.5 Selisih Kurs Dalam Penerapan PPN Impor
Sebagai sebuah transaksi perdagangan, kegiatan Impor tentunya
menggunakan jenis mata uang yang berbeda dengan mata uang negeri
sebagai satuan nilai transaksi. Kondisi yang sering dihadapi terkait
penggunaan mata uang yang berbeda adalah munculnya selisih kurs sebagai
23
Universitas Sumatera Utara
akibat adanya perbedaan kurs yang berlaku. Lazimnya, impor dilakukan
dalam nilai transaksi yang cukup besar, dimana untuk meminimalisir resiko
bisnis digunakan metode pembayaran dibelakang baik secara tunai atau
menggunakan Letter of Credit (L/C).
Metode pembayaran dibelakang ini,menjadikan munculnya selisih
kurs yang disebabkan perbedaan waktu yang terjadi dalam sistem
pembukan. Kurs yang pertama adalah kurs pada saat transaksi, yaitu pada
saat pengakuan penjualan oleh penjual di luar negeri atau impor oleh
pembeli di dalam negeri berdasarkan metode pengiriman barang yang
digunakan. Kurs yang kedua adalah kurs yang berlaku pada saat pelunasan
pembayaran yang mungkin berbeda dengan kurs pada saat transaksi.
Dalam pembahasan sebelumnya mengenai perhitungan PPN Impor,
telah dijelaskan bahwa untuk menghitung jumlah PPN Impor yang terutang
digunakan Nilai Impor yang dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan yang
berlaku pada saat Barang/Jasa Kena Pajak masuk wilayah pabean. Hal ini
menjadikan tidak adanya selisih kurs yang terjadi dalam perhitungan
penerimaan PPN Impor.
2.5
Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitan yang dapat penulis jadikan sumber rujukan
dalam meneliti keterkaitan Pajak Pertambahan Nilai Impor dengan tingkat
inflasi dan nilai tukar mata uang Rupiah. Selain itu, terdapat pula penelitian lain
yang mengaitkan antara inflasi dan nilai tukar mata uang rupiah dengan
penerimaan pajak secara umum maupun penerimaan pajak pertambahan nilai
24
Universitas Sumatera Utara
baik secara parsial, ataupun digabungkan dengan beberapa variabel lain sudah
banyak dilakukan diantaranya sebagai berikut:
Peneliti
Dwi Nuraini
(2011)
Randi Al
Safassi (2010)
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Penelitian
Pengaruh
Variabel
2. Inflasi berpengaruh
Inflasi, Nilai
Independen:
positif secara
Tukar Rupiah, 1. Inflasi
signifikan terhadap
dan
2. Nilai tukar
penerimaan
Jumlah
rupiah
PPN
Pengusaha Kena 3. Jumlah
3. Nilai tukar rupiah
berpengaruh
Pajak Terhadap
pengusaha kena
Penerimaan
negatif secara
pajak (PKP)
signifikan terhadap
Pajak
penerimaan PPN
Pertambahan
Variabel
Nilai.
4. Jumlah PKP
Dependen:
1. Penerimaan
berpengaruh positif
Pajak
secara signifikan
Pertambahan
terhadap penerimaan
PPN
Nilai
Analisis
Pengaruh Suku
Bunga SBI,
Fluktuasi
Kurs Dolar
Amerika Serikat
dan Tingkat
Inflasi Terhadap
Penerimaan
Pajak
Penghasilan
Variabel
2. Suku bunga SBI
Independen
berpengaruh secara
1. Suku bunga SBI
signifikan terhadap
2. Fluktuasi kurs
penerimaan pajak
dolar Amerika
Penghasilan
Serikat.
3. Kurs USD
3. Tingkat inflasi
berpengaruh secara
signifikan terhadap
Variabel
penerimaan pajak
Dependen:
Penghasilan
1. Penerimaan
4. Inflasi berpengaruh
Pajak
secara signifikan
Penghasilan
terhadap
penerimaan pajak
Penghasilan
Salawati (2008) Analisis
Variabel
1. Inflasi
Pengaruh Inflasi Independen
berpengaruh
dan Nilai Tukar 1. Suku bunga SBI
secara signifikan
Rupiah
2. Fluktuasi kurs
terhadap
Terhadap
dolar Amerika
penerimaan PPN.
Penerimaan
Serikat.
2. Nilai tukar rupiah
25
Universitas Sumatera Utara
PPN Pada
Kanwil DJP
Jakarta Selatan
2.6
3. Tingkat inflasi
Variabel
Dependen:
1. Penerimaan
Pajak
Pertambahan
Nilai
berpengaruh
secara signifikan
terhadap
penerimaan PPN.
3. Inflasi dan Nilai
tukar rupiah
berpengaruh
secara simultan
terhadap
penerimaan PPN.
Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar bekang masalah dan landasan teori dalam penelitian
ini, maka dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.7
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang ada dan kerangka konseptual, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai
impor pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ho1: Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara
bersama-sama
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
26
Universitas Sumatera Utara
penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ha1: Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan
pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota.
2.
Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ho2: Nilai tukar mata uang rupiah tidak berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ha2: Nilai tukar mata uang rupiah berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ho3: Tingkat
inflasi
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
Ha3: Tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan
pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota.
27
Universitas Sumatera Utara
Download