1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit asma masih

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit asma masih merupakan masalah kesehatan di dunia, karena akan
menurunkan kualitas hidup dan produktivitas pasiennya. Saat ini, pasien asma di
seluruh dunia mencapai 300 juta orang, dari kalangan semua usia yang berasal
dari berbagai latar belakang suku etnis. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah
lagi 100 juta orang pada tahun 2025. Prevalensi kecacatan akibat asma berkisar
15 juta per tahun dan menduduki urutan ke-25 Disability-Adjusted Life Years Lost
tahun 2001. Jumlah ini menyerupai kecacatan akibat penyakit diabetes, sirosis hati
dan skizofrenia. Selain itu, diperkirakan kematian akibat asma adalah 1 dari tiap
250 kematian (Global Burden Report of Asthma, 2013).
Di Indonesia, prevalensi asma menunjukkan angka sekitar 4,0% (Riskesdas,
2007), dan
meningkat menjadi 4,5% Riskesdas (2013). Persentase tertinggi
diperoleh di Sulawesi Tengah (7,8%) dan yang terendah di Lampung (1,6%),
sedangkan di Sumatera Utara (2,4%). Selain itu, hasil penelitian ISAAC
(International Study on Asthma and Allergy in Children) di Jakarta mendapatkan
angka 11,5% pada tahun 2001, dan meningkat menjadi 12,2%pada tahun 2008
(Yunus et al., 2011). Di Medan, hasil survei asma pada anak SD (6 sampai 12
tahun), menunjukkan prevalensi asma berkisar antara 3,7%-6,4% (Menkes, 2008).
Dari berbagai hasil penelitian di atas, tampak bahwa prevalensi penyakit asma
mengalami peningkatan yang signifikan.
Patogenesis dasar penyakit asma adalah proses inflamasi kronik pada saluran
napas yang melibatkan banyak sel dan elemen seluler. Inflamasi kronik tersebut
menyebabkan saluran napas menjadi hiperresponsif dan menjadi sempit,sehingga
mengganggu proses bernapas yang normal, dan menimbulkan manifestasi klinis
berupa sesak napas, mengi, dada terasa berat serta batuk, terutama pada malam
atau pagi hari (GINA, 2012). Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma
Universitas Sumatera Utara
2
bersifat reversibel, ditandai oleh obstruksi pernapasan di antara dua interval
asimtomatik (Djojodibroto,2012).
Saat ini berbagai obat yang tepat dan sesuai untuk penatalaksanaan asma
dalam bentuk sediaan inhalasi, sudah tersedia. Pemberian obat secara inhalasi
lebih aman, karena obat hanya bekerja lokal dan memberikan efek samping
sistemik yang minimal. Tujuan penatalaksanan asma adalah mencegah/
mengurangi kejadian serangan akut, dan meminimalkan kemungkinan kejadian
efek samping obat. Dengan demikian, pasien asma dapat hidup seperti layaknya
orang normal, dengan kualitas hidup yang baik.
Penatalaksanaan asma yang adekuat seharusnya dilaksanakan pada saat pasien
berada di luar serangan, dengan memberikan kombinasi anti-inflamasi
(controller) dan bronkodilator (reliever) secara inhalasi. Obat yang dianjurkan
untuk keperluan ini adalah kombinasi dari corticosteroid (ICS) dan agonis β2
kerja lama (Long Acting β2 Agonis/ LABA) dalam bentuk sediaan inhalasi.
Penatalaksanaan ini sebaiknya disertai dengan evaluasi objektif terhadap kondisi
aliran udara di saluran pernapasan pasien asma. Evaluasi ini dilakukan dengan
menggunakan alat sederhana berupa peak flow meter, yang dapat digunakan untuk
menetapkan apakah seseorang adalah pasien asma, dan juga untuk menilai
kemajuan yang dihasilkan oleh penatalaksanaan yang diberikan, apakah sudah
terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol. Selain itu, penilaian untuk
mengetahui apakah penyakit asma sudah terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak
terkontrol, dapat dilakukan dengan menggunakan Asthma Control Test (ACT).Bila
hal ini dilaksanakan, kejadian serangan akut dapat dikurangi, bahkan dapat
ditiadakan, sehingga akan meningkatkan kualitas hidup pasien asma.
Banyaknya kecacatan dan kematian akibat asma disebabkan oleh kurang
sesuai dan kurang tepatnya penatalaksanaan asma. Penatalaksanaan asma yang
benar sangat memerlukan pengetahuan pasien asma tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan penyakitnya, khususnya pengetahuan tentang penggunaan
obat asma. Penggunaan obat dan teknik penggunaan sediaan inhalasi yang sesuai
Universitas Sumatera Utara
3
dan tepat, merupakan faktor penentu keberhasilan pengobatan. Karena itu,
kerjasama dokter dengan pasien dalam melaksanakan edukasi kepada pasien
asma, sangat diperlukan.
Di dalam kurikulum pendidikan dokter berbasis kompetensi di Indonesia,
penyakit asma termasuk ke dalam golongan penyakit dengan kompetensi 4A
(SKDI, 2012), yang berarti golongan penyakit yang harus dapat ditatalaksana
sampai tuntas oleh dokter umum. Di sisi lain, Puskesmas yang merupakan ujung
tombak terdepan dalam pelayanan kesehatan, pada umumnya dilayani oleh dokter
umum. Dokter di puskesmas, tidak hanya bertugas mengobati pasien asma, tetapi
juga harus memberikan informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
penyakit asma, khususnya dalam penggunaan obat yang benar. Dengan demikian,
upaya mencapai asma yang terkontrol dapat terwujud.
Dari uraian di atas, dinyatakan bahwa penyakit asma adalah penyakit yang
sudah
diketahui
patogenesisnya
dan
sudah
tersedia
obatnya.
Namun,
prevalensinya di masyarakat masih cenderung meningkat. Karena itu, untuk
upaya antisipasinya, perlu diperoleh informasi berkenaan dengan hal ini melalui
pelaksanaaan penelitian tentang: “Gambaran penggunaan obat asma pada pasien
asma di puskesmas Kota Medan, tahun 2014”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut: Bagaimana gambaran penggunaan obat asma pada pasien asma
yang berobat di puskesmas Kota Medan, tahun 2014?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran penggunaan obat asma pada pasien asma di
puskesmas Kota Medan, tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
4
1.3.2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1.3.2.1. Untuk mengetahui sebaran rentang umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan dan pekerjaan pasien asma yang berobat di
puskesmas Kota Medan, tahun 2014.
1.3.2.2. Untuk memeroleh berbagai informasi berkenaan dengan obat yang
digunakan pasien asma yang berobat ke puskesmas Kota Medan, tahun
2014 (jenis obat yang digunakan, cara menggunakan obat, cara
mengevaluasi keberhasilan penggunaan obat asma).
1.3.2.3. Untuk mengetahui jumlah pasien asma terkontrol, terkontrol sebagian,
dan tidak terkontrol di puskesmas Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi peneliti, memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian dan mengaplikasi ilmu yang telah dipelajari.
1.4.2. Bagi masyarakat, dapat mengetahui kondisi penggunaan obat asma di
kalangan masyarakat, sehingga dapat mawas diri dan segera melakukan
koreksi untuk penatalaksanaan asma, bila hasil pengobatan asma tidak
seperti yang diharapkan.
1.4.3. Bagi sistem pelayanan kesehatan, sebagai masukan untuk upaya perbaikan
pada kebijakan pengadaan dan penggunaan obat asma
dalam bentuk
sediaan inhalasi pada sistem pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Download