( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.netBAB II LANDASAN TEORETIS A. Hakikat Kompetensi Guru Secara etimologi atau bahasa, kompetensi dapat diartikan sebagai kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) merupakan kemampuan atau kecakapan. Dalam kamus ilmiah populer, kompetensi diartikan sebagai kecakapan, kewenangan, kekuasaan, dan kemampuan. Kompetensi sering dikaitkan dengan kompeten, namun pengertian kompeten lebih mengarah pada pengaplikasian suatu kecakapan, kewenangan, kekuasaan, dan kemampuan. Wuryadi (dalam Fahri Yasin dan Abdulkarim Rauf) menyatakan bahwa secara etimologi kompetensi mengandung keterkaitan makna dengan kemampuan (kapability, ability), kecakapan (skill), cerdas (smart), kewenangan (authority), kinerja (performance), perilaku (attitude), dan kesadaran (awareness). Dalam standar kompetensi guru sekolah lanjutan ”kompetensi” diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh Slamet bahwa kompetensi merupakan serangkaian tindakan dengan rasa tanggung jawab yang harus dipunyai seseorang sebagai persyaratan untuk dapat berhasil dalam melaksanakan tugasnya atau suatu hal yang menggambarkan kualifikasi kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Charles Johnson sebagaimana dikutip oleh Moh. Uzer Usman mengemukakan bahwa competency as a ration performance wich satisfactorily meet the objective for a decired condition. Dapat diartikan bahwa kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Cooper sebagaimana dikutip oleh Nana Sudjana mengatakan bahwa apabila kompetensi dikaitkan dengan aktivitas guru, maka kompetensi dimaksudkan adalah kemampuan esensial yang mutlak dimiliki guru sebagai penanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran dan merupakan jati diri keprofesionalannya dalam mengelola kegiatan pembelajaran hingga bernilai efektif dan efisien. Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yakni “competence” yang berarti kecakapan, kemampuan, dan kesanggupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan, memutuskan dan menetapkan sesuatu. Kalau kompetensi diartikan kemampuan atau kecakapan, maka hal ini erat kaitannya dengan pemilikan pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan sebagai guru. Kompetensi adalah seperangkat tindakan inteligen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Kompetensi, menurut W. Robert Houston, adalah kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugas profesi yang ditandai dengan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan yang dipersyaratkan sebagai guru. Menurut Munsyi dalam Uno, kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan. Performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati, tetapi juga meliputi perihal yang tidak tampak. Spencer dan Spencer mendefinisikan kemampuan atau kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektif dan/atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. R.M. Guion dalam Spencer dan Spencer mendefinisikan kemampuan atau kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berpikir, dalam segala situasi, dan berlangsung terus dalam periode waktu yang lama. Lebih lanjut Spencer dan Spencer mambagi lima karakteristik kompetensi sebagai berikut: 1. Motif, yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu. Contohnya, orang yang bermotivasi dengan prestasi akan mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuan, dan bertanggung jawab melaksanakannya. 2. Sifat, yaitu karakteristik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi atau informasi. Contoh penglihatan yang baik adalah kompetensi sifat fisik bagi seorang pilot. Begitu halnya dengan control diri emosional dan inisiatif adalah lebih kompleks dalam merespons situasi secara konsisten. Kompetensi sifat ini pun sangat dibutuhkan dalam memecahkan masalah dan melaksanakan panggilan tugas. 3. Konsep diri, yaitu sikap, nilai, dan image diri seseorang. Contohnya kepercayaan diri. Kepercayaan atau keyakinan seseorang agar dia menjadi efektif dalam semua situasi adalah bagian dari konsep diri. 4. Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu. Contohnya, pengetahuan ahli bedah terhadap urat saraf dalam tubuh manusia. 5. Keterampilan, yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan fisik dan mental. Contoh kemampuan fisik adalah keterampilan programmer computer untuk menyusun data secara beraturan. Sedangkan kemampuan berpikir analitis dan konseptual adalah berkaitan dengan kemampuan mental atau kognitif seseorang. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kategorisasi tentang kompetensi juga meliputi dua bagian, yaitu threshold competences dan differentiating competences. Threshold competences adalah karakteristik esensial (biasanya pengetahuan atau keterampilan dasar, seperti kemampuan membaca) yang seseorang butuhkan untuk menjadi efektif dalam suatu pekerjaan, tetapi bukan untuk membedakan pelaku superior dari yang rata-rata. Contohnya, pengetahuan pedagang tentang produk atau kemampuan mengisi faktur. Differentiating competences membedakan pelaku yang superior dari yang biasanya. Contohnya, orientasi prestasi yang diekspresikan dalam tujuan seseorang adalah lebih tinggi dari yang dikehendaki oleh organisasi. Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan peserta didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap peserta didik. Tidak ada seorang gurupun yang mengharapkan peserta didiknya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina peserta didik agar di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap hari guru meluangkan waktu demi kepentingan peserta didik bila suatu ketika ada peserta didik yang tidak hadir di sekolah, guru menanyakan kepada anak-anak yang hadir, apa sebabnya dia tidak hadir ke sekolah. Peserta didik yang sakit, tidak bergairah belajar, terlambat masuk sekolah, belum menguasai bahan pelajaran, berpakaian sembarangan, berbuat yang tidak baik, terlambat membayar uang sekolah, tak punya pakaian seragam, dan sebagainya, semuanya menjadi perhatian guru. Karena besarnya tanggung jawab guru terhadap peserta didiknya, hujan dan panas bukanlah menjadi penghalang bagi guru untuk selalu hadir di tengah-tengah peserta didiknya. Guru tidak pernah memusuhi peserta didiknya meskipun suatu ketika ada peserta didiknya yang berbuat kurang sopan pada orang lain. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru memberikan nasihat bagaimana cara bertingkah laku yang sopan pada orang lain. Karena profesinya sebagai guru adalah berdasarkan panggilan jiwa, maka bila guru melihat peserta didiknya senang berkelahi, meminum minuman keras, mengisap ganja, datang kerumah-rumah border, dan sebagainya, guru merasa sakit hati. Siang atau malam selalu memikirkan bagaimana caranya agar peserta didiknya itu dapat dicegah dari perbuatan yang kurang baik, asusila, dan amoral. Guru seperti itulah yang diharapkan untuk mengabdikan diri di lembaga pendidikan. Bukan guru yang hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak peserta didik. Sementara jiwa, dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak peserta didik itulah yang sukar, sebab peserta didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi, falsafah dan bahkan agama. Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada peserta didik agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti harus guru berikan ketika di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru contohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Guru bertanggungjawab melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah dalam arti memberikan bimbingan dan pengajaran kepada para siswa. Tanggung jawab ini direalisasikan dalam bentuk melaksanakan pembinaan kurikulum, menuntun para siswa belajar, membina pribadi, watak, dan jasmaniah siswa, menganalisis kesulitan belajar, serta menilai kemajuan belajar para siswa. Agar guru mampu mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya ini, maka setiap guru harus memiliki berbagai kompetensi yang relevan dengan tugas dan tanggung jawab tersebut. Dia harus menguasai cara belajar yang efektif, harus mampu membuat model satuan pelajaran, mampu memahami kurikulum secara baik, mampu mengajar di kelas, mampu menjadi model bagi siswa, mampu memberi nasehat dan petunjuk yang berguna, menguasai teknik-teknik memberikan bimbingan dan penyuluhan, mampu menyusun dan melaksanakan prosedur penilaian kemajuan belajar, dan sebagainya. Kompetensi guru merupakan gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti. Perilaku di sini merujuk bukan hanya pada perilaku nyata, tetapi juga meliputi hal-hal yang tidak tampak. Charles E. Jhonsons mengemukakan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dikatan rasional karena mempunyai arah atau tujuan tertentu. Barlow mengemukakan bahwa kemampuan guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Dengan demikian, kemampuan guru merupakan kapasitas internal yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Tugas professional guru bias diukur dari seberapa jauh guru mendorong proses pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan efisien. Cooper, dalam Sudjana, mengemukakan empat kompetensi guru, yakni: a) Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia; b) Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya; c) Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya; d) Mempunyai keterampilan teknik mengajar. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Grasser. Menurut Graser ada empat hal yang harus dikuasai guru, yakni (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pembelajaran, dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa. Sementara Nana Sudjana telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut: a. Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan, serta pengetahuan umum lainnya. b. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya. c. Kompetensi perilaku/performance, yaitu kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/perilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain. Ketiga bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. George J. Mouly mengatakan bahwa ketiga bidang tersebut (kognitif, sikap, dan perilaku) mempunyai hubungan hierarkis. Artinya, saling mendasari satu sama lain. Kompetensi yang satu mendasari kompetensi lainnya. Menurut Mohamad Amin, kompetensi guru pada hakekatnya tidak bisa dilepaskan dari konsep hakekat guru dan hakekat guru. Kompetensi guru mencerminkan tugas dan kewajiban guru yang harus dilakukan sehubungan dengan arti jabatan guru yang menuntut suatu kompetensi tertentu sebagaimana telah disebutkan. Ace Suryani mengemukakan bahwa untuk mencapai taraf kompetensi, seorang guru memerlukan waktu lama dan biaya mahal. Status kompetensi yang profesional tidak diberikan oleh siapapun, tetapi harus dicapai dalam kelompok profesi bersangkutan. Awalnya, tentu harus dibina melalui penguatan landasan profesi, misalnya pembinaan tenaga kependidikan yang sesuai, pengembangan infrastruktur, pelatihan jabatan (in service training) yang memadai, efisiensi dalam sistem perencanaan, serta pembinaan administrasi dan pembinaan kepegawaian. Kompetensi guru profesional menurut pakar pendidikan seperti Soedijarto menurut dirinya sebagai seorang guru agar mampu menganalisis, mendiagnosis, dan memprognosis situasi pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain: a. b. c. d. e. f. g. disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran. bahan ajar yang diajarkan. pengetahuan tentang karakteristik siswa. pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan. pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar. penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran. Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan. Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apa pun. Kompetensi-kompetensi lainnya adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi kemasyarakatan. Secara teoritis ketiga jenis kompetensi tersebut dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, akan tetapi secara praktis sesungguhnya ketiga jenis kompetensi tersebut tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan. Diantara ketiga jenis kompetensi yang saling menjalin secara terpadu dalam diri guru. Guru yang terampil mengajar tentu harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan social adjustment dalam masyarakat. Ketiga kompetensi tersebut terpadu dalam karakteristik tingkah laku guru. Sebagaimana lazim dipahami di kalangan pendidikan guru, ”sosok utuh” Kompetensi Profesional Guru terdiri atas kemampuan: a) Mengenal secara mendalam peserta didik yang hendak dilayani; b) Menguasai bidang ilmu sumber bahan ajaran baik dari segi 1) Substansi dan metodologi bidang ilmu (disciplinary content knowledge), maupun. 2) Pengemasan dalam bidang ilmu menjadi bahan ajar dalam kurikulum (pedagogical content knowledge); c) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, mencakup 1) Perancangan program pembelajaran berdasarkan serangkaian keputusan situasional. 2) Implementasi program pembelajaran termasuk penyesuaian sambil jalan (midourse) berdasarkan on going transactional decisions berhubungan dengan adjustments dan reaksi unik (ideosyncratic response) dari peserta didik terhadap tindakan guru, 3) Mengakses proses dan hasil pembelajaran, dan 4) Menggunakan hasil asesmen terhadap proses dan hasil pembelajaran dalam rangka perbaikan pengelolaan pembelajaran secara berkelanjutan; d). Mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan. Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam kompetensi profesionalnya. Semua hal yang disebutkan di atas merupakan hal yang dapat menunjang terbentuknya kompetensi profesional guru. Dengan kompetensi profesional tersebut, dapat diduga berpengaruh pada proses pengelolaan pendidikan sehingga mampu melahirkan keluaran pendidikan yang bermutu. Keluaran yang bermutu dapat dilihat pada hasil langsung pendidikan yang berupa nilai yang dicapai siswa dan dapat juga dilihat melalui dampak pengiring, yakni di masyarakat. Sebab diantara yang berpengaruh pada pendidikan antara lain adalah komponen input, proses, dan keluaran pendidikan serta berbagai sistem lain yang berkembang di masyarakat. Selain itu, salah satu unsur pembentuk kompetensi profesional guru adalah tingkat komitmennya terhadap profesi. Gail Sheehy sebagaimana dikemukakan oleh Ali Imron menyatakan bahwa sikap hidup seseorang apabila berumur 21 tahun sampai dengan 25 tahun, mempunyai cita-cita, aspirasi, semangat, dan rencana hidup, berbeda dengan mereka yang berumur 50 tahun. Guru muda pada umumnya berambisi pada kariernya. Ada keinginan mencapai supremasi dalam hal ide. Sebaliknya, guru yang sudah lanjut usia, memiliki semangat yang sedikit demi sedikit berkurang. Tingkat komitmen sebenarnya dapat digambarkan dalam satu garis kontinum, yang bergerak dari tingkatan rendah sampai dengan tingkatan tinggi. Guru yang rendah komitmennya, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: a. Perhatian yang disisihkan untuk memperhatikan siswanya hanya sedikit. b. Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya hanya sedikit. c. Perhatian utama guru hanyalah jabtannya. Sebaliknya, guru yang mempunyai tingkatan komitmen tinggi, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: a. Perhatiannya terhadap siswa cukup tinggi. b. Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya banyak. c. Banyak bekerja untuk kepentingan orang lain. Kegiatan pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan pendidikan yang mempunyai tujuan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, maka tanggung jawab utama dibebankan kepada guru. Hal ini mengingat guru merupakan pemegang peranan penting dalam kegiatan pembelajaran, bahwasanya ia bukan hanya sebagai pembelajaran, tetapi memiliki fungsi ganda. Fungsi tersebut yaitu guru sebagai pengajar, perencana, sekaligus sebagai penanggung jawab bagi tercapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, sebagai pelaksana pendidikan guru dituntut untuk memiliki basic competency ilmu pengetahuan. Kompetesi ini merupakan bekal guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, dalam rangka untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pembelajaran bidang studi pendidikan agama Islam, kualifikasi kompetensi guru harus relevan dengan pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilakukan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dalam penelitian ini, kompetensi atau kemampuan guru dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran. Dalam konteks ini, guru merupakam subyek sekaligus sebagai obyek dalam kegiatan pembelajaran. Guru sebagai subyek bukan saja menguasai bahan yang akan diajarkan, tetapi juga berperan sebagai perencana dan pelaksana kegiatan pembelajaran serta melaksanakan kegiatan evaluasi. Sedangkan, guru sebagai obyek dalam kegiatan pembelajaran ia harus bersikap proaktif terhadap setiap fenomena perkembangan peserta didik, bahwasanya ia harus menerima saran dan masukan sebagai akibat kegiatan pembelajaran yang ditimbulkannya. B. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Hal ini dapat terlihat dari tujuan nasional bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang menempati posisi yang strategis dalam pembukaan UUD 1945. Dalam situasi pendidikan, khususnya pendidikan formal di sekolah, guru merupakan komponen yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Ini disebabkan guru berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Dengan kata lain, guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkompeten. Oleh karena itu, diperlukanlah sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Salah satu kunci pokok tugas dan kedudukan guru sebagai tenaga profesional menurut ketentuan pasal 4 UU Guru dan Dosen adalah sebagai agen pembelajaran (Learning Agent) yang berfungsi meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Sebagai agen pembelajaran guru memiliki peran sentral dan cukup strategis antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Secara umum, guru harus memenuhi dua kategori yaitu memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik dan mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi dan memiliki loyalitas keguruan, yakni terhadap tugas-tugas yang tidak semata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas. Pada hakekatnya kompetensi guru pendidikan agama dengan guru umum memiliki kesamaan, hanya saja pada guru agama yang paling utama adalah aspek kepribadian. Karena biasanya guru agama menjadi panutan para murid dalam mengukur sebuah perbuatan yang bermoral. Dalam al-Qur’an terdapat sejumlah ayat yang memberikan petunjuk tentang bagaimana seharusnya seorang guru berbuat dan bersikap untuk menjalankan tugasnya, antara lain dalam Q.S. An Nahl/16: 125 ِةَظِعْوَمْلاَو ِةَمْكِحْلاِب َكِّبَر ِليِبَس ىَلِإ ُعْدا َّنِإ ُنَسْحَأ َيِه يِتَّلاِب ْمُهْلِداَجَو ِةَنَسَحْلا َوُهَو ِهِليِبَس ْنَع َّلَض ْنَمِب ُمَلْعَأ َوُه َكَّبَر َنيِدَتْهُمْلاِب ُمَلْعَأ Terjemahnya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Demikian pula dalam Q.S. An Nisa>/4: 58 ىَلِإ ِتاَناَمَأْلا اوُّدَؤُت ْنَأ ْمُكُرُمْأَي َهَّللا َّنِإ اوُمُكْحَت ْنَأ ِساَّنلا َنْيَب ْمُتْمَكَح اَذِإَو اَهِلْهَأ َهَّللا َّنِإ ِهِب ْمُكُظِعَي اَّمِعِن َهَّللا َّنِإ ِلْدَعْلاِب اًريِصَب اًعيِمَس َناَك Terjemahnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. Berdasarkan Ayat di atas, mengandung makna bahwa tanggungjawab guru adalah amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, penuh keikhlasan dan mengharapkan ridha Allah SWT. Pekerjaan guru menutut kesungguhan dalam berbagai hal. Karenanya, posisi dan persyaratan para “pekerja pendidikan” atau orang-orang yang disebut pendidik karena pekerjaanya itu patut mendapat pertimbangan dan perhatian yang sungguh-sungguh pula. Kegiatan pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan pendidikan yang mempunyai tujuan. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, maka tanggung jawab utama dibebabankan kepada guru. Hal ini mengingat guru merupakan pemegang peranan penting dalam kegiatan pembelajaran, bahwasanya ia bukan hanya sebagai pembelajaran, tetapi memiliki fungsi ganda. Fungsi tersebut yaitu guru sebagai pengajar, perencana, sekaligus sebagai penanggung jawab bagi tercapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, sebagai pelaksana pendidikan guru dituntut untuk memiliki basic competency ilmu pengetahuan. Kompetesi ini merupakan bekal guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, dalam rangka untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, khususnya dalam meningkatkan pengamalan ibadah murid, maka kualifikasi kompetensi guru harus relevan dengan pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilakukan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Wuryadi (dalam Fahri Yasin dan Abdulkarim Rauf) menyatakan bahwa secara etimologi kompetensi mengandung keterkaitan makna dengan kemampuan (kapability, ability), kecakapan (skill), cerdas (smart), kewenangan (authority), kinerja (performance), perilaku (attitude), dan kesadaran (awareness). Cooper sebagaimana dikutip oleh Nana Sudjana mengatakan bahwa apabila kompetensi dikaitkan dengan aktifitas guru, maka kompetensi dimaksudkan adalah kemampuan esensial yang mutlak dimiliki guru sebagai penanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran dan merupakan jati diri keprofesionalannya dalam mengelola kegiatan pembelajaran hingga bernilai efektif dan efisien. Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan, sistem pendidikan harus ditata dan dirancang oleh orang-orang yang ahli dibidangnya yang ditandai dengan kompetensi sebagai persyaratannya. Guru harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelolah proses belajar mengajar secara efektif. Bagi sebuah profesi, kompetensi merupakan sebuah tuntutan. Demikian pula halnya dengan profesi keguruan. Guru sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan harus memiliki berbagai kompetensi yang dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan dalam menjalankan tugas kependidikannya. Guru Pendidikan Agama Islam yang mengembang tujuan khusus Pendidikan Agama Islam juga harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya. Pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah akan dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam. Setidaknya ada empat elemen kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Khusus kompetensi profesional, masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konsukwensi jabatan terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme bergantung kepada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuh. Setiap guru harus memahami fungsinya karena sangat besar pengaruhnya terhadap cara bertindak dan berbuat dalam menunaikan tugasnya sehari-hari di sekolah dan di masyarakat. Pengetahuan dan pemahaman tentang kompetensi guru akan mendasari pola kegiatannya dalam menunaikan profesi guru. Dengan demikian seorang yang telah memilih guru sebagai profesinya harus benar-benar professional di bidangnya. Disamping juga harus memiliki kecakapan dan kemampuan dalam mengelolah interaksi belajar mengajar. Hal ini dapat di pahami bahwa profesionalitas seorang guru dapat menentukan keberhasilan proses belajar siswa. Seorang guru Pendidikan Agama Islam sebagai guru yang mempunyai profesionalitas di bidangnya, artinya menguasai betul seluk beluk Pendidikan Agama Islam. Pendidikan Agama Islam memiliki karakteristik tersendiri dibanding mata pelajaran yang lain, karena Pendidikan Agama Islam mengajarkan isi ajaran itu sendiri. C. Hakekat Pembelajaran Pembelajaran adalah terjemahan dari instruction atau teaching, dalam bahasa arab diistilahkan ta’lim yakni mengajar atau membelajarkan. Gagne dan Briggs, 1979 (dalam Arif S. Sadiman) sebagai mana dikutip oleh Ahmad Rohani mengatakan bahwa instruction mencakup semua events yang mungkin mempunyai pengaruh langsung terhadap proses belajar manusia dan bukan saja terbatas pada events (peristiwa-peristiwa) yang dilakukan oleh guru, dosen atau instruktur, Akan tetapi mencakup pula tentang kejadian-kejadian yang diturunkan oleh bahan cetakan, gambar atau kombinasinya. Corey (1977) sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rohani mengatakan bahwa instruction sebagai sub-sub atau bagian dari pendidikan, yang merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang dengan sengaja dikelola agar memungkinkan orang tersebut dapat belajar melakukan hal tertentu dalam kondisi tertentu atau memberikan respon terhadap situasi tertentu pula. Selanjutnya, sebagaimana dikutip oleh Irfan Abd Gafar dan Moh. Jamil B.; Tardif (1987) mengatakan bahwa instruction sebagai suatu proses pendidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan, Reber (1988) mengartikan sebagai perbuatan mengajarkan ilmu pengetahuan; dan Degeng (1989) mengistilahkan pembelajaran sebagai upaya membelajarkan pebelajar. Berangkat dari beberapa penafsiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada hakikatnya merupakan totalitas aktivitas pembelajaran yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi yang keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai cita-cita tujuan yang ditetapkan. Hal ini dapat dipahami bahwa objek utama dari kegiatan pembelajaran adalah bagaimana membelajarkan siswa, yang secara subtansial menekankan pada cara-cara mencapai tujuan, yaitu berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasi, menyampaikan isi pelajaran, mengelola pembelajaran serta melaksanakan evaluasi. Dalam pendidikan guru, kita kenal dengan adanya pendidikan berdasarkan kompetensi. Model pendidikan berdasarkan kompetensi sebagai upaya untuk menciptakan tenaga-tenaga pendidikan yang profesional. Dalam sistem pendidikan ini, guru dilatih dan ditatar untuk dapat menjadi tenaga pendidikan yang memiliki basic kompetensi secara akseptabel. Kompetensi yang hendak dicapai sesuai dengan standarisasi korps tenaga kependidikan yaitu kompetensi secara profesional. Berkaitan dengan kompetensi profesional kependidikan paling tidak ada dua prasyarat penting, yakni; pertama, spektrum kompetensi yaitu indikator adanya variasi kualitatif dan kuantitatif perangkat kompetensi yang dimiliki oleh korps tenaga kependidikan yang dibutuhkan untuk mengoperasionalkan dan mengembangkan sistem pendidikan. Kedua, profil kompetensi yaitu berbagai aspek kompetensi yang dimiliki seseorang tenaga profesional kependidikan. Mencermati peran guru di sekolah sebagai tenaga pendidik sekaligus sebagai tenaga profesional, maka dapat dipahami bahwa dalam kegiatan proses pembelajaran dari kedua prasyarat kompetensi profesional, maka yang paling menonjol adalah profil kompetensi sedangkan spektrum kompetensi hanya sebagai sarana penunjang berlangsungnya kegitan pembelajaran. Di Indonesia kompetensi guru telah dikembangkan oleh Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G) Kementerian Pendidikan Nasional. Pada dasarnya kompetensi guru bertolak dari analisis tugas seorang guru, baik sebagai pengajar, pembimbing, maupun sebagai administrasi kelas. Ada sepuluh kompetensi guru menurut Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G), yakni; (1) menguasai bahan, (2) mengelola program pembelajaran, (3) mengelola kelas, (4) mengunakan media atau sumber belajar, (5) menguasai landasan pendidikan, (6) mengelola interaksi pembelajaran, (7) menilai prestasi belajar, (8) mengenal fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan, (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan (10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pembelajaran. Berdasarkan hasil pengembangan Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G), jika ditelaah maka dapat dipahami bahwa delapan dari sepuluh kompetensi guru yang disebutkan di atas lebih diarahkan kepada kompetensi guru sebagai pengajar. Dalam penelitian ini, kompetensi guru diarahkan bagi upaya peningkatan proses dan hasil belajar. Dalam hal ini peningkatan kompetensi lebih diarahkan pada pemahaman tentang palaksanaan kegiatan pembelajaran serta yang berkaitan dengannya. Oleh karena itu, untuk keperluan analisis guru sebagai pengajar dalam meningkatkan proses dan hasil belajar, maka kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi empat jenis kompetensi, yakni: 1) kemampuan menguasai bahan pembelajaran, 2) kemampuan menyusun rancangan pembelajaran, 3) kemampuan melaksanakan atau mengelola program pembelajaran, 4) kemampuan menilai hasil dan proses pembelajaran. Penjelasan dari ke empat jenis kompetensi tersebut akan diuraikan di bawah ini sebagai berikut: 1. Menguasai Bahan Pembelajaran Sebelum guru tampil di depan kelas untuk mengelola interaksi pembelajaran, terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan pembelajaran yang akan diajarkan sekaligus menguasai bahan-bahan atau referensi sebagai penunjang kegiatan pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang dimaksud menguasai bahan oleh guru akan mengandung dua aspek, yakni; a. Menguasai bahan pembelajaran dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, yaitu guru harus menguasai bahan sesuai dengan materi atau cabang ilmu pengetahuan yang dibinanya, sesuai dengan kurikulum yang termaktub dalam kurikulum sekolah. b. Menguasai bahan pengayaan yakni guru harus juga menguasai bahan pembelajaran atau referensi lain yang relevan sebagai penunjang materi yang akan diajarkan. Penguasaan bahan-bahan lain oleh guru dimaksudkan agar guru dapat menyampaikan materi lebih mantap dan dinamis serta memperjelas dari bahan-bahan bidang studi yang diajarkan oleh guru. 2. Menyusun Rancangan Pembelajaran a. Pengertian Rancangan Pembelajaran Rancangan atau desain pembelajaran yang sebelumnya dikenal dengan perencanaan pembelajaran merupakan suatu pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan tugas mengajar guru atau aktifitas pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran serta melalui langkah-langkah perencanaan itu sendiri, pelaksanaan dan penilaian dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa rancangan pembelajaran merupakan garis-garis besar program pembelajaran sebagai kerangka acuan dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran di kelas sekaligus menciptakan kegiatan pembelajaran secara efektif, efisien serta sebagai wadah untuk pencapaian tujuan pembelajaran. b. Asumsi-asumsi dalam Rancangan Pembelajaran Rancangan pembelajaran merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Untuk dapat memahami dan menerapkan proses penyusunan rancangan pembelajaran dengan baik, maka perlu memahami beberapa asumsi tentang rancangan pembelajaran. semua asumsi ini dapat mempengaruhi pemikiran dan tindakan seseorang dalam menyusun sebuah rancangan. Asumsi-asumsi tersebut dikemukakan oleh Degeng, (1990) meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Perbaikan pembelajaran diawali dengan desain pembelajaran. 2) Pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan sistem. 3) Desain pembelajaran didasarkan pada pengetahuan tentang bagaimana seseorang belajar. 4) Desain pembelajaran mengacu kepada perorangan maupun kelompok. pembelajar secara 5) Hasil pembelajaran mencangkup hasil nyata dan hasil pengiring. 6) Sasaran akhir dari desain pembelajaran adalah pebelajar belajar. 7) Desain pembelajaran mencakup mempengaruhi pebelajar. semua variabel yang 8) Inti desain pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Jadi, untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai desain pembelajaran memilik peran yang sangat penting, perancangan desain pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang terukur dan terarah. c. Komponen-Komponen Rancangan Pembelajaran Salah satu tahapan yang dilalui oleh guru adalah menyusun rancangan pembelajaran. Sebagaimana kita pahami bahwa perencanaan pembelajaran membantu guru mengarahkan langkah dan aktifitas serta kinerja yang akan ditampilkan dalam proses pembelajaran dalam mencapai tujuan. Dalam menyusun rancangan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalan tugasnya sebagai desainer pembelajaran. Komponen pembelajaran sebagai acuan untuk menyusun rancangan pembelajaran secara efektif. Secara garis besar komponen-komponen rancangan pembelajaran meliputi dua aspek, yakni komponen pokok dan komponen penunjang. masing-masing komponen meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Komponen Pokok a) Topik, pokok bahasan (sub topik dan sub pokok bahasan). b) Entry behavior /situasi awal atau pengenalan karateristik kamampuan siswa atau dikenal dengan analisis situasi. c) Tujuan pembelajaran meliputi Tujuan Intraksional Umum dan Tujuan Intraksional Khusus. d) Perumusan alat evaluasi atau penilaian. e) Penentuan materi atau isi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan. f) Merancang bentuk kegiatan pembelajaran itu sendiri. g) subyek ajar yaitu pelaku dan pelaksana kegiatan pembelajaran itu sendiri. h) Metode pembelajaran yaitu metode mana yang relevan digunakan dengan materi yang akan digunakan. 2) Komponen Penunjang Komponen penunjang merupakan komponen-komponen pembelajaran yang keberadaan-nya dapat membantu kelancaran dan mempermudah pelaksanaan pembelajaran seperti pengaturan jadwal (waktu pertemuan), alat, fasilitas-fasilitas pembelajaran yang akan menambah kelengkapan atau kesempurnaan kegiatan pembelajaran. Mencermati beberapa uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen dalam penyusunan program pembelajaran meliputi empat aspek pokok atau komponen utama, yaitu 1) kemampuan menentukan tujuan pembelajaran, 2) kemampuan menentukan materi pelajaran, 3) kemampuan menentukan kegiatan pembelajaran, meliputi strategi atau metode, media, mengalokasikan waktu, dan 4) kemampuan menentukan alat penilaian atau evaluasi. 3. Melaksanakan atau Mengelola Program Pembelajaran Melaksanakan atau mengelola pembelajaran merupakan fase atau tahap pelaksanaan program yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang disusun dalam perencanaan. Peran aktif guru dalam kegiatan ini sangat diperlukan, bahwasanya ia harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat. Pada tahap ini, disamping pemahaman tentang teori tentang pembelajaran oleh guru, diperlukan pula pemahaman tentang pembelajaran, kemahiran dan keterampilan teknik mengajar. Dasar tersebut sebagai acuan bagi guru untuk dapat menciptakan proses pembelajaran yang dinamis. Berkaitan dengan itu, maka pengetahuan yang harus dimiliki guru berkaitan dengan pengelolaan proses pembelajaran harus diarahkan pada efektifitas pembelajaran itu sendiri. Setidaknya, ada dua belas faktor yang perlu dikuasai guru berkaitan dengan upaya mengefektifkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi guru Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau setara dengan MA. Namun, dari dua belas kemampuan tersebut setelah dianalisis dan korelasikan dengan kemampuan lainnya, maka kemampuan guru meliputi hal-hal sebagai beikut: a. Kemampuan membuka pelajaran. Kemampuan membuka pelajaran berarti guru dituntut untuk dapat menghubungkan antara materi atau bahan pelajaran baru dengan yang lama, di samping pengetahuan tentang kondisi ruangan pembelajaran maupun keberadaan siswa sebagai objek pembelajaran. b. Kemampuan menyajikan materi Kemampuan menyajikan materi erat kaitannya dengan menyampaikan atau mengkomunikasikan bahan atau isi pelajaran kepada siswa secara efektif, efisien dan terarah sesuai dengan tuntutan sikap profesionalisme, yaitu membuat siswa agar dapat mengerti terhadap bahan atau isi pelajaran yang disampaikan. c. Kemampuan menggunakan media pembelajaran Media dalam bahasa arab diartikan wa sa’il (perantara) atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Azhar Arsyad mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Berangkat dari penafsiran tersebut, maka dapat dipahami bahwa media merupakan segala bentuk alat yang dapat mengkomunikasikan dan mengkongkritkan pesan (bahan ajaran) dari pemberi pesan (pembelajar) kepada penerima pesan (pebelajar). d. Kemampuan menggunakan metode dan strategi mengajar Metode mengajar merupakan cara-cara yng dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan kata lain bahwa metode mengajar merupakan bagian dari sistem pembelajaran yang perlu dikuasai oleh guru. Pemahaman tentang metode mengajar oleh guru dalam kegiatan pembelajaran sangat penting, mengingat metode memiliki kedudukan yang sangat urgen dalam kegiatan pembelajaran. Kedudukan metode bukan saja sebagai pelengkap dalam menyampaikan bahan pembelajaran, akan tetapi juga berfungsi sebagai alat motivasi ekstrinsik, strategi pembelajaran sekaligus sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan, strategi mengajar merupakan suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dapat juga dikatakan sebagai pola umum kegiatan guru dan peserta didik dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian strategi dalam hal ini merujuk kepada karateristik abstrak dari rentetan perbuatan guru murid dalam peristiwa pembelajaran. Terdapat empat hal pokok sebagai dasar pemilihan dan penggunaan strategi mengajar dalam pembelajaran, meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik sebagaimana yang diharapkan. 2) Memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan masyarakat. 3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif. 4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman. e. Kemampuan menggunakan bahasa yang komunikatif, yaitu menggunakan bahasa susuai dengan standar bahasa nasional. Dalam hal ini bahasa Indonesia dan bahasa Al-Qur’an yang berkaitan dengan pembelajaran bidang studi pendidikan agama Islam f. Kemampuan memotivasi siswa, yaitu memberikan dorongan kepada siswa agar ia termotivasi atau memiliki keinginan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran secara konsisten. g. Kemampuan menyimpulkan pembelajaran, yaitu berkaitan dengan proses memberikan suatu penjelasan materi secara garis besar dan terstruktur dengan menggunakan bahasa yang sistematis dan dapat dipahami oleh siswa. h. Kemampuan melaksanakan penilaian, dalam hal ini menilai hasil belajar siswa. 4. Menilai hasil dan Proses Pembelajaran Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu evaluation. Edwin Wand dan Gerald W. Brown sebagaimana dikutip oleh Syaiful Djamarah Bahri dan Aswan Zain mengemukakan bahwa ,”evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something”. Dapat diartikan bahwa evaluasi merupakan suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan sebagai suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan. a. Penilaian proses pembelajaran Penilaian terhadap proses pembelajaran dilakukan oleh guru sebagai bagian integral dari pembelajaran itu sendiri; artinya penilaian harus tidak terpisahkan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran. Penilaian proses bertujuan untuk menilai efektifitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Objek dan sasaran penilaian dalam proses adalah komponen-komponen pengajaran itu sendiri, baik berkenaan dengan masukan proses maupun dengan keluaran, dengan semua dimensinya. Komponen-komponen proses dalam pendidikan, meliputi bahan pembelajaran, metode, alat, sumber belajar, sistem penilaian, maupun objek pembelajaran itu sendiri. Berkaitan dengan peserta didik, maka aspek-aspek yang dinilai meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Kemampuan peserta didik 2) Minat, perhatian dan motivasi belajar peserta didik 3) Kebiasaan belajar 4) Pengetahuan awal dan prasyarat 5) Karateristik peserta didik b. Penilaian hasil pembelajaran Secara umum penilaian hasil pembelajaran, baik dalam bentuk formatif maupun sumatif telah dilaksanakan oleh guru. Melalui pertanyaan secara lisan atau akhir pembelajaran guru menilai keberhasilan pembelajaran (tes formatif). Demikian pula tes sumatif yang dilakukan pada setiap akhir program. Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pembelajaran terhadap tujuan-tujuan yang ditetapkan. 1) Sasaran penilaian Sasaran penilaian atau objek evaluasi hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor secara berimbang. 2) Alat penilaian Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif meliputi tes dan bukan tes sehingga diperoleh gambaran hasil belajar secara obyektif. 3) Prosedur pelaksanaan tes Penilaian hasil belajar dilaksanakan dalam bentuk sebagai berikut: a) Penilaian formatif Penilaian ini dilakukan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu atau hasil jangka pendek dari suatu proses pembelajaran atau pada akhir unit pelajaran yang singkat seperti satuan pembelajaran. Penilaian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tertentu. Hasil tes dari penilaian ini berfungsi untuk memperbaiki proses pembelajaran pada bahan tertentu dalam waktu tertentu. b) Penilaian sumatif Penilaian sumatif diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester atau satu tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam tahun satu pelajaran. Fungsi dari penilaian ini adalah untuk menentukan kenaikan kelas, menentukan peringkat atau sebagai acuan untuk menentukan mutu keberhasilan sekolah itu sendiri. Untuk mewujudkan suatu sistem pengajaran yang benar-benar berorientasi kepada peningkatan kualitas pemahaman atau kecerdasan intelektual serta perubahan pola sikap dan mental spiritual, maka seorang guru memposisikan dirinya tidak hanya sebatas pemberi ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu dia harus benar-benar menjadi seorang pendidik yang pada dirinya melekat berbagai kriteria sebagai berikut: 1. Guru yang baik memahami dan menghormati murid, 2. Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikannya, 3. Guru yang baik menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran, 4. Guru yang baik menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu, 5. Guru yang baik mengaktifkan murid dalam hal belajar, 6. Guru yang baik memberi pengertian yang bukan hanya kata-kata belaka, 7. Guru menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa, 8. Guru mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikannya, 9. Guru jangan hanya terikat oleh satu texbook, 10. Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada murid melainkan senantiasa mengembangkan pribadi siswa. Berbicara mengenai peranan guru dalam proses belajar dan mengajar, maka hal ini tidak lepas pula dari permasalahan mengenai tugas guru dalam mengembang-kan tugas-tugas kependidikan sebagai profesinya. Hal ini berarti bahwa para guru untuk memiliki seperangkat ilmu pengetahuan yang dapat dimanipestasikan terhadap pembaharuan tugas-tugas kependidikan. Guru dewasa ini bukan hanya sekedar bertugas menyampaikan teori konsep ilmu pengetahuan belaka melainkan memiliki seperangkat ilmu pengetahuan sesuai dengan keahlian yang telah ditetapkan dalam pendidikannya. Akan tetapi seorang guru harus menghayati setiap konsep ilmu bagi peserta didik dan kehidupannya, setelah terhayati hal itu guru merenungkan dan menetapkan pola dan teknik penyampaian. Hal ini dimaksudkan agar tercapai apa yang menjadi tujuan secara tepat guna. Berkaitan dengan kewajiban-kewajiban yang mutlak diperlukan bagi seorang guru tugas kependidikan di atas, maka sesuai dengan konsep-konsep pendidikan modern sekarang ini, berbagai pemahaman di ketengahkan sehubungan dengan tugas dan peranan guru baik sebagai perencana maupun sebagai pengendali proses belajar mengajar. Classer mengemukakan ada empat hal yang harus dikuasai guru, dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar yaitu : 1. Menguasai bahan pelajaran, 2. Kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa, 3. Kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan 4. Kemampuan mengukur hasil belajar siswa. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas, maka dapatlah dianalisa bahwa sesungguhnya tugas dan peran guru dalam kegiatan belajar mengajar sangat menentukan ke mana arah dan hasil yang dicapai setiap program pengajaran yang berlangsung, ini artinya bahwa upaya mewujudkan tujuan yang akan dicapai mengakibatkan lahirnya berbagai persepsi dan pemahaman untuk menemukan sekaligus menetapkan berbagai strategi yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemegang kendali utama dalam proses belajar mengajar. Berbagai kemampuan diharuskan melekat secara mendasar pada setiap guru. Pekerjaan mengajar merupakan suatu profesi yang membutuhkan kemampuan terhadap berbagai disiplin ilmu keguruan sekaligus secara psikologis harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi berbagai situasi yang dialami oleh siswa. Atas dasar ini, maka guru dituntut untuk lebih terampil dalam hal : 1. Mengenal dan mengikuti harkat dan potensi dari setiap individu, 2. Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar-mengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral (batiniah) terhadap siswa bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan siswa dan guru, 3. Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling mempercayai antara guru dan siswa. Melalui kegiatan belajar mengajar inilah dapat diketahui bagaimana sesungguhnya peran guru dalam mentransformasikan nilai-nilai pengetahuan, sikap dan keterampilan dan lain-lain yang dapat menyebabkan tingkah laku anak berobah ke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan posisi dan peran guru dalam proses pengajaran, maka sebagai seorang pendidik perlu kiranya pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai yang berkembang, terutama dalam konsep-konsep ajaran agama Islam, apalagi sebagai guru agama Islam. Dalam al-Qur’an terdapat sejumlah ayat yang memberikan petunjuk tentang bagaimana seharusnya seorang guru berbuat dan bersikap untuk menjalankan tugasnya, antara lain dalam Q.S. an-Nahl/16 : 125 ِةَظِعْوَمْلاَو ِةَمْكِحْلاِب َكِّبَر ِليِبَس ىَلِإ ُعْدٌا ُنَسْحَأ َيِه يِتَّلاِب ْمُهْلِداَجَو ِةَنَسَحْلا Terjemahnya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. Konteks ayat tersebut mengandung suatu unsur pendidikan yang perlu dianalisa dan dihayati secara sadar oleh seorang guru dalam rangka proses pengajaran, bahwa proses tersebut dapat berlangsung dan dilakukan oleh seorang guru dengan memberikan berbagai penjelasan terhadap materi yang akan diajarkan secara bijaksana, artinya penentuan strategi yang tepat dan sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik itu sendiri. Tugas guru adalah menciptakan suasana dan fasilitas yang sebaik-baiknya agar belajar dapat dilaksanakan. Guru dapat berusaha untuk memperkenalkan siswa dengan berbagai masalah yang bermakna. Tugas-tugas tersebut bagi seorang guru merupakan bagian dari strategi dalam menyiasati proses pembelajaran. pembiasaan dalam melibatkan siswa melalui berbagai kegiatan dan situasi yang akan berlangsung dalam proses pembelajaran akan semakin mendekatkan siswa pada pokok materi yang akan dipelajarinya, sehingga mereka secara tidak langsung telah berpartisipasi aktif dalam setiap proses pembelajaran. D. Kerangka Pikir KOMPETENSI GURU BIDANG STUDI AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWADI MAN BATUDAA KABUPATEN GORONTALO Keterangan: 1. Guru merupakan tokoh profesional yang memiliki kontribusi cukup urgen dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif dan efisiensi. Orientasi efektifitas dan efisiensi bermuara pada peningkatan prestasi belajar sebagai tolok ukur peningkatan mutu pendidikan. 2. Sebagai penyandang jabatan profesional maka guru harus memenuhi persyaratan utama baik yang meliputi kompetensi pedagogik menyangkut acuan keilmuan, kompetensi kepribadian ferformen yang menjadi contoh atau figur dalam aspek aplikasi keilmuan, kompetensi profesional yang direfleksikan dalam keahlian menjalankan tugas serta kompetensi sosial yang mampu dalam menjalin kerjasama serta bersosialisasi dalam lingkup sosial yang lebih luas. 3. Seluruh kemampuan guru tersebut diaplikasikan dalam sebuah proses yang terbangun dalam situasi sosial dalam kegiatan pembelajaran dengan suatu harapan bahwa dari proses yang dilakukan melahirkan sosok siswa yang cerdas dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam kaitan dengan penelitian ini maka yang menjadi target utamanya adalah perubahan pola pemahaman siswa terhadai nilai-nilai keberagamaan melalui telaah terhadap konsep dasar ajaran Islam. 4. Siswa yang menjadi obyek dan subyek belajar adalah mereka yang memiliki potensi untuk dikembangkan lewat stimulus respon dan dikolaborasi dalam proses pembelajaran aplikatif dan terukur. GURU KOMPETENSI PEDAGOGIK KEPRIBADIAN PROFESIONAL KUALIATAS PEMBELAJARAN EFEKTIF PRESTASI BELAJAR MENINGKAT OUT PUT MENINGKAT SOSIAL